Marie, si gadis polos yang tidak disangka-sangka, nyatanya menjalin hubungan diam-diam dengan seseorang yang mempunyai kedudukan paling tinggi fi sekolah. Siapa lagi jika bukan pemilik sekolah tempat ia mengemban pendidikan. Bersama pria itu, Marie belajar banyak hal. Banyak pengalaman manis dan pahit yang menjadi proses pendewasaan dirinya. Lika-liku percintaan mereka pun tak semulus kelihatannya. Marie baru tahu, ketika ia sudah memutuskan untuk menjatuhkan pilihan pada seseorang, ia sudah siap akan segala konsekuensi yang ia terima ke depannya. Baik yang mampu menghangatkan hatinya, atau justru membuatnya patah hingga tak bersisa.
View More"STOP!!!"
Refleks Ferran dan Evan berhenti ketika tiba-tiba seorang gadis berseragam SMA menghalagi jalan keduanya dengan merentangkan kedua tangan.
Ferran mengernyitkan keningnya, memerhatikan gadis itu dari atas sampai bawah.
Gadis SMA itu berpenampilan lucu dengan rambut kuncir dua yang dihiasi pita merah muda cukup besar, namun tidak mengurangi kecantikan gadis blasteran beriris hijau itu.
Gadis itu tidak sendiri, dia bersama dua temannya.
"Kamu bernama Ferran?"
Ferran tidak menjawab, dia hanya melipat kedua tangannya di dada. Menatap jengah gadis kekanak-kanakkan di depannya.
"Sil, bener gak dia orang?" Bisik gadis itu pada seorang temannya yang masih bisa didengar jelas oleh Ferran, mengurangi kemalasannya karena polah polos gadis itu.
"Benar sekali nona manis, lelaki tampan di depan kamu bernama Ferran. Kamu ada perlu dengannya?" Timbrung Evan yang juga bisa mendengar bisikan keras dari gadis di depannya.
Gadis itu mengernyit, memerhatikan Ferran dari atas sampai bawah, seperti sedang menelisik untuk memberikan penilaian apa yang di katakan oleh Evan yang menyebut dirinya tampan.
Ferran mengangkat kedua alisnya kembali dengan mengulum senyumnya. Gadis di depannya adalah gadis paling normal yang pernah Ferran temuinya. Ferran melirikan matanya pada kedua teman gadis itu yang sesekali mencuri pandang dengan kagum, perhatian yang sudah ia biasa dapatkan.
"Begini aku Marie,-" Gadis itu mengulurkan tangannya, dengan santai Ferran menerima uluran tangan Marie.
"Marie!! kita ke sini buat ngelabrak bukan kenalan!" protes salah satu temannya pada gadis itu.
"Siapa yang mau kenalan? Marie kan cuma ngasih tau nama Marie." kilah Marie polos, dengan sadar atau tidak kalau tangannya sedang saling menggenggam dengan tangan Ferran.
Ferran menggeleng pelan melihat tingkah tidak jelas gadis di depannya.
"Tapi tangan lo bikin lain cerita!" kata seorang teman lainnya, dan dengan kompak menarik tangan Marie di gemgaman tangan Ferran yang dibantu temannya yang lain.
Marie menoleh cepat. Rautnya berubah gugup tapi gadis itu segera menyembunyikannya. Ferran tersenyum. Memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Kamu tidak mau kenalan juga sama saya? Saya Evan, teman Ferran." ucap Evan sambil mengulurkan tangannya pada Marie.
"Enggak mau." tolak Marie lembut.
"Kenapa?!"
"Ih siapa juga yang mau kenalan. Marie tuh ke sini cuma mau ngelakbrak temen kakak." terang Marie yang membuat kedua temannya tampak frustasi.
"Kenapa kamu mau ngelabrak Ferran?!"
"Ih kepo!" gerutu Marie. Evan tertawa.
"Habis kamu cantik, bikin kepo." sahut Evan dengan mengedipkan matanya. Marie melotot tidak nyaman. Ferran menarik tangannya dalam saku celana untuk meninju pelan pinggang Evan. Evan tertawa mendapat reaksi tidak terduga seperti dari Ferran.
"Ada apa? Bisa cepat?" tukas Ferran ketika Marie akan meladeni kata-kata Evan lagi.
Marie menoleh cepat pada Ferran.
"Begini," Marie mengangkat dagunya cukup tinggi, ekspresinya sangat lucu.
"Kenapa Kakak nolak temen Marie?"
Ferran mengerutkan keningnya tidak mengerti,
"Kakak tau, temen Marie sampe nangis seharian, tidak mau makan, tidak mau sekolah karena sakit hati ditolak cintanya sama kakak. Terus Kakak juga nolaknya tidak berperasaan dengan mengusirnya dari apartemen Kakak. Memangnya Kakak siapa? Ngerasa paling ganteng?-"
Gadis itu kembali memerhatikan Ferran dari atas sampai bawah.
"Iya sih Kakak ganteng, tapi temen Marie jauh lebih cantik,-"
"Dia kan perempuan, pasti saya kalah cantik." sela Ferran.
"Ihh bukan itu maksudnya!"
"Terus...?!" tanya Ferran lembut, matanya menatap geli pada Marie.
"Maksud Marie, temen Marie terlalu cantik buat kakak." sahut Marie gemas.
"Jadi menurut kamu, saya harus menerima teman kamu jadi pacar saya?!" todong Ferran yang sudah mengerti arah pembicaraan gadis di depannya.
Marie menggeleng cepat. Kemudian menggangguk cepat ketika menyadari kepalanya menggeleng.
Ferran pun tertawa,
"Pulang sana. Sudah sore." ucap Ferran sambil mengusap lembut puncak kepala Marie.
Sontak saja ucapan dan sikap lembut Ferran pada Marie membuat kedua temannya melebarkan mata tidak percaya. Sementara ketiga gadis masih tertegun, Ferran meneruskan langkahnya menuju mobilnya yang diikuti Evan yang sedang terkekeh karena sikap jahil Ferran yang sudah membuat baper anak gadis orang.
Ferran membuka pintu mobilnya, namun sebelum masuk, lelaki itu membalikkan badan menatap Marie.
"Marie,-" panggilnya.
Marie dan kedua temannya pun menoleh ke arah Ferran.
"Meskipun saya tidak ingat teman kamu yang nembak saya, tapi saya yakin kamu lebih cantik dari dia." tandas Ferran dengan bibir melengkung manis.
Marie melotot mendengar pujian frontal Ferran. Ferran terkekeh pelan, menggeleng-gelengkan sedikit kepalanya lalu masuk ke dalam mobilnya.
"Cantik heuh?" goda Evan meninju bahu Ferran setelah Ferran melajukan mobilnya.
Ferran tidak mengacuhkannya, matanya melirik pada kaca spion memerhatikan Marie yang kini sedang direnteti pertanyaan oleh kedua temannya. Ferran tersenyum puas, lalu meluruskan kembali pandangannya ke depan.
"Kondisi Marie semakin memburuk. Kita bisa kehilangan dia kapan saja. Aku benar-benar turut menyesal, Ferran." "Apa yang harus kulakukan untuknya?! Aku tidak ingin kehilangan dia, Kak." "Bahagiakan Marie di sisa waktunya. Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang." Ferran menaikan dasinya sampai terpasang rapi di leher kemejanya. Mengambil sebotol minyak wangi favoritnya, lalu menyemprotkan ke sekitar jasnya barunya. Tidak hanya jas, semua pakaian dan sepatu yang dikenakannya hari ini semua baru. Setelah dirasa penampilannya sudah sangat rapi, Ferran memutar tubuh, berjalan keluar dari kamarnya.  
"Papa,-" Liam menengadahkan wajahnya ke atas, mencegah air matanya agar tidak turun. Menarik napas dalam sebelum menimpali ucapan lemah dari putrinya yang sudah siuman setelah beberapa hari tidak sadarkan diri pasca operasi. "Papa kamu baik-baik saja. Operasinya berhasil. Kamu berhasil menyelamatkan Papa Dion." Liam mencoba menampilkan senyum bersahajanya pada Marie. "Syukurlah..." bisik Marie. "Badan Marie sakit semua," keluh Marie dengan kedua sudut mata mengeluarkan air matanya.
Ferran memandangi pemandangan di depannya, di rooftop rumah sakit. Ia tengah menunggu. Menunggu Marie yang sedang melakukan operasi transplantasi hati pada Dion. Operasi sudah berlangsung selama hampir 5 jam, Axel mengatakan operasi yang di lakukan Marie dan Dion bisa berlangsung selama 6 sampai 12 jam. Ferran tidak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk operasi antara Marie dan Dion, yang ia butuhkan kabar kalau operasi berhasil dan Marie-nya baik-baik saja. "Aku mencari kamu ke mana-mana,"
Ferran memperhatikan dengan seksama orang suruhannya yang sedang berbincang dengan Liam di depan pintu kamar inap milik Marie. Tak lama kemudian Liam pergi bersama dokter gadungan suruhannya itu. Ferran cukup bersyukur malam ini Marie hanya di jaga oleh Liam. Liam cukup pengertian, meskipun Ferran tau lelaki paruh baya itu sedang di kecoh oleh dirinya. Ferran keluar dari persembunyiannya setelah Liam sudah menghilang dari pandangannya. Dia pun berjalan dengan cukup tenang menuju kamar inap Marie. Ferran membuka pintu secara perlahan. Menutupnya dan menguncinya dari dalam. Bahkan Ferran mencuri kunci cadangan ruang inap Marie t
Ferran terus menghisap rokok di tangannya dengan pikiran yang tidak menentu. Entah sudah berapa batang rokok yang dia hisap, sampai asbak di depannya penuh. Ferran tersedak asap rokoknya sendiri. Dia terbatuk dengan memegangi dadanya. Kemudian tiba-tiba ada yang menyodorkan segelas air padanya. Ferran tidak langsung menerimanya, dia melirikan matanya pada si pelaku. Axel. Ferran pun menerima gelas tersebut lalu meminumnya. Axel mendudukkan dirinya di seberang Ferran.
"Hallo," "Kamu di mana? Sudah berjam-jam aku menunggu kamu pulang, Marie." todong Samuel begitu Marie mengangkat telepon darinya. "Marie masih sama Ferran,-" aku Marie dengan jujur. Dia melirikan matanya pada Ferran yang terlihat fokus menyetir. Tidak terpengaruh oleh Marie yang tengah menerima telepon dari Samuel. "Sebentar lagi Marie pulang kok. Maaf ya Kak..." Marie mendengar Samuel menghela napasnya dengan berat. &nb
Sampe segitunya lo nyari perhatian papa sama kakak angkat lo? Sampe-sampe lo mamfaatin Pak Ferran?" Marie tersenyum kecil. Namun tanpa ke empat gadis itu sadari, Ferran berada di belakang mereka. Ferran tersenyum kecut, kemudian dia berbalik, mengurungkan niatnya untuk makan bersama Marie dan teman-temannya di kantin. ____________________________________________________________________________________ Marie menggeleng, "Marie emang manfaatin Ferran buat mancing marahnya kak Shirin sama papa Dion,- tapi Marie
"Kamu masih belum ingin bicara padaku?" Ferran menoleh pada Marie yang berada di sampingnya. Mereka berdua sedang berada di dalam mobil Ferran. Pagi-pagi sekali Ferran menjemputnya dengan membawa sekantong roti dan susu untuk opa Handoko. Dan kakek tua itu langsung melempar paper bagnya karena menurutnya Ferran membawa makanan untuk orang sakit, dan sama saja mendoakan dirinya cepat mati. Namun Ferran tidak menghiraukan sikap kakek tua itu atau menyanggah semua omongan opa Handoko. Ferran sedang malas berdebat, lebih memilih menyambar tangan Marie lalu menyeretnya ke dalam mobil. Marie tidak menyahut. Gadis itu memang masih ma
68Ferran, Shirin, Evan dan teman-temannya sedang berada di sebuah Club malam untuk merayakan ulang tahun salah satu teman mereka yang berprofesi sebagai model. "Cho, Nicholla gak dateng?" Tanya Erick salah satu temannya. "Udah tobat ke tempat ginian dia." jawab Ferran dengan asal sembari merogoh ponsel di saku celananya. Yang pasti, Nicholla tidak datang karena adiknya itu memang jarang bersosialisasi, dan hanya akan datang ke pesta yang menurutnya mewah. Ketika Ferran dan Evan mengajak Nicho
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments