Meskipun sebatas perjodohan, Ranaya amat bahagia ketika menikah dengan Sagara yang ia cintai sejak lama. Namun, tak pernah tebersit di pikirannya, jika suaminya begitu kejam sampai terang-terangan berselingkuh di depannya. Merasa tak kuat lagi menghadapi suaminya yang dingin, Ranaya memilih pergi walau harus membawa benih pria itu. Lima tahun kemudian Ranaya kembali setelah menjadi sukses. Dia berjanji akan membuat Sagara menyesal dan berbalik mengejarnya. "Kamu mau ke mana lagi, Ranaya? Kamu masih milikku dan aku tidak akan mengizinkanmu pergi dariku," tandas Sagara menghimpit Ranaya ke dinding.
View More“Serius kamu, Sher? Memangnya Sagara bisa ketemu anak itu di mana?”Suara Mayang yang ada di seberang telepon terdengar terkejut.Sherly melirik ke arah Sagara dan bocah yang sedang bermain itu sekilas. Rahangnya mengatup rapat.“Iyaaa, serius, Mi!! Aku nggak tahu dari mana Sagara bisa nemuin anak ini! Tapi umurnya pas banget sama waktu Ranaya pergi! Aneh, kan?!” Sherly menghentakkan kakinya. Kali ini ia benar-benar panik.Suara Mayang terdiam sejenak seperti sedang berpikir. Setelah itu, ia mengatakan dengan lembut. “Tenang, jangan khawatir. Kamu jangan gegabah. Bisa saja ini cuma kebetulan. Sher. Mending kamu cari tahu lebih dulu siapa nama mamanya.”Sherly mendengus kesal. Ia menggigiti kuku telunjuknya sekarang.“Gimana caranya? Emang bakal berhasil, Mi?!”Berikutnya suara helaan napas panjang terdengar dari speaker ponselnya.“Ya kamu pakai cara pendekatan lebih halus, dong. Lebih kalem gitu. Pokoknya kamu harus bisa dekati dia dulu. Kalau benar dia anaknya Ranaya, kita harus ber
“Sayang, kamu jangan gila! Bukannya kamu yang bilang kalau klien juga sudah nunggu kita?!”Mata Sherly membeliak, tak percaya jika Sagara malah memilih menemui seorang anak kecil yang tidak jelas asal-usulnya ketimbang menemui orang yang jelas-jelas penting!“Sebentar, aku mau ngomong sama anak itu, Sher. Kamu tunggu di atas dulu, nanti aku nyusul,” ujarnya masih bersikeras.Bahkan sekarang ia sudah berlari turun, menyingkap sekumpulan orang yang sekiranya menghalangi jalan, lantas berlari meninggalkan Sherly yang kesal dengan sikap mendadak Sagara.Sagara lantas berusaha mengejar dua orang yang berjalan sembari saling bergandengan tangan di depannya sekarang.“Radeva!” panggilnya.Bocah dan wanita yang ada di sisinya menoleh. Sebelum Radeva sempat merespons, Sagara menghampirinya dan langsung mendaratkan kedua tangannya pada bahu kecil Radeva.“Deva, kamu mau ke mana? Nggak pulang, kan? Bisa tunggu Om bentar?” ungkap Sagara dengan napas masih terengah-engah.Radeva menatap Yanti sing
“Waduh, saya kurang tahu ya, Bu. Tapi ini ada di dalam situ tadi.”Karyawan itu kemudian menyerahkan sebuah kartu kecil. Sambil menautkan alis, Ranaya mengambilnya dan mulai membuka kartu yang diberi pita merah tersebut. Begitu membacanya, mata Ranaya melebar.‘Dari Yusuf?’ batin Ranaya menyuarakan keheranannya.Karyawan yang mengantar melangkah pergi. Sementara itu, karyawan lain yang berada di ruangan yang sama dengan Ranaya mulai berbisik-bisik selagi tatapan mereka terpaku pada buket bunga mewah tersebut.“Ssstt, bos kita udah punya pacar, ya?”“Mungkin. Akhirnya Bu Ranaya buka hati juga.”Ranaya menatap buket bunga itu masih dengan ekspresi sulit diartikan. Di dalam kartu, ada pesan singkat yang semakin membuatnya terkejut.[Saya ingin serius denganmu, Ranaya. Tolong beri saya kesempatan lagi.]Tangannya sedikit gemetar. Apa-apaan ini?! Yusuf ingin serius dengannya?Seketika tubuh Ranaya lemas. Ia sampai harus menekan meja agar kuat berdiri. Ranaya lalu memilih duduk, menggeleng
Setelah menolong Radeva dan menyaksikan mobil itu hilang dari pandangannya, Sagara pun kembali ke dalam mobilnya sendiri. Ia menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke jok mobil. Berikutnya, seperti tersengat listrik bertegangan rendah, tangannya cepat-cepat meraih bolpoin di laci dashboard dan menuliskan plat nomor mobil van putih tadi di secarik kertas.Ia lalu memandangi kombinasi angka dan huruf yang baru saja ia tulis. Meskipun hanya melihatnya sekelebat, otaknya cukup tajam untuk mengingat dengan baik. Ini ia lakukan agar tak ada korban lagi di sekitarnya. Rencananya, ia akan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi.Namun … ada sesuatu yang janggal. Plat nomor itu tak menunjukkan wilayah kota ini.“Ini kan plat nomor kota sebelah?” gumamnya pelan.Mata Sagara kembali menajam. Memandang ke luar jendela.Sagara kemudian memutuskan pulang. Ia melajukan mobilnya sembari sesekali melempar tatapan ke sana kemari berharap menemukan van putih itu di antara lalu lintas yang
"Lumahku ada di lual kota, Om."Mendengar jawaban dari Radeva membuat kening Sagara spontan mengernyit."Hah? Luar kota?" ulangnya keheranan. “Dari sini jauh nggak, Deva?”“Iya, jauh bangeeet, Om.” Radeva mengangguk, seolah itu adalah hal yang biasa.Menempuh sekolah kurang lebih satu jam dari rumah dinilai sudah jauh oleh bocah tersebut. Ia benci perjalanan lama yang membosankan.Rasa-rasanya Sagara semakin tak habis pikir. Apalagi mengenai bocah lelaki yang ada di hadapannya sekarang. Entah kenapa ia kian tertarik dengan kehidupan Radeva yang menurutnya unik itu."Terus, kenapa sekolah di sini? Hmm, maksud Om sekolah kamu kok jauh sekali dari rumah?" tanyanya. Alisnya berkerut dalam."Itu kalena Mama bolak-balik ke kota ini juga, Om. Mama dulu juga dali sini kok telus pindah," sahut Radeva ringan.Sekelebat rasa heran menyelinap di benak Sagara. Jadi, ibunya memang berasal dari kota ini? Ia baru hendak bertanya lebih jauh ketika sebuah mobil tiba-tiba berhenti di dekat mereka.Dari
Siang itu, di sebuah restoran yang menyajikan makanan Italia, Acel berjalan dengan langkah setengah mengendap. Pandangannya was-was, sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan tak ada yang mengenalinya.Langkahnya kemudian membawanya ke sebuah meja di sudut ruang dan berhenti di sana, di mana seorang pria bercambang sudah duduk menunggu.Tanpa banyak basa-basi, Acel langsung menjatuhkan diri di kursi, meraih buku menu, mengangkat tinggi-tinggi, dan menempelkan di wajahnya."Sialan, kamu ngagetin saja!" Yusuf mendesis kesal ketika Acel tiba-tiba sudah duduk di hadapannya selagi ia masih menggulir tabletnya.“Lagian, ngapain sih kamu fokus banget?! Lihatin apa?” kukuh Acel tak kalah sewot. Ia menyibakkan rambutnya yang hanya sebatas dagu.“Nih, aku lihat saham propertiku yang lagi bagus-bagusnya!” Yusuf mencondongkan layar ke arah Acel dengan raut wajah bangga. Acel hanya meresponsnya dengan memutar bola mata. Sejujurnya malas meladeni sikap sombong Yusuf.Sontak Yusuf merengut dan mel
“Terus kenapa Mama sembunyi?"Pertanyaan dari bibir polos Radeva itu menusuk Ranaya lebih dalam daripada yang ia kira. Seketika dadanya terasa sesak.Kenapa, ya?Apakah ia masih takut? Masih terluka? Atau sebenarnya, ia hanya belum siap berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang dulu pernah mengecewakannya kini mulai merayap lagi ke kehidupan barunya?Ranaya berpikir cepat. Kebohongan yang akan ia ucapkan hanya akan melukai Radeva nanti. Tentu saja ia tak tega.Jadi tak ada pilihan lain bagi Ranaya selain ….“Aduh!” Tiba-tiba Ranaya mencengkeram perutnya. Ia meringis kesakitan sampai tubuhnya melengkung seperti busur yang ditarik.Seketika Radeva panik menyaksikan ibunya kesakitan begitu. Bocah cilik itu langsung berhambur dan memeluk ibunya sambil bertanya, “Ma … Mama kenapa? Ada yang bisa Depa bantu, nggak?”“Mama sakit perut, Sayang. Kita masuk mobil dulu saja, yuk. Mama ingin istirahat dulu,” ungkapnya.Radeva sontak mengangguk dan mengiyakan secara polos. Tangan kecilnya lantas
Peka terhadap perubahan gestur tubuh ibunya, Radeva kecil ikut menghentikan langkah kakinya, lalu mendongak. “Ada apa, Ma?” tanyanya memastikan. Ranaya terpaksa menerbitkan senyum di bibir. “Ah, nggak apa-apa, Sayang. Kita duduk di kursi sebelah sana, yuk.” Ranaya mengajak Radeva berjalan lagi sembari menuding meja yang sekarang sudah ditempati oleh seorang pria pemilik rahang tegas dan bercambang. Pria itu belum menyadari kehadiran Ranaya maupun Radeva. Tablet yang tengah ia pegang menutupi hampir sebagian wajahnya. Pandangan Radeva turut berlabuh pada pria tersebut. Ia memperhatikan dengan kening yang berkerut. “Apa Mama menyukainya?” Lagi-lagi Radeva memastikan kebahagiaan ibunya. Apakah anak ini bisa menangkap gerak-gerik tak nyamannya? Ranaya mengulum senyum. Sementara mereka masih melangkah melewati sejumlah meja. “Mama suka pria baik, Sayang. Dan mungkin pria itu juga baik,” tukasnya. Walau ia sendiri sebenarnya tak yakin. Restoran itu tak begitu ramai, tapi cukup
"Alhamdulillah, ternyata kamu di sini!"Alis tebal Sagara tertaut sewaktu menangkap seorang wanita bertubuh tambun yang berseru sambil setengah berlari mendekati bocah kecil yang tadi bersamanya. Sagara memperkirakan jika wanita tersebut berusia 30-an.“Terima kasih ya, Pak, sudah menjaga anak ini.” Sepasang mata itu menatap Sagara penuh syukur.Sekilas Sagara menelisik penampilan orang yang sekarang ada di hadapannya. Wanita itu dikuncir sekenanya dan mengenakan kaos putih polos yang lumayan kedombrangan bersama celana kain hitam. Tas selempang sederhana melilit sebagian tubuhnya."Maaf, Anda siapanya?" tanya Sagara. Tentu ia harus memastikan bahwa wanita tersebut bukan berniat menculik bocah lelaki ini."Saya Yanti, asisten yang mengurus anak ini," sahut wanita tersebut tergesa-gesa. "Sekali lagi terima kasih, lo, Pak, sudah menjaga Radeva. Kalau nggak, saya bisa dimarahin nanti."Sagara melirik anak kecil yang kini mengerucutkan bibir tampak kesal, lantas merajuk dengan melipat tan
“Mimpi apa aku ini sampai bisa menikah dengan Mas Sagara ….”Ranaya termenung di depan cermin memandangi wajah polosnya yang baru saja dibersihkan dari riasan pengantin. Tangannya kemudian meraih sebuah kacamata dan mengenakannya.Kini tampaklah lebih jelas bayangan wajah di hadapannya. Ranaya memang diberkahi kulit putih bersih, hidung mancung dan bibirnya yang mungil. Namun, bukankah hal itu sudah dimiliki oleh kebanyakan wanita pada umumnya?Ranaya merasa satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya adalah sepasang mata bulat bersinar yang sayangnya harus tertutupi lensa kacamata tebal dan mulai ketergantungan dengan benda tersebut ketika rabun jauh yang dideritanya semakin parah.Usai acara berakhir, Ranaya pergi ke kamar dulu tepat seperti apa yang Sagara perintahkan. Dan kini dengan harap-harap cemas ia menunggu suaminya itu menyusul kemari.Tatapan pada objek pantulan di cermin membuatnya ingin mencubiti pipinya berkali-kali. Ia ingin menyadarkan dirinya sendiri bahwa ini bukanl...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments