Share

Tidak Sengaja Bertemu Dia

Author: Juniarth
last update Last Updated: 2025-01-25 23:53:11

“Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”

Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.

“Tunggu!” Ralin berseru.

Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.

“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.

“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.

“Aku gurunya. Ini muridku.”

Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.

“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.

“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- “

“Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”

Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian, Ralin segera membayar snack-snack yang dimakan Levi. Sambil berpikir bagaimana ceritanya Levi bisa terpisah dari orang tuanya.

Ralin kemudian memastikan keadaan sekitar minimarket namun tidak ada seorang pun yang mencari Levi.

Levi, bocah laki-laki berusia enam tahun dengan gangguan spektrum autis itu masih saja merengek pada Ralin ketika melihat deretan coklat di depan meja kasir. Setelah selesai membayar, Ralin mengajak Levi duduk di kursi teras minimarket dengan membawa sebotol air putih.

“Levi, jangan makan coklat. Nanti perutnya sakit.”

“Coklat!” Bentaknya lalu memanyunkan bibir.

Sebagai guru yang terbiasa bersama dengan anak-anak spesial seperti itu, Ralin tidak kehilangan akal untuk membujuknya agar tidak meminta coklat.

Dia berusaha tetap tenang karena Levi membutuhkan waktu lebih lama untuk meredakan emosinya.

Ralin melihat ada potongan beberapa buah siap makan di etalase lalu segera membelinya. Lengkap dengan satu kotak tusuk gigi. Lalu meletakkan potongan buah itu di atas meja dan mulai menghiasnya dengan menancapkan beberapa tusuk gigi hingga berbentuk seperti landak.

“Ini ada pepaya sama melon. Manis kayak coklat. Cobain ayo.”

Ralin mencicipinya sedikit lalu menyodorkan pada Levi yang langsung melengos dengan wajah cemberut.

Tapi Ralin tidak putus asa dan paham sekali menangani anak-anak seperti Levi. Hingga Levi akhirnya mau memakannya meski tidak banyak. 

Setelah emosi Levi terkendali dan kondusif, Ralin mulai mengajaknya berbicara meski jawaban yang keluar sangat terbatas..

“Levi, tadi kok bisa sampai sini?”

Kepalanya hanya menggeleng dengan mata sayu. Ternyata Levi mulai mengantuk.

“Papa sama Mama dimana?”

Levi jusru merebahkan kepalanya di atas meja. 

Rupanya ia tidak takut sekalipun terpisah dari keluarganya. Beberapa menit kemudian, matanya terpejam dengan rambut lurusnya tertiup hembusan angin siang.

Ralin menghela nafas lalu menatap kopernya karena baru saja diusir oleh Emran dan selingkuhannya. Dan sekarang, ia justru bersama salah satu murid spesialnya terpisah dari keluarga.

Andai Ralin memiliki tempat tinggal, pasti akan membawa Levi ke tempatnya sementara waktu.

Dari pada melaporkan hal ini ke pihak kepolisian, Ralin justru menghubungi pihak sekolah dan bertanya nomer ponsel keluarga Levi. 

“Lho, gimana Levi bisa sama Bu Ralin? Padahal hari ini Levi izin nggak masuk karena ada acara keluarga,” ucap kepala sekolah.

“Saya tidak sengaja bertemu dengannya.”

Setelah mendapat nomer wali Levi, Ralin segera menghubunginya. Namun sayangnya, tidak ada jawaban!

Helaan nafas panjang keluar dari bibirnya kemudian tidak memiliki cara selain menggendong Levi dan menggeret kopernya di bawah terik matahari.

Ralin terlihat seperti seorang ibu dengan satu anak yang tidak memiliki tempat tinggal. Ia terus berjalan dengan menggendong Levi dan menarik koper hingga merasa sangat kelelahan kemudian berteduh di bawah pohon.

Levi kemudian terjaga, merasa asing dengan sekeliling, dan hampir menangis.

“Tenang, Levi. Ada Bu Ralin disini.”

Ralin segera memeluk Levi lalu memberinya minum air putih.

Sekarang, giliran perut Ralin yang berbunyi kemudian menggandeng Levi sambil menggeret koper menuju sebuah kedai makan.

“Levi, kamu lapar?”

Bukannya menjawab, Levi justru asyik mengamati sekeliling. Ralin memegangi satu tangan Levi agar tidak pergi kemana-mana sedang satu tangannya dipakai menyendok makanan.

“Levi, coba makan dikit nasinya Bu Ralin. Ini enak.”

Levi hanya mau satu suap saja lalu hendak berdiri lagi. Lalu Ralin melahap makanan siangnya terburu-buru karena Levi tidak betah duduk terlalu lama.

Setelah membayar semangkuk makanan, Ralin kembali menggandeng Levi dan melanjutkan pencarian keluarga muridnya itu. Barangkali mereka ada di sekitar sini.

“Den Mas Levi!”

Dua orang baby sitter dan dua laki-laki memakai jas segera menyeberang dengan terburu-buru padahal jalanan sedang ramai.

“Ya Tuhan, Den Mas! Den Mas dari mana aja?! Mbak bingung nyariin!” ucap seorang baby sitter sambil menekuk kakinya agar sejajar dengan tinggi Levi.

Ralin merasa lega akhirnya Levi bertemu dengan keluarganya.

“Kalian bertiga nggak becus! Jaga Levi aja kalian nggak bisa! Terus kalian ngapain aja sampai Levi hilang nggak ada yang ngerti?!” Bentak seorang pria berusia matang memakai jas hitam dengan penampilan menawan.

Raden Mas Satria Lewis Hartadi.

Kemudian Ralin melepaskan genggaman tangannya dari Levi dan mundur beberapa langkah. Ini sudah bukan urusannya dan tanggung jawabnya sudah selesai.

Kedua baby sitter dan seorang laki-laki seperti bodyguard hanya bisa menunduk takut di hadapan Lewis. Lalu ia meraih Levi dengan lembut dan menelitinya dari atas hingga bawah.

“Levi, jangan pergi seenaknya lagi. Ayah bingung nyari Levi kemana-mana.”

Kemudian Lewis memeluk Levi penuh cinta.

Tanpa berkata apapun, Ralin kemudian pergi dengan membawa kopernya.

“Tunggu!”

Ralin menoleh ketika Lewis memanggil. Kemudian Levi melepaskan diri dari pelukan ayahnya dan berlari ke arah Ralin lalu berkata.

“Makan.”

Ralin bingung dengan sikap Levi lalu menatapnya dan Lewis bergantian.

“Levi mau makan apa?”

“Makan.”

Paham jika anak seperti Levi tidak mudah mengutarakan apa yang diinginkan, Ralin kembali bertanya selayaknya mengajar Levi di sekolah. Namun kali ini dengan bantuan gambar yang ditunjukkan dari ponselnya.

Levi tidak menyukai semua menu makanan yang Ralin tunjukkan.

“Levi, itu semuanya enak. Tadi Bu Ralin juga memakannya, kan? Levi coba cicipi dulu. Oke?”

Interaksi keduanya tidak lepas dari pandangan Lewis. Bagaimana Ralin bisa membujuk bahkan mengambil hati Levi. Hingga bocah cilik tampan itu mengangguk menerima menu makanan yang Ralin tunjukkan.

Lalu Ralin berdiri dan berjalan mendekati Lewis.

“Permisi, Ayahnya Levi. Ini adalah menu makanan yang baik untuk Levi. Karena dia sudah sepakat dengan menu ini, anda bisa membuatkannya di rumah atau membelikannya. Saya permisi.”

“Anda siapa? Kenapa bisa mengenal Levi dengan baik?” Tanya Lewis.

“Saya Ralin, wali kelas Levi.”

Lewis tidak mengetahui hal itu karena saat penerimaan laporan hasil belajar Levi selalu diwakilkan pada baby sitter.

“Harap memperhatikan makanan yang tepat untuk Levi agar gangguan perilakunya tidak muncul. Saya permisi, Pak.”

Kemudian Ralin menatap Levi.

“Levi, nanti makanannya dimakan semua ya? Bu Ralin pergi dulu.”

Tapi Levi langsung menahan tangan Ralin.

“Makan.”

“Levi makan sama Ayah. Oke?”

Kepalanya menggeleng sembari menatap Ralin.

“Makan.”

Ralin kebingungan lalu menatap mereka berdua bergantian.

“Iya, Levi makan sama Ayah ya?”

Kepalanya kembali menggeleng.

“Makan.”

Tapi masalahnya Ralin harus segera mencari tempat menginap sebelum malam menjelang. Dia juga tidak mungkin mengatakan masalahnya pada Ayahnya Levi.

“Levi, Bu Ralin --- “

“Bu Ralin, tolong temani Levi makan dulu. Anda tidak keberatan kan?”

Related chapters

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke sebuah rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan raya.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya itu membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Bia

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pangkuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya karena sikap Levi, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia h

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    "Sekalian memberinya pelajaran."Ralin hanyalah manusia biasa yang bisa menaruh dendam dan amarah karena Emran memilih berselingkuh. Bahkan Emran bersama selingkuhannya tega mengusir Ralin dari rumah tanpa diberi uang sepeser pun. "Apa Bu Ralin mau saya bantu?"Ralin memiliki hak atas rumah yang mereka bangun bersama-sama dan Emran tidak boleh mengusirnya secara sepihak. Dan mendapat penawaran bantuan untuk membalas dendam, Ralin tentu saja tidak akan menolak. Tapi ... "Maaf, kenapa Pak Lewis mau membantu saya membalas perbuatan suami saya?" Wajar jika Ralin bertanya demikian karena perkenalannya dengan Lewis sangatlah singkat. Bahkan Lewis tidak mengenal siapa Emran yang sebenarnya. "Mungkin ini terdengar kurang sopan. Tapi, melihat Bu Ralin bersedih seperti ini, saya khawatir itu akan berdampak pada kinerja Bu Ralin di sekolah. Sementara Levi begitu membutuhkan dan menyayangi Bu Ralin.""Maaf jika saya ayah yang egois. Jika suasana hati Bu Ralin tidak bahagia, lalu bagaimana bi

    Last Updated : 2025-01-27
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kemasi Barang-Barangmu

    “Program hamil habis puluhan juta tapi tetap tidak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku tidak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipi. “Em, aku tidak mandul. Kata dokter aku baik-baik–”“Kalau kamu tidak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, Ralin?!” Sang suami, Emran, kembali membentak. “Em, tolong jangan mengada-ada,” pinta wanita itu dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga mengatakan seperti itu. Tolong bersabar padaku dan tinggalkan perempuan itu.”“Namanya Fayza, dan dia jauh lebih baik dibandingkan dirimu, Ralin!” Emran kemudian maju dua langkah dan mencengkeram rahang Ralin. Kedua matanya menatap Ralin tajam. “Camkan itu!”Ralin menyentuh tangan Emran dan berusaha melepaskan cengkeraman pria itu, tapi gagal.Tubuhnya terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi karena sebenarnya Emran sudah membawa wanita asing itu beberapa kali ke rumah mereka. Emran t

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    "Sekalian memberinya pelajaran."Ralin hanyalah manusia biasa yang bisa menaruh dendam dan amarah karena Emran memilih berselingkuh. Bahkan Emran bersama selingkuhannya tega mengusir Ralin dari rumah tanpa diberi uang sepeser pun. "Apa Bu Ralin mau saya bantu?"Ralin memiliki hak atas rumah yang mereka bangun bersama-sama dan Emran tidak boleh mengusirnya secara sepihak. Dan mendapat penawaran bantuan untuk membalas dendam, Ralin tentu saja tidak akan menolak. Tapi ... "Maaf, kenapa Pak Lewis mau membantu saya membalas perbuatan suami saya?" Wajar jika Ralin bertanya demikian karena perkenalannya dengan Lewis sangatlah singkat. Bahkan Lewis tidak mengenal siapa Emran yang sebenarnya. "Mungkin ini terdengar kurang sopan. Tapi, melihat Bu Ralin bersedih seperti ini, saya khawatir itu akan berdampak pada kinerja Bu Ralin di sekolah. Sementara Levi begitu membutuhkan dan menyayangi Bu Ralin.""Maaf jika saya ayah yang egois. Jika suasana hati Bu Ralin tidak bahagia, lalu bagaimana bi

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pangkuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya karena sikap Levi, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia h

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke sebuah rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan raya.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya itu membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Bia

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kemasi Barang-Barangmu

    “Program hamil habis puluhan juta tapi tetap tidak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku tidak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipi. “Em, aku tidak mandul. Kata dokter aku baik-baik–”“Kalau kamu tidak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, Ralin?!” Sang suami, Emran, kembali membentak. “Em, tolong jangan mengada-ada,” pinta wanita itu dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga mengatakan seperti itu. Tolong bersabar padaku dan tinggalkan perempuan itu.”“Namanya Fayza, dan dia jauh lebih baik dibandingkan dirimu, Ralin!” Emran kemudian maju dua langkah dan mencengkeram rahang Ralin. Kedua matanya menatap Ralin tajam. “Camkan itu!”Ralin menyentuh tangan Emran dan berusaha melepaskan cengkeraman pria itu, tapi gagal.Tubuhnya terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi karena sebenarnya Emran sudah membawa wanita asing itu beberapa kali ke rumah mereka. Emran t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status