Share

Cinta Boleh, Bodoh Jangan

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 16:31:40

Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.

Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.

Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.

Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.

“Tisyu.”

Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.

“Terima kasih, Pak.”

“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”

Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.

Bayangan Emran telah banyak menghabiskan waktu dengan selingkuhannya, lalu Ralin diusir dengan begitu hina, membuatnya begitu sedih dan menyesal telah memilih Emran.

“Tapi kalau udah takdir harus bercerai, siapapun nggak bisa melawannya, Bu Ralin,” ucap Lewis lagi.

Kemudian Ralin kembali menatap lalu lalang kendaraan dengan tatapan menerawang.

“Kalau tetap bersama tapi cuma bikin terluka, buat apa tetap dipertahankan. Yang ada malah sakit sendiri. Lebih baik berpisah lalu memperbaiki diri dan keadaan. Siapa tahu, esok atau lusa akan ada kebaikan yang siap menanti.”

Setidaknya, Ralin tersemangati setelah mendengar penuturan Lewis. Hal ini sama seperti meminum madu dari gelas pecah, yang artinya sudah tahu itu bisa melukai tapi tetap saja saja dijalani.

“Saya … benar-benar mencintai suami saya, Pak Lewis.”

“Bu Ralin hanya butuh waktu untuk terbiasa tanpa Emran.”

“Maaf, Pak Lewis, saya merasa berat untuk belajar terbiasa tanpa Emran.”

“Cinta boleh, bodoh jangan. Kalau nanti Bu Ralin ketemu seseorang yang tepat, pasti mudah untuk melupakan Emran.”

Lima menit kemudian, mereka tiba di lobby hotel berbintang. Sopir dan asisten Lewis segera mengeluarkan tas dan koper Ralin dari bagasi. Kemudian memanggil petugas hotel untuk membawanya ke kamar Ralin.

“Terima kasih banyak untuk bantuannya, Pak Lewis. Saya berhutang banyak ke anda.”

Kepala Lewis menggeleng pelan.

“Bu Ralin tidak berhutang apapun. Saya yang berhutang banyak karena Bu Ralin sudah menyelamatkan Levi. Harta terbesar dalam hidup saya.”

“Tidak, Pak. Bagaimanapun saya tetap berhutang budi ke Bapak.”

“Saya permisi.”

Ralin tidak mengerti kebaikan apa yang sudah dia lakukan hingga bertemu dengan pria baik hati seperti Lewis. Tanpa bantuan darinya, mungkin malam ini Ralin masih kebingungan akan bermalam dimana.

Setelah Lewis berlalu dari hadapannya, Ralin segera menuju kamar hotel yang akan ia tempati. Petugas hotel telah meletakkan tas dan kopernya di depan pintu kamar 315.

Kamar dengan single bed queen size itu jauh lebih bagus ketimbang kamarnya di rumah yang ditempati dengan Emran. Kemudian ia segera memasukkan semua pakaiannya ke dalam lemari dengan hati pilu.

Apalagi ketika menata pakaiannya yang kotor terkena tanah karena dilemparkan sembarangan oleh Fayza.

Lalu sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya.

[Dari Emran : Udah sampai hotel sama selingkuhanmu itu, heh?! Dibayar berapa kamu?!]

Luka di hatinya masih basah, namun Emran kembali menancapkan anak panah.

[Dari Emran : Siap-siap aja kamu, Lin! Kamu main licik, aku juga bisa! Jangan harap kamu dapat hartaku sepeserpun!]

Setelah membaca pesan itu, Ralin makin sedih meratapi nasib hidupnya. Emran benar-benar tidak mengasihaninya sedikit pun.

Apa yang harus Ralin lakukan sekarang?

Dia tidak memiliki banyak uang di dalam dompet karena semua tabungan dibawa Emran. Dan pengusirannya sangat lah mendadak. Ralin tidak memiliki persiapan apapun.

Bagaimana dia menyewa seorang pengacara jika tidak memiliki uang?

Pada siapa dia akan meminta bantuan?

Apakah lebih baik dia mengikhlaskan dirinya diceraikan tanpa mendapatkan apapun?

--------------

Setelah melahap sarapan yang disiapkan pihak hotel, Ralin segera berganti seragam mengajar.

Matanya terlihat sembab karena semalam terlalu banyak menangis.

Dadanya juga terasa sesak karena tidak ada satu pun keluarga yang bisa dia ajak untuk bertukar pikiran. Memikirkan permasalahan rumah tangganya dengan Emran yang menemui jalan buntu justru membuat stress.

Setelah membayar ongkos ojek online, Ralin melangkah menuju sekolah khusus ternama tempatnya mengajar anak-anak spesial. Tidak lupa ia mengenakan kacamata untuk menyembunyikan sembab di mata.

“Tumben kemarin izin mendadak, Lin? Habis dari mana?” Tanya Dira, teman dan rekan sesama guru di sekolah.

Ralin hanya tersenyum tipis, “Kemarin agak nggak enak badan aja.”

“Tapi kata kepala sekolah, kamu minta nomer wali muridnya Levi ya? Emang dia kenapa kok bisa sama kamu?”

Otak Ralin berpikir sejenak untuk menyiapkan jawaban yang tepat.

“Eh … kemarin aku nggak sengaja ketemu Levi lagi jalan sendirian aja. Bukan kenapa-kenapa.”

“Hah? Jalan sendirian? Terus baby sitternya kemana?”

“Aku juga nggak ngerti, Dir.”

Dira kemudian melipat kedua tangan di depan dada.

“Levi emang terlalu aktif dan nggak bisa banget dikontrol, Lin. Baby sitternya capek kali lalu Levi lepas pengawasan.”

Batin Ralin, ucapan Dira terlalu berlebihan. Karena Levi tidak mungkin aktif setiap jam tanpa kenal lelah.  

“Padahal dia tuh dijaga dua baby sitter loh. Sopir siap antar jemput. Anaknya orang tajir melintir. Apa orang tuanya nggak terlalu ngurus Levi ya? Kan harusnya dibawa ke dokter spesialis biar dapat penanganan. Biar lebih tenang si Levi itu.”

Ini masih pagi, namun Dira sudah mengajak Ralin membicarakan keburukan keluarga Levi.

“Aku kalau kebagian jagain kelompok belajar yang ada Levi tuh aduuuh … udah pusing duluan, Lin.”

Tanpa mempedulikan ocehan Dira di pagi hari, Ralin segera berlalu dari sana. Karena sekarang adalah jadwalnya berdiri di gerbang sekolah bersama satu guru lainnya untuk menyambut kedatangan anak-anak hebat itu.

Menurutnya, Lewis tidaklah seperti yang Dira katakan. Ralin tahu jika pria itu begitu menyayangi Levi di tengah kesibukannya.

Hanya saja, Ralin memang tidak melihat kehadiran ibu Levi sama sekali.

Dan juga, Ralin tidak mau membahas keburukan Lewis setelah kebaikan yang pria itu berikan. Sudah seharusnya Ralin tidak menggunjing keburukan Lewis karena tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini.

Satu demi satu murid spesial itu berdatangan dan Ralin menyambutnya dengan suka cita. Menepikan masalahnya sendiri yang sebenarnya sangat menyita konsentrasi dan hatinya.

Tapi dia tidak mungkin menunjukkan kesedihan itu di hadapan anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Dan Ralin harus professional karena setelah diusir Emran, dia hanya memiliki pekerjaan sebagai guru untuk bertahan hidup.

Tepat ketika mobil mewah Levi tiba, bocah kecil itu langsung melepaskan diri dari baby sitter yang memegangi tangannya.

“Den Levi! Jangan lari!”

Levi berlari secepat yang dia bisa menuju halaman kelas lalu Ralin berjongkok untuk menahannya. Dengan senyum mengembang, dia mengangkat kedua tangannya sejajar dengan Levi.

“Tos dulu, Levi.”

Bocah itu menuruti perintahnya lalu Ralin mengangguk sopan pada baby sitter Levi jika semuanya sudah terkontrol dan menggandengnya masuk sekolah.

“Jangan lari ya, Levi. Biar nggak jatuh.”

Levi tidak menjawab dan hanya menurut ketika Ralin membawanya menuju kelas.

Lima jam lamanya Ralin menunaikan tugasnya sebagai seorang guru dari anak-anak berkebutuhan khusus ini.

Selama proses belajar mengajar, Ralin sengaja lebih memperhatikan Levi karena kebaikan Lewis padanya. Mulai dari Levi masuk kelas, mengajarinya melahap bekal dengan benar, hingga pelajaran usai. Hanya ini cara yang bisa Ralin lakukan untuk membalas budi baik Lewis.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi dan memastikan semua anak-anak telah dijemput keluarganya, kepala sekolah mendadak meminta Ralin datang ke ruangannya.

Tanpa memiliki firasat buruk apapun, Ralin menuju ke ruangan kepala sekolah. Rencananya, setelah ini dia akan mencari kos yang murah karena Lewis hanya menyewakan kamar hotel untuk Ralin selama satu minggu saja. 

“Ada apa Bu Karina memanggil saya?” Tanya Ralin.

Kepala sekolah itu kemudian menunjukkan beberapa lembar foto pada Ralin.

“Apa benar orang yang ada di foto itu Bu Ralin?”

Kedua mata Ralin memindai beberapa foto itu dengan seksama dengan alis bertaut.

“Siapa yang mengirim foto tidak benar ini, Bu Karina?”

“Saya nggak tahu karena nggak ada nama pengirimnya. Cuma, tadi ada selembar pesan dari pengirimnya, kalau Bu Ralin nggak keluar dari sekolah ini, dia akan menyebarkan foto-foto Bu Ralin ke media sosial untuk menghancurkan reputasi sekolah ini.”

Juniarth

selamat datang di novel terbaru author. Enjoy reading :-)

| 2
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
bener bener bejat si emran..g tau kamu siapa den mas lewis
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
jumpa lagi,kesayanganku,ponakanku yg istimewa juga dah pinter ber ekspresi,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Pelakunya Adalah ....

    "Maaf, Bu Ralin, ini saya, baby sitternya Den Levi."Mendengar nama Levi, kesedihan Ralin berubah menjadi penasaran."Ya? Kenapa?""Maaf, Bu, Den Levi tidak mau makan dan mengacaukan isi rumah. Dari tadi Den Levi terus bilang bu guru bu guru terus. Saya tidak tahu harus minta tolong siapa kalau bukan Bu Ralin."Kemudian Ralin teringat akan janjinya tadi siang sebelum Levi pulang sekolah. Ralin berjanji akan datang ke rumahnya dan tidak menyangka jika bocah laki-laki itu menanti kedatangannya.Karena Ralin tidak kunjung datang lalu Levi melampiaskannya dengan mengacaukan rumah. Bayangan Lewis yang lelah sepulang bekerja lalu melihat rumah berantakan dan memarahi Levi membuatnya tidak tega. "Saya mohon, Bu Ralin. Tolong bantu saya menenangkan Den Levi."Lalu terdengar seperti sebuah benda dari kaca terjatuh.Pyar!"Astaga, Den Levi!" Teriak baby sitternya.Lalu baby siter Levi pergi dan membiarkan telfon tersambung. Entah apa yang terjadi karena samar-samar Ralin bisa mendengar kekacaua

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Untuk Apa Lari Dari Kenyataan?

    "Pelakunya adalah mantan suami anda, Bu Ralin."Ralin menatap David tidak percaya dengan hati hancur berkeping-keping. Kemudian memorinya berlari ke kejadian beberapa hari lalu saat Ralin mendatangi Emran ke kantor tempat pria itu bekerja.Dengan jelas dan masih dalam ingatan Ralin jika Emran berkata sudah tidak peduli dengan hidup mati Ralin sekalipun. Dia benar-benar ingin segera bercerai dari Ralin dan menikahi selingkuhannya demi mendapatkan keturunan. Tanpa bisa berkata apa-apa, Ralin kemudian menundukkan kepalanya dengan hati sesak.Meski Emran telah melukainya begitu dalam, namun sisa cinta yang ada di hati Ralin tidak secepat itu memudar. "Maaf, Bu Ralin," ucap David karena melihat Ralin begitu terpukul.Ralin kemudian mengangkat kepala dan menggeleng dengan senyum tipis terpaksa. "Saya justru yang berterima kasih, Pak David.""Sebenarnya, masih ada informasi lain terkait hal ini. Namun, bila Bu Ralin tidak ingin mengetahuinya, saya tidak akan mengatakannya.""Katakan saja,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Mau Apa Lagi?

    "Saya turut bersedih atas apa yang menimpa Bu Ralin. Saya sudah mendengarnya dari David." Ralin melirik David yang berdiri di dekat Lewis. Rupanya, apa yang menjadi aib Ralin telah sampai di telinga Lewis. Sebenarnya itu cukup memalukan dan tidak perlu diumbar pada siapapun. "Saya juga mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Terima kasih banyak Pak Lewis telah membantu saya mencari tahu siapa yang memfitnah saya hingga sekolah pada akhirnya mengeluarkan saya." Lewis sedikit terkejut mendengar pengakuan Ralin. "Dikeluarkan?" "Iya, Pak. Saya sudah resmi dipecat dari sekolah." Kemudian Lewis menatap Levi yang sedang asyik bermain trampolin seorang diri lalu ia kembali menatap Ralin. "Pantas saja, beberapa hari ini baby sitter bilang kalau Levi susah diajak bersekolah. Ternyata Bu Ralin sudah tidak mengajar lagi rupanya." Ralin pun sedikit terkejut mendengar penuturan Lewis kemudian menatap Levi yang begitu senang bermain meski seorang diri. "Sudah tiga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Mengesahkan Pernikahan Kami

    [Pesan dari Emran : -foto-][Pesan dari Emran : Aku beruntung punya Fayza. Dan sekarang, dia udah sah jadi istriku meski masih siri. Proses perceraian kita udah aku daftarin ke pengadilan agama. Lalu aku bakal mengesahkan pernikahan kami.]Dengan sedih, Ralin memandang foto yang menampilkan Emran begitu tampan mengenakan kemeja putih dan Fayza dengan kebaya putih. Keduanya memamerkan cincin pernikahan dengan senyum lebar. Hati Ralin seperti dihujam belati bertubi-tubi hingga sakitnya menembus tulang. Mereka bercerai secara agama baru satu minggu yang lalu. Tapi kini Emran telah memamerkan pernikahan kedua dengan selingkuhannya. [Pesan dari Emran : Dan kamu bisa bebas jadi wanita murahan pemuas bos-bos! Aku jijik pernah punya istri kayak kamu, Lin!]Pesan terbaru Emran makin menyakiti hatinya lalu Ralin menutup riwayat percakapan. Dia tidak mau membalas pesan mantan suaminya atau pria itu akan membuat Ralin kehilangan sesuatu lain yang amat berarti untuknya.Cukup sudah Emran menghab

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kurangkah Menjauh Darimu?

    "Ah ... Em ... lebih cepat.""Iya, sayang ... ah ... kamu benar-benar nikmat."Seketika Ralin langsung membeku mendengar suara dua insan yang sedang memadu kasih di atas ranjang. Ralin yakin sekali jika itu suara Emran dan Fayza.Mereka sudah sah menjadi suami istri. Tapi mengapa Emran justru menghubungi Ralin saat mereka sedang menghabiskan waktu terintim?Apakah Emran ingin memamerkan kebahagiaannya bersama Fayza?Ingin membuat Ralin makin terpuruk dalam kesedihan?Tangan Ralin sedikit bergetar begitu mendengar lenguhan dan desahan mereka berdua selanjutnya. Suara-suara kenikmatan duniawi yang pernah Ralin rasakan saat masih harmonis dengan Emran.Lalu pandangannya tetiba seperti tidak bisa fokus dengan kepala terasa pening. Beruntung Levi kemudian datang dan menarik tangan Ralin lalu menunjukkan karyanya menata daun-daun secara melingkar lalu ditengahnya diberi sekuntum bunga. Melihat karya sederhana Levi yang patut di apresiasi, Ralin langsung mematikan sambungan telfon dan mema

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Pelet

    Mana mungkin Ralin menuju ke sekolah selanjutnya untuk melamar pekerjaan? Sedangkan surat lamarannya telah kotor terkena cipratan genangan air. Belum lagi pakaiannya yang terkena noda. Mobil yang Ralin ikuti benar-benar mobil Emran lalu berbelok ke sebuah rumah makan untuk makan siang. Baru saja Emran dan Fayza keluar dari mobil, Ralin langsung datang dan memberinya pelajaran. Plak!Fayza terkejut sampai menutup mulut yang membola dengan telapak tangan. Sedang Emran langsung melirik tajam mantan istrinya itu. "Nggak usah berlagak seolah-olah kamu nggak ngerti apa salahmu padahal kamu tahu apa salahmu!!" ucap Ralin tegas. Emran akan membalas namun Ralin mundur beberapa langkah. "Aku udah banyak bersabar, Em! Aku relain kamu demi wanita murahan itu." Telunjuk Ralin mengarah ke arah Fayza, "Aku rela jadi janda. Bahkan aku rela kehilangan pekerjaan gara-gara ancamanmu ke pihak sekolah! Tapi nggak sama kali ini!"Emran mendengus geli karena Ralin sudah mengetahui ulahnya. "Kamu emang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12

Bab terbaru

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Akhiri Pernikahan Kita

    Ralin kemudian menunduk dan David segera berdiri lalu sedikit membungkuk hormat. "Selamat pagi, Pak."Lewis ternyata sudah berdiri di depan pintu entah sejak kapan. Apakah dia sempat melihat David mengajari Ralin berjalan menggunakan alat bantu jalan itu atau tidak?Kemudian Lewis masuk ke dalam kamar Ralin dengan penampilan tidak jauh berbeda dari David. Sudah sangat tampan dan rapi karena hendak menuju pabrik.Ia memperhatikan Ralin dan alat bantu jalan yang digunakan. "Kamu yang membelikannya, Vid?""Iya, Pak." Jawab David tanpa keraguan.Jiwa lelaki sejatinya tidak perlu diragukan. "Karena Nyonya membutuhkan alat itu."Lewis tidak bertanya lagi kemudian menghampiri Levi. "Ayo kita sarapan, Lev?"Levi kemudian menggeleng. "Makan. Ibu."Ralin paham jika yang Levi maksud adalah ingin sarapan bersama Ralin. "Kamu bisa jalan ke meja makan, Lin?""Akan aku coba, Den Mas."Jangankan ke meja makan, menuju kamar mandi saja Ralin membutuhkan bantuan. Namun, bagaimana dia menolak permi

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Sesayang Dan Sepengertian Itu

    "Apa Nyonya butuh alat bantu jalan?"Kepala Ralin mengangguk. "Sebenarnya iya. Tadi dokter bilang begitu sekalian untuk terapi jalan.""Besok akan saya bawakan."Ralin tersenyum dan mengangguk karena David seakan-akan tahu apa yang dibutuhkan. Tanpa Ralin harus meminta-minta. "Makasih banyak, Vid. Maaf merepotkan.""Sama-sama, Nyonya. Saya undur diri dulu."Setidaknya, masih ada David yang membantu Ralin manakala Lewis masih diliputi rasa kecewa. Kemudian Bu Tatik datang dengan membawa minuman dan camilan. Setelah menandaskannya bersama Levi, Ralin meminum obatnya. "Den Ayu, apa perlu saya temani tidur?"Kepala Ralin mengangguk tegas ketika mendapatkan tawaran yang lagi-lagi sangat ia butuhkan tanpa harus meminta. "Kalau Bu Tatik nggak merasa repot.""Tugas saya sudah pasti untuk melayani keluarga Den Mas. Tidak ada kata repot untuk itu."Satu lagi, selain David, kini Bu Tatik juga menunjukkan dukungan selama Ralin belum sembuh sepenuhnya. Setidaknya Ralin bisa melewati ini semu

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menggendong Ralin Ke Kamar

    Ralin tidak sedih meski Emran akan mendapatkan hukuman penjara yang tidak main-main akibat ulahnya. Dia berhak mendapatkan balasannya!Dia ingin mencelakai Levi, namun Ralin yang terkena getahnya.Kedua kaki Ralin hampir saja lumpuh jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Beruntungnya, Lewis bersedia memberikan pengobatan terbaik.Meski untuk saat ini Ralin masih harus terapi, namun itu jauh lebih baik dari pada ia lumpuh untuk selamanya.Begitu tiba di rumah, Lewis masih menerima panggilan telfon dari pengacaranya. Sudah pasti yang mereka bahas adalah tuntutan penjara seadil mungkin yang Lewis inginkan untuk membuat jera Emran.“Jika dimungkinkan bisa dituntut dengan pasal berlapis, lakukan!” Titah Lewis.Kemudian dia turun dari mobil dengan menggandeng tangan Levi. Sedang Ralin berusaha turun dari mobil perlahan-lahan tanpa bantuan.“Aku nggak bisa bayangin gimana jadinya, andai tabrakannya itu melukai Levi. Anak sekecil Levi terhantam mobil. Emran sudah gila!”“Mesk

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Aku Sanggup Menjaganya

    "Emran?" Tanya Lewis dengan alis berkerut. "Betul, Pak. Mobil yang dipakai menabrak mobil Den Levi adalah mobil Emran. Dan mobilnya ada di halaman rumahnya."Lewis kemudian teringat akan ucapan bernada tidak suka yang keluar dari bibir Ralin tempo hari ketika Emran datang berkunjung. Tapi Emran dengan tidak tahu dirinya mengirimkan buket bunga dengan pesan penuh cinta. "Tim menyimpulkan jika kemungkinan yang melakukan tabrakan itu adalah Emran. Dan sebelum membawanya ke kantor polisi, tim akan menginterogasi Emran lebih dulu."Kepala Lewis mengangguk dengan wajah tidak bersahabat. "Kalau sampai dia terbukti melakukannya, aku nggak akan ngasih dia nafas kebebasan. Meski itu cuma satu hirupan."Lalu bayangan Levi saat menangis usai kecelakaan itu membuat Lewis makin geram. Dan dia akan bersabar sampai tim mendapatkan informasi yang akurat. "Kita ke rumah sakit sekarang.""Baik, Pak.""Beri tahu Mas Tira."Kondisi Ralin terpantau membaik pasca operasi. Masa kritisnya telah terlewati.

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Aku Akan Selalu Ada

    "Halo, Lew.""Halo, Bun. Bunda lagi apa?""Baru selesai bikin kue. Tumben kamu telfon jam segini? Kerjaan udah rampung?"Bukan sudah rampung. Melainkan Lewis meninggalkannya begitu saja demi Ralin. "Bun, Ralin kecelakaan."Hari belum terlalu sore dan Lewis memberi kabar sangat buruk. Membuat sore hari itu terasa kelabu. "Apa?! Kecelakaan gimana, Lew?""Penyebabnya masih diselidiki sama tim yang aku bawa, Bun.""Ralin gimana keadaannya sekarang?""Nggak baik, Bun. Dia harus operasi.""Ya Tuhan, Lew.""Satu jam lagi kita akan berangkat ke Jakarta. Aku mau Ralin dirujuk ke rumah sakit dan dokter paling bagus.""Levi gimana, Lew?""Levi cuma terpental dan trauma, Bun. Bunda bisa kan kemari buat jagain Levi?""Iya. Di rumah sakit mana?"Setelah menunggu setengah jam lamanya, Ibunda dan Ayah Lewis tiba di rumah sakit dengan wajah cemas dan khawatir. Ayahnya pun masih mengenakan kemeja kerja. Levi pun langsung mengulurkan tangan untuk digendong Ayah Lewis. Sedang David selalu setia berada

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Sentuh Ralin

    Kedua mata Ralin melebar melihat kedua foto itu. Foto yang menunjukkan dirinya sedang dipeluk oleh Emran. Kejadian beberapa hari yang lalu saat Ralin menemuinya di gerbang rumah. "Dan ada sebuah kartu ucapan. Isinya ... " Lewis sedikit menyipitkan mata karena tidak memakai kacamata, "I still love you, Lin. Emran."Usai membacanya Lewis mengangsurkan kartu ucapan itu ke meja. Berdekatan dengan kedua foto tersebut. Jantung Ralin berdetak tidak karuan ketika Lewis telah mengerti segalanya. Ralin pun diam-diam mengutuk perbuatan Emran karena telah mengirimkan satu buket bunga sialan beserta foto itu ke rumah ini. Otaknya pun berpikir cepat, jika apa yang Emran lakukan beberapa hari yang lalu memang sengaja telah direncanakan!Karena, mana mungkin Emran bisa mengirimkan foto mereka saat berpelukan jika bukan menyuruh orang lain untuk memotretnya.Benar-benar licik!Ralin pun bisa menyimpulkan jika Emran sedang berusaha mengacaukan hubungannya dengan Lewis. "Kenapa kalian berpelukan di

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Satu Buket Bunga

    Ralin bergegas memanggil Bu Tatik lalu menitipkan Levi padanya. "Titip levi bentar ya, Bu Tatik. Ada tamuku di depan gerbang. Bentar aja kok."Tanpa menunggu persetujuan, Ralin langsung berlari meninggalkan levi bersama Bu Tatik. Dia menuruni tangga teras rumah Lewis dengan begitu tergesa-gesa. Kemudian berlari sekencang mungkin menuju gerbang. Ralin tidak memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan masalah kedatangan Emran ke rumah ini. Lewis sedang mandi dan pria itu pasti tidak akan membuang banyak waktu untuk segera berangkat menyenangkan Levi. Dengan nafas naik turun, Ralin tiba di pos satpam. "Buka ... gerbangnya. Tolong."Begitu gerbang terbuka sebagian, sosok Emran terlihat berdiri di samping mobilnya. Sedang Ralin masih menetralkan deru nafasnya. Ralin tidak tahu apa yang Emran pikirkan tentang dirinya yang kini tinggal di rumah ini. Atau satpam sudah menjelaskan statusnya. "Mau apa kamu kemari?" Tanya Ralin. "Jadi kamu tinggal disini?""Kalau kedatanganmu nggak ada alas

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Sakiti Hati Den Mas Lagi

    "Akhirnya aku bisa ketemu kamu, Lin."Ralin langsung menyentak tangan Emran namun mantan suaminya itu justru menggunakan satu tangannya lagi untuk menggenggam tangan Ralin. "Lepas, Em!""Please, Lin. Aku pengen bicara sama kamu."Kepala Ralin menggeleng tegas."Kita udah nggak ada urusan dan nggak ada yang perlu diomongin!""Aku mohon kasih satu kesempatan lagi buat memperbaiki segalanya, Lin. Aku mohon."Ralin tetap berusaha melepaskan tangan Emran tapi tidak bisa. "Nggak! Aku nggak mau balikan sama kamu!""Maafin salahku, Lin. Gara-gara aku, kamu dipecat dari sekolah ini lalu kamu sekarang jadi baby sitter. Maafin aku yang udah bikin hidupmu jadi berantakan kayak gini.""Lepas!"Ralin terus berusaha melepaskan tangannya tapi gagal. "Maafin aku yang udah ambil pekerjaanmu yang terhormat sebagai seorang guru. Malah sekarnag kamu jadi baby sitter.""Lepasin, Emran!!!"Emran saja yang tidak tahu jika Ralin saat ini bukanlah seorang baby sitter rendahan. Baby sitter hanyalah topeng ag

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kamu Selalu Di Hatiku

    Ini seperti menghadiri sidang tindak pidana kriminal!Bagaimana tidak, di ruang tengah sudah menunggu Ibunda dan Ayah Lewis layaknya hakim sidang. Beserta Luzia, adik perempuan Lewis, layaknya jaksa penuntut umum. Ralin memiliki firasat jika ini tidak akan baik-baik saja. Pasalnya ketika ia datang, mereka bertiga tidak menunjukkan senyum sama sekali. Kemudian Luzia menunjukkan sebuah kotak mainan besar bergambar susunan lego ke hadapan Levi. "Levi, Tante punya apa ini ya?" Tanya Luzia.Kemudian Levi merosot turun dari gendongan Lewis dan menghampiri Luzia. Dia memperhatikan kotak mainan itu dengan seksama. "Kamu mau main?" Levi mengangguk dengan menatap takjub kotak mainan itu. Lalu Luzia membawanya pergi dari ruang tengah. Ini seperti sudah direncanakan.Bahwa kedua orang tua Lewis ingin menginterogasi Ralin dan Lewis tanpa melibatkan Levi dan Luzia. Ralin yang menyadari hal itu makin menundukkan pandangan. Ia ingin bersembunyi di belakang tubuh Lewis namun tangannya tetap di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status