"Apa benar kamu mengusirnya pergi dari rumah ini demi wanita seperti ... dia?" Tanya Lewis tenang dengan menunjuk selingkuhan Emran. "Jaga mulutmu!" "Vid, hubungi salah satu pengacara terbaik untuk membantu Ralin mendapatkan haknya atas rumah ini. Pastikan Ralin benar-benar mendapatkan haknya. Bukan diusir tanpa se-pe-ser pun. Kalau satu pengacara nggak cukup, sewa dua atau tiga pengacara untuk membantu Ralin," ucap Lewis tenang dengan menatap Emran. "Ternyata selama ini kamu jadi simpanan om-om ya, Lin! Ngatain aku selingkuh padahal kamu yang selingkuh duluan! Apa om-om mu itu kurang ngasih duit ya makanya kamu ngotot minta harta gono gini?!" Ralin hanya menatap Emran dengan hati hancur dan mulut tertutup rapat. Dia merasa percuma menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dan Lewis. "Dan aku nggak nyesel selama ini punya hubungan diam-diam sama Fayza! Aku kira kamu istri yang lugu, nyatanya tukang selingkuh! Ayo, kita selesaikan semuanya di pengadilan!" Dengan berat hati Ralin berkata ... "Aku terima tantanganmu!"
View More"Sekalian memberinya pelajaran."Ralin hanyalah manusia biasa yang bisa menaruh dendam dan amarah karena Emran memilih berselingkuh. Bahkan Emran bersama selingkuhannya tega mengusir Ralin dari rumah tanpa diberi uang sepeser pun. "Apa Bu Ralin mau saya bantu?"Ralin memiliki hak atas rumah yang mereka bangun bersama-sama dan Emran tidak boleh mengusirnya secara sepihak. Dan mendapat penawaran bantuan untuk membalas dendam, Ralin tentu saja tidak akan menolak. Tapi ... "Maaf, kenapa Pak Lewis mau membantu saya membalas perbuatan suami saya?" Wajar jika Ralin bertanya demikian karena perkenalannya dengan Lewis sangatlah singkat. Bahkan Lewis tidak mengenal siapa Emran yang sebenarnya. "Mungkin ini terdengar kurang sopan. Tapi, melihat Bu Ralin bersedih seperti ini, saya khawatir itu akan berdampak pada kinerja Bu Ralin di sekolah. Sementara Levi begitu membutuhkan dan menyayangi Bu Ralin.""Maaf jika saya ayah yang egois. Jika suasana hati Bu Ralin tidak bahagia, lalu bagaimana bi
Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pangkuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya karena sikap Levi, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia h
Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke sebuah rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan raya.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya itu membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Bia
“Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian
“Program hamil habis puluhan juta tapi tetap tidak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku tidak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipi. “Em, aku tidak mandul. Kata dokter aku baik-baik–”“Kalau kamu tidak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, Ralin?!” Sang suami, Emran, kembali membentak. “Em, tolong jangan mengada-ada,” pinta wanita itu dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga mengatakan seperti itu. Tolong bersabar padaku dan tinggalkan perempuan itu.”“Namanya Fayza, dan dia jauh lebih baik dibandingkan dirimu, Ralin!” Emran kemudian maju dua langkah dan mencengkeram rahang Ralin. Kedua matanya menatap Ralin tajam. “Camkan itu!”Ralin menyentuh tangan Emran dan berusaha melepaskan cengkeraman pria itu, tapi gagal.Tubuhnya terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi karena sebenarnya Emran sudah membawa wanita asing itu beberapa kali ke rumah mereka. Emran t
“Program hamil habis puluhan juta tapi tetap tidak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku tidak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipi. “Em, aku tidak mandul. Kata dokter aku baik-baik–”“Kalau kamu tidak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, Ralin?!” Sang suami, Emran, kembali membentak. “Em, tolong jangan mengada-ada,” pinta wanita itu dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga mengatakan seperti itu. Tolong bersabar padaku dan tinggalkan perempuan itu.”“Namanya Fayza, dan dia jauh lebih baik dibandingkan dirimu, Ralin!” Emran kemudian maju dua langkah dan mencengkeram rahang Ralin. Kedua matanya menatap Ralin tajam. “Camkan itu!”Ralin menyentuh tangan Emran dan berusaha melepaskan cengkeraman pria itu, tapi gagal.Tubuhnya terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi karena sebenarnya Emran sudah membawa wanita asing itu beberapa kali ke rumah mereka. Emran t...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments