"Jadi misi kalian buat ngelabrak Ferran gagal?"
"Gatot alias gagal total!" sahut Sisil.
"Lo semua emang gak bisa diandelin!" hardik Shella si ketua genk. Menatap satu persatu ketiga temannya, Marie, Sisil dan Icha secara bergantian. Mereka bertiga sedang berjalan menuju kantin.
"Ini semua gara-gara Marie. Bukannya ngelabrak malah kenalan." tukas Icha.
Shella langsung menyorot tajam pada Marie meminta penjelasan.
"Marie gak minta kenalan kok cuma ngasih tau nama aja,-"
"GAK ADA BEDANYA Marie ALEXANDRIA!!" teriak Icha dan Sisil bersamaan.
Marie mendesah, "ya udah maaf."
"Mentang-mentang Ferran cakep, lo langsung gatel minta kenalan?" tuduh Sisil.
Marie menggeleng keras, "enggak gitu konsepnya kok Shell. Marie gak gitu..." sanggahnya dengan suara lemah.
"Kayaknya Ferran yang naksir Marie deh, Shell." celetuk Icha sedikit memberikan pembelaan ketika melihat Marie terpojok.
Refleks Shella berhenti, begitu pun dengan ketiga gadis lainnya yang ikut berhenti.
"Maksud lo?!" Shella menatap runcing pada Icha,
"Pala si Marie dielus mesra." timbrung Sisil.
"Terus dia bilang Marie lebih cakep dari lo."
"Fakta sih itu mah." sergah Sisil cepat, menimpali ucapan Icha. Shella menoyor kepala Sisil, Sisil menyengir polos.
"Marie kan emang paling cakep dari kita berempat."
Kali ini Shella menoyor kepala Icha, Icha dan Sisil menggaduh karena kepala mereka terbentur.
"Sakit, Shell."
Shella tidak menggubris, ia menatap pada Marie dengan tatapan menelisiknya. Marie menyunggingkan senyum tipisnya, ia tidak tau harus bersikap bagaimana kalau teman-temannya sedang memojokkan seperti sekarang.
Shella menghela napas.
"Alasan utama kenapa dia masuk genk kita karena dia emang paling cakep di sekolah. Gue gak bisa nampik itu." ucap Shella kemudian, cewek itu melanjutkan langkahnya lagi. Begitu pun ketiga gadis lainnya.
"Shella jangan salah paham ya sama Marie, kayaknya Ferran cuma maen-maen kemarin."
Shella tidak menggubris.
"Shella marah ya?!"
"Gue cuma kesel. Kenapa harus lo sih Marie yang dipuji Ferran?! Jadinya gue gak bisa marah!"
Senyum di bibir Marie melebar, "makasih ya Shella."
Marie menghampiri Shella memeluk sang ketua genk dari samping.
"Hmm..." Shella mengelus-ngelus puncak kepala Marie.
"Mana bisa kita marah sama lo, Marier. Lo nya sendiri gak bisa marah orangnya."
"Makasih ya, Cha."
"Lo juga pasrahan orangnya, jadi kita kadang gak tega marah sama lo. Padahal gedek."
"Iya Sil, makasih ya."
"Iya... Tapi lo harus ngasah emosi lo kali-kali, Marie." kata Icha.
"Setuju. Biar gak bego. Baik sih good attitude, tapi kalo kebaikan jadi oh God bloonnya." sergah Sesil menasehati.
"Iya Icha, Iya Sesil." Marie menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian. Icha yang berdiri di samping Marie mengusap puncak kepala Marie layaknya pada anak kecil.
"Btw, Shella kenal Ferran di mana?" tanya Marie setelah melepaskan pelukannya dari Shella dan menggandengan lengannya.
"Di tempat karaoke. Gue sih gak heran kalo Ferran nolak Shella, wong dia dulu lagi gandeng cewek. Cakepp lagi,-"
Marie menghela napas berat tidak lagi mendengar celotehan teman-temannya yang sedang membicarakan Ferran dan teman perempuannya. Bagaimana mesranya mereka, bagaimana cantiknya perempuan yang digandeng oleh Ferran. Marie hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.
"Shella gak diapa-apain kan sama Ferran?" tanya Marie kemudian,
"Enggak. Dia tau kalo gue murid Pelita makanya ditolak mentah-mentah. Dia anaknya Pak Aldrich btw."
"Pak Aldrich pemilik sekolah?!" tukas Marie cepat. Rautnya terlihat terkejut. Ketiga temannya kompak mengangguk sambil nyengir.
"Cuma lo yang gak tau kalo Ferran anaknya Pak Al, makanya kita nyuruh lo buat ngelabrak soalnya gue sakit hati ditolak. Lo gak marah kan Marier?"
Marie menarik napas. "Enggak kok." Marie menggeleng dengan senyum manis di bibirnya.
"Lo ngerasa dimanfaatin kita gak?"
"Enggak kok." Marie kembali menggeleng tanpa menghilangkan senyumnya.
"Terbaik emang." Shella merangkul pundak Marie.
"Shella kan sahabat Marie," Marie menjeda, "kalo boleh saranin, mending Shella cari cowok lain, siapa tau dapet yang lebih baik dari Ferran."
"Bener juga sih. Kalo gue deketin Eza, boleh gak Marie?" Shella melirik pada Marie.
Eza adalah cowok yang sedang pedekate sama Marie. Cowok seangkatan, ganteng, pintar, salah satu cowok terkenal, dan wakil ketua sebuah genk onar di Sekolah, bernama Blackcard. Tapi diantara teman-teman genknya, bisa dibilang Eza paling baik.
"Kalo Eza nya suka, gak pa-pa kok. Eza juga baik. Cocok sama Shella."
Sesil dan Icha mengangguk setuju.
"Terus lo gimana? Emang gak suka sama Eza?"
"Marie cuman nganggap Eza teman kok, gak lebih."
"Syukur deh kalo gitu, gimana pun gue gak mau nikung temen." Shella menjeda, "entar malam gue mau ajak Eza nonton kalo gitu."
"Lo mau langsung tembak si Eza?" tanya Icha antusias.
Perjalanan keempat gadis itu ke kantin pun dipenuhi dengan cerocosan mereka tentang cowok incaran Shella yang baru itu. Marie pun memberikan wejangan pada Shella apa saja kesukaan Eza termasuk sikap Eza selama mendekatinya.
Kemudian mereka berempat sampai di area kantin yang sudah ramai oleh murid yang sedang istirahat.
Keempat nya mengantri membeli makanan sesuai selera masing-masing, sampai....
BRUKK
"KALO JALAN PAKE MATA BEGO!" bentak Shella pada salah satu murid perempuan yang tidak sengaja menabraknya.
"Maaf Shell, aku gak sengaja."
Amanda, salah satu murid paling nerd di kelasnya tertunduk takut. Nasi goreng dan jus milik Shella sudah berserakan di lantai. Sebagian tumpah di seragam cewek populer itu.
"Maaf maaf. Lo kagak liat kalo ada gue?! Liat kan baju gue kotor ketumpahan jus!"
Tiba-tiba Shella merebut mangkuk batagor yang ada di tangan Amanda, lalu menumpahkannya tepat di dada cewek nerd itu.
"Dasar tolol!" Shella menoyor kepala Amanda sebelum menuju mejanya.
"Beliin makanan buat gue lagi, Sil!" perintah Shella pada Sesil. Mood Shella yang sedang baik oun berubah menjadi horor gara-gara Amanda.
Sesil menurut, menoyor kepala Amanda saat melewati gadis malang itu yang masih bergeming di tempat, menatap datar batagornya yang jatuh berserakan di lantai.
"Emang goblok tuh si cupu!" gumam Icha sambil berlalu menuju meja biasa tempat mereka makan, menyusul Shella yang pergi terlebih dahulu.
Marie yang tengah selesai membeli makanannya, menghela napas berat melihat tingkah teman-temannya. Di luar genk, ketiganya memang sangat kasar, berkuasa dan disegani. Kalau dari pihak cowok ada Blackcard, maka di pihak murid perempuan ada Genknya mereka, Genk Black P.
"Mang, nasi goreng sama jus strawberry nya satu lagi ya. Nanti Marie ambil." pesan Marie kemudian.
"Iya Neng."
Marie berjalan menuju meja teman-temannya. Tapi di tengah jalan dia berhenti. Tepat di depan Amanda yang masih terdiam dengan sesekali mengusap air matanya. Cewek itu pasti malu, di perlakukan kasar seperti tadi di depan umum.
"Manda, tolong pegangin ini." pinta Marie pada cewek berkepang dua dan berkacamata tebal itu.
Tanpa kata, Amanda menurut dengan memegangi nampan milik Marie.
Marie mengambil saputangan di sakunya. Lalu dia membersihkan batagor di dada Amanda.
"Gak usah, Marie. Nanti teman-teman kamu malah makin gak suka sama aku kalau kamu baik sama aku."
Marie tersenyum. "Enggak bakal kok, tenang aja."
Tak berapa lama kemudian, Marie selesai membersihkan batagor di baju Amanda.
"Manda pake jaket aja, biar gak keliatan bekas bumbunya."
"Makasih ya Marie." Amanda menaikan tatapannya pada Marie.
"Itu buat Manda, Marie lagi pesen lagi kok." kata Marie ketika Amanda akan memberikan nampan di tangannya.
"Gak usah, Marier."
"Udah makan aja. Maafin Shella dan yang lainnya ya Man." tukas Marie. Lalu ia berjalan menuju tukang nasi gorengnya lagi tanpa menunggu tanggapan Amanda.
"Marie OH GOD BLOONNYA!!" teriak Shella dan Icha di meja, menatap gemas pada sikap 'mulia' Marie pada Amanda.
Marie tidak menghiraukan celaan kedua sahabatnya, ia tetap mengantri. Bahkan ia tidak memedulikan suasana kantin yang tiba-tiba senyap.
Marie berbalik cepat ketika tiba-tiba mendapatkan sebuah elusan lembut di puncak kepalanya. Matanya langsung melebar ketika melihat pelakunya.
"I'm so proud of you." gumam Ferran dengan senyum hangat di bibirnya.
Ya, yang baru saja membelai Puncak kepalanya adalah Ferran. Lelaki yang dilabraknya kemarin, yang ternyata anak dari pemilik sekolah.
Marie membeku di tempat, menatap segan pada lelaki itu. Ferran tersenyum kecil, lalu mengambil sebotol air mineral dan memberikan selembar uang pada pedagang tanpa mengambil kembaliannya. Kemudian lelaki itu pergi begitu saja tanpa menghiraukan Marie yang masih terkesima di tempat.
Bubar sekolah, Marie langsung menuju ruang guru untuk menemui guru matematikanya Bu Avi. Ia kabur dari teman-temannya yang sejak istirahat, selama jam pelajaran membahas sikap Ferran di kantin. 2 kali lelaki itu kedapatan mengelus puncak kepalanya. Yang terparah di kantin tadi, disaksikan oleh hampir seluruh murid di sekolah. Marie mendengkus dalam hati, kenapa lelaki itu harus bersikap seperti itu di depan banyak orang?! Genit! Ketika sampai di ruang guru, Marie segera mengatur napasnya. Ia memang mengerahkan seluruh tenaganya untuk melarikan kakinya. Kenapa ia melarikan diri ke ruang guru karena Marie terkena remidi lagi. Kali ini masih mending nilainya 3, bukan bebek lagi.
Marie berjalan sendirian sepulang sekolah. Ia tidak bisa naik angkot karena tidak memiliki uang. Uangnya habis dipinjam oleh teman sekelasnya untuk ongkos pulangnya dia. Kasihan. Tapi ternyata Marie sedang sial. Ia berusaha menelepon papanya minta di jemput, tapi tidak diangkat. Mungkin papa sangat sibuk. Ia menelepon mamanya, lagi arisan. Kemudian alternatif terakhir, Marie menelepon kakaknya, tapi ternyata kakaknya masih ada kelas di kampusnya lalu menyuruhnya untuk ke sana. Terpaksa Marie menuju kampus kakaknya, Shirin. Jaraknya lumayan, 2 km dari sekolahnya. Masih mendinglah, daripada harus pulang berjalan kaki ke rumah yang berjarak 10 km. Bisa-bisa Marie ngesot nyampe rumah.
Marie dan Ferran menghabiskan waktu libur mereka di apartemen milik Ferran, seperti biasa. Mau bagaimana lagi, Marie tidak ingin mengekpos hubungan mereka berdua. Kalau pun mereka kencan di luar hanya untuk sekedar nonton atau karoke untuk menghabiskan waktu berdua, mereka pun akan berjalan terpisah. Biar tidak masuk lambe turah kata Marie. Ferran hanya bisa mangut. Bagaimana lagi, ia sudah menjadi bucin-nya Marie Alexandria. Si polos yang menggemaskan. Ferran sedang bermain video game sembari tiduran di sofa dengan Marie di pelukannya. Yang diawasi oleh Marie, si anak asuh memperhatikan di bawah kakinya dan Marie. Kucing yang menjadi saksi pertemuan pertamanya
Marie baru memasuki sekolah. Ia mengernyit ketika mendapati mading sekolah dipenuhi oleh siswa. "Pantes aja ya si Amanda bisa sekolah di sini. Ternyata anak rampok!" "Najis banget gak sih, kita satu sekolah sama anak penjahat?" "Bukannya si Amanda dapet beasiswa ya di sini?" "Bodolah masalah itu. Yang penting gue kagak ridho sekolah kita di sekolahin sama anak rampok."
'Aku tunggu di gang block D deket sekolah. Sekarang.' Marie memasukan HP-nya ke dalam saku hoodie -nya. Marie celingak celinguk melihat sekitar. Aman. Marie pun berjalan menuju lokasi yang dikirim oleh Ferran. Marie tersenyum saat melihat sebuah mobil rover hitam ber-plat B 1C-RY. Kalau ada yang ngeh plat mobil Ferran adalah namanya, C-RY (Marie) sedangkan angka 1. Katanya Marie nomer satu di hidupnya. F
8 Nilam memerhatikan kedua putrinya dengan kening mengernyit. Putri sulungnya, Shirin terlihat bersemangat dan berseri-seri. Anak itu pun menyantap makanannya dengan lahap, biasanya Shirin selalu makan sesuai takaran yang di anjurkan oleh agensi model tempatnya bernaung. "Shirin, kamu sudah tidak diet lagi?" tanya Nilam dengan semringah, akhirnya anak sulungnya bisa terlepas dari bahaya anoreksia. "Sekali-kali, Ma. Shirin lagi happy." Senyum Nilam sedikit memudar, tapi hatinya senang melihat
Hari ini pak Samsul Sang Guru kimia yang killer tidak mengajar. Kabarnya istrinya sedang sakit. Pelajaran pun bebas. Jadi kelas XI IPA 2 sangat ribut sekali dengan kegiatan masing-masing. Ada yang bermain gitar, bernyanyi tidak karuan, menari di atas meja, atau bergosip sembari makeup-an. Contohnya Shella, Icha dan Sesil, mereka sangat asyik memamerkan alat make up yang baru dibelinya. Sedangkan Marie, hanya mencorat-coret buku tulisnya sembari sesekali menimpali cuapan sahabat-sahabatnya itu sekenanya yang membuat kesal mereka. Akhirnya ketiga gadis itu pun memilih tidak mengacuhkan Marie yang sedang badmood. Tiba-tiba, tanpa permisi segerombolan siswa dari kelas lain masuk dengan angkuh. Kelompok siswa kaya. Sudah biasa seperti itu di Pelita. Sekolah ini m
Ferran sedang terdiam di balkon studio miliknya sembari mengisap sebuah rokok dengan memandangi lampu kota. Pikirannya menerawang. Sudah beberapa hari dia hampir tidak menemukan senyum tulus dari gadisnya, bersamaan dengan beredarnya foto skandal dirinya dan Shirin yang mencuat di media. Apa Marie mengetahui perselingkuhannya dengan Shirin? Tidak. Tidak. Tidak. Marie pasti tidak tau, gadisnya hanya sedang badmood seperti yang dia katakan. Ini juga bukan kali pertama Marie-nya bersikap aneh seperti ini. Tapi.... Perkataannya dia kemarin sangat tidak biasa. Secara tidak langsung Marie meminta putus dengan wajah.... Sendu. Bukan dengan cara polos seperti biasa.