Share

Bab 6

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-01-20 12:50:17

Mau tak mau Ranaya menghentikan langkahnya, dan buru-buru menoleh ke arah sumber suara. Jantungnya berdegup kencang.

Tantri muncul dengan air muka cemas. Rambutnya sedikit berantakan. Sementara itu, dua sosok lain mengekor di belakangnya.

Ranaya menggigit bibir. Ia menarik kembali langkah kakinya dari anak tangga yang sudah ia tapaki tadi, lantas memilih mendekat.

“Ma … maafkan Ranaya. Tadi pagi setelah mengantar bekal aku mendadak pergi ke rumah sakit. Ayah masuk rumah sakit lagi. Ibu juga sempat pingsan, jadi aku harus merawatnya dulu sebelum pulang.”

“Rumah sakit? Ada apa? Sakit bapakmu kumat lagi, Ran?” kejar Tantri. Setelah itu ia mendesah panjang. “Kenapa kamu nggak kasih kabar sama sekali?”

Tantri kini berjalan mendekati menantunya. Harto pun yang mengenakan sarung dan kaus lengan panjang turut menghampiri. Namun, tidak dengan Sagara yang masih bergeming di tempat sembari mengatupkan rahang.

“Benar, Ma. Sakit jantung bapak kumat sampai tadi sesak napas. Maaf, aku nggak sempat mengabari Papa dan Mama, baterai hpku habis.” Ranaya sedikit terisak. Ia menunduk, merasa bersalah atas kekacauan yang ia sebabkan malam ini.

Ranaya teringat kejadian di rumah sakit tadi di mana ia masih syok dengan kenyataan bahwa ginjal Sugik hanya tinggal satu. Namun, saat ia ingin mendesak ayahnya itu, ibunya melarang karena takut hal tersebut justru mengganggu kesehatan Sugik.

Tantri kemudian berhambur dan memeluk Ranaya erat. “Syukurlah kamu sekarang sudah pulang, Ranaya. Kami semua khawatir setengah mati.”

Harto yang berdiri tak jauh darinya tampak turut menghela napas panjang saat memandangi keduanya.

“Lain kali kabari kami, meskipun hanya satu pesan singkat. Kami nggak tahu apa yang terjadi,” tuturnya pelan.

Namun, sementara itu, tatapan mata Sagara dingin. Bahkan seakan menusuk seperti belati. Ia tak berkata apa-apa, hanya memandangi Ranaya dengan sorot tajam yang membuat gadis itu merinding.

“Ranaya, kamu istirahatlah dulu. Besok pagi ceritakan semuanya,” ujar Tantri lembut. “Dan, soal ayahmu, kami ikut prihatin. Besok kami akan menjenguk beliau.”

Tantri sempat melempar pandang ke arah Harto. Pria itu tentu saja langsung mengangguk setuju.

“Terima kasih, Ma. Maaf sekali lagi,” ungkap Ranaya dengan suara lirih.

Tantri dan Harto kemudian kembali ke kamar mereka, meninggalkan Ranaya di ruang tengah. Tetapi Sagara tetap di tempatnya. Ia melangkah mendekat begitu kedua orangtuanya pergi.

Dengan gerakan tak terduga, Sagara menarik tangan Ranaya.

“Sini ikut dulu!”

Ranaya mau tak mau mengikuti ke mana arah langkah pria tersebut menyeretnya. Setelah tiba di lorong lantai dua dekat kamarnya, Sagara mendorong Ranaya.

“Kamu tahu nggak apa yang sudah kamu lakukan?!” suaranya datar, hampir berbisik. Tapi penuh dengan nada ancaman.

Ranaya mendongak dengan mata sembap. “Maaf, Mas. Aku juga belum sempat mengabari kamu.”

“Lain kali kamu harus selalu laporan! Orangtuaku marah besar! Mereka pikir aku nggak bisa jagain kamu,” gertak Sagara dengan nada tajam.

“Awas kalau kamu melakukan kesalahan kayak gini lagi!”

Ranaya terdiam. Ia ingin menjelaskan, tapi Sagara tak memberinya kesempatan.

“Kalau kamu terus begini, aku nggak akan ragu ngajak kamu pindah rumah. Kita tinggal berdua saja. Dan kamu tahu apa artinya, kan?” Sagara mendekatkan wajahnya, matanya menatap langsung ke mata Ranaya yang mulai berkaca-kaca.

“Tapi, Mas. Mama kan sudah bilang kalau─” Ranaya mencoba mengingatkan, tapi suaminya mengangkat tangan. Menyuruhnya untuk cepat diam.

“Dengar, aku nggak peduli alasan kamu. Aku cuma nggak mau orangtuaku bersikap berlebihan karena ulahmu. Jadi, kamu menurut saja. Jangan bikin masalah lagi!” tegas Sagara sebelum akhirnya berlalu menuju kamar.

Ranaya tertegun di tempatnya, tubuhnya gemetar. Matanya menatap lantai yang kini terasa begitu dingin.

Ranaya lalu menyusul Sagara di kamar. Di saat yang bersamaan, ponsel Sagara berdengung panjang.

Sagara lekas menerima panggilan video call tersebut, lantas mengulum senyum hingga tampak dua lesung pipit manisnya tatkala seorang wajah wanita cantik muncul di layar. Ranaya menahan napas, senyum itu tak pernah ia dapatkan dari suaminya. Atau bahkan tak akan pernah ia dapatkan.

“Sayang, istrimu ada nggak? Aku nggak ganggu kalian, kan?” Begitu suara mendayu manja yang sempat Ranaya dengar.

Tanpa memastikannya, ia tahu siapa pemilik suara itu.

Walau sempat ragu, akhirnya Ranaya memilih untuk perlahan melepas kacamata dan merebahkan diri di sisi Sagara tanpa menghasilkan suara. Ia memunggungi suaminya dengan dada berdenyut-denyut. Apalagi kini air matanya mulai meleleh lagi.

Sagara sempat melirik punggung Ranaya sebelum menjawab.

“Nggak, kok. Dia lagi nggak ada. Kamu tenang saja.”

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 7

    Pagi ini Ranaya sedang tak nafsu makan. Mata sayunya memandangi makanan dan memaksa menelan meski rasa hampa menyerangnya. Bagaimana tidak, semalam ia pura-pura tidur ketika Sagara melakukan video call dengan perempuan lain. Bahkan telinganya menangkap semua momen romantis keduanya. Ranaya menyendokkan sarapannya dan mengunyah tanpa tenaga. Hatinya begitu perih. Walau ia mendapat ibu dan ayah mertua yang baik, tetapi apa gunanya jika tak bisa memiliki raga maupun cinta dari Sagara? “Aku ingin pindah rumah.” Ucapan tegas Sagara tak pelak membuat semua mata tertuju kepadanya, terutama Ranaya yang sangat syok atas keras kepala suaminya. Apa sebegitu inginnya dia dengan Sherly hingga tetap bersikukuh memperjuangkan tekadnya? “Apa? Nggak bisa. Kalian nggak boleh pindah!” Tubuh Tantri yang duduk di samping Ranaya menegang. Sepasang matanya membulat seakan hendak keluar dari rongganya. “Ma, kenapa? Aku dan Ranaya kan sudah menikah. Kami juga butuh ruang.” Napas Ranaya tercekat. Bu

    Last Updated : 2025-01-30
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 8

    Ranaya membeku di tempat. Tangannya gemetar memegang tali lingerie yang terasa seperti belenggu di tubuhnya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri dan menghalau gambaran tubuh kekar nan seksi milik Sagara yang membayang. Pikirannya sudah melanglang ke mana-mana. Ia begitu ketakutan sampai lupa bernapas dengan normal. Baru saja tangan Sagara hendak menyobek pakaian tipis yang dikenakan Ranaya ketika tiba-tiba ponsel pria itu berdengung panjang di atas nakas dekat ranjang. Sagara mengerutkan dahi, melirik layar ponsel itu. Kemudian ia menghela napas sebelum mengambilnya. Wajahnya yang semula tegang penuh kendali berubah menjadi seterang mentari. “Kenapa menelepon jam segini?” gumamnya sambil menekan tombol hijau di layar. Ini tertalu awal untuk mereka berkomunikasi lewat telepon. Biasanya mereka menunggu larut malam dulu hingga penghuni rumah terlelap dalam mimpi masing-masing. Ranaya perlahan ikut bangkit. Ia duduk terpaku menunggu apa yang terjadi. “Halo?”

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 9

    “Sagara, kamu mau ke mana?”Mata Tantri memindai penampilan anaknya yang malam ini baru saja keluar kamar sementara penghuni lain sudah siap di meja makan. Ranaya yang baru saja meletakkan panci sup panas di tengah ikut memperhatikan suaminya yang kini sudah tampak rapi mengenakan setelan tuksedo.“Ketemu kolega sebentar,” sahut Sagara acuh tak acuh, lantas kembali menggiring kakinya. Namun, dengan gerakan cepat juga Tantri berdiri untuk menghentikan langkah pria tersebut.“Eits, tunggu, Sagara! Tunggu dulu!” serunya.Sagara menurut. Tetapi kemudian menghela napasnya panjang.“Kamu ketemu kolega kok nggak ngajak istrimu, sih! Ayo, Ranaya, kamu ikut Sagara sekarang.”Tantri berusaha menarik tangan Ranaya agar lekas berdiri. Di sisi lain, Ranaya kebingungan. Matanya beralih cepat dari Tantri ke Sagara sambil bangkit dengan ragu. Dari tatapan yang Sagara layangkan, jelas saja pria itu tak setuju.Ranaya jadi tidak enak, lalu mencoba berkilah. “Tapi, Ma─”“Ssttt, ikut kata Mama. Sekarang

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 10

    “Maaf, Mas ….”Ranaya begitu terpana oleh karena ucapan keras Sagara yang baru saja terlontar. Usai mengatakan unek-unek yang sempat menyumbat kepalanya, Sagara menggertakkan gigi dan cepat memalingkan muka, lantas segera menginjak rem hingga membuat Ranaya terkejut sebab tubuhnya sempat terpental.Sagara begitu kesal. Acara resmi yang seharusnya berpeluang besar untuk menghimpun banyak relasi ternyata justru berantakan. Tak terasa tangannya mencengkeram setir dengan erat.Rahang Sagara mengeras, dan napasnya terdengar berat. Sejak kejadian di acara tadi, pikirannya tidak bisa lepas dari tatapan Pak Arman. Tatapan itu adalah pengingat pahit dari masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam. Namun kini bayang-bayang itu muncul lagi, merusak konsentrasinya yang semakin tak karuan.***Keesokan paginya, Ranaya bangun lebih awal seperti biasa. Meski hatinya terluka, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai istri. Ia menyiapkan sarapan dan menyetrika baju kerja Sagara. Setelah selesai, ia menaru

    Last Updated : 2025-02-02
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 11

    Pernyataan yang tengah dipikirkan itu seperti petir di siang bolong bagi Ranaya. Ia merasa seluruh tubuhnya membeku.Karena tak segera menjawab pertanyaannya, Tantri kemudian menoleh di tengah ia memutar setir kemudinya.“Ranaya? Kenapa? Kok malah melamun?” Tantri mengucapkannya sembari menautkan alis.Ranaya buru-buru mengemasi semua pikirannya. Ia lalu menggeleng. “Oh, nggak apa-apa, Ma. Aku cuma penasaran,” sahut Ranaya akhirnya.Ranaya menyandarkan kepala ke jendela mobil di sisinya. Diam-diam ia ingin tahu semuanya. Bagaimana hubungan antara Sagara, Sherly, dan Tantri yang sesungguhnya.Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi akhirnya mencapai rumah. Keduanya melangkah beriringan. Tantri membawa tas yang tadi dibawakan oleh Mayang sebelum pulang.“Terima kasih lo, Ran, sudah mau nemenin Mama. Sekarang lebih baik kamu istirahat dulu,” ungkap Mama tatkala mereka berpisah. Ranaya menuju kamar, sementara Tantri harus menyimpan dulu bahan makanan pemberian dari Mayang.Ranaya me

    Last Updated : 2025-02-03
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 12

    Ranaya akhirnya menoleh. Tatapannya kosong.“Maaf, Mas. Tapi bisa nggak tinggalin aku sendiri dulu?” mohonnya dengan suara serak dan dalam karena terlalu banyak menangis.Ranaya merasa semakin nelangsa sekarang. Di saat ia sedang kehilangan, di saat ia down dan terpuruk, serta tak memercayai siapa pun di rumah ini, suaminya justru tak memedulikannya dan malah lebih mementingkan tentang sapu tangan itu.Sagara menatap tajam ke arah Ranaya yang mengalihkan pandangannya kembali ke arah jendela. Rahang pria tersebut kian berkedut. Ia semakin meremas sapu tangan di tangannya, untuk kemudian memutuskan keluar. Membiarkan sendiri Ranaya yang menurutnya sangat merepotkan.Sagara melangkah cepat menuju ruang lain di rumah ini. Ia tak tahu jika ternyata Tantri sengaja berada di depan kamar mereka untuk menguping pembicaraan. Wajah Tantri terlihat kecewa.Angin malam menerobos jendela ruang kerja Sagara yang setengah terbuka. Suara detak jam di dinding seolah menggema di ruangan itu, bersanding

    Last Updated : 2025-02-04
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 13

    Kedua mata Ranaya membelalak lebar. Tubuh yang membelenggu mulai beringsut menjalar di atasnya. Apalagi sekarang ia dapat menyaksikan badan berotot milik Sagara hanya dililit oleh kain handuk.“Jangan, Mas, tolong ….” Ia menggeleng cepat dengan bibir yang terkatup rapat.Namun, hal itu justru membuat Sagara menarik salah satu ujung bibirnya. Sepasang mata itu sedang dilanda mabuk gairah yang meletup-letup dan mengunci Ranaya seolah ingin menelannya bulat-bulat.“Salah sendiri kamu melanggarnya. Aku sudah memperingatkanmu tadi,” desisnya dengan suara berat penuh hasrat. Tangannya kian menggenggam erat pergelangan tangan Ranaya dan menariknya ke atas kepala wanita tersebut.Makin ketakutanlah Ranaya. Ranaya dejavu, ia merasakan kembali untuk kedua kalinya ketakutan yang benar-benar ingin ia hindari.Walau begitu, Ranaya tahu jika Sagara malam ini merupakan sosok yang berbeda. Kalau kemarin ia menemui kilat amarah dan penuh keterpaksaan dari pria itu, namun tidak dengan sekarang karena S

    Last Updated : 2025-02-06
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 14

    Ranaya melangkah menuruni tangga dengan langkah tertatih. Rasa sakit menjalar dari pangkal kakinya, membuatnya harus menggigit bibir untuk menahan perih. Namun, bukan hanya tubuhnya yang sakit. Hatinya pun terasa seperti diiris ribuan belati.Semalam … malam yang seharusnya tidak pernah terjadi. Malam yang telah menghancurkan semuanya.Ia menghela napas, mencoba menenangkan pikirannya dan menjauhkan dari rasa sedih yang berlarut-larut. Namun, saat kepalanya sedikit mendongak, matanya bertemu dengan sosok Tantri yang tengah berdiri di bawah, menunggunya dengan pandangan yang tak dapat ia artikan.“Ranaya, kamu nggak apa-apa, kan?” tanyanya cemas, tapi ada nada terselubung di dalamnya.Tantri mengamati cara berjalan Ranaya, lalu secara refleks dua ujung bibirnya tertarik dalam senyum samar. Wanita itu dengan pintar cepat-cepat meringkas senyuman tersebut.Ranaya terdiam sejenak. Sebenarnya ia terlalu lelah untuk menjawab. Apalagi … akhir-akhir ini keduanya tak terlalu intens berkomunika

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 38

    Setelah beberapa saat berkelahi dengan pikirannya sendiri, Sagara akhirnya mendesah panjang, lantas memutar setir mobilnya. Mobilnya berputar balik dan kemudian melaju kencang demi mengejar mobil tadi.Kali ini Sagara harus memastikan bahwa penglihatannya tak mungkin salah.Itu benar Ranaya, kan? Kepalanya terus berdengung memikirkan nama itu.Suara deru mesin mobil bergema di telinga Sagara, berpadu dengan debar jantungnya yang berpacu lebih cepat dari biasanya. Ia mengetatkan genggaman di setir, menatap mobil di depannya dengan tatapan penuh tekad selama di perjalanan.Pandangan Sagara tajam menatap lintas jalan raya yang ramai kendaraan. Sejenak matanya menyipit.Ia yakin perempuan tadi mirip Ranaya. Namun, ada hal ganjil. Kenapa perempuan itu tak mengenakan kacamata?Sagara menggertakkan giginya, lalu memacu mobilnya lebih kencang. Perasaan yang membuncah di dadanya entah apa namanya. Marah? Sama sekali tidak. Bingung? Mungkin.Atau justru lebih dari itu?Sagara ingin jika perempu

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 37

    “Ini apa, Mbak?”Ranaya terheran-heran sewaktu menatap ponselnya. Ia baru sempat membaca chat susulan Yanti ketika asisten dan anaknya sudah tiba di rumah.“Itu lokasi kami tadi, Bu. Seumpama Bu Ranaya mau mengirim hadiah ke pria yang nyelametin Dek Radeva, nah di situ tinggalnya, hehehe ….”Ranaya menghela napas panjang, menatap Yanti yang berdiri di hadapannya dengan wajah menyesal.“Jadi, sampai sekarang kamu nggak tahu nama pria yang nyelametin Radeva kemarin?”Tatapan Yanti meredup dan merunduk. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lantas tersenyum kikuk sambil mencuri pandang ke arah majikannya.“Hehe, iya. Maaf, Bu. Saya lupa nanya.”Ranaya menutup wajah dengan satu tangan. Merasa amat frustrasi.“Mbak Yanti, Mbak Yanti … penyakit lupamu itu kapan sembuhnya, sih?! Aku mau kirim bingkisan buat orangnya, tapi gimana kalau nama aja nggak tahu. Masa aku harus tulis ‘Untuk Om Baik’ gitu? Bisa-bisa nyasar dong ah!”“Eh, iya juga, ya.”“Ya, makanya ….” Ranaya berdecak kesal. Ia sud

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 36

    “Serius kamu, Sher? Memangnya Sagara bisa ketemu anak itu di mana?”Suara Mayang yang ada di seberang telepon terdengar terkejut.Sherly melirik ke arah Sagara dan bocah yang sedang bermain itu sekilas. Rahangnya mengatup rapat.“Iyaaa, serius, Mi!! Aku nggak tahu dari mana Sagara bisa nemuin anak ini! Tapi umurnya pas banget sama waktu Ranaya pergi! Aneh, kan?!” Sherly menghentakkan kakinya. Kali ini ia benar-benar panik.Suara Mayang terdiam sejenak seperti sedang berpikir. Setelah itu, ia mengatakan dengan lembut. “Tenang, jangan khawatir. Kamu jangan gegabah. Bisa saja ini cuma kebetulan. Sher. Mending kamu cari tahu lebih dulu siapa nama mamanya.”Sherly mendengus kesal. Ia menggigiti kuku telunjuknya sekarang.“Gimana caranya? Emang bakal berhasil, Mi?!”Berikutnya suara helaan napas panjang terdengar dari speaker ponselnya.“Ya kamu pakai cara pendekatan lebih halus, dong. Lebih kalem gitu. Pokoknya kamu harus bisa dekati dia dulu. Kalau benar dia anaknya Ranaya, kita harus ber

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 35

    “Sayang, kamu jangan gila! Bukannya kamu yang bilang kalau klien juga sudah nunggu kita?!”Mata Sherly membeliak, tak percaya jika Sagara malah memilih menemui seorang anak kecil yang tidak jelas asal-usulnya ketimbang menemui orang yang jelas-jelas penting!“Sebentar, aku mau ngomong sama anak itu, Sher. Kamu tunggu di atas dulu, nanti aku nyusul,” ujarnya masih bersikeras.Bahkan sekarang ia sudah berlari turun, menyingkap sekumpulan orang yang sekiranya menghalangi jalan, lantas berlari meninggalkan Sherly yang kesal dengan sikap mendadak Sagara.Sagara lantas berusaha mengejar dua orang yang berjalan sembari saling bergandengan tangan di depannya sekarang.“Radeva!” panggilnya.Bocah dan wanita yang ada di sisinya menoleh. Sebelum Radeva sempat merespons, Sagara menghampirinya dan langsung mendaratkan kedua tangannya pada bahu kecil Radeva.“Deva, kamu mau ke mana? Nggak pulang, kan? Bisa tunggu Om bentar?” ungkap Sagara dengan napas masih terengah-engah.Radeva menatap Yanti sing

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 34

    “Waduh, saya kurang tahu ya, Bu. Tapi ini ada di dalam situ tadi.”Karyawan itu kemudian menyerahkan sebuah kartu kecil. Sambil menautkan alis, Ranaya mengambilnya dan mulai membuka kartu yang diberi pita merah tersebut. Begitu membacanya, mata Ranaya melebar.‘Dari Yusuf?’ batin Ranaya menyuarakan keheranannya.Karyawan yang mengantar melangkah pergi. Sementara itu, karyawan lain yang berada di ruangan yang sama dengan Ranaya mulai berbisik-bisik selagi tatapan mereka terpaku pada buket bunga mewah tersebut.“Ssstt, bos kita udah punya pacar, ya?”“Mungkin. Akhirnya Bu Ranaya buka hati juga.”Ranaya menatap buket bunga itu masih dengan ekspresi sulit diartikan. Di dalam kartu, ada pesan singkat yang semakin membuatnya terkejut.[Saya ingin serius denganmu, Ranaya. Tolong beri saya kesempatan lagi.]Tangannya sedikit gemetar. Apa-apaan ini?! Yusuf ingin serius dengannya?Seketika tubuh Ranaya lemas. Ia sampai harus menekan meja agar kuat berdiri. Ranaya lalu memilih duduk, menggeleng

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 33

    Setelah menolong Radeva dan menyaksikan mobil itu hilang dari pandangannya, Sagara pun kembali ke dalam mobilnya sendiri. Ia menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke jok mobil. Berikutnya, seperti tersengat listrik bertegangan rendah, tangannya cepat-cepat meraih bolpoin di laci dashboard dan menuliskan plat nomor mobil van putih tadi di secarik kertas.Ia lalu memandangi kombinasi angka dan huruf yang baru saja ia tulis. Meskipun hanya melihatnya sekelebat, otaknya cukup tajam untuk mengingat dengan baik. Ini ia lakukan agar tak ada korban lagi di sekitarnya. Rencananya, ia akan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi.Namun … ada sesuatu yang janggal. Plat nomor itu tak menunjukkan wilayah kota ini.“Ini kan plat nomor kota sebelah?” gumamnya pelan.Mata Sagara kembali menajam. Memandang ke luar jendela.Sagara kemudian memutuskan pulang. Ia melajukan mobilnya sembari sesekali melempar tatapan ke sana kemari berharap menemukan van putih itu di antara lalu lintas yang

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 32

    "Lumahku ada di lual kota, Om."Mendengar jawaban dari Radeva membuat kening Sagara spontan mengernyit."Hah? Luar kota?" ulangnya keheranan. “Dari sini jauh nggak, Deva?”“Iya, jauh bangeeet, Om.” Radeva mengangguk, seolah itu adalah hal yang biasa.Menempuh sekolah kurang lebih satu jam dari rumah dinilai sudah jauh oleh bocah tersebut. Ia benci perjalanan lama yang membosankan.Rasa-rasanya Sagara semakin tak habis pikir. Apalagi mengenai bocah lelaki yang ada di hadapannya sekarang. Entah kenapa ia kian tertarik dengan kehidupan Radeva yang menurutnya unik itu."Terus, kenapa sekolah di sini? Hmm, maksud Om sekolah kamu kok jauh sekali dari rumah?" tanyanya. Alisnya berkerut dalam."Itu kalena Mama bolak-balik ke kota ini juga, Om. Mama dulu juga dali sini kok telus pindah," sahut Radeva ringan.Sekelebat rasa heran menyelinap di benak Sagara. Jadi, ibunya memang berasal dari kota ini? Ia baru hendak bertanya lebih jauh ketika sebuah mobil tiba-tiba berhenti di dekat mereka.Dari

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 31

    Siang itu, di sebuah restoran yang menyajikan makanan Italia, Acel berjalan dengan langkah setengah mengendap. Pandangannya was-was, sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan tak ada yang mengenalinya.Langkahnya kemudian membawanya ke sebuah meja di sudut ruang dan berhenti di sana, di mana seorang pria bercambang sudah duduk menunggu.Tanpa banyak basa-basi, Acel langsung menjatuhkan diri di kursi, meraih buku menu, mengangkat tinggi-tinggi, dan menempelkan di wajahnya."Sialan, kamu ngagetin saja!" Yusuf mendesis kesal ketika Acel tiba-tiba sudah duduk di hadapannya selagi ia masih menggulir tabletnya.“Lagian, ngapain sih kamu fokus banget?! Lihatin apa?” kukuh Acel tak kalah sewot. Ia menyibakkan rambutnya yang hanya sebatas dagu.“Nih, aku lihat saham propertiku yang lagi bagus-bagusnya!” Yusuf mencondongkan layar ke arah Acel dengan raut wajah bangga. Acel hanya meresponsnya dengan memutar bola mata. Sejujurnya malas meladeni sikap sombong Yusuf.Sontak Yusuf merengut dan mel

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   Bab 30

    “Terus kenapa Mama sembunyi?"Pertanyaan dari bibir polos Radeva itu menusuk Ranaya lebih dalam daripada yang ia kira. Seketika dadanya terasa sesak.Kenapa, ya?Apakah ia masih takut? Masih terluka? Atau sebenarnya, ia hanya belum siap berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang dulu pernah mengecewakannya kini mulai merayap lagi ke kehidupan barunya?Ranaya berpikir cepat. Kebohongan yang akan ia ucapkan hanya akan melukai Radeva nanti. Tentu saja ia tak tega.Jadi tak ada pilihan lain bagi Ranaya selain ….“Aduh!” Tiba-tiba Ranaya mencengkeram perutnya. Ia meringis kesakitan sampai tubuhnya melengkung seperti busur yang ditarik.Seketika Radeva panik menyaksikan ibunya kesakitan begitu. Bocah cilik itu langsung berhambur dan memeluk ibunya sambil bertanya, “Ma … Mama kenapa? Ada yang bisa Depa bantu, nggak?”“Mama sakit perut, Sayang. Kita masuk mobil dulu saja, yuk. Mama ingin istirahat dulu,” ungkapnya.Radeva sontak mengangguk dan mengiyakan secara polos. Tangan kecilnya lantas

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status