Share

Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
Author: Juniarth

Kemasi Barang-Barangmu

Author: Juniarth
last update Last Updated: 2025-01-25 23:52:46

“Program hamil habis puluhan juta tapi tetap nggak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku nggak butuh istri mandul!”

Ralin menggeleng dengan berurai air mata agar Emran iba sambil memegang tangan suaminya itu.

“Em, aku nggak mandul. Kata dokter aku baik-baik –”

Emran kemudian menyentak tangan Ralin kasar.

“Halah! Kalau kamu nggak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, heh?!” Emran kembali membentak.

Kemudian Ralin memohon dengan mengatupkan kedua tangan.

“Em, tolong jangan begini,”  pintanya dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga bilang gitu. Tolong sabar dan tinggalin perempuan itu.”

Emran kemudian maju dua langkah dengan kedua matanya menatap tajam dan tangannya langsung mencengkeram rahang Ralin.

“Dia punya nama! Namanya Fayza! Dan dia jauh lebih baik dibanding kamu, Ralin! Camkan itu!”

Ralin berusaha melepaskan cengkeraman Emran, tapi gagal.

Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit karena pertengkaran seperti ini sudah sering terjadi.

Emran sering membanding-bandingkan dirinya dengan wanita bernama Fayza. Merendahkan harga diri Ralin, bahkan membawa selingkuhannya beberapa kali ke rumah mereka.

“Dengar! Aku nggak bakal lari ke Fayza kalau kamu bisa hamil!” ucap Emran lagi. “Ngerti kamu?!”

“Em, aku masih muda, aku bisa hamil.” Balas Ralin dengan meringis menahan sakit. “Tapi kalau Fayza, dia mungkin kelihatan muda, tapi usianya udah empat–”

“Maksudmu, dia udah tua gitu!?” Kobaran api di mata Emran semakin jelas ketika Ralin menghina kekasihnya.

Lalu Emran mendorong Ralin hingga punggungnya membentur dinding.

“Ah!”

“Berani kamu menghina dia, heh?! Seenggaknya Fayza pernah hamil ketiga anaknya dan nggak harus program hamil yang ngabisin duit sampai puluhan juta kayak kamu!” ujar Emran berapi-api. “Dia masih produktif! Aku yakin banget dia tetap bisa ngasih aku keturunan. Nggak kayak kamu! Perempuan mandul!”

Air mata Ralin tidak bisa dibendung lagi derasnya mendengar hinaan Emran yang begitu menyakitkan.

“Kamu tega, Em,” ucapan Ralin terdengar seperti bisikan. “Baik burukmu, kurang lebihmu, aku terima. Aku selalu dukung kamu bahkan waktu kamu belum punya apa-apa sampai kamu semapan sekarang.”

Emran mendengus. Tampak tidak tersentuh sama sekali dengan ucapan Ralin.

“Lalu? Kamu mau nuntut ganti rugi atas usahamu itu?” balasnya dengan senyum mengejek, “Ingat, Ralin. Kalau bukan karena kerja kerasku juga, kamu nggak mungkin bisa hidup enak kayak gini!”

Ralin menciut saat Emran mendekatinya dan menepuk puncak kepalanya dengan kasar.

“Aku tegaskan sekali lagi. Ke-ma-si barangmu dan per-gi dari sini! Masalah perceraian, biar pengacaraku yang urus. Kamu tinggal terima jadi!”

Emran kemudian melanjutkan, “Ah, kalau kamu penasaran kenapa aku lebih milih Fayza, itu karena kamu mandul, dekil, dan jelek! Paham?”

Ralin tidak tahu lagi bagaimana mempertahankan rumah tangganya dengan Emran jika suaminya sudah seperti ini. Segala kebaikan Ralin tidak dilihat oleh Emran sama sekali. Matanya telah tertutup oleh janda dewasa beranak tiga bernama Fayza.

Seakan belum cukup, Emran kembali mengucapkan kata-kata menyakitkan untuk Ralin.

“Ah, iya. Fayza itu kekinian meski usianya udah pertengahan empat puluh tahun. Dia tetap cantik, obrolannya cerdas dan nyambung. Nggak kolot dan kampungan kayak kamu. Bodoh pula!” Emran mendengus. “Malu-maluin!”

Cukup!

Ralin tidak akan membiarkan Emran menginjak-injak harga dirinya lebih jauh.

“Kamu bakal nyesel udah ngomong kayak gitu, Em! Karma pasti mendatangimu!” balas Ralin pada akhirnya.

Nyatanya, lelaki yang Ralin bela mati-matian saat keluarganya ragu memberikan restu, kini justru melukainya. Seketika itu pula, Ralin merasa bersalah telah melawan nasehat orang tuanya.

“Ada yang bisa kamu omongin selain karma nggak sih, Lin?! Muak aku dengarnya!” Emran menyombongkan dirinya.

“Sayang, masih belum selesai juga?”

Ucapan Emran terhenti oleh kemunculan Fayza yang sudah tampil modis dengan balutan pakaian formal di tubuhnya yang seksi. Rambut panjangnya digulung rapi dan wajahnya tampak seperti wanita berusia kisaran 30 tahun.

“Udah kok.” Emran tersenyum manis pada Fayza. “Tinggal nunggu dia ngemasi barang-barangnya aja.”

Kemudian Fayza menghampiri Emran dan memeluk pria itu sekilas.

“Oke, jangan lama-lama ya,” ucapnya centil. “Oh ya, Em. Aku lagi haid. Berarti masa suburku mungkin dua minggu lagi.”

“Beneran? Berarti harus cepat-cepat, Sayang.”

Emran terlihat bahagia dan bersemangat.

“Siri aja dulu, Em. Penghulunya mau kok.”

Kaki Ralin seperti tidak menapak di lantai mendengar rencana mereka akan menikah dalam waktu dekat.

Dia masih di sini! Dan mereka bisa-bisanya merendahkannya hingga sehina ini?

“Heh! Ngapain kamu masih di sini?” Emran menatap Ralin sementara tangannya melingkari pinggul Fayza.

"Kalian ---"

“Mulai hari ini aku menceraikanmu, Ralin! Aku mau nikahi Fayza, jadi lebih baik kamu cepat pergi dari sini!”

Ralin marah lalu mengepalkan kedua tangannya.

“Aku punya hak atas rumah ini, Em. Kamu nggak bisa ngusir aku seenaknya!” ucapnya tanpa berderai air mata.

Fayza berdecak kesal, “Tuh kan, bener tebakanku. Ralin pasti nggak mau pergi, Em. Dia kan nggak ada saudara di sini. Orang tuanya juga udah nggak nganggep dia anak lagi.”

Emran mendengus. “Aku nggak peduli. Pokoknya kamu buruan pergi, Lin!”

“Lin, kamu udah nggak boleh di sini lagi,” ucap Fayza dengan suara lembutnya yang mendayu. “Emran kan udah ngusir kamu. Artinya udah jatuh talak. Nggak boleh serumah lagi. Emang kamu mau dituduh zina di sini?”

'Munafik,' batin Ralin.

Bisa-bisanya Fayza menggunakan alasan zina, padahal wanita itu sedang  melakukannya bersama Emran.

“Nggak usah sok suci kalian berdua!” Ralin berucap tegas.

Fayza mengibaskan tangannya, “Langsung aja lah. Mau aku bantu beresin barang-barangmu nggak?”

Wajah Ralin makin geram.

“Jangan berani-berani–”

“Ah, banyak drama!” Tiba-tiba Emran mencengkeram rambut Ralin dan menyeretnya keluar.

Sementara dengan tanpa tahu malu, Fayza masuk ke kamar Ralin dan mengambil semua barangnya. Kemudian Fayza melemparkannya ke halaman, tepat di hadapan Ralin jatuh tersungkur.

“Kemasi sendiri dan pergi! Jangan sampai aku lihat wajah jelekmu lagi di sini!”

Lalu, tanpa mengatakan  apa pun lagi, Emran mengunci pintu rumah dan membawa Fayza masuk ke dalam mobil. Tidak lupa Fayza memberikan cium jauh dan melambaikan tangan selamat tinggal pada Ralin yang memunguti pakaiannya di halaman dengan hati pilu.

Setelah mengajukan izin tidak bisa mengajar hari ini kepada kepala sekolah tempatnya mengajar, Ralin menggeret koper berisi barang-barangnya dengan tangis meleleh di pipi. Dan matahari yang begitu terik membuatnya makin kelelahan kemudian berteduh di teras minimarket.

Baginya, empat tahun pernikahan penuh perjuangan tapi dibalas pengkhianatan, membuat Ralin merasa sangat konyol, kecewa, dan buang-buang waktu.

Brak!

“Coklat! Cokelat!”

Dua petugas minimarket menggeret paksa seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang sedang menangis sambil berteriak.

“Ini anaknya siapa sih?! Bikin onar aja!”

“Jangan-jangan dia sengaja ditelantarin?”

“Kita taruh pinggir jalan aja lah!”

“Coklat!” Teriak anak itu kembali.

“Diem! Kamu itu nggak bawa uang! Makan coklat, es krim, roti seenaknya! Kamu pikir itu gratis?!”

“Cokelat!”

Ralin menatap dengan seksama interaksi mereka hingga lupa dengan kesedihannya sendiri. Dan ternyata, bocah laki-laki itu adalah … 

Related chapters

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian,

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya, membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Biar koper Bu Ralin

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pengakuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia harus lebih banyak

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, akhirnya seorang lelaki yang masih memakai kemeja kerja formal tiba di rumah Lewis. Dia kemudian menunduk dengan hormat pada sang tuan lalu memandang Ralin. Lalu mengeluarkan sebuah cardlock dari saku dan mengulurkan dengan begitu sopan menggunakan kedua tangan. "Permisi, ini cardlock kamar anda. Nanti anda cukup menunjukkan kartu identitas dan cardlock ini pada resepsionis."Ralin menerimanya dengan dua tangan pula lalu menatap Lewis."Terima kasih banyak, Pak Lewis. Semoga kebaikan anda dibalas berkali-kali lipat. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya kalau tidak bertemu anda.""Sama-sama, Bu Ralin. Saya juga tidak tahu bagaimana nasib Levi kalau tidak ditemukan Bu Ralin."Karena hari semakin malam dan harus segera mengambil barang-barangnya yang telah Emran letakkan di halam rumah, Ralin segera undur diri. Dia menghampiri sopir Lewis yang masih berada di teras rumah lalu meminta bantuannya untuk menurunkan koper dari bagasi. Jam hampir

    Last Updated : 2025-01-27
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Cinta Boleh, Bodoh Jangan

    Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.“Tisyu.”Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.“Terima kasih, Pak.”“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.Bayangan Emran telah

    Last Updated : 2025-02-01
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

    Last Updated : 2025-02-02
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

    Last Updated : 2025-02-06

Latest chapter

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Cinta Boleh, Bodoh Jangan

    Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.“Tisyu.”Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.“Terima kasih, Pak.”“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.Bayangan Emran telah

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, akhirnya seorang lelaki yang masih memakai kemeja kerja formal tiba di rumah Lewis. Dia kemudian menunduk dengan hormat pada sang tuan lalu memandang Ralin. Lalu mengeluarkan sebuah cardlock dari saku dan mengulurkan dengan begitu sopan menggunakan kedua tangan. "Permisi, ini cardlock kamar anda. Nanti anda cukup menunjukkan kartu identitas dan cardlock ini pada resepsionis."Ralin menerimanya dengan dua tangan pula lalu menatap Lewis."Terima kasih banyak, Pak Lewis. Semoga kebaikan anda dibalas berkali-kali lipat. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya kalau tidak bertemu anda.""Sama-sama, Bu Ralin. Saya juga tidak tahu bagaimana nasib Levi kalau tidak ditemukan Bu Ralin."Karena hari semakin malam dan harus segera mengambil barang-barangnya yang telah Emran letakkan di halam rumah, Ralin segera undur diri. Dia menghampiri sopir Lewis yang masih berada di teras rumah lalu meminta bantuannya untuk menurunkan koper dari bagasi. Jam hampir

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pengakuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia harus lebih banyak

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya, membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Biar koper Bu Ralin

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian,

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kemasi Barang-Barangmu

    “Program hamil habis puluhan juta tapi tetap nggak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku nggak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan berurai air mata agar Emran iba sambil memegang tangan suaminya itu.“Em, aku nggak mandul. Kata dokter aku baik-baik –”Emran kemudian menyentak tangan Ralin kasar.“Halah! Kalau kamu nggak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, heh?!” Emran kembali membentak. Kemudian Ralin memohon dengan mengatupkan kedua tangan. “Em, tolong jangan begini,” pintanya dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga bilang gitu. Tolong sabar dan tinggalin perempuan itu.”Emran kemudian maju dua langkah dengan kedua matanya menatap tajam dan tangannya langsung mencengkeram rahang Ralin. “Dia punya nama! Namanya Fayza! Dan dia jauh lebih baik dibanding kamu, Ralin! Camkan itu!”Ralin berusaha melepaskan cengkeraman Emran, tapi gagal.Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status