Damar Wirawan hidup dalam penyesalan mendalam setelah bertahun-tahun silam memutuskan mencampakkan istri dan anaknya. Dulu, ia mudah termakan fitnah dan hasutan ibunya, Ratna, serta saudara-saudara tirinya, yang memandang rendah Laras Sasmita. Bagi Ibu Ratna, Laras yang berasal dari kalangan sederhana adalah ancaman besar yang bisa menggagalkan ambisinya untuk menguasai harta warisan suaminya. Dalam kebenciannya, Ibu Ratna bahkan tega melakukan sesuatu yang tak termaafkan—membuang anak Laras yang masih berusia 7 tahun ke tengah hutan, tanpa sepengetahuan siapa pun, semata mata hanya untuk menghancurkan hati Laras. Bertahun-tahun, Laras hidup dalam keterpurukan, bertahan di bawah tekanan Ratna yang kejam dan anak-anak tirinya yang tak kenal belas kasih. Namun, kehidupan Laras berubah ketika ia menemukan harapan baru: anak yang dulu dibuang di tengah hutan ternyata selamat dan kini telah tumbuh dewasa. Bersama anaknya, Laras merencanakan untuk membalas segala kejahatan yang dilakukan keluarga Damar terhadap mereka. Sementara itu, Damar, yang selama bertahun-tahun mengabaikan Laras, akhirnya menyadari kebenaran di balik semua fitnah yang ditanamkan oleh keluarganya. Menyadari kesalahannya, ia kembali ke Laras dengan penuh penyesalan dan permohonan maaf, berharap bisa menghapus luka yang terlanjur dalam. Namun, hati Laras tak lagi sama. Akankah dia menerima kembali Damar yang telah melukainya? Ataukah dendam yang kini menyala akan menghapus semua rasa cinta yang dulu pernah ada?
View MoreLaras tersentak. Matanya membulat, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Damar.. maksud ibu Ayah kalian… membelamu?” suaranya terdengar ragu.Indira mengangguk. “Ya. Dia berdiri di pihakku, meskipun di depan istri dan anaknya sendiri.”Laras terdiam, jemarinya meremas ujung bajunya. “Bagaimana keadaannya? Apakah dia sehat? Apakah dia… baik-baik saja?”Indira dan Dika saling berpandangan. Mereka bisa merasakan nada rindu yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan itu.“Ibu…” Indira menatap ibunya tajam. “Apa Ibu masih mencintai Ayah?”Laras menunduk, wajahnya memerah. “Ibu…” suaranya bergetar. “Ibu tidak bisa membohongi perasaan ibu, Nak. Meski bertahun-tahun sudah berlalu, meski ibu berusaha melupakan ayah mu, namun hati ini tetap menyimpan namanya.”Dika mendesah. “Tapi, Bu… Ayah sudah meninggalkan kita. Dia bahkan tidak pernah mencari ibu selama ini.”Indira menyusul, suaranya lebih dingin. “Bahkan ayah memilih menikah dengan wanita lain dan membiarkan Ibu mend
Ratna tertegun. Dada tuanya bergemuruh hebat saat sosok Indira berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot mata yang begitu dingin, begitu menusuk. Ternyata, dugaannya memang benar—Indira yang kemarin datang ke pesta Doni adalah Indira, anak Laras yang telah lama hilang.Indira melangkah maju, matanya menyala penuh amarah. "Apa salah ibuku sampai kau tega menamparnya seperti itu?" suaranya menggema, tajam seperti pisau.Ratna mendengus, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Karena ibumu sudah berani kurang ajar padaku," jawabnya, penuh keangkuhan.Maryam mengangguk setuju, seolah ingin memperkuat kata-kata Ratna.Indira mendengus tidak percaya. "Ibuku tidak mungkin bertindak kurang ajar tanpa alasan!" Pandangannya menusuk, seakan mencoba menembus kebohongan yang mereka tutupi. ""Sepertinya aku harusnya bertanya oada kalian... siapa sebenarnya yang kurang ajar di sini? Dan apa sebenarnya tujuan kalian datang ke sini? Bukankah kalian sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan ibuk
Di antara bayang-bayang meja dan kursi yang tertata rapi, sepasang mata mengawasi dengan napas tertahan. Tangan yang mengepal erat bergetar, bukan karena takut, tetapi karena amarah yang meluap-luap.Sosok itu menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan desakan untuk keluar dari persembunyian dan mengakhiri adegan terlarang yang sedang terjadi di depan matanya. Tidak pernah, sekalipun dalam mimpi terburuknya, ia membayangkan Raka dan Sofia akan berani melakukan hal sehina ini—di rumah ini, di bawah atap yang sama dengan suami Sofia, di tempat yang seharusnya menjadi simbol kehormatan keluarga.Dadanya naik turun, menyesakkan. Pandangannya kabur karena kemarahan yang berkecamuk. Setiap sentuhan, setiap desahan yang samar terdengar membuat hatinya semakin tercabik-cabik."Sebaiknya aku pergi dari sisni."Orang itu menelan kekecewaannya, memilih untuk tidak lagi menyaksikan adegan panas dari 2 orang yang berlainan jenis ini. Dengan langkah ringan namun cepat, ia mundur, menjauh dari pemandangan
Setelah pesta ulang tahun yang berantakan itu berakhir, keluarga Damar kembali ke rumah mewah mereka. Malam yang seharusnya penuh kemeriahan berubah menjadi malam yang dipenuhi ketegangan.Begitu pintu utama tertutup, Sofia meledak.“Apa yang kau pikirkan, Mas Damar?!” suaranya melengking memenuhi ruangan, penuh kemarahan yang sejak tadi ia pendam. “Pesta Doni hancur gara-gara ulahmu! Seharusnya Mas Damar tidak mengundang Indira! Dan Dika?! Apa mas tidak tahu kalau dia adalah orang yang paling Doni benci di sekolah?!”Damar melepas jasnya dengan santai, seolah tidak terpengaruh. “Memangnya salahku kalau Doni tidak bisa mengendalikan emosinya?” jawabnya datar.Raka yang sejak tadi diam kini ikut maju. “Tapi, Kak, apa yang dikatakan Sofia benar. Kau seharusnya tidak membela orang asing dan malah mempermalukan Doni di depan semua tamunya. Kau pikir harga dirinya tidak hancur setelah itu?”D
Langkahnya tenang namun penuh tekanan saat ia mendekat. “Semua yang dikatakan Nona Indira benar,” ucapnya, suaranya tak terbantahkan. “Akulah yang memberikan undangan itu.”Sofia langsung melangkah maju, sorot matanya penuh kecurigaan. “Jadi benar?! Kau dan perempuan ini ada hubungan?!”Damar mendengus, tatapannya menusuk tajam. “Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan, Sofia? Aku dan Nona Indira hanya rekan bisnis. Tidak lebih.”Nada suaranya begitu tegas hingga tak seorang pun berani menyela.Doni yang sejak tadi menahan diri, akhirnya meledak. “Tapi aku tetap tidak terima, Pa! Kenapa mereka masih ada di sini?! Dia sudah menamparku! Harusnya Papa usir mereka!”Namun, yang terjadi justru kebalikan dari harapannya.Damar berbalik, menatapnya dengan mata yang kini penuh kekecewaan."Kalau kau sampai ditampar, itu artinya kau pantas mendapatkannya."Ruangan itu seketi
Doni melangkah dengan wajah penuh amarah, matanya menyala dengan kebencian saat mendekati Dika dan Indira. Dengan nada mengejek, dia menyapu pandangan dari atas ke bawah, menatap pakaian mahal yang dikenakan Dika.“Dari mana lo dapet baju ini, hah?” Doni mencibir. “Jangan bilang lo nyewa cuma biar keliatan kaya. Biar gue kasih tau, Dika, meskipun lo pakai jas mahal, lo tetap aja keliatan kayak orang miskin yang berusaha keras buat pura-pura jadi orang kaya.”Dika menatapnya tanpa gentar. “Bukan urusan lo gue dapet baju ini dari mana,” katanya tenang, tapi penuh ketegasan. “Dan lo salah, Don. Ini bukan baju sewaan. Gue juga nggak peduli omongan lo. Yang jelas, mulai sekarang, lo nggak akan punya kesempatan lagi buat nginjek-injek harga diri gue.”Doni membelalakkan mata, tidak percaya. Dika yang biasanya diam dan pasrah, kini berani melawan.Amarahnya semakin membara. “Berani banget lo ngo
Suasana kelas mendadak sunyi. Semua siswa menunggu dengan cemas, takut jika mereka melakukan kesalahan sekecil apa pun yang bisa membuat Doni murka. Ia menyeringai puas melihat ketakutan mereka. Kemudian, dengan nada dramatis, ia melanjutkan, “Tiga hari lagi, gue bakal ngadain pesta ulang tahun di hotel paling mewah di kota ini. Dan semua anak kelas 1A... DIUNDANG!”Sejenak ada kelegaan di wajah para siswa. Tapi belum sempat mereka tersenyum, Doni melanjutkan dengan nada lebih tajam, “Semua... kecuali satu orang.”Ia menoleh langsung ke arah Dika, lalu menyeringai sinis. “Lo, Dika. Lo nggak diundang.”Beberapa siswa saling bertukar pandang, sementara sebagian lain langsung menunduk, tak ingin terlibat. Wisnu mengepalkan tangan, wajahnya merah karena marah. Tapi Dika? Ia tetap berdiri tenang, ekspresinya tak berubah sedikit pun. Ia menatap Doni, tapi
Setelah mendengar pemaparan proposal yang dijelaskan panjang lebar oleh Indira, Damar merasa tertarik. Ia mengangguk pelan, jemarinya mengetuk-ngetuk sampul proposal di meja. “Menarik sekali,” gumamnya. “Saya akan mempelajari lebih dalam lagi mengenai proposal yang ibu berikan, sebelum saya memberikan keputusan.”Indira tersenyum percaya diri. “Tentu, Pak Damar. Saya yakin kerja sama ini akan membawa keuntungan besar bagi kedua belah pihak.”Setelah berbincang serius mengenai bisnis, suasana perlahan mencair. Damar, yang masih merasa ada sesuatu dalam diri Indira yang begitu familiar, memutuskan untuk berbincang lebih santai. Ia mulai bertanya tentang kehidupan pribadi Indira, hingga akhirnya, dengan nada penuh pertimbangan, ia mengundang Indira ke acara ulang tahun putranya, Doni, yang akan diadakan tiga hari lagi di sebuah hotel mewah.Indira terdiam sesaat, menyembunyikan keterkejutan di balik ekspresi tenangnya. Kesempatan
Damar mengernyit, mencoba mengingat apakah ia pernah mengenal orang itu. "Aku tidak pernah punya koneksi dengan mereka. Apa tujuan CEO itu ingin bertemu denganku?"Sekretarisnya menjawab, "Beliau ingin membahas kemungkinan kerja sama dengan VITECH."Damar mengangguk kecil. Tawaran kerja sama dari perusahaan besar tentu menarik, tapi tetap saja, ia merasa ada sesuatu yang janggal. "Siapa namanya?""Indira, Pak. Seorang wanita muda berusia 22 tahun yang sangat sukses di dunia bisnis."Damar terdiam. Nama itu menohoknya begitu keras hingga ia merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Indira... nama yang dulu begitu dekat di hatinya, nama yang selalu ia panggil dengan penuh kasih sebelum ia mengetahui kebenaran pahit bahwa gadis itu bukan anak kandungnya. Sejak saat itu, ia menghapus Indira dari hidupnya, memaksakan diri untuk melup
"Damar, syukurlah kamu sudah datang," suara ibunya, Ratna Kartika, terdengar mendesak, tangannya mencengkeram lengan Damar erat-erat. "Kamu harus lihat bagaimana kelakuan istrimu saat kamu tidak ada di rumah."Damar mengerutkan kening, lalu perlahan menarik lengannya dari genggaman ibunya. "Ada apa sih, Bu? Aku ini baru saja pulang dari luar kota, dan masih capek, ... tolong, jangan mulai drama yang tidakpenting seperti ini," ucapnya, nada suaranya lelah namun tegas. "Aku tahu Ibu belum sepenuhnya menerima Laras sebagai menantu di rumah ini, tapi bukan berarti ibu harus terus menyudutkannya."Ratna berhenti, menatap wajah putranya yang kini dipenuhi rasa kesal. “Kenapa kamu ngomong seperti itu, Damar?” ucapnya dengan nada kecewa. “Memang, Ibu tidak pernah merestui Laras sebagai istrimu. Tapi, itu bukan alasan Ibu untuk berbuat jahat kepadanya. Justru, Ibu menarik kamu masuk kesini agar kamu sendiri bisa melihat kebenaran yang selama ini di tutup tutupi oleh istrimu.”"Kebenaran apa la...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments