Share

Baru Saja Diusir

Author: Juniarth
last update Last Updated: 2025-01-25 23:53:33

Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.

“Baiklah.”

“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.

Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke rumah makan sederhana.

Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.

Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan.

Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.

Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya, membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.

Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.

“Biar koper Bu Ralin diangkat bodyguard saya,” ucap Lewis.

Kepala Ralin mengangguk kemudian dipersilahkan duduk di kursi tengah dengan memangku Levi. Sedang Lewis duduk di sebelahnya dengan begitu sopan dan berwibawa.

Ralin tidak menyangka jika Levi memiliki seorang ayah yang luar biasa tampan, bersahaja, dan penuh kasih sayang.

Di dalam mobil pun Levi tidak bisa duduk dengan tenang. Akhirnya Ralin mengalihkan perhatian Levi dengan mengajaknya bercanda dan berbicara apapun. Hingga tawa keduanya membuat Lewis tersenyum tipis.

“Halo, Bunda. Levi udah ketemu.”

Ralin melirik Lewis yang tengah menghubungi keluarganya.

Sesampainya di restaurant, Ralin kembali menggandeng Levi dan mengajaknya berbicara. Entah bocah itu memahaminya atau tidak, yang terpenting Levi harus diajak berkomunikasi.

Sedang kedua baby sitternya hanya diam dan mengikuti langkah mereka.

Setelah pramusaji mencatat menu yang Ralin pesan dengan bumbu sederhana yang ia pinta, Levi masih saja tidak bisa duduk dengan tenang.

“Levi, duduk yang manis,” ucap Lewis.

Tapi ia justru memberontak dan ingin mengitari restaurant.

“Tidak masalah, Pak. Biar saya ikuti.” Ralin mengalahi.

Ralin mengikuti kemana Levi berjalan meski sebenarnya kakinya cukup lelah. Tapi bagaimana lagi, Levi seperti ini pasti karena es krim dan coklat yang tadi dilahap.

Dengan sabar dan menahan lelah, Ralin terus mengikuti Levi. Bocah lelaki ini harus menghabiskan energi berlebih dalam tubuhnya. Hingga menu yang dipesan tersaji begitu harum di atas meja.

Ralin segera membujuk Levi untuk kembali ke meja dan beruntunglah bocah itu menurut. Dengan telaten, Ralin menyuapi Levi dan mengajarinya mengenal menu sehat itu.

“Maaf, Bu Ralin, Levi benar-benar lepas kendali.” Lewis meminta maaf.

“Itu hal yang wajar pada anak seperti Levi, Pak. Apalagi dia tadi sempat melahap beberapa makanan mengandung gula saat saya menemukannya.”

Lalu Ralin mengatakan bagaimana dia menemukan Levi. Lewis pun langsung memberi tatapan tajam pada kedua baby sitter Levi yang hanya bisa menundukkan kepala sambil berdiri.

“Anak seperti Levi tidak diperkenankan mengkonsumsi makanan dengan kadar gula berlebih, Pak. Semua makanannya jauh lebih sehat kalau diramu dengan komposisi tepat dan dimasak sendiri dari rumah.”

Kedua alis Lewis berkerut mendengar penjelasan itu.

“Levi tidak boleh mengkonsumsi gula? Mengapa begitu?”

Ralin makin bingung dengan sikap Lewis lalu menjelaskan semuanya. Dan ternyata Lewis sama sekali tidak mengerti tentang aturan diet yang harus Levi terapkan sehari-hari karena kesibukannya.

“Pihak sekolah sering mengingatkan dan memberi referensi beberapa menu sehat yang bisa dikonsumsi anak-anak khusus seperti Levi, Pak.”

Lewis kemudian menatap kedua baby sitter Levi dengan wajah menahan kesal.

“Mengapa saya tidak pernah tahu tentang pola diet yang harus Levi jalani?! Mengapa kalian juga diam saja waktu Levi memakan kue ulang tahun sepupunya kemarin?! Sebenarnya kalian bisa kerja nggak?!”

Kedua baby sitter itu menunduk takut ketika Lewis kembali membentaknya!

“Saya membayar mahal kalian untuk menjaga dan merawat Levi! Bukan membiarkan Levi seenaknya makan menu yang bertentangan dengan gangguannya! Lalu selama ini apa yang kalian lakukan?!” 

Akhirnya suasana restaurant menjadi tidak kondusif karena Lewis memuntahkan amarahnya yang tidak bisa dibendung lagi. Dia sangat kesal dengan kedua baby sitter Levi yang tidak becus.

Melihat itu, Ralin pun bertanya-tanya.

‘Kenapa Levi diserahin ke baby sitter? Kemana ibunya?’ Batinnya.

Namun Ralin memilih menyimpan pertanyaan itu dan terus mengajari Levi malahap menu sehat itu meski tidak sepenuhnya habis. Kentara sekali jika Levi hampir tidak menerapkan pola makan yang sehat sesuai anjuran.

“Saya menyerahkan semua urusan Levi pada kedua baby sitternya. Otomatis mereka juga yang mendapatkan informasi tentang apa yang boleh dan tidak boleh Levi konsumsi. Tapi mereka tidak bilang pada saya, Bu Ralin.” Kesal Lewis.

Karena suasana tidak kondusif, Ralin pun tidak ingin menambahnya dengan kerumitan.

“Tidak apa-apa, Pak. Yang sudah terlanjur, biarkan saja. Yang terpenting untuk selanjutnya, pola asuh dan makan Levi harus lebih diperhatikan. Agar gangguan perilakunya tidak mendominasi.”

Lewis mengangguk kemudian menatap putra semata wayangnya yang sedang belajar mencicipi makanan.

Karena waktu hampir menjelang malam, Ralin pun teringat jika dirinya belum memiliki tempat bernaung.

“Pak, saya permisi dulu. Saya masih ada urusan yang lain.”

“Terima kasih banyak, Bu Ralin. Saya berhutang budi banyak pada anda.”

Kemudian Lewis segera mengeluarkan beberapa uang berwarna merah dari dompet.

“Tolong diterima. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Bu Ralin. Saya benar-benar berterima kasih.”

Kepala Ralin menggeleng.

“Saya ikhlas, Pak. Tidak masalah.”

Kemudian Ralin mengusap kepala Levi dan berkata …

“Levi, jangan makan coklat lagi ya? Jadi anak yang pintar ya, sayang. Bu Ralin pergi dulu.”

Lalu Levi menggeser piring makannya ke hadapan Ralin …

“Makan.”

“Levi disuapi Ayah, ya?”

“Makan.”

Levi terus menatap Ralin dan ingin disuapi seperti tadi. Tapi Ralin tidak memiliki banyak waktu.

“Levi, ini sudah malam. Bu Ralin harus pulang.”

“Makan.”

Sedari tadi hanya kata ‘makan’ yang bisa Levi katakan tapi Ralin juga harus mencari penginapan.

“Pak, bisakah anda membujuk Levi? Saya harus pergi.”

Lewis kemudian membujuk Levi dan mengambil piringnya.

“Bu Ralin harus pulang, Lev. Ayah suapin, ya?”

Levi menggeleng dan menatap Ralin dengan wajah tidak berdosanya. Saat Lewis berusaha menyuapi Levi, tiba-tiba saja Levi menyingkirkan tangan Ayahnya itu hingga sendok dan isinya terjatuh ke lantai.

“Levi!” Lewis reflek membentaknya.

Levi nampak ketakutan lalu Ralin segera memeluknya. Dia paham sekali jika anak seperti Levi tidak mudah untuk diajak kerja sama atau mengatakan apa yang dirasakan.

“Maaf, Bu Ralin.”

“Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, Pak. Kasihan Levi kalau dibentak.”

Ralin menatap wajah bersalah Lewis sembari memeluk Levi yang melengkungkan garis bibirnya.

“Maaf, dimana rumah Bu Ralin?”

“Maaf … ada apa bertanya rumah saya, Pak?”

“Bisakah Bu Ralin ikut saya pulang sebentar sampai Levi tenang? Nanti saya akan menyuruh sopir untuk mengantar. Bagaimana?”

Ralin berpikir sejenak dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Meski itu memalukan. 

“Saya … baru saja diusir, Pak. Oleh karena itu, saya pamit pergi karena mau mencari penginapan sebelum hari makin malam.”

Related chapters

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pengakuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia harus lebih banyak

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, akhirnya seorang lelaki yang masih memakai kemeja kerja formal tiba di rumah Lewis. Dia kemudian menunduk dengan hormat pada sang tuan lalu memandang Ralin. Lalu mengeluarkan sebuah cardlock dari saku dan mengulurkan dengan begitu sopan menggunakan kedua tangan. "Permisi, ini cardlock kamar anda. Nanti anda cukup menunjukkan kartu identitas dan cardlock ini pada resepsionis."Ralin menerimanya dengan dua tangan pula lalu menatap Lewis."Terima kasih banyak, Pak Lewis. Semoga kebaikan anda dibalas berkali-kali lipat. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya kalau tidak bertemu anda.""Sama-sama, Bu Ralin. Saya juga tidak tahu bagaimana nasib Levi kalau tidak ditemukan Bu Ralin."Karena hari semakin malam dan harus segera mengambil barang-barangnya yang telah Emran letakkan di halam rumah, Ralin segera undur diri. Dia menghampiri sopir Lewis yang masih berada di teras rumah lalu meminta bantuannya untuk menurunkan koper dari bagasi. Jam hampir

    Last Updated : 2025-01-27
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Cinta Boleh, Bodoh Jangan

    Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.“Tisyu.”Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.“Terima kasih, Pak.”“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.Bayangan Emran telah

    Last Updated : 2025-02-01
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

    Last Updated : 2025-02-02
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

    Last Updated : 2025-02-06
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kemasi Barang-Barangmu

    “Program hamil habis puluhan juta tapi tetap nggak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku nggak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan berurai air mata agar Emran iba sambil memegang tangan suaminya itu.“Em, aku nggak mandul. Kata dokter aku baik-baik –”Emran kemudian menyentak tangan Ralin kasar.“Halah! Kalau kamu nggak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, heh?!” Emran kembali membentak. Kemudian Ralin memohon dengan mengatupkan kedua tangan. “Em, tolong jangan begini,” pintanya dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga bilang gitu. Tolong sabar dan tinggalin perempuan itu.”Emran kemudian maju dua langkah dengan kedua matanya menatap tajam dan tangannya langsung mencengkeram rahang Ralin. “Dia punya nama! Namanya Fayza! Dan dia jauh lebih baik dibanding kamu, Ralin! Camkan itu!”Ralin berusaha melepaskan cengkeraman Emran, tapi gagal.Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit k

    Last Updated : 2025-01-25
  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian,

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Semuanya Hancur

    Bukan maksud hati Ralin untuk memanfaatkan situasi. Bukan karena Ralin bisa mengatasi kondisi Levi lalu menggunakannya untuk memperalat Lewis.Bukan!Melankan Ralin bisa menebak dengan pasti bahwa Lewis bukanlah orang sembarangan dan ia memiliki kekuasaan berlimpah. Ralin membutuhkan kekuasaan yang dimiliki pria itu untuk membantunya. Hanya untuk kali ini saja!"Pak Lewis?""Ya?""Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, bolehkah saya menolak hadiah yang Bapak berikan?"Lewis mengerutkan kedua alisnya menatap Ralin yang masih setia memangku Levi dan mengusap sayang rambut serta punggung putranya itu."Apa hadiah ini kurang bagus?"Kepala Ralin menggeleng dengan ekspresi sedih yang tidak dibuat-buat. Dia benar-benar bingung dan sedang tidak dalam suasana hati yang baik."Tanpa bermaksud buruk atau memanfaatkan keadaan, saya benar-benar membutuhkan bantuan Pak Lewis untuk membantu saya keluar dari masalah baru yang mengancam karir saya.""Mengancam karir? Apa maksudnya, Bu Ralin?"

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menolak Hadiah

    "Tapi saya bisa jamin kalau itu bukan saya, Bu Karin. Foto ini editan." Ralin membela diri."Saya nggak tahu harus percaya siapa, Bu Ralin. Tapi kalau ini sudah menyangkut nama baik sekolah, saya juga tidak bisa tinggal diam. Reputasi sekolah yang akan jadi taruhan.""Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?"Ralin tidak ingin dikeluarkan dari sekolah karena hanya ini satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Jika dia harus kehilangan pekerjaan, bagaimana bisa melanjutkan hidup?"Bu Karin, tolong beri saya waktu untuk mencari tahu siapa yang tega melakukan ini. Tolong jangan pecat saya. Hanya ini pekerjaan yang saya miliki." Ralin memohon. Dengan berat hati akhirnya kepala sekolah memberi Ralin kompensasi waktu untuk mencari tahu kebenaran foto itu. "Saya kasih kelonggaran waktu tiga hari saja, Bu Ralin. Karena saya khawatir nanti si pengirim foto akan melakukan aksi nekat mengunggah foto-foto ini di media sosial lalu membuat reputasi sekolah hancur."Tiga hari bukanlah waktu yang lama.

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Cinta Boleh, Bodoh Jangan

    Ralin menatap keluar jendela mobil dengan hati hancur berkeping-keping. Bahwa Emran sama sekali tidak menyesal sama sekali telah mengkhianatinya.Empat tahun Ralin berpacaran dengan Emran semasa masih kuliah lalu mereka nekat membina rumah tangga. Susah senang banyak mereka lalui tapi pada titik ini, Emran memilih melepaskan Ralin demi wanita lain yang digadang-gadang bisa memberinya kebahagiaan dan keturunan.Ralin tidak habis pikir, mengapa Emran tidak mau bersabar dulu padahal usia Ralin masih muda. Masih memiliki banyak peluang untuk bisa hamil ketimbang Fayza yang sudah berusia empat puluh lima tahun.Air mata Ralin membasahi pipi dengan mulut terkatup rapat. Dia tidak ingin isak tangisnya didengar oleh Lewis.“Tisyu.”Lewis mengulurkan tisyu lalu Ralin menerimanya.“Terima kasih, Pak.”“Semua yang menikah dengan landasan cinta, pasti nggak mau bercerai gara-gara ada pihak ketiga, Bu Ralin.”Ralin melirik Lewis sembari mengusap air matanya yang terus meleleh.Bayangan Emran telah

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Simpanan Om-Om

    Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, akhirnya seorang lelaki yang masih memakai kemeja kerja formal tiba di rumah Lewis. Dia kemudian menunduk dengan hormat pada sang tuan lalu memandang Ralin. Lalu mengeluarkan sebuah cardlock dari saku dan mengulurkan dengan begitu sopan menggunakan kedua tangan. "Permisi, ini cardlock kamar anda. Nanti anda cukup menunjukkan kartu identitas dan cardlock ini pada resepsionis."Ralin menerimanya dengan dua tangan pula lalu menatap Lewis."Terima kasih banyak, Pak Lewis. Semoga kebaikan anda dibalas berkali-kali lipat. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya kalau tidak bertemu anda.""Sama-sama, Bu Ralin. Saya juga tidak tahu bagaimana nasib Levi kalau tidak ditemukan Bu Ralin."Karena hari semakin malam dan harus segera mengambil barang-barangnya yang telah Emran letakkan di halam rumah, Ralin segera undur diri. Dia menghampiri sopir Lewis yang masih berada di teras rumah lalu meminta bantuannya untuk menurunkan koper dari bagasi. Jam hampir

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Menyelesaikannya Di Pengadilan

    Lewis sedikit melebarkan matanya mendengar pengakuan Ralin."Maaf? Diusir?"Kepala Ralin mengangguk lalu mengintip wajah Levi yang sudah tidak setakut tadi. Bocah tampan itu tampaknya sudah lebih tenang. Lalu Ralin kembali membujuknya. "Levi, Bu Ralin pamit dulu ya? Ini sudah malam. Besok ketemu di sekolah lagi? Oke?"Levi justru makin memeluk Ralin dan mencengkeram erat bajunya. Dia juga mengintip takut pada Lewis. Melihat Levi seperti ini dan bagaimana Lewis mudah tersulut amarahnya, Ralin kembali memberi nasehat padanya. "Pak, maaf, bukan maksud menggurui anda sebagai Ayahnya Levi. Tapi anak seperti Levi memang memiliki keterbatasan mengutarakan apa yang dia rasakan. Bahkan dia sendiri kadang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.""Tapi bukan berarti jika dia melakukan salah lalu memberitahunya dengan cara dibentak. Itu hanya akan membuat Levi trauma dan tidak nyaman bersama anda."Lewis merasa tertampar dengan penjelasan Ralin dan menyadari kesalahannya. Dia harus lebih banyak

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Baru Saja Diusir

    Ralin tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti ini.“Baiklah.”“Dimana rumah makan yang menyajikan menu seperti itu?” Lewis bertanya.Ini hanya menu sederhana tanpa bumbu yang rumit. Tapi karena Levi terlahir dari keluarga yang sangat terpandang, Ralin malu jika harus mengajak mereka ke rumah makan sederhana.Akhirnya dia mendapatkan satu restauran yang dirasa cocok untuk keluarga Levi.Kemudian seorang laki-laki seperti bodyguard itu pergi mengambil mobil. Sedang Ralin dan lainnya menunggu di tepi jalan.Karena Levi tidak bisa diam, akhirnya Ralin mengalihkan perhatian bocah tampan kecil itu dengan berjalan di sepanjang trotoar lalu kembali ke titik semula. Ia juga mengajari Levi menghitung langkah kaki dengan sabar.Itu semua tidak lepas dari pengamatan Lewis. Karena kesibukannya, membuat sebagian besar waktu bersama Levi akhirnya menguap.Ketika mobil mewah seperti milik para artis itu tiba, Ralin menggandeng tangan Levi dengan satu tangannya menggeret koper.“Biar koper Bu Ralin

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Tidak Sengaja Bertemu Dia

    “Buruan taruh anak ini di pinggir jalan aja! Ada pembeli mau bayar tuh!”Kedua petugas minimarket kemudian menarik paksa anak laki-laki itu menuju pinggir jalan tanpa mempedulikan tangis dan teriakannya.“Tunggu!” Ralin berseru.Bergegas ia menghampiri ketiganya dan membiarkan kopernya di teras minimarket.“Levi? Kamu disini sama siapa?” Tanya Ralin pada bocah laki-laki bernama Levi itu.“Kamu orang tuanya?!” Tanya petugas minimarket.“Aku gurunya. Ini muridku.”Petugas minimarket langsung melepas Levi dan Ralin segera mendekapnya.“Kalau bawa murid keluar dari sekolah tuh dijaga bener-bener, Mbak! Jangan dilepasin gitu aja! Tuh, dia makan snack macem-macem tapi nggak bayar!” ucap salah satu petugas dengan kesal sambil menunjuk ke dalam minimarket.“Tapi jangan kasar sama anak-anak, Mas. Dia ini --- ““Ah, nggak usah banyak omong! Lebih baik Mbak bayar semua snack-snack yang udah dia makan! Kita berdua nggak mau ganti rugi!”Dari pada urusan semakin panjang dan menjadi pusat perhatian,

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kemasi Barang-Barangmu

    “Program hamil habis puluhan juta tapi tetap nggak bisa hamil! Buang-buang uang! Lebih baik kamu pergi dari rumahku, Ralin. Aku nggak butuh istri mandul!” Ralin menggeleng dengan berurai air mata agar Emran iba sambil memegang tangan suaminya itu.“Em, aku nggak mandul. Kata dokter aku baik-baik –”Emran kemudian menyentak tangan Ralin kasar.“Halah! Kalau kamu nggak kunjung hamil, lalu apa namanya kalau bukan mandul, heh?!” Emran kembali membentak. Kemudian Ralin memohon dengan mengatupkan kedua tangan. “Em, tolong jangan begini,” pintanya dengan nada yang halus. “Aku bisa hamil. Tapi butuh waktu. Dokter juga bilang gitu. Tolong sabar dan tinggalin perempuan itu.”Emran kemudian maju dua langkah dengan kedua matanya menatap tajam dan tangannya langsung mencengkeram rahang Ralin. “Dia punya nama! Namanya Fayza! Dan dia jauh lebih baik dibanding kamu, Ralin! Camkan itu!”Ralin berusaha melepaskan cengkeraman Emran, tapi gagal.Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status