Share

2. Siapa Perempuan Itu?

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-01-20 12:04:39

“Bagaimana malam pertama kalian, Ranaya?”

Pagi ini di tengah dentingan sendok dan piring, tiba-tiba Tantri, ibu Sagara, bertanya demikian. Nyaris saja Ranaya tersedak oleh karena pertanyaan yang diajukan.

Ia harus menjawab apa? Masalahnya Sagara tak sudi menyentuhnya, bahkan semalam ia tak tahu kapan pria itu pulang.

Mata Ranaya yang gugup sempat bersinggungan dengan tatapan tajam yang Sagara hunjamkan kepadanya.

Ranaya buru-buru mengalihkan pandang, mengunyah makanannya cepat, lantas menyahut, “Lancar kok, Ma.” Ia bertukas sembari merekahkan senyum selebar mungkin agar ibu mertuanya yakin.

Ranaya mengamati wajah cantik di depannya. Seorang wanita paruh baya dengan rambut ikal berpotongan sebahu yang tampak masih segar parasnya.

Ranaya berani menjamin, ketampanan seorang Sagara memang berasal dari ibunya.

Sementara itu, Tantri terlihat sumringah usai mendengar jawaban Ranaya dan manggut-manggut pelan. Ia lalu beralih ke arah Sagara yang tengah sibuk menyantap makanannya dengan tak acuh.

“Kalau kamu Sagara, sudah minum obat kuat yang Mama kasih kemarin? Awas ya kalau nggak diminum, Mama dan Papa sudah berharap cucu lo dari kalian!”

Sontak Ranaya yang kini menyesap minumnya jadi terbatuk-batuk hebat. Sagara sempat melirik perempuan itu dengan tajam.

“Ma, jangan ngomongin itu dulu lah,” tukas Sagara malas. Ia lanjut melahap makanannya tanpa peduli sekitar.

“Hih, kamu ini!” Tantri mengatupkan rahang geram. “Kamu mau bikin Mama dan Papa nunggu sampai tua?!”

Karena Sagara tak merespons ucapannya, jadilah Tantri bertambah dongkol dan menyenggol suaminya.

“Pa, bantu ngomong ke anakmu dong!” sergahnya putus asa.

Harto yang sedari tadi sibuk menyantap makanan akhirnya mendongak. Sebelum berbicara ia memperbaiki letak kacamatanya dan mendesah panjang hingga kumis tebalnya bergerak-gerak.

“Hah … kalian ini. Sagara, coba nurut saja apa kata Mama. Hasilkan cucu-cucu lucu buat kami. Papa juga ingin cepat main sama banyak anak.” Mau tak mau ia menengahi.

Mendengar ocehan kedua orangtuanya membuat Sagara menghentikan gerakan tangannya, kemudian menarik napas panjang. Mendadak dirinya jadi tak nafsu makan.

Ia lalu meletakkan alat makannya cukup keras hingga orang di sekelilingnya tercekat. Secepat kilat Sagara bangkit.

“Aku berangkat kerja dulu,” tandas Sagara yang kemudian pergi dari sana.

Ranaya melihat kepergian Sagara dengan dada yang berdenyut. Situasi setelahnya menjadi canggung.

Sorenya bunyi derum mobil lain setelah kepergian mobil Tantri dan Harto terdengar. Ranaya yang kala itu sedang berada di kamar tergopoh-gopoh menuju jendela untuk memastikan bahwa pendengarannya tak salah.

Sagara telah pulang dari kantor. Namun, netranya terkunci kepada seseorang yang duduk di jok penumpang samping pria tersebut.

Suaminya membawa pulang seorang perempuan lain. Ranaya menyipit, berusaha melihat dengan jelas wajah sosok itu. Buru-buru ia mengenakan kembali kacamatanya.

Nahas, setelah penglihatannya cukup jelas, Ranaya hanya sempat menangkap punggung perempuan itu ketika Sagara merangkulnya dan melangkah masuk. Ranaya tercekat, mendapati bahwa perempuan tersebut adalah perempuan yang sama seperti di foto yang dikirim oleh orang yang tak dikenalnya.

Ranaya bahkan masih belum tahu siapa yang mengirim pesan semalam.

Karena rasa penasarannya semakin membuncah, Ranaya segera turun demi memastikan siapa yang sekarang dibawa suaminya ke dalam rumah di saat orangtuanya sedang pergi berkunjung ke rumah sahabat mereka.

“Sayang, akhirnya kita bisa berdua saja di rumahmu.”

Ranaya sempat menangkap suara lembut yang mendayu manja itu ketika ia mengendap-endap menyelidiki. Perlahan ia mulai mengintip dari balik dinding demi memastikan pemilik suara feminim tersebut.

Sialnya, Ranaya justru menyaksikan hal yang tak seharusnya ia lihat.

Kedua orang di hadapannya saling bercumbu dengan mesra. Sagara merengkuh tubuh mungil tersebut, sementara si gadis pemilik rambut panjang nan indah mengalunkan dua tangannya di leher kokoh Sagara.

Mereka berputar-putar. Melakukannya dengan penuh percikan cinta sehingga hal itu mengiris hati Ranaya dan menghancurkannya menjadi kepingan yang layu.

Semakin lama pandangan Ranaya bertambah kabur karena terhalang oleh air mata. Ia segera menyembunyikan diri lagi sembari membungkam bibirnya dengan tangan. Tanpa bisa dicegah tubuhnya merosot ke lantai.

Tangisnya tumpah ruah hingga ia melepas lensa kacamatanya yang sekarang dipenuhi oleh embun yang membutakan penglihatannya.

Ternyata menikah dengan seseorang yang sudah ia sukai sejak lama tak selalu berujung membahagiakan.

“Sebentar, aku ambilkan minum untukmu dulu, ya.”

Suara Sagara berikut langkah kaki pria itu segera membangkitkan sisi kewaspadaan Ranaya. Ranaya cepat-cepat bangkit dan hendak kabur. Tetapi, ujung bajunya justru tersangkut di pintu.

“Kamu ngapain di sini?”

Tubuh Ranaya menegang. Perlahan ia menoleh dan mendapati Sagara yang sekarang sudah berdiri di hadapannya dengan muka merah padam.

“A-aku cuma mau ambil minum kok, Mas,” ungkap Ranaya gugup. Apalagi wajahnya masih sembap dipenuhi air mata.

Samar timbul kerutan halus di kening Sagara. Tentu saja ia tahu bahwa wanita itu baru saja menangis. Wanita itu pasti sudah tahu bahwa dirinya membawa wanita lain di rumah ini.

Sungguh kondisi Ranaya sangat mengenaskan sekarang. Tapi, Sagara tak pernah peduli.

“Pergi ke kamarmu sekarang dan diam saja di sana!” bentakan suara bariton Sagara bergema di seputaran langit-langit.

Hal itu membuat nyali Ranaya semakin menciut. Ia mengatupkan bibir agar isakannya tak lolos.

“Jangan sampai kamu mengadukan yang kamu lihat barusan ke orangtuaku! Aku bisa menceraikanmu dengan mudah,” ancam Sagara tajam.

Sagara kemudian melangkah melewati Ranaya. Tak memedulikan bagaimana perempuan tersebut secara susah payah menarik baju yang tersangkut dan berdiri, sedangkan ia membuka kulkas, lantas menuang jus apel ke dua gelas sekaligus.

Sagara kembali menuju perempuan tadi untuk menyerahkan jus buah yang ia ambil. Di saat yang sama, Ranaya tertatih-tatih kembali ke kamarnya.

Setelah kejadian itu Ranaya mengunci diri di dalam kamar. Tangisnya tercurah hingga ia tertidur. Semalam itu juga, Tantri dan Harto tak pulang ke rumah. Tantri sudah mengabarinya melalui pesan singkat.

Saat tengah malam tiba mendadak sepasang mata Ranaya terbuka. Perempuan tersebut kemudian terbatuk-batuk. Tenggorokannya kering sebab ia banyak menangis selama semalaman. Ketika melirik jam, waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi.

Ranaya bangkit, memutuskan untuk mengambil air minum untuk melegakan tenggorokannya. Namun, baru saja melangkah melewati pintu kamar yang Sagara tempati malam ini, kakinya harus berhenti oleh karena suara yang mengganggu telinganya,

“Ah … Sayang ini enak sekali.”

Dada Ranaya bagai dihantam batu besar. Ketika menoleh, ia mendapati bayangan di bawah pintu dua orang sedang bergumul panas di atas ranjang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   3. Penolakan Kejam

    “Akhirnya sampai rumah juga. Aduh, punggungku!” Pagi ini Tantri dan Harto sudah kembali. Tantri melangkah terseok-seok dengan tangan membawa beberapa tas sambil sesekali mempermasalahkan sakit punggungnya. Ranaya segera berhambur ke arah ibu mertuanya. Tangannya cekatan menyambar sejumlah tas yang tengah ditenteng Tantri. “Aku bantu bawakan ya, Ma. Mama rehat dulu saja. Aku juga sudah masak ayam goreng lengkuas dan sup sayur untuk sarapan,” tukas Ranaya. Ia kemudian sibuk meletakkan barang bawaan Tantri tadi. Sembari memijat punggungnya, Tantri mengekor di belakang Ranaya dan duduk di salah satu kursi meja makan. “Alhamdulilah, beruntung sekali Mama punya menantu sebaik dan sepintar kamu, Ranaya. Terima kasih, ya.” Tantri menghela napas penuh kelegaan sewaktu menyaksikan makanan yang dimasak Ranaya telah berjejer rapi di depannya. “Sama-sama, Ma. Tahu dan tempe yang ada di kulkas juga sudah aku olah.” Ranaya lantas menyingkap salah satu sajian dan menunjukkan hasil goreng

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   4. Lebih Baik Cerai?!

    Ranaya tertegun atas ucapan Sagara yang mengusirnya. Karena tak mau berlama-lama juga di tempat ini, ia menggiring kakinya cepat keluar ruangan. Begitu ia menutup pintu yang ada di belakangnya, air mata Ranaya segera membludak. Kerongkongannya panas, seperti ada sesuatu yang nyaris menggelegak dari sana. Ranaya kemudian memutuskan untuk pergi ke toilet. Lorong kantor terasa begitu sunyi. Langkah Ranaya semakin cepat, mencoba mengabaikan sejumlah pandangan aneh yang orang-orang hunjamkan ketika berpapasan dengannya. Tetapi, ia tak bisa menolak untuk tak mendengar bisikan di sekitarnya. "Kasihan ya istrinya Pak Sagara," ujar salah seorang karyawan perempuan sambil terkikik pelan. "Kalau aku jadi dia mending cerai aja. Udah jelas kalah saing sama Sherly, kan?" sahut yang lain tak kalah tajam. Ranaya menggigit bibir bawah. Rupanya benar dugaannya, Sherly perempuan sama yang dibawa Sagara ke rumahnya semalam. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di sana. Namun, hatinya

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   5. Hidup dengan Satu Ginjal

    Langkah Ranaya terasa semakin berat begitu ia tiba di rumah sakit. Ia berlari-lari melewati lorong yang panjang, dengan tangan mencengkeram erat tas selempangnya. Napasnya memburu, sementara pikirannya tak karuan. Sepasang matanya memindai cepat demi menemukan keberadaan ibunya. Segera setelah menangkap sosok wanita berambut pendek ikal yang duduk di kursi tunggu dengan wajah sembap dan tubuh ringkih, Ranaya berhenti mendadak. “Bu!” serunya melangkah cepat mendekati. Ida mengangkat wajah. Matanya cekung, garis-garis lelah di wajahnya tampak semakin jelas. Begitu melihat putrinya, ia langsung bangkit dan berhambur memeluk Ranaya erat. Tangisannya pecah di bahu anaknya. “Ran … Bapakmu, Nak ….” suaranya parau. Bahkan hampir tak terdengar di antara isak tangisnya. Ranaya memejamkan mata. Roboh sudah pertahanan dirinya. Kondisi rapuh lelaki yang merupakan cinta pertamanya membuat kekuatannya musnah tak tersisa. Air mata mulai mengalir di pipi Ranaya. Ia menarik napas dalam-dal

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   6. Jangan Membuat Kesalahan Lagi!

    Mau tak mau Ranaya menghentikan langkahnya, dan buru-buru menoleh ke arah sumber suara. Jantungnya berdegup kencang. Tantri muncul dengan air muka cemas. Rambutnya sedikit berantakan. Sementara itu, dua sosok lain mengekor di belakangnya. Ranaya menggigit bibir. Ia menarik kembali langkah kakinya dari anak tangga yang sudah ia tapaki tadi, lantas memilih mendekat. “Ma … maafkan Ranaya. Tadi pagi setelah mengantar bekal aku mendadak pergi ke rumah sakit. Ayah masuk rumah sakit lagi. Ibu juga sempat pingsan, jadi aku harus merawatnya dulu sebelum pulang.” “Rumah sakit? Ada apa? Sakit bapakmu kumat lagi, Ran?” kejar Tantri. Setelah itu ia mendesah panjang. “Kenapa kamu nggak kasih kabar sama sekali?” Tantri kini berjalan mendekati menantunya. Harto pun yang mengenakan sarung dan kaus lengan panjang turut menghampiri. Namun, tidak dengan Sagara yang masih bergeming di tempat sembari mengatupkan rahang. “Benar, Ma. Sakit jantung bapak kumat sampai tadi sesak napas. Maaf, aku ngg

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   7. Terpaksa Membuat Cucu

    Pagi ini Ranaya sedang tak nafsu makan. Mata sayunya memandangi makanan dan memaksa menelan meski rasa hampa menyerangnya. Bagaimana tidak, semalam ia pura-pura tidur ketika Sagara melakukan video call dengan perempuan lain. Bahkan telinganya menangkap semua momen romantis keduanya. Ranaya menyendokkan sarapannya dan mengunyah tanpa tenaga. Hatinya begitu perih. Walau ia mendapat ibu dan ayah mertua yang baik, tetapi apa gunanya jika tak bisa memiliki raga maupun cinta dari Sagara? “Aku ingin pindah rumah.” Ucapan tegas Sagara tak pelak membuat semua mata tertuju kepadanya, terutama Ranaya yang sangat syok atas keras kepala suaminya. Apa sebegitu inginnya dia dengan Sherly hingga tetap bersikukuh memperjuangkan tekadnya? “Apa? Nggak bisa. Kalian nggak boleh pindah!” Tubuh Tantri yang duduk di samping Ranaya menegang. Sepasang matanya membulat seakan hendak keluar dari rongganya. “Ma, kenapa? Aku dan Ranaya kan sudah menikah. Kami juga butuh ruang.” Napas Ranaya tercekat. Bu

    Last Updated : 2025-01-30
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   8. Cerai atau Poligami?

    Ranaya membeku di tempat. Tangannya gemetar memegang tali lingerie yang terasa seperti belenggu di tubuhnya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri dan menghalau gambaran tubuh kekar nan seksi milik Sagara yang membayang. Pikirannya sudah melanglang ke mana-mana. Ia begitu ketakutan sampai lupa bernapas dengan normal. Baru saja tangan Sagara hendak menyobek pakaian tipis yang dikenakan Ranaya ketika tiba-tiba ponsel pria itu berdengung panjang di atas nakas dekat ranjang. Sagara mengerutkan dahi, melirik layar ponsel itu. Kemudian ia menghela napas sebelum mengambilnya. Wajahnya yang semula tegang penuh kendali berubah menjadi seterang mentari. “Kenapa menelepon jam segini?” gumamnya sambil menekan tombol hijau di layar. Ini tertalu awal untuk mereka berkomunikasi lewat telepon. Biasanya mereka menunggu larut malam dulu hingga penghuni rumah terlelap dalam mimpi masing-masing. Ranaya perlahan ikut bangkit. Ia duduk terpaku menunggu apa yang terjadi. “Halo?”

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   9. Selamat dari Pelecehan

    “Sagara, kamu mau ke mana?” Mata Tantri memindai penampilan anaknya yang malam ini baru saja keluar kamar sementara penghuni lain sudah siap di meja makan. Ranaya yang baru saja meletakkan panci sup panas di tengah ikut memperhatikan suaminya yang kini sudah tampak rapi mengenakan setelan tuksedo. “Ketemu kolega sebentar,” sahut Sagara acuh tak acuh, lantas kembali menggiring kakinya. Namun, dengan gerakan cepat juga Tantri berdiri untuk menghentikan langkah pria tersebut. “Eits, tunggu, Sagara! Tunggu dulu!” serunya. Sagara menurut. Tetapi kemudian menghela napasnya panjang. “Kamu ketemu kolega kok nggak ngajak istrimu, sih! Ayo, Ranaya, kamu ikut Sagara sekarang.” Tantri berusaha menarik tangan Ranaya agar lekas berdiri. Di sisi lain, Ranaya kebingungan. Matanya beralih cepat dari Tantri ke Sagara sambil bangkit dengan ragu. Dari tatapan yang Sagara layangkan, jelas saja pria itu tak setuju. Ranaya jadi tidak enak, lalu mencoba berkilah. “Tapi, Ma─” “Ssttt, ikut kata

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   10. Hubungan Tantri dan Sherly

    “Maaf, Mas ….” Ranaya begitu terpana oleh karena ucapan keras Sagara yang baru saja terlontar. Usai mengatakan unek-unek yang sempat menyumbat kepalanya, Sagara menggertakkan gigi dan cepat memalingkan muka, lantas segera menginjak rem hingga membuat Ranaya terkejut sebab tubuhnya sempat terpental. Sagara begitu kesal. Acara resmi yang seharusnya berpeluang besar untuk menghimpun banyak relasi ternyata justru berantakan. Tak terasa tangannya mencengkeram setir dengan erat. Rahang Sagara mengeras, dan napasnya terdengar berat. Sejak kejadian di acara tadi, pikirannya tidak bisa lepas dari tatapan Pak Arman. Tatapan itu adalah pengingat pahit dari masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam. Namun kini bayang-bayang itu muncul lagi, merusak konsentrasinya yang semakin tak karuan. *** Keesokan paginya, Ranaya bangun lebih awal seperti biasa. Meski hatinya terluka, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai istri. Ia menyiapkan sarapan dan menyetrika baju kerja Sagara. Setelah selesai,

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   110. Penuh “R” (TAMAT)

    "Papa!”“Papa ....”“Depa bisa manggil Papa benelan, kan?”Ini adalah pertanyaan Radeva kesekian kalinya yang ia ucapkan setelah mengetahui bahwa Sagara adalah ayah kandungnya. Bahkan selama perjalanan dari Indonesia hingga negeri sakura. Sampai-sampai mereka sempat memergoki jika dalam tidur pun Radeva sering menggumamkan kata "Papa" di alam bawah sadarnya.Sagara yang tengah menggendong Radeva mengulum senyum, apalagi anak mungil itu masih menatapnya dengan mata bulat nan berbinar.Sagara mengangguk sambil mempererat pelukannya. “Bisa dong, Sayang. Kamu adalah anak Papa. Benar-benar anak Papa,” ucapnya lembut, diselingi cubitan gemas di pipi anaknya.Di sebelah mereka, Ranaya menghela napas. Suara itu—panggilan “Papa”—seolah mengguncang hatinya juga, mengaduk-aduk emosi yang selama ini ia kunci rapat. Sebagian dirinya masih tak percaya kalau momen ini nyata. Kalau mereka, akhirnya, berdiri di sini sebagai sebuah keluarga.Berikutnya pupil Ranaya membesar sewaktu matanya tertuju kepa

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   109. Ayah Om Papa!

    Ranaya menggenggam ponsel Rio lebih erat. Matanya berair. Dalam diamnya, ia sadar Sagara tidak benar-benar tinggal diam. Pria itu diam-diam bekerja di balik layar untuk membantunya.Sagara bahkan tak pernah bilang bahwa ia akan melakukan ini, pikirnya.Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang hangat mengalir dalam dadanya. Perasaan campur aduk antara sakit hati, penyesalan, dan harapan. Ia memandangi layar televisi itu lama sekali, seolah tak ingin kehilangan sosok Sagara yang selama ini ia anggap sebagai pria dingin tanpa empati.Kini Ranaya tahu. Kadang cinta tidak selalu hadir dalam bentuk pelukan atau kata-kata manis. Bisa jadi wujud cinta itu adalah perjuangan dalam diam.Dan mungkin ... Sagara mencintainya lebih dari yang ia sangka."Saya tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan kami diinjak-injak.” Suara tegas Sagara kembali membelai telinga Ranaya dan membuyarkan lamunannya. Pria itu masih berjuang dalam wawancara live yang disiarkan oleh banyak stasiun berita."Ber

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   108. Tersingkap

    Rio menutup laptopnya dan memandang Ranaya dengan sorot mata penuh percaya diri. "Bagaimana planningku tadi? Bisa kamu terima, kan?" tanyanya. Suaranya tenang tapi mengandung tekanan di dalamnya. Ranaya tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu mengusap pelan dagunya yang tegang. Ia mencoba merangkum semua pemetaan strategi yang barusan dipaparkan Rio. Langkah demi langkah untuk memulihkan kepercayaan customer Flare & Co terdengar logis, bahkan cukup menjanjikan. Harus ia akui, temannya ini sangat jenius. Trik-trik yang dijabarkan secara detail bisa membuatnya terpukau. "Tapi ... cara itu tadi nggak bakal memengaruhi customer tempatmu bekerja, kan? Gold Mulia? Mana mungkin kamu bunuh diri dengan memihak perusahaanku?" Ranaya mengerutkan kening, menatap Rio penuh keraguan. Rio hanya mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Enggak kok, tenang. Kan Gold Mulia punya teknik sendiri nanti. Lagipula, aku juga nggak akan sepenuhnya nyebrang ke Flare & Co

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   107. Lemme Help You

    Ranaya dan Sagara langsung bergerak cepat. Dengan raut wajah panik, keduanya mendekati etalase yang kini menjadi sorotan orang banyak.“Sebentar, tenang dulu,” ucap Sagara kepada semua orang saat di dekat perempuan yang berteriak tadi. “Maaf, bolehkah saya memeriksa cincin itu?”Tangan kanan Sagara terulur sopan kepada aktris yang cukup ternama tersebut. Perempuan yang diajak bicara secara spontan melepas cincin yang tersemat di salah satu jarinya, lantas menyerahkan kepada Sagara dengan ekspresi kecewa.Sagara mengamati cincin itu dengan teliti. Mata tajamnya yang bagai elang memeriksa hingga detail. Dari setiap lekuk, permata, bahkan berlian memang menyerupai desain mereka.Tetapi … tunggu dulu. Perlahan keningnya menimbulkan kerutan. Ada yang aneh di sini.“Ini sepertinya bukan berlian kita, Ran,” gumamnya pelan dengan rahang mengeras. “Coba lihat dulu.”Tangan Sagara menyodorkan benda berkilau tersebut kepada Ranaya yang sudah pucat pasi. Kini cincin yang dimaksud sudah beralih di

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   106. Kalau Hari Itu Ada

    "Belcelai? Kayak yang dilakukan Mama dan Om Papa, dong?"Ucapan Radeva yang polos menggema di udara seperti petir di siang bolong. Sepanjang koridor apartemen itu seketika hening.Ranaya, Sagara, dan Tantri sama-sama tercekat. Tatapan mereka membeku, lantas saling bertaut satu sama lain, seperti mengandung beragam rasa yang tak mampu diutarakan masing-masing.Sagara tampak menahan napas. Ranaya kaku. Sementara itu, Tantri susah payah menelan salivanya."Eh, kita masuk aja yuk!" ajak Tantri tiba-tiba, berusaha memecah suasana yang mendadak tegang. Tangannya langsung menggamit lengan Ranaya dan Radeva sekaligus, kemudian menarik mereka ke dalam apartemen.“Nggak enak dilihatin tetangga kalau ngobrol di lorong kayak gini,” kilahnya sedikit memaksakan tawa yang tersembur samar.Mau tak mau, Ranaya dan Radeva mengikuti langkahnya. Sagara menyusul pelan dari belakang. Jujur, pikirannya masih terpaku pada celetukan anak itu tadi. Ia tak menyangka jika Radeva masih mengingat kata “bercerai” y

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   105. Mengganti Masa Emas

    [Subject: Hasil Pemeriksaan DNA antara Sdr. Sagara Wiratama dan An. Radeva Elvano AtmajaKepada Yth.Bapak Sagara Wiratamadi TempatDengan hormat,Bersama email ini, kami sampaikan hasil resmi pemeriksaan DNA yang telah dilakukan oleh Laboratorium Genetika Klinik GenLab Diagnostics terhadap sampel biologis Bapak Sagara Wiratama dan anak atas nama Radeva Elvano Atmaja.Berdasarkan analisis 24 lokus genetik yang diperiksa, diperoleh hasil kecocokan biologis 99,9999%, yang secara ilmiah menyimpulkan bahwa Sdr. Sagara Wiratama adalah ayah biologis dari An. Radeva Elvano Atmaja.Laporan lengkap dan sertifikat hasil pemeriksaan terlampir dalam bentuk PDF untuk dapat Bapak telaah lebih lanjut.Apabila Bapak membutuhkan informasi tambahan atau klarifikasi lebih lanjut terkait hasil ini, silakan menghubungi kami melalui kontak yang tersedia.Demikian kami sampaikan. Terima kasih atas kepercayaan Bapak terhadap layanan kami.Hormat kami,Dr. Antonius Setiawan, Sp.AndKepala LaboratoriumGenLab

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   104. Recovery Phase

    Untuk beberapa waktu, Andra bergeming. Bola matanya bergerak sewaktu mengamati Sherly. Namun, gurat wajahnya tampak tenang seperti permukaan air tanpa adanya hantaman gelombang.“Maka … saya akan tetap ada di sini membantu kamu, sampai kamu tahu bahwa kamu bisa, Sherly,” ungkapnya.Sherly memandang Andra dengan tatapan yang sulit percaya. Rahang perempuan itu terlihat keras. Lagian, siapa yang bisa dipercayai lagi olehnya? Bahkan sekarang ia juga meragukan diri sendiri kalau ia pantas dicintai.Satu-satunya tempat nyaman untuk pulang, yaitu Mayang yang merupakan ibu kandungnya sendiri pun sudah mengkhianatinya dengan semudah itu.Apalagi … pria asing yang kini sedang duduk berhadapan dengannya?Sherly kembali menyunggingkan senyum tipis yang penuh keraguan. Ia tentu saja menyepelekan peran seorang pria muda yang belum berpengalaman baginya. Ditambah usia pria tersebut masih seumuran dengan sosok yang turut menyumbang rasa depresinya.“Aku tetep nggak percaya,” papar Sherly to the poin

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   103. Api Cemburu

    Tangan Rio bergerak pelan. Jari-jarinya menyentuh lembut ujung bibir Ranaya, mengusap sisa saus yang tertinggal di sana. Mata elang Sagara membulat sempurna. Tubuhnya menegang. Darahnya terasa mendidih saat itu juga.Tangannya langsung bergerak cepat menampar cangkir espresso yang ada di depannya hingga terguling. Sontak cairan hitam pekat itu tumpah dan sebagian besar mengenai lengan Rio. Sontak Rio segera menarik tangannya dari bibir Ranaya.“Argh! Panas! Panas!” teriak Rio sambil refleks berdiri, tangannya menggeliat dan segera membuka kancing lengan kemejanya. Ia meniup dan mengibas-ngibas tangan itu dengan panik.Ranaya pun langsung berdiri untuk turut membantu. “Rio?! Kamu nggak apa-apa?” Suaranya meninggi. Matanya membesar.Menyaksikan kehebohan itu, Sagara hanya duduk diam. Tapi rahangnya mengeras.“Gila, kamu sengaja, ya?!” Rio membentak, tatapannya tajam menuding ke arah Sagara.Sagara membalas dengan sorot mata dingin. “Kamu jangan asal nuduh kalau nggak tahu apa-apa,” kata

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   102. Banyak Saus di Mulut

    Langkah-langkah kaki berdetak mantap di lantai pabrik yang dingin, menggema lembut di antara deru mesin produksi perhiasan yang tak henti berdengung. Ranaya masih berdiri di depan mesin cetak berlian. Kini pandangannya tertuju kepada satu arah di mana sosok itu melangkah menghampiri. Tubuh Ranaya menegang, tapi bukan bunyi mesin atau hasil produksi yang menyebabkannya.“Gimana proses produksinya? Lancar, kan?”Suara itu. Suara bariton dengan tone menenangkan tapi cukup untuk membangunkan kenangan-kenangan lama yang tak pernah benar-benar padam. Apalagi malam itu, di mana ia dan pria tersebut nyaris berciuman.Ranaya perlahan mengerjapkan mata. Di balik cahaya pagi yang menembus jendela besar pabrik, berdiri Sagara dengan kemeja putih yang lengannya digulung sebatas siku. Kedua tangan pria tersebut tenggelam dalam saku celana hitamnya.Sorot mata elang Sagara tajam, sialnya pria itu masih saja tampan di pandangan Ranaya.Tetapi, kemudian Ranaya menegakkan kepalanya. Ia sudah berprinsi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status