Share

Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
Author: Juniarth

Kemasi Barang-Barangmu

Author: Juniarth
last update Last Updated: 2025-01-25 23:52:46

“Baik burukmu, kurang lebihmu, aku bisa terima. Aku selalu dukung kamu bahkan waktu kamu belum punya apa-apa sampai kamu semapan sekarang, Em.”

Hari masih pagi namun drama rumah tangga Ralin sudah memanas.

“Dan sekarang? Kamu --- “

Tin!

Kepala Ralin menoleh ke arah jendela yang tidak tertutup tirai.

Senyumnya berubah kecut begitu melihat Fayza, selingkuhan suaminya, datang ke rumah.

Kemudian Emran melangkah menuju pintu dan membukanya lebar-lebar.

“Sayang, buruan berangkat. Kamu masih apa sih?”

Fayza muncul dengan tidak tahu malunya.

Perempuan berusia empat puluh tahun itu mengenakan setelan kerja yang modis dan seksi. Rambut panjangnya digulung rapi dan wajahnya penuh perawatan hingga membuatnya tampak seperti wanita berusia tiga puluh tahunan.

“Udah kok, sayang.” Emran tersenyum manis pada Fayza, “Tinggal nunggu Ralin ngemasi barang-barangnya aja.”

Ralin menatap Emran dengan ekspresi terkejut lalu menarik tangan suaminya.

“Apa maksudmu, Em?”

Kemudian Fayza menarik Emran hingga tangan Ralin terlepas dari tangan suaminya itu. Lalu memeluk pria itu dihadapan Ralin sambil berucap ….

“Em, aku lagi haid. Masa suburku mungkin dua minggu lagi.”

Dengan terang-terangan, Fayza merebut Emran dari sisi Ralin.

Lalu Emran menarik Fayza dari pelukan dan menatapnya dengan binar bahagia penuh semangat.

“Beneran? Berarti kita harus cepat nikah, sayang.”

“Siri aja dulu, Em. Penghulunya mau kok.”

Kaki Ralin seperti tidak menapak di lantai mendengar rencana mereka akan menikah dalam waktu dekat. Padahal Ralin itu masih sah istri Emran.  

Parahnya lagi, Ralin masih di sini! Dan mereka bisa-bisanya merencanakan pernikahan?

“Dasar perempuan nggak tahu diri!” Bentak Ralin dengan menunjuk wajah Fayza.

Emran langsung menarik Fayza agar berdiri di belakangnya.

“Dengar, Lin! Aku nggak bakal lari ke Fayza kalau kamu bisa hamil! Ngerti kamu?!”

“Em, aku tuh nggak mandul! Kata dokter aku baik-baik –”

Emran kemudian mengangkat tangannya agar Ralin berhenti berbicara.

“Maaf, Lin. Aku nggak bisa sabar lebih lama lagi. Kita udah nikah empat tahun tapi kamu nggak hamil juga. Lalu, apa namanya kalau bukan … mandul?” ucap Emran dengan nada tenang.

Namun efeknya seperti membuat Ralin ditusuk ribuan belati.

Kemudian Emran menghela nafas panjang.

“Kita udah program hamil habis puluhan juta. Tapi kamu tetap nggak bisa hamil! Buang-buang waktu dan uang!”

Ralin menggeleng lalu air mata membasahi pipinya. Dia juga ingin segera hamil hanya saja takdir belum berpihak.

Dan apakah Ralin harus menyalahkan takdir?

“Lupakan semua hal yang pernah kita lalui. Karena aku … mau menikahi Fayza.”

“Kamu tega, Em,” ucapan Ralin terdengar seperti bisikan.

“Maaf, Lin.

Kedua tangan Ralin mengepal.

“Mulai hari ini … aku menceraikanmu, Ralin Joviana! Kamu sudah bukan istriku lagi. Dan aku minta kamu segera pergi dari rumahku.”

Kalimat talak yang Emran layangkan begitu sederhana namun cukup membuat Ralin jatuh sejatuh-jatuhnya.

“Kenapa kamu berubah sejahat ini, Em? Padahal dokter bilang kalau aku bisa hamil. Tapi butuh waktu.”

Kemudian Ralin mengusap air mata dan tersenyum kecut.

“Kamu nggak sabar dan nggak mau ninggalin perempuan itu. Perempuan dengan chasing muda tapi onderdil udah tua!”

Kedua alis Emran bertaut ketika Ralin menghina Fayza.

“Seengaknya Fayza hamil ketiga anaknya nggak pakai program hamil yang ngabisin duit sampai puluhan juta kayak kamu! Paham?!”

“Emran nggak butuh istri mandul kayak kamu! Nyusahin! Nggak mandiri! Lembek!” Fayza menambahkan dengan tatapan memicing.

“Aku tahu mana yang terbaik untukku, Lin. Kamu nggak usah sok nyuruh aku ninggalin Fayza. Itu cuma bikin kamu kelihatan nggak lebih baik dari dia.”

Emran kemudian menggenggam tangan Fayza sangat erat dan menciumnya dihadapan Ralin.

“Aku mencintai Fayza. Dan aku minta dengan baik-baik, segera kemasi barang-barangmu. Masalah perceraian, biar pengacaraku yang urus. Kamu tinggal terima jadi.”

“Heh! Buruan kemasi barangmu! Jangan bengong aja?” Bentak Fayza.

Ralin tidak menghiraukan Fayza dan menatap Emran.

“Aku sampai rela melawan orang tua, kabur dari rumah, menjual hadiah perhiasan dari orang tua, demi kita bertahan hidup awal nikah. Ingat, Em, dibalik suksesmu sekarang itu ada peranku!”

Lalu Ralin menatap Fayza.

“Dan perempuan sundal ini, apa mau sama kamu andai kamu nggak punya kedudukan kayak sekarang?!” Ralin mendengus lalu mengusap air matanya, “Pasti kamu bakal ditendang!”

“Kamu mau nuntut ganti rugi?” Emran tersenyum mengejek, “Ingat, Lin. Kalau bukan karena kerja kerasku juga, kamu nggak mungkin bisa hidup enak kayak gini!”

Ralin tidak sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan Emran jika suaminya sudah seperti ini. Segala kebaikan Ralin tidak dilihat sama sekali.

Mata Emran telah tertutup oleh janda tua beranak tiga bernama Fayza. Yang digadang-gadang bisa memberinya keturunan.  

“Sama satu lagi, kalau kamu penasaran kenapa aku lebih milih Fayza, itu karena dia pandai menyenangkan pasangan, obrolannya cerdas, dan nyambung. Nggak kolot dan … “ Emran menatap Ralin dari atas hingga bawah, “Nggak kampungan apalagi malu-maluin.”

Cukup!

Ralin tidak akan membiarkan Emran menginjak-injak harga dirinya lebih jauh.

“Perempuan cantik dan cerdas itu nggak nyuri suami orang! Justru selingkuhanmu itu yang kampungan!"

Mendengar itu, Emran maju dua langkah dengan sorot marah dan mencengkeram rahang Ralin. Ia berusaha melepaskannya namun tenaga Emran lebih besar.

“Berani menghina Fayza sekali lagi, aku patahkan lehermu disini, Lin!”

“Kamu bakal nyesel, Em! Aku doakan kamu segera dapat balasannya!” ucap Ralin dengan menahan sakit di rahangnya.

Kini, lelaki yang dulu Ralin bela mati-matian saat keluarganya ragu memberikan restu, justru melukainya. Seketika itu pula, Ralin menyesali pilihannya.

“Ya. Aku bakal dapat balasannya! Balasan mendapat wanita yang lebih baik dari kamu. Begitu kan?!"

"Nggak akan!"

“Lihat Fayza! Dia punya karir bagus. Nah kamu, cuma bisa jadi guru rendahan ngajarin anak-anak yang terlahir aneh itu!”

Lalu Emran mendorong Ralin hingga punggungnya membentur dinding.

“Ah!”

Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit.

“Pergi kamu dari rumahku, Lin!” ucap Emran marah dengan menunjuk pintu rumah.

Kepala Ralin menggeleng, “Aku punya hak atas rumah ini, Em. Kamu nggak bisa ngusir aku seenaknya!”

Fayza berdecak kesal, “Tuh kan, bener tebakanku. Ralin pasti nggak mau pergi, Em. Dia kan nggak ada saudara di sini. Orang tuanya aja udah nggak nganggep dia anak lagi.”

“Aku nggak peduli. Pokoknya kamu harus pergi hari ini juga, Lin!”

“Lin, kamu udah nggak boleh di sini lagi,” ucap Fayza dengan suara lembutnya yang mendayu. “Emran kan udah ngusir kamu. Artinya kalian udah bukan suami istri. Nggak boleh serumah lagi. Emang kamu mau dituduh berzina?”

“'Munafik!” Bentak Ralin.

Bisa-bisanya Fayza menggunakan alasan zina, padahal wanita itu telah melakukannya bersama Emran.

“Nggak usah sok suci kalian berdua!”

Fayza mengibaskan tangannya, “Langsung aja lah. Mau aku bantu beresin barang-barangmu nggak?”

Ekspresi wajah Ralin makin geram.

“Diam kamu, sundal! Jangan berani --- ”

“Ah, banyak drama!”

Tiba-tiba Emran mencengkeram rambut Ralin dan menyeretnya keluar.

“Sakit, Em!”

“Diem! Atau aku tendang kepalamu!”

Sementara itu, Fayza masuk ke kamar dan mengambil semua barang Ralin dan memasukkannya ke dalam koper. Acak-acakan sekali lalu Fayza melemparnya ke halaman, tepat di hadapan Ralin jatuh tersungkur.

“Pergi! Aku muak lihat wajah jelekmu!”

Lalu Emran mengunci pintu rumah dan membawa Fayza masuk ke dalam mobil. Tidak lupa Fayza memberi cium jauh dan melambaikan tangan selamat tinggal pada Ralin yang berurai air mata.

Ralin tidak menyangka bila pagi ini akan menjadi akhir dari rumah tangganya dengan Emran.

Dengan pakaian siap mengajar, akhirnya Ralin urung berangkat ke sekolah. Ia tidak sudi menunggu Emran pulang untuk kembali masuk ke dalam rumah mereka lagi.

Dia tidak akan membiarkan harga dirinya direndahkan.

Ralin menggeret koper berisi barang-barangnya dengan tangis meleleh di pipi. Matahari yang begitu terik membuatnya makin kelelahan kemudian berteduh di teras minimarket.

Kemana dia harus menginap malam ini?

Pulang ke rumah orang tua? Itu tidak mungkin sekali.

Brak!

“Coklat! Cokelat!”

Dua petugas minimarket menggeret paksa seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang sedang menangis sambil berteriak.

“Ini anaknya siapa sih?! Bikin onar aja!”

“Jangan-jangan dia sengaja ditelantarin?”

“Kita taruh pinggir jalan aja lah!”

“Coklat!” Teriak anak itu kembali.

“Diem! Kamu itu nggak bawa uang! Makan coklat, es krim, roti seenaknya! Kamu pikir itu gratis?!”

Ralin menatap dengan seksama interaksi anak kecil dan petugas minimarket itu. Lalu menyadari jika ….

Juniarth

Hello ... selamat datang di novel terbaru author. Ini adalah sekuel dari novel "Pinangan Jutawan Berkedok Seniman". Happy reading ...

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Juniarth
ini sekuelnya kak.
goodnovel comment avatar
lemontree
kk....lanjutannya luis lewis g up...mala up lsin judul
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian,

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya, membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Biar koper Bu Ralin

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pengakuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia harus lebih banyak

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, akhirnya seorang lelaki yang masih memakai kemeja kerja formal tiba di rumah Lewis. Dia kemudian menunduk dengan hormat pada sang tuan lalu memandang Ralin. Lalu mengeluarkan sebuah cardlock dari saku dan mengulurkan dengan begitu sopan menggunakan kedua tangan. "Permisi, ini cardlock kamar anda. Nanti anda cukup menunjukkan kartu identitas dan cardlock ini pada resepsionis."Ralin menerimanya dengan dua tangan pula lalu menatap Lewis."Terima kasih banyak, Pak Lewis. Semoga kebaikan anda dibalas berkali-kali lipat. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya kalau tidak bertemu anda.""Sama-sama, Bu Ralin. Saya juga tidak tahu bagaimana nasib Levi kalau tidak ditemukan Bu Ralin."Karena hari semakin malam dan harus segera mengambil barang-barangnya yang telah Emran letakkan di halam rumah, Ralin segera undur diri. Dia menghampiri sopir Lewis yang masih berada di teras rumah lalu meminta bantuannya untuk menurunkan koper dari bagasi. Jam hampir

    Last Updated : 2025-01-27
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Cinta Boleh, Bodoh Jangan

    Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.“Tisyu.”Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.“Terima kasih, Pak.”“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.Bayangan Emran telah

    Last Updated : 2025-02-01
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

    Last Updated : 2025-02-02
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

    Last Updated : 2025-02-06
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Pelakunya Adalah ....

    "Maaf, Bu Ralin, ini saya, baby sitternya Den Levi."Mendengar nama Levi, kesedihan Ralin berubah menjadi penasaran."Ya? Kenapa?""Maaf, Bu, Den Levi tidak mau makan dan mengacaukan isi rumah. Dari tadi Den Levi terus bilang bu guru bu guru terus. Saya tidak tahu harus minta tolong siapa kalau bukan Bu Ralin."Kemudian Ralin teringat akan janjinya tadi siang sebelum Levi pulang sekolah. Ralin berjanji akan datang ke rumahnya dan tidak menyangka jika bocah laki-laki itu menanti kedatangannya.Karena Ralin tidak kunjung datang lalu Levi melampiaskannya dengan mengacaukan rumah. Bayangan Lewis yang lelah sepulang bekerja lalu melihat rumah berantakan dan memarahi Levi membuatnya tidak tega. "Saya mohon, Bu Ralin. Tolong bantu saya menenangkan Den Levi."Lalu terdengar seperti sebuah benda dari kaca terjatuh.Pyar!"Astaga, Den Levi!" Teriak baby sitternya.Lalu baby siter Levi pergi dan membiarkan telfon tersambung. Entah apa yang terjadi karena samar-samar Ralin bisa mendengar kekacaua

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   I Love You, My Heart

    Lewis berjalan lebih dulu kemudian diikuti Ralin. Sedang David berjalan di sisinya dan berbisik. "Semuanya akan baik-baik aja. Ingat, aku selalu ada di belakangmu, Lin."Ralin tersenyum dan mengangguk. "Thanks, Vid."Kemudian David kembali berbisik, "I love you."Blush!Ralin tersenyum dan salah tingkah dengan perbuatan David yang selalu manis dan di luar ekspektasinya. Lelaki itu nampak tegas, menakutkan, dan kurang bersahabat ketika mendampingi Lewis.Namun berubah tiga ratus enam puluh derajat jika bersama Ralin. David membukakan pintu untuk Ralin kemudian keduanya masuk ke dalam rumah. "Aku males ngadepin drama ini, Vid.""Aku nggak akan pulang sampai nganter kamu ke tempat yang baru."Kemudian Ralin menoleh, "Kamu yang cariin tempat itu?"Kepala David mengangguk, "Memangnya siapa lagi?""Kenapa kamu nggak bilang ke aku sebelumnya?""Karena aku tahu gimana kesalnya kamu kalau disuruh kembali kemari.""Lalu gimana caranya Den Mas tahu kalau aku pulang ke rumah orang tua?""Beliau

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Ketahuan!

    "Lewis bilang kalau dia kelepasan bicara karena emosi. Makanya dia nyusul kamu kemari karena mau minta maaf. Ya sudah, kalian bicara dulu aja. Masalah rumah tangga harus diselesaikan. Jangan berlarut-larut."Setelah Ayahnya pergi, di ruang tamu hanya menyisakan Ralin, Lewis, dan David. David duduk di sebelah Lewis dan terus memandang Ralin dengan sorot datar. Mulutnya diam tak berbicara sepatah kata pun. Namun tatapan matanya penuh makna menatap Ralin.Dia tahu jika saat ini Lewis lah yang paling berkuasa pada Ralin. "Vid, tolong tinggalkan kami." Perintah Lewis.Dengan patuh, David pun mengangguk. Meski hati dan kakinya seperti enggan meninggalkan keduanya. Ia hanya bisa menunggu di teras tanpa tahu apa yang akan Lewis katakan.Lalu Ralin menatap Lewis tanpa rasa takut karena tidak merasa bersalah. "Aku pikir kedatanganmu kemari ingin menyelesaikan kesepakatan pernikahan kita, Den Mas."Lewis hanya menatap Ralin lekat tanpa berbicara sepatah kata pun."Apa kita akan diam terus kaya

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Siap Dan Akan Menerimanya

    Lewis tidak berani menatap Ralin karena rahasia pernikahannya dengan Zaylin telah terbongkar. Padahal ia ingin menyembunyikan rahasia pernikahan itu sampai semuanya tepat untuk diutarakan. Namun Zaylin menyalahi kesepakatan. "Sekarang kamu udah tahu kan siapa aku?! Aku adalah Nyonya Lewis! Nyonya di rumah ini!" ucap Zaylin dengan bersedekap sombong. "Jadi, kamu jangan mbantah atau ngelawan ucapanku! Posisimu di rumah ini cuma baby sitter! Pengasuhnya Levi! Inget itu baik-baik!"Ralin kemudian mengangguk dengan hati terpatah-patah."Yang! Kita udah sepakat mau jaga rahasia ini, kan!?" Lewis mengingatkan. Padahal Lewis tidak mau Ralin terus dikonfrontasi tentang status pernikahan Lewis dan Zaylin."Kamu ngerasa nggak sih, Mas? Ralin tuh baby sitter yang nggak patuh sama majikannya. Sama kamu aja dia berani ngelawan kayak tadi. Gimana sama aku?""Kalau dia nggak dikasih tahu kita udah nikah, dia pasti jauh lebih berani! Udah bener aku kan kalau dia mending dipecat aja? Kamu malah ngga

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Sudah Menikah

    Begitu bel pintu apartemen berbunyi, Ralin langsung melepas celemek dan membukanya. "Hai, Vid.""Hai." David balas menyapa dengan wajah bingung.Setelah David masuk, Ralin segera menutup pintu lalu menuju dapur kembali. Waktunya menuangkan air panas ke dalam cappucino yang sedang ia buat. David memperhatikan meja makan mini yang sudah tersaji tiga jenis menu makanan yang menggugah selera beserta minumannya. Juga memperhatikan mimik wajah Ralin yang tidak terlihat sendu. Melainkan ada seulas senyum yang tersungging di bibirnya."Selesai. Kamu mau makan sekarang, Vid?"David justru menarik kursi dan menatap Ralin. Ia masih mengenakan kemeja kerja."Tumben kamu belum pulang, Lin? Ini hampir jam tujuh malam.""Kamu nggak suka aku di apartemenmu lebih lama?""Kalau bisa kamu di apartemenku aja setiap hari. Nggak usah pulang ke rumah Pak Lewis."Ralin tertawa lirih mendengar pengakuan David yang mirip sebuah rayuan gombal. "Oke, aku akan pulang sekarang."Ketika Ralin akan menuju sofa, D

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Lebih Baik Melepaskan

    "Masuk, Lin."Ralin datang dengan membawa beberapa camilan dan minuman ringan. Meletakkan kantong plastik itu di meja depan televisi. "Soft drink. Mau?"Kepala David mengangguk dengan terus menatap Ralin. Kemudian tangannya menangkap kaleng soft drink itu. "Tumben nggak berangkat kursus mendekati jam masuk, Lin?" Tanya David lalu meneguk minuman itu. "Di rumah sepi, Vid. Aku nggak punya teman ngobrol. Den Mas pergi liburan sama Zaylin dan Levi."Kepala David mengangguk membenarkan. "Sekarang, aku merasa kesepian gara-gara Levi nggak boleh sering-sering ketemu aku. Mending aku main ke apartemenmu aja."Ralin kemudian meneguk soft drink miliknya. "Apa kamu juga pengen liburan?"Kemudian Ralin menatap David. "Liburan kemana?""Dieng barangkali. Disana bagus."Belum pernah Ralin pergi ke tempat itu kemudian David menunjukkan pemandangan bagus Dieng melalui ponselnya. Seketika membuat Ralin berbinar namun senyumnya kembali pupus. "Aku kan ada jadwal kursus, Vid. Mana bisa?"Kemudian

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Satu Kamar Bersama

    "Masuk!"Kemudian Ralin menutup pintu ruang kerja dan berjalan mendekat. Lewis, pria itu sedang bersandar di meja kerja dan menatap Ralin tanpa keraguan. Begitu juga dengan Ralin, dia balas menatap Lewis seakan-akan tidak takut. "Kenapa kamu keluar dari kesepakatan?""Kesepakatan yang mana?"Lewis mendengus geli lalu berdiri di depan Ralin dengan wajah serius. Dan Ralin pun membalas tatapan mata tajam Lewis tanpa mundur satu langkah pun. "Jangan jadi kacang yang lupa sama kulitnya, Lin. Aku nyelametin hidupmu setelah diusir dan diperlakukan Emran dengan cara yang nggak baik. Aku kasih kamu tumpangan di rumah ini dan gaji yang lebih dari cukup setiap bulannya karena merawat dan mendidik Levi.""Terima kasih, Den Mas.""Tapi kenapa kamu lalai sama tugasmu? Kenapa kamu biarin Levi berubah nggak terkontrol?! Kenapa kamu biarin Zaylin kelimpungan sendiri ngurus Levi, heh?!"Jadi, Zaylin masih membiarkan Lewis tenggelam dalam kesalahpahamannya. Atau justru dia makin membuat Lewis salah pa

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Beliau Menunggu Di Ruang Kerja

    Levi menangis dan memporak-porandakan makanannya di atas meja makan. Dan Zaylin berada di sampingnya berusaha menenangkan namun Levi menolak sentuhan dari ibu kandungnya itu. Ketika Ralin tiba di ruang makan, sorot mata Lewis begitu tajam menatapnya. Pria itu tetap duduk di kursi makan yang biasa ia tempati tanpa berusaha membantu Zaylin menenangkan Levi. "Apa kamu mau tetap diam disitu dan jadi penonton setia?!"Mendengar sindiran Lewis, kemudian Ralin melangkah lebar menghampiri Levi.Bocah itu menangis dengan air mata meleleh di pipi dengan kedua tangan terulur. Ia ingin dipeluk dan didekap Ralin. Tanpa mengucapkan permisi pada Zaylin, tangan Ralin langsung menggapai Levi. Mengangkatnya untuk digendong lalu mengusap rambutnya. "Cup, sayang."Ceceran nasi dan lauk yang ada di atas piring Levi ada di atas meja dan lantai. Bahkan sebagian lagi ada yang mengotori seragam sekolah Levi yang berwarna putih.Entah apa yang terjadi sampai membuat Levi menangis. Lalu mata Ralin menatap me

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kamu Butuh Aku

    Ralin beruntung menempati kamar baby sitter yang berada di belakang. Setidaknya, dia tidak bisa mendengar tangis Levi atau melihat gaya mendidik Zaylin yang menurutnya kurang sesuai. "Hah ... dia itu ibunya. Dia paling tahu apa yang terbaik buat Levi. Kenapa aku berani-beraninya menjudge Zaylin nggak becus?!"Untuk mengusir pikiran buruknya pada Zaylin, kemudian Ralin menuju dapur. Tiga asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan sarapan kemudian mengangguk hormat. "Selamat pagi, Den Ayu Ralin."Ralin langsung meletakkan telunjuk di depan mulut lalu mendekati mereka. "Jangan panggil aku Den Ayu. Panggil aja Ralin."Ketiganya saling tatap karena merasa sangat tidak sopan jika memanggil Ralin dengan nama saja. Sedangkan sudah jelas jika dialah Nyonya di rumah ini. "Apa ada yang bisa aku bantu?"Salah satu asisten yang sedang menata lauk kemudian menatap Ralin. "Den Ayu, kami masih memiliki sopan santun untuk tidak memanggil anda dengan begitu tidak sopan.""Panggil saja Bu Ralin. Ka

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tak Mungkin Sanggup Bersaing

    Cinta itu buta kalau berada pada hati yang salah. Lalu membuat seseorang menjadi terluka. Bukan untuk dihujat atas kesalahannya. Melainkan karena dengan luka itu kemudian seseorang akan berubah menjadi versi terbaik dirinya. "Lin, bisa bicara bentar?" ucap David.Kebetulan Ralin berada di rumah dan beberapa hari ini menyibukkan diri seperti mood yang diinginkan. Lalu David mengajaknya berbicara empat mata di taman rumah megah Lewis. "Masih sibuk baca-baca buku tentang hairdressing?" Tanya David dengan duduk di sebelahnya. "Iya. Kenapa?"David tahu apa saja kesibukan Ralin karena hampir setiap waktu ia tidak pernah melepas komunikasi dengan istri main-main tuannya itu."Nggak apa-apa. Oh ya, Den Levi pulang dari rumah sakit hari ini."Kemudian Ralin menoleh dan menatap David."Oh ... syukurlah dia udah sembuh. Pulang jam berapa?""Siang ini.""Kalau siang ini kenapa kamu nggak barengan sama mereka aja? Kok malah kesini sendirian?"David membalas tatapan Ralin dan berucap ... "Karen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status