Share

Menolak Hadiah

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-02 16:36:05

"Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri.

"Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan."

"Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"

Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?

"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. 

Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. 

"Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."

Tiga hari bukanlah waktu yang lama. Itu adalah waktu yang sangat singkat untuk menemukan identitas pengirim foto-foto palsu dengan menggunakan wajah Ralin. 

Dengan pikiran sempit dan bingung, Ralin kembali ke ruangan guru lalu menyendiri. 

Dia berpikir keras siapakah yang mengedit foto-foto tidak senonoh itu lalu mengganti dengan wajahnya. Karena setahu Ralin, dia tidak memiliki musuh bebuyutan. 

Kecuali ... 

"Emran."

Ralin langsung menyambar ponselnya dan menghubungi pria yang sudah menceraikannya. Dengan hati panas dan geram, Ralin tidak sabar menunggu panggilannya diangkat. 

Tapi sialnya, Emran tidak mengangkat panggilan Ralin. Pun dengan panggilan selanjutnya. 

Kesal dan geram dengan ulah Emran, akhirnya Ralin langsung menuju ke kantor tempat dimana pria itu bekerja. 

"Selamat siang, apa Pak Emran ada di tempat?" Tanya Ralin pada resepsionis. 

"Ada, Bu. Tapi kalau jam makan siang begini, beliau biasanya keluar makan siang."

Ralin mencoba menghubungi Emran kembali, namun tetap saja tidak diangkat. 

"Saya akan tunggu dia disini."

Sembari memikirkan banyak hal, Ralin menunggu Emran di lobby kantor. Hubungannya dengan Emran sudah hancur tapi tidak dengan kenangan ketika Ralin menemani Emran melamar kerja di kantor ini. Hingga dia menjadi pria sukses seperti sekarang. 

Ketika yang dinanti melewati pintu kantor dengan Fayza di sebelahnya, Ralin langsung berdiri dan menghadang keduanya. 

Emran dan Fayza terkejut melihat Ralin berada di kantor ini. Lalu pria itu maju selangkah dan bertanya dengan nada tajam. 

"Ngapain kamu kesini, heh?! Mau pamer kalau kami istriku?!"

"Mantan istri lebih tepatnya, Em." Fayza meralatnya dengan senyum sinis. 

"Aku nggak butuh status sebagai istri dari seorang lelaki hidung belang kayak kamu," ucap Ralin tenang dengan memandang tajam Emran.

Andai ini bukan di kantor, Emran pasti sudah memberi Ralin pelajaran. Lalu ia meraih tangan Ralin kasar dan menariknya keluar. 

Dengan langkah lebar, Emran menarik paksa Ralin menuju parkiran. Kemudian Emran menyentaknya hingga membentur dinding parkiran. 

"Kita udah nggak ada hubungan apa-apa! Nggak usah kamu datang kemari atau muncul di depanku! Ngerti?!" Bentak Emran. 

"Aku kesini cuma mau tanya."

"Sekali lagi aku tegaskan! Kita nggak ada hubungan lagi! Titik!"

Emran hendak berlalu tapi Ralin menarik tangannya. 

"Apa kamu yang ngirim foto-foto nggak benar ke sekolahku?"

Kemudian Emran menoleh dan memberinya tatapan tajam seperti iblis. 

"Dengar, aku nggak peduli kamu mau hidup dimana bahkan mau mati kayak apa, Lin! Karena aku benar-benar benci sama kamu!" Bentak Emran dengan menunjuk wajah Ralin. 

"Kamu bilang setia, tapi ternyata punya hubungan sama laki-laki lain! Kamu nyuruh aku sabar dan mutusin Fayza, tapi kamu sendiri masih punya hubungan sama laki-laki lain! Apa kamu mau main enaknya sendiri?!"

"Lalu sekarang kamu main tuduh aku yang ngirim foto-foto nggak jelas ke sekolahmu."

Emran mendengus geli lalu menunjuk pelipis kepalanya.

"Coba kamu pikir, Lin! Aku udah benci setengah mati sama kamu! Bahkan aku nggak peduli andai kamu mati! Lalu, apa kamu pikir aku masih pantas ngurusi kehidupanmu?!"

"Aku nggak --- "

Emran mengangkat tangannya lalu berkacak pinggang. 

"Aku nggak peduli apapun tentang kamu! Dan aku benar-benar nggak sabar pengen kita cepat bercerai! Paham?!" 

Belum sempat Ralin membela diri tentang hubungannya dengan Lewis, tapi Emran sudah terlanjur menutup mata hatinya.

"Aku udah menghubungi pengacara buat ngurusin perceraian kita! Dan kamu nggak usah nyari aku kalau nggak penting!"

Emran kemudian pergi meninggalkan Ralin dengan menyenggol pundaknya kasar. Ia hanya bisa menatap Emran dengan hati hancur dan bingung. 

Tidak mungkin Ralin bisa bertahan hidup jika dipecat sebagai guru. Satu-satunya sumber nafkah yang dia miliki setelah seluruh aset dan tabungan selama menikah telah dikuasai Emran dan selingkuhannya. 

Ralin tidak tahu meminta bantuan pada siapa jika sudah seperti ini. 

Kemudian matanya menatap langit siang yang sedikit mendung itu. Berharap ada keajaiban yang Tuhan turunkan untuknya. 

"Kalau bukan Emran pelakunya, lalu siapa yang ngirim foto nggak benar itu?" Gumamnya sedih. 

Baru saja Ralin akan memeasan ojek online untuk kembali ke hotel, ada panggilan dari nomer tidak dikenal. Pikir Ralin mungkin itu adalah nomer oknum tidak bertanggung jawab yang memfitnahnya. 

"Halo?! Apa maumu?!" ucapnya ketus.

"Bu Ralin?"

"Siapa ini?"

"Saya, Lewis. Ayahnya Levi."

Kedua alis Ralin terangkat dan malu sekali karena tidak sengaja membentak Lewis. 

"M ... maaf, Pak Lewis. Ada apa?"

"Apa Bu Ralin sedang sibuk?"

Tidak mungkin Ralin egois dengan menolak permintaan Lewis setelah diberi tempat bermalam yang nyaman. 

"Tidak, Pak. Ada apa?"

"Bu Ralin dimana sekarang?"

"Saya ... eh ... kalau boleh tahu ada apa, Pak?"

Ralin hanya tidak mau Lewis mengerti dimana posisinya berada sekarang. 

"Levi tidak bisa tenang di rumah. Baby sitternya baru saja menelfon. Dan saya sebentar lagi ada rapat yang tidak bisa ditinggal. Saya minta tolong, apa Bu Ralin bisa ke rumah untuk menenangkan Levi? Biar sopir saya menjemput dimana Bu Ralin berada."

"Iya, Pak. Saya akan kirimkan lokasi saya berada sekarang."

"Saya tunggu. Terima kasih banyak."

Ralin kemudian mengirimkan dimana lokasinya berada dan Lewis berpesan agar menunggu sebentar. Sembari menunggu mobil Lewis datang, Ralin duduk di kursi dekat pos satpam dengan hati sedih dan bingung. 

Hingga dia tidak sadar mobil mewah Lewis telah tiba. 

"Selamat siang, Bu Ralin. Mari saya antar," ucap sopir itu begitu sopan.

Mobil mewah Lewis yang begitu nyaman ini sangat harum dan menenangkan. Bahkan wangi parfum Ayahnya Levi itu masih tertinggal di dalam mobil.

Setibanya di rumah megah Lewis, sopir dengan sopan membukakan pintu mobil untuk Ralin. Kemudian mengarahkannya menuju ke dalam rumah. 

"Den Levi, jangan lompat-lompat di sofa. Nanti kalau jatuh, Mbak yang dimarahi Ayah."

Itu kalimat pertama yang Ralin dengar ketika memasuki rumah. Kemudian matanya menatap Levi yang tengah melompat-lompat dari satu sofa ke sofa yang lain. 

Seketika itu juga, masalah yang Ralin pikul pergi entah kemana. 

Dia langsung meletakkan tasnya dan berjalan menghampiri Levi dan membuat bocah itu tidak bisa melompat ke sofa yang lain. 

"Stop, Levi. Bu Ralin tidak suka."

Levi kemudian turun dan akan berlari lalu Ralin segera menangkapnya.

"Ayo kita lari-lari di luar yuk? Mau hujan kayaknya. Asyik loh main air hujan."

Mendengar itu, baby sitter Levi segera menahan Ralin.

"Jangan, Bu Ralin. Nanti Pak Lewis marah kalau Den Levi sakit."

"Saya akan tanggung jawab. Tenang saja."

Ralin jauh lebih mengerti kondisi Levi kemudian membawa bocah kecil itu menuju taman rumah yang luas dan hijau. Tanpa alas kaki, Ralin mengajak Levi terus berlari meski dirinya mulai lelah. 

Kedua baby sitter, sopir, dan seorang bodyguard hanya bisa berdiri mengamati Ralin mengasuh Levi. 

Bahkan ketika mendung mulai menggelayut dan hujan gerimis mulai membasahi rumput, Ralin masih setia menemani Levi. Tidak peduli dengan seragam kerjanya yang mulai basah. 

Levi begitu senang bermain air hujan lalu menggandeng tangan Ralin untuk diajak berlari-lari kecil. Setelah Levi terlihat lelah, barulah Ralin menggunakan jurusnya untuk mengatur Levi. 

"Levi, ayo masuk."

Energi berlebih bocah spesial itu telah terkuras sehingga mudah bagi Ralin untuk mengaturnya. Meski dengan taruhan dirinya juga ikut kelelahan. 

Kedua baby sitter Levi segera menyelimuti tuan muda kecil itu dengan handuk. Bertepatan dengan itu, Lewis datang. 

Dia membuka sendiri pintu mobil dengan tergesa lalu berlari menuju teras rumah meski gerimis membasahi kemeja kerja mahalnya. 

Pemandangan pertama yang dilihat adalah Levi basah kuyup dalam balutan handuk dan Ralin pun sama basahnya. Semua yang berada di sana, tidak ada yang berani bersuara.

"Kenapa bisa basah kuyup, Bu Ralin?"

"Levi harus melakukan banyak aktivitas fisik di luar rumah, Pak. Kalau hanya di dalam rumah, dia pasti akan membuat siapapun menjadi kewalahan. Saya sengaja mengajaknya bermain hujan dan hasilnya ... Bapak bisa lihat sendiri."

Levi nampak tenang digendong baby sitter yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. 

"Oke. Mari, Bu Ralin. Biar asisten rumah tangga menyiapkan baju ganti untuk Bu Ralin."

Tidak ada raut marah di wajah Lewis seperti prasangka kedua baby sitter Levi. 

Setelah Ralin membersihkan diri dan berganti pakaian, ia melihat Lewis duduk di ruang tengah bersama Levi. Dia sedang mengajak Levi berbicara.

"Silahkan duduk, Bu Ralin."

Setelah mendudukkan diri, tiba-tiba saja Levi berjalan ke arah Ralin lalu meminta pangku. Kepalanya kemudian diletakkan di pundak Ralin begitu saja. 

Melihat itu, Lewis hanya bisa menghela nafas. 

"Levi dalam kondisi tenang, Pak. Karena energi berlebih dalam tubuhnya sudah dikeluarkan."

"Saya tidak tahu kalau bukan Bu Ralin yang mengatasi."

Kemudian Ralin merasakan pundaknya memberat dan tangan Levi menjadi lemas. 

"Sepertinya Levi tidur, Pak."

"Astaga. Saya jadi merepotkan Bu Ralin."

Ralin hanya tersenyum dan menggeleng kemudian mengusap lembut punggung Levi agar makin lelap tertidur. 

"Saya sangat berterima kasih, Bu Ralin."

Kemudian Lewis berpamitan ke kamar sejenak lalu kembali dengan membawa sebuah kotak jam tangan yang terlihat sangat mahal. 

"Bu Ralin, anggap saja ini adalah hadiah dari saya."

Ralin memandang kotak jam tangan itu tanpa senyum apapun. Dia sama sekali tidak tertarik dengan hadiah yang Lewis berikan.

Melainkan ...

"Pak Lewis?"

"Ya?"

"Apa boleh saya menolak hadiah itu dan meminta satu hal dari anda?"

Juniarth

:-)

| 2
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Avary
Thor, ditunggu kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Pelakunya Adalah ....

    "Maaf, Bu Ralin, ini saya, baby sitternya Den Levi."Mendengar nama Levi, kesedihan Ralin berubah menjadi penasaran."Ya? Kenapa?""Maaf, Bu, Den Levi tidak mau makan dan mengacaukan isi rumah. Dari tadi Den Levi terus bilang bu guru bu guru terus. Saya tidak tahu harus minta tolong siapa kalau bukan Bu Ralin."Kemudian Ralin teringat akan janjinya tadi siang sebelum Levi pulang sekolah. Ralin berjanji akan datang ke rumahnya dan tidak menyangka jika bocah laki-laki itu menanti kedatangannya.Karena Ralin tidak kunjung datang lalu Levi melampiaskannya dengan mengacaukan rumah. Bayangan Lewis yang lelah sepulang bekerja lalu melihat rumah berantakan dan memarahi Levi membuatnya tidak tega. "Saya mohon, Bu Ralin. Tolong bantu saya menenangkan Den Levi."Lalu terdengar seperti sebuah benda dari kaca terjatuh.Pyar!"Astaga, Den Levi!" Teriak baby sitternya.Lalu baby siter Levi pergi dan membiarkan telfon tersambung. Entah apa yang terjadi karena samar-samar Ralin bisa mendengar kekacaua

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Untuk Apa Lari Dari Kenyataan?

    "Pelakunya adalah mantan suami anda, Bu Ralin."Ralin menatap David tidak percaya dengan hati hancur berkeping-keping. Kemudian memorinya berlari ke kejadian beberapa hari lalu saat Ralin mendatangi Emran ke kantor tempat pria itu bekerja.Dengan jelas dan masih dalam ingatan Ralin jika Emran berkata sudah tidak peduli dengan hidup mati Ralin sekalipun. Dia benar-benar ingin segera bercerai dari Ralin dan menikahi selingkuhannya demi mendapatkan keturunan. Tanpa bisa berkata apa-apa, Ralin kemudian menundukkan kepalanya dengan hati sesak.Meski Emran telah melukainya begitu dalam, namun sisa cinta yang ada di hati Ralin tidak secepat itu memudar. "Maaf, Bu Ralin," ucap David karena melihat Ralin begitu terpukul.Ralin kemudian mengangkat kepala dan menggeleng dengan senyum tipis terpaksa. "Saya justru yang berterima kasih, Pak David.""Sebenarnya, masih ada informasi lain terkait hal ini. Namun, bila Bu Ralin tidak ingin mengetahuinya, saya tidak akan mengatakannya.""Katakan saja,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Mau Apa Lagi?

    "Saya turut bersedih atas apa yang menimpa Bu Ralin. Saya sudah mendengarnya dari David." Ralin melirik David yang berdiri di dekat Lewis. Rupanya, apa yang menjadi aib Ralin telah sampai di telinga Lewis. Sebenarnya itu cukup memalukan dan tidak perlu diumbar pada siapapun. "Saya juga mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Terima kasih banyak Pak Lewis telah membantu saya mencari tahu siapa yang memfitnah saya hingga sekolah pada akhirnya mengeluarkan saya." Lewis sedikit terkejut mendengar pengakuan Ralin. "Dikeluarkan?" "Iya, Pak. Saya sudah resmi dipecat dari sekolah." Kemudian Lewis menatap Levi yang sedang asyik bermain trampolin seorang diri lalu ia kembali menatap Ralin. "Pantas saja, beberapa hari ini baby sitter bilang kalau Levi susah diajak bersekolah. Ternyata Bu Ralin sudah tidak mengajar lagi rupanya." Ralin pun sedikit terkejut mendengar penuturan Lewis kemudian menatap Levi yang begitu senang bermain meski seorang diri. "Sudah tiga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Mengesahkan Pernikahan Kami

    [Pesan dari Emran : -foto-][Pesan dari Emran : Aku beruntung punya Fayza. Dan sekarang, dia udah sah jadi istriku meski masih siri. Proses perceraian kita udah aku daftarin ke pengadilan agama. Lalu aku bakal mengesahkan pernikahan kami.]Dengan sedih, Ralin memandang foto yang menampilkan Emran begitu tampan mengenakan kemeja putih dan Fayza dengan kebaya putih. Keduanya memamerkan cincin pernikahan dengan senyum lebar. Hati Ralin seperti dihujam belati bertubi-tubi hingga sakitnya menembus tulang. Mereka bercerai secara agama baru satu minggu yang lalu. Tapi kini Emran telah memamerkan pernikahan kedua dengan selingkuhannya. [Pesan dari Emran : Dan kamu bisa bebas jadi wanita murahan pemuas bos-bos! Aku jijik pernah punya istri kayak kamu, Lin!]Pesan terbaru Emran makin menyakiti hatinya lalu Ralin menutup riwayat percakapan. Dia tidak mau membalas pesan mantan suaminya atau pria itu akan membuat Ralin kehilangan sesuatu lain yang amat berarti untuknya.Cukup sudah Emran menghab

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kurangkah Menjauh Darimu?

    "Ah ... Em ... lebih cepat.""Iya, sayang ... ah ... kamu benar-benar nikmat."Seketika Ralin langsung membeku mendengar suara dua insan yang sedang memadu kasih di atas ranjang. Ralin yakin sekali jika itu suara Emran dan Fayza.Mereka sudah sah menjadi suami istri. Tapi mengapa Emran justru menghubungi Ralin saat mereka sedang menghabiskan waktu terintim?Apakah Emran ingin memamerkan kebahagiaannya bersama Fayza?Ingin membuat Ralin makin terpuruk dalam kesedihan?Tangan Ralin sedikit bergetar begitu mendengar lenguhan dan desahan mereka berdua selanjutnya. Suara-suara kenikmatan duniawi yang pernah Ralin rasakan saat masih harmonis dengan Emran.Lalu pandangannya tetiba seperti tidak bisa fokus dengan kepala terasa pening. Beruntung Levi kemudian datang dan menarik tangan Ralin lalu menunjukkan karyanya menata daun-daun secara melingkar lalu ditengahnya diberi sekuntum bunga. Melihat karya sederhana Levi yang patut di apresiasi, Ralin langsung mematikan sambungan telfon dan mema

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Pelet

    Mana mungkin Ralin menuju ke sekolah selanjutnya untuk melamar pekerjaan? Sedangkan surat lamarannya telah kotor terkena cipratan genangan air. Belum lagi pakaiannya yang terkena noda. Mobil yang Ralin ikuti benar-benar mobil Emran lalu berbelok ke sebuah rumah makan untuk makan siang. Baru saja Emran dan Fayza keluar dari mobil, Ralin langsung datang dan memberinya pelajaran. Plak!Fayza terkejut sampai menutup mulut yang membola dengan telapak tangan. Sedang Emran langsung melirik tajam mantan istrinya itu. "Nggak usah berlagak seolah-olah kamu nggak ngerti apa salahmu padahal kamu tahu apa salahmu!!" ucap Ralin tegas. Emran akan membalas namun Ralin mundur beberapa langkah. "Aku udah banyak bersabar, Em! Aku relain kamu demi wanita murahan itu." Telunjuk Ralin mengarah ke arah Fayza, "Aku rela jadi janda. Bahkan aku rela kehilangan pekerjaan gara-gara ancamanmu ke pihak sekolah! Tapi nggak sama kali ini!"Emran mendengus geli karena Ralin sudah mengetahui ulahnya. "Kamu emang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Datang Di Saat Yang Tidak Tepat

    Andai saja Ralin tidak memangku Levi, dia pasti akan mencakar muka kedua baby sitter Levi yang berani menuduhnya sembarangan.Bagaimana mungkin dia berubah menjadi wanita genit dengan menghalalkan segala cara? "Bisa kalian jaga ucapan? Levi bisa mendengarnya.""Kalau pun Den Levi dengar, dia nggak akan bisa apa-apa kecuali jalan kesana kemari.""Kalian memang bukan baby sitter yang baik.""Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Bu Ralin. Sekarang mending Bu Ralin ngaku aja. Sebenarnya Bu Ralin ngasih Den Levi pelet, kan?! Lalu baik-baikin Den Levi di depan Pak Lewis, biar Bu Ralin bisa menggeser posisi kami lalu mulai mendekati Pak Lewis, kan?!"Tadi siang, Ralin baru saja menampar dan berseteru dengan Emran, tapi sekarang dia sudah dihadapkan pada masalah baru. Hidupnya benar-benar tidak tenang!"Asal Bu Ralin tahu, ya?! Pak Lewis itu nggak level sama wanita modelan kayak Bu Ralin! Idamannya tuh high level! Bukan yang receh kayak Bu Ralin!"Lalu baby sitter satunya ikut mengkonfrontasi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12

Bab terbaru

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Akhiri Pernikahan Kita

    Ralin kemudian menunduk dan David segera berdiri lalu sedikit membungkuk hormat. "Selamat pagi, Pak."Lewis ternyata sudah berdiri di depan pintu entah sejak kapan. Apakah dia sempat melihat David mengajari Ralin berjalan menggunakan alat bantu jalan itu atau tidak?Kemudian Lewis masuk ke dalam kamar Ralin dengan penampilan tidak jauh berbeda dari David. Sudah sangat tampan dan rapi karena hendak menuju pabrik.Ia memperhatikan Ralin dan alat bantu jalan yang digunakan. "Kamu yang membelikannya, Vid?""Iya, Pak." Jawab David tanpa keraguan.Jiwa lelaki sejatinya tidak perlu diragukan. "Karena Nyonya membutuhkan alat itu."Lewis tidak bertanya lagi kemudian menghampiri Levi. "Ayo kita sarapan, Lev?"Levi kemudian menggeleng. "Makan. Ibu."Ralin paham jika yang Levi maksud adalah ingin sarapan bersama Ralin. "Kamu bisa jalan ke meja makan, Lin?""Akan aku coba, Den Mas."Jangankan ke meja makan, menuju kamar mandi saja Ralin membutuhkan bantuan. Namun, bagaimana dia menolak permi

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Sesayang Dan Sepengertian Itu

    "Apa Nyonya butuh alat bantu jalan?"Kepala Ralin mengangguk. "Sebenarnya iya. Tadi dokter bilang begitu sekalian untuk terapi jalan.""Besok akan saya bawakan."Ralin tersenyum dan mengangguk karena David seakan-akan tahu apa yang dibutuhkan. Tanpa Ralin harus meminta-minta. "Makasih banyak, Vid. Maaf merepotkan.""Sama-sama, Nyonya. Saya undur diri dulu."Setidaknya, masih ada David yang membantu Ralin manakala Lewis masih diliputi rasa kecewa. Kemudian Bu Tatik datang dengan membawa minuman dan camilan. Setelah menandaskannya bersama Levi, Ralin meminum obatnya. "Den Ayu, apa perlu saya temani tidur?"Kepala Ralin mengangguk tegas ketika mendapatkan tawaran yang lagi-lagi sangat ia butuhkan tanpa harus meminta. "Kalau Bu Tatik nggak merasa repot.""Tugas saya sudah pasti untuk melayani keluarga Den Mas. Tidak ada kata repot untuk itu."Satu lagi, selain David, kini Bu Tatik juga menunjukkan dukungan selama Ralin belum sembuh sepenuhnya. Setidaknya Ralin bisa melewati ini semu

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menggendong Ralin Ke Kamar

    Ralin tidak sedih meski Emran akan mendapatkan hukuman penjara yang tidak main-main akibat ulahnya. Dia berhak mendapatkan balasannya!Dia ingin mencelakai Levi, namun Ralin yang terkena getahnya.Kedua kaki Ralin hampir saja lumpuh jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Beruntungnya, Lewis bersedia memberikan pengobatan terbaik.Meski untuk saat ini Ralin masih harus terapi, namun itu jauh lebih baik dari pada ia lumpuh untuk selamanya.Begitu tiba di rumah, Lewis masih menerima panggilan telfon dari pengacaranya. Sudah pasti yang mereka bahas adalah tuntutan penjara seadil mungkin yang Lewis inginkan untuk membuat jera Emran.“Jika dimungkinkan bisa dituntut dengan pasal berlapis, lakukan!” Titah Lewis.Kemudian dia turun dari mobil dengan menggandeng tangan Levi. Sedang Ralin berusaha turun dari mobil perlahan-lahan tanpa bantuan.“Aku nggak bisa bayangin gimana jadinya, andai tabrakannya itu melukai Levi. Anak sekecil Levi terhantam mobil. Emran sudah gila!”“Mesk

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Aku Sanggup Menjaganya

    "Emran?" Tanya Lewis dengan alis berkerut. "Betul, Pak. Mobil yang dipakai menabrak mobil Den Levi adalah mobil Emran. Dan mobilnya ada di halaman rumahnya."Lewis kemudian teringat akan ucapan bernada tidak suka yang keluar dari bibir Ralin tempo hari ketika Emran datang berkunjung. Tapi Emran dengan tidak tahu dirinya mengirimkan buket bunga dengan pesan penuh cinta. "Tim menyimpulkan jika kemungkinan yang melakukan tabrakan itu adalah Emran. Dan sebelum membawanya ke kantor polisi, tim akan menginterogasi Emran lebih dulu."Kepala Lewis mengangguk dengan wajah tidak bersahabat. "Kalau sampai dia terbukti melakukannya, aku nggak akan ngasih dia nafas kebebasan. Meski itu cuma satu hirupan."Lalu bayangan Levi saat menangis usai kecelakaan itu membuat Lewis makin geram. Dan dia akan bersabar sampai tim mendapatkan informasi yang akurat. "Kita ke rumah sakit sekarang.""Baik, Pak.""Beri tahu Mas Tira."Kondisi Ralin terpantau membaik pasca operasi. Masa kritisnya telah terlewati.

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Aku Akan Selalu Ada

    "Halo, Lew.""Halo, Bun. Bunda lagi apa?""Baru selesai bikin kue. Tumben kamu telfon jam segini? Kerjaan udah rampung?"Bukan sudah rampung. Melainkan Lewis meninggalkannya begitu saja demi Ralin. "Bun, Ralin kecelakaan."Hari belum terlalu sore dan Lewis memberi kabar sangat buruk. Membuat sore hari itu terasa kelabu. "Apa?! Kecelakaan gimana, Lew?""Penyebabnya masih diselidiki sama tim yang aku bawa, Bun.""Ralin gimana keadaannya sekarang?""Nggak baik, Bun. Dia harus operasi.""Ya Tuhan, Lew.""Satu jam lagi kita akan berangkat ke Jakarta. Aku mau Ralin dirujuk ke rumah sakit dan dokter paling bagus.""Levi gimana, Lew?""Levi cuma terpental dan trauma, Bun. Bunda bisa kan kemari buat jagain Levi?""Iya. Di rumah sakit mana?"Setelah menunggu setengah jam lamanya, Ibunda dan Ayah Lewis tiba di rumah sakit dengan wajah cemas dan khawatir. Ayahnya pun masih mengenakan kemeja kerja. Levi pun langsung mengulurkan tangan untuk digendong Ayah Lewis. Sedang David selalu setia berada

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Sentuh Ralin

    Kedua mata Ralin melebar melihat kedua foto itu. Foto yang menunjukkan dirinya sedang dipeluk oleh Emran. Kejadian beberapa hari yang lalu saat Ralin menemuinya di gerbang rumah. "Dan ada sebuah kartu ucapan. Isinya ... " Lewis sedikit menyipitkan mata karena tidak memakai kacamata, "I still love you, Lin. Emran."Usai membacanya Lewis mengangsurkan kartu ucapan itu ke meja. Berdekatan dengan kedua foto tersebut. Jantung Ralin berdetak tidak karuan ketika Lewis telah mengerti segalanya. Ralin pun diam-diam mengutuk perbuatan Emran karena telah mengirimkan satu buket bunga sialan beserta foto itu ke rumah ini. Otaknya pun berpikir cepat, jika apa yang Emran lakukan beberapa hari yang lalu memang sengaja telah direncanakan!Karena, mana mungkin Emran bisa mengirimkan foto mereka saat berpelukan jika bukan menyuruh orang lain untuk memotretnya.Benar-benar licik!Ralin pun bisa menyimpulkan jika Emran sedang berusaha mengacaukan hubungannya dengan Lewis. "Kenapa kalian berpelukan di

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Satu Buket Bunga

    Ralin bergegas memanggil Bu Tatik lalu menitipkan Levi padanya. "Titip levi bentar ya, Bu Tatik. Ada tamuku di depan gerbang. Bentar aja kok."Tanpa menunggu persetujuan, Ralin langsung berlari meninggalkan levi bersama Bu Tatik. Dia menuruni tangga teras rumah Lewis dengan begitu tergesa-gesa. Kemudian berlari sekencang mungkin menuju gerbang. Ralin tidak memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan masalah kedatangan Emran ke rumah ini. Lewis sedang mandi dan pria itu pasti tidak akan membuang banyak waktu untuk segera berangkat menyenangkan Levi. Dengan nafas naik turun, Ralin tiba di pos satpam. "Buka ... gerbangnya. Tolong."Begitu gerbang terbuka sebagian, sosok Emran terlihat berdiri di samping mobilnya. Sedang Ralin masih menetralkan deru nafasnya. Ralin tidak tahu apa yang Emran pikirkan tentang dirinya yang kini tinggal di rumah ini. Atau satpam sudah menjelaskan statusnya. "Mau apa kamu kemari?" Tanya Ralin. "Jadi kamu tinggal disini?""Kalau kedatanganmu nggak ada alas

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Jangan Sakiti Hati Den Mas Lagi

    "Akhirnya aku bisa ketemu kamu, Lin."Ralin langsung menyentak tangan Emran namun mantan suaminya itu justru menggunakan satu tangannya lagi untuk menggenggam tangan Ralin. "Lepas, Em!""Please, Lin. Aku pengen bicara sama kamu."Kepala Ralin menggeleng tegas."Kita udah nggak ada urusan dan nggak ada yang perlu diomongin!""Aku mohon kasih satu kesempatan lagi buat memperbaiki segalanya, Lin. Aku mohon."Ralin tetap berusaha melepaskan tangan Emran tapi tidak bisa. "Nggak! Aku nggak mau balikan sama kamu!""Maafin salahku, Lin. Gara-gara aku, kamu dipecat dari sekolah ini lalu kamu sekarang jadi baby sitter. Maafin aku yang udah bikin hidupmu jadi berantakan kayak gini.""Lepas!"Ralin terus berusaha melepaskan tangannya tapi gagal. "Maafin aku yang udah ambil pekerjaanmu yang terhormat sebagai seorang guru. Malah sekarnag kamu jadi baby sitter.""Lepasin, Emran!!!"Emran saja yang tidak tahu jika Ralin saat ini bukanlah seorang baby sitter rendahan. Baby sitter hanyalah topeng ag

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kamu Selalu Di Hatiku

    Ini seperti menghadiri sidang tindak pidana kriminal!Bagaimana tidak, di ruang tengah sudah menunggu Ibunda dan Ayah Lewis layaknya hakim sidang. Beserta Luzia, adik perempuan Lewis, layaknya jaksa penuntut umum. Ralin memiliki firasat jika ini tidak akan baik-baik saja. Pasalnya ketika ia datang, mereka bertiga tidak menunjukkan senyum sama sekali. Kemudian Luzia menunjukkan sebuah kotak mainan besar bergambar susunan lego ke hadapan Levi. "Levi, Tante punya apa ini ya?" Tanya Luzia.Kemudian Levi merosot turun dari gendongan Lewis dan menghampiri Luzia. Dia memperhatikan kotak mainan itu dengan seksama. "Kamu mau main?" Levi mengangguk dengan menatap takjub kotak mainan itu. Lalu Luzia membawanya pergi dari ruang tengah. Ini seperti sudah direncanakan.Bahwa kedua orang tua Lewis ingin menginterogasi Ralin dan Lewis tanpa melibatkan Levi dan Luzia. Ralin yang menyadari hal itu makin menundukkan pandangan. Ia ingin bersembunyi di belakang tubuh Lewis namun tangannya tetap di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status