Home / Romansa / I'm Sorry Laras / Menjalankan Rencana

Share

Menjalankan Rencana

Author: mangpurna
last update Last Updated: 2024-12-14 17:51:19
Damar berdiri di ujung ranjang, matanya memerah bagaikan bara yang menyala di tengah kegelapan. Napasnya berat, tersengal oleh campuran alkohol dan amarah yang membakar setiap inci tubuhnya. Ia menatap Laras dengan pandangan yang asing—bukan lagi pandangan penuh cinta yang pernah menghangatkan hati Laras, melainkan sorot penuh dendam yang dingin dan liar. Tubuhnya bergetar, tangannya mengepal erat seolah menahan sesuatu yang siap meledak. Tanpa kata, ia melangkah mendekat, langkahnya berat dan penuh ancaman, membuat lantai kayu di bawahnya berderit pelan.

Laras tersentak, tubuhnya secara insting mundur ke arah kepala ranjang, punggungnya menempel pada dinding dingin. Selimut yang ia genggam erat tergelincir dari tangannya yang gemetar, jatuh ke kasur dengan bunyi lembut yang kontras dengan ketegangan yang menggantung di udara. “Mas… kumohon, jangan seperti ini!” suaranya pecah, penuh ketakutan yang mentah. “Ini bukan Mas Damar yang kukenal! Mas Damar yang kutahu tidak akan memaksaku se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • I'm Sorry Laras   Penyelamatan Indira

    Raka mengangguk singkat, lalu bergegas menuju garasi, sementara Ratna berjalan menuju kamar Indira. Ia mendorong pintu kamar itu perlahan, derit kecil engsel pintu memecah keheningan. Di dalam, Indira duduk di lantai, tenggelam dalam dunianya sendiri, bermain dengan boneka kesayangannya. Rambutnya yang terurai sedikit berantakan, dan senyum polos menghias wajahnya. Saat mendengar langkah kaki, ia menoleh, matanya membulat penuh keheranan melihat neneknya berdiri di ambang pintu.“Indira sayang, ayo ikut sama Nenek,” ucap Ratna, suaranya dibuat lembut dan penuh kehangatan yang palsu, kontras dengan sikap ketus yang biasa ia tunjukkan.Indira mengerutkan dahi, kebingungan terpancar dari wajah kecilnya. “Ikut ke mana, Nek?” tanyanya, nadanya penuh rasa ingin tahu. “Tumben Nenek ngajak aku. Memang kita mau ke mana?”Ratna melangkah mendekat, senyumnya melebar dengan penuh perhitungan. “Kita mau menemui ibumu,” jawabnya, suaranya manis seperti madu yang menutupi racun. “Tadi dia telepon Nen

    Last Updated : 2024-12-15
  • I'm Sorry Laras   Jalan Terakhir

    Setelah perjalanan selama satu jam, mobil yang dikendarai Raka akhirnya berhenti di pinggiran sebuah hutan di luar kota. Hutan itu tampak kelam dan lebat, pepohonan menjulang tinggi dengan ranting-ranting yang saling bertautan, membentuk kanopi yang menghalangi cahaya matahari menembus ke dalam. Udara terasa lembap dan berat, penuh aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Suasana sunyi hanya dipecah oleh suara angin yang bersiul pelan di antara pohon-pohon tua.Raka mematikan mesin mobil, lalu menoleh ke arah Ratna yang duduk di sampingnya. “Kebetulan Indira masih tidur,” bisik Ratna, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Cepat, angkat dia sebelum dia bangun. Kita harus bawa dia ke tengah hutan agar lebih mudah.”Raka mengangguk, ekspresinya dingin dan fokus. Ia segera keluar dari mobil dan membuka pintu belakang dengan hati-hati. Tubuh kecil Indira terbaring di kursi, napasnya teratur dalam tidur lelap, bonekanya terleletak di sampingnya. Dengan gerakan perlahan, Raka mengangkat

    Last Updated : 2024-12-15
  • I'm Sorry Laras   Sebuah permintaan

    Setelah memastikan Ratna dan Raka benar-benar menjauh dari tempat itu, Laras tak membuang waktu. Dengan langkah cepat namun hati-hati, ia berlari mendekati putrinya yang terikat di pohon. Indira, yang melihat sosok ibunya muncul dari balik semak, membelalakkan mata penuh kebahagiaan. Walaupun mulutnya tersumbat kain, sorot matanya berbinar lega, dan tubuh kecilnya yang gemetar mulai rileks seolah mengetahui keselamatan telah datang.Laras berlutut di samping Indira, tangannya gemetar saat ia buru-buru melepaskan kain yang menyumpal mulut anaknya. “Sabar, sayang,” bisiknya, suaranya penuh getaran emosi. Setelah kain itu terlepas, ia segera membuka ikatan tali kasar yang melilit tangan dan kaki Indira, jari-jarinya bekerja cepat meski penuh ketegangan. Begitu semua tali terlepas, Laras tak bisa menahan diri lagi—ia langsung memeluk Indira erat-erat, menarik tubuh kecil itu ke dalam pelukannya seolah tak ingin melepaskannya selamanya.“Ibu… akhirnya Ibu datang,” isak Indira, suaranya ters

    Last Updated : 2024-12-16
  • I'm Sorry Laras   Selamat Tinggal

    Widuri terkejut, alisnya terangkat penuh keheranan. “Menitipkan Indira? Kenapa, Bu? Apa Ibu sedang ada masalah?” tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu yang tulus.Laras menatap Widuri sejenak, lalu menarik napas dalam untuk menguatkan hatinya. Akhirnya, ia menceritakan semuanya—dari awal mula ia difitnah sebagai pengkhianat oleh mertuanya, tes DNA yang memalsukan status Indira sebagai anak Damar, hingga kejadian mengerikan tadi pagi di mana Indira dibuang ke hutan. Tak ada yang ia tutupi, meski setiap kata terasa seperti membuka luka lama yang masih berdarah. Ia tak peduli jika itu aib keluarganya—yang ia inginkan hanyalah keselamatan Indira.“Ya Tuhan… kasihan sekali Indira,” gumam Widuri, matanya berkaca-kaca penuh simpati. “Jahat sekali orang-orang itu.”“Maka dari itu, Bu, saya ingin menitipkan Indira di sini sampai keadaan di rumah saya aman,” lanjut Laras, suaranya mulai pecah. “Kalau saya bersikeras bawa anak saya kembali ke rumah, saya yakin mertua saya akan melakukan h

    Last Updated : 2024-12-16
  • I'm Sorry Laras   Sandiwara

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, hari semakin gelap, menyelimuti langit dengan kegelapan yang pekat. Laras akhirnya sampai di kota tempat tinggalnya, tubuhnya terasa lelah namun pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Indira yang ia tinggalkan di panti asuhan. Ia berhenti sejenak di depan warung tempat ia meminjam motor tua itu secara paksa. Dengan hati-hati, ia memarkir motor di tempat semula, helm masih tergantung di stang seperti saat ia mengambilnya. “Maaf, Pak, terima kasih sudah meminjamkan motornya,” gumamnya dalam hati, meski tak ada waktu untuk mencari pemiliknya dan meminta maaf secara langsung.Laras melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, langkahnya terasa berat seolah membawa beban dunia di pundaknya. Ketika akhirnya sampai di depan rumahnya, ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri sebelum menghadapi apa yang menantinya di dalam. Dengan tangan gemetar, ia mendorong pintu depan yang sedikit berderit. Cahaya lampu ruang tamu yang temaram menyelinap ke lua

    Last Updated : 2024-12-17
  • I'm Sorry Laras   Malam yang memuncak

    “Demi Tuhan, Mas, aku tidak pernah melakukan apa pun yang kamu tuduhkan!” Laras menjerit, air matanya akhirnya pecah, mengalir deras membasahi wajahnya yang pucat. “Indira adalah anakmu, anak kita! Aku menyangkal semua tuduhan ini karena aku memang tidak bersalah!”“Sudahlah, Laras,” Ratna tertawa sinis, melangkah mendekat dengan langkah penuh kemenangan. “Kamu ini seharusnya tahu diri! Kalau bukan karena Damar, kamu tidak akan pernah punya tempat tinggal, makan enak, atau pakaian bagus. Dan seharusnya kamu tidak menghianatinya!”Laras tak tahan lagi. Ia menatap Ratna dengan mata berkilat, penuh amarah dan rasa sakit yang membuncah. “Apa yang Ibu lakukan terhadap Indira dan saya bukan hanya kejam, tapi tidak manusiawi!” bentaknya, suaranya melengking penuh emosi. “Apa Ibu tidak punya hati? Dia itu cucu Ibu sendiri!”“Cukup, Laras!” Damar memotong dengan keras, suaranya penuh ancaman. “Kamu jangan berkata seperti itu pada ibuku! Dia hanya ingin membelaku. Jangan pernah sekali lagi melaw

    Last Updated : 2024-12-18
  • I'm Sorry Laras   Kedatangan Sofia

    “Mas Damar, apa yang mau kamu lakukan, Mas?” ucap Laras, suaranya bergetar penuh ketakutan, tubuhnya secara insting mencoba mundur ke kepala ranjang.“Diam kau, Laras, jangan berisik!” bentak Damar, suaranya parau dan berat oleh pengaruh alkohol. “Aku ingin kau melayaniku!” Tanpa menunggu jawaban, tangannya kembali bergerak, membuka paksa pakaian Laras dengan kekuatan yang tak terkendali.Laras memberontak, tangannya mendorong dada Damar dengan sekuat tenaga. “Mas, sadar! Kamu itu lagi mabuk!” teriaknya, suaranya penuh keputusasaan. “Aku takut, Mas!”“Aku bilang diam, ya diam! Tidak usah melawan!” Damar menggeram, matanya menyala penuh kemarahan. “Kau itu istriku, aku berhak atas tubuhmu ini!” Dengan gerakan kasar, ia menarik baju tidur Laras hingga sobek di bagian bahu, memperlihatkan kulit yang gemetar di bawahnya.“Iya, aku tahu, Mas!” balas Laras, suaranya tersendat oleh air mata yang mulai menggenang. “Tapi tidak dalam kondisi mabuk seperti ini! Aku tidak mau melayanimu kalau kau

    Last Updated : 2024-12-19
  • I'm Sorry Laras   Drama antara Ratna dan sofia

    Sofia, yang merupakan anak dari keluarga jauh Ratna, tersenyum kecil sambil mengangguk penuh keakraban. Ratna segera melangkah mendekatinya, membuka tangan lebar-lebar sebelum memeluk Sofia erat-erat, penuh kehangatan. “Sayang, kenapa kamu tidak kabari Tante kalau mau berkunjung ke sini hari ini?” ucap Ratna, suaranya lembut namun ada nada kecil yang penuh perhitungan. “Kemarin ibumu bilang kan kamu ke mari dua hari lagi.”“Kalau aku bilang, bukan kejutan lagi namanya, Tante,” jawab Sofia sambil tersenyum manis, nada suaranya ringan dan penuh canda. “Lagi pula, aku ingin cepat-cepat ketemu Mas Damar,” lanjutnya, matanya berbinar penuh antusiasme.Ratna menggeleng kecil, senyumnya sedikit kaku namun ia cepat menyembunyikannya. “Kamu bisa saja, sayang,” ucapnya, lalu menepuk pundak Sofia dengan lembut. “Kamu sudah sarapan belum? Kalau belum, kebetulan ada nasi goreng, masakan kesukaanmu.”“Wah, kebetulan, Tante, aku belum sarapan sama sekali,” balas Sofia, tangannya memegang perut dengan

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • I'm Sorry Laras   Ruang keluarga yang memanas

    Di kediaman Doni yang mewah, suasana malam itu tiba-tiba berubah mencekam. Teriakan nyaring Sofia menggema di ruang tamu, mengagetkan semua penghuni rumah. “Doni! Apa yang terjadi padamu?!” jeritnya, suaranya penuh kepanikan bercampur amarah, memecah keheningan rumah bergaya modern itu.Ratna dan Raka, yang sedang berada di ruang keluarga, segera berlari mendekati Sofia. Mereka terpaku melihat pemandangan di depan mereka. Sofia berdiri dengan wajah pucat, tangannya menunjuk Doni yang tampak sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Anak kesayangan Sofia itu kini berdiri dengan wajah babak belur—mata kirinya memar keunguan, hidungnya berdarah kering, dan bibirnya pecah. Bajunya yang tadi pagi masih rapi kini penuh kotoran tanah, robek di beberapa bagian, membuatnya tampak seperti habis bertarung di lumpur.“Ada apa

  • I'm Sorry Laras   Ruang BK yang memanas

    Tiba-tiba, suara keras memecah suasana. “Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!” Pak Siswanto, guru olahraga yang kebetulan lelet di dekat lapangan, berlari mendekat dengan wajah marah. Ia mendorong kerumunan murid yang menonton, lalu berdiri di tengah Dika dan Doni. “Kalian gila?! Ini sekolah, bukan tempat tarung jalanan!” bentaknya, suaranya menggema.Wisnu buru-buru maju, menarik Dika yang masih di atas Doni. “Dik, udah! Tenang!” serunya, berusaha menahan sahabatnya. Tenaga Dika begitu besar, Wisnu sempat kewalahan, pertama kali melihat Dika begitu hilang kendali. “Dik, stop! Guru dateng!” tambahnya, akhirnya berhasil menarik Dika mundur.Pak Siswanto menatap Doni yang terkapar, lalu Dika yang napasnya tersengal. “Kalian berdua, ke ruang BK sekarang!” perintahnya tegas, tangannya menunjuk ke gedung sek

  • I'm Sorry Laras   Dika VS Doni

    Wisnu tertawa kecil, lalu berkata dengan nada ejekan, “Masa gitu aja lo nggak ngerti, Don? Pantas saja lo dibilang murid paling bego di sekolah ini!” Ucapan itu seperti petasan yang meledak di kantin. Tawa terbahak-bahak langsung menggema dari murid-murid lain yang menyaksikan. Mereka tahu benar, kalau bukan karena ayah Doni yang jadi donatur terbesar sekolah, Doni sudah lama jadi bulan-bulanan karena nilai-nilainya yang pas-pasan dan sikapnya yang arogan.Doni gusar, wajahnya memerah karena malu. Tawa itu seperti cambuk baginya. Dengan langkah cepat, ia mendekati Wisnu, tangannya terangkat hendak memukul. Namun, Wisnu dengan cekatan menangkap tangan Doni di udara, menahannya dengan kuat. “Eh, sabar dulu, bro!” ucap Wisnu, suaranya tetap santai meski tangannya menahan erat. “Maksud gue ‘secara laki-laki’ itu kita tarung di belakang sekolah nanti. Yang kalah harus minta maaf dan gak boleh ganggu lagi. Gimana, lo berani?”Doni menarik tangannya dari genggaman Wisnu, napasnya tersengal k

  • I'm Sorry Laras   Konfrontasi yang memanas

    Dika, yang merasa risih dengan sentuhan mendadak itu, segera menepis tangan Nadiadengan gerakan halus tapi tegas. “Tunggu dulu, Nad. Aku beresin meja dulu,” ucapnya, suaranya datar, tangannya kembali sibuk merapikan buku dan pena di atas meja.Nadine mengerutkan kening, tak sabar. “Kelamaan, Dik! Ayo cepet, kantinnya keburuan rame nanti!” sergahnya, nadanya sedikit memaksa, tangannya bahkan kembali mencoba menarik lengan Dika.Wisnu, yang dari tadi memperhatikan dari bangku sebelah, jadi geregetan melihat tingkah Nadine. “Yaelah, jadi anak kok gak sabaran amat!” sindirnya, suaranya penuh ejekan sambil tertawa kecil, tangannya melipat buku catatannya dengan santai.Nadia mendelik gusar ke arah Wisnu, matanya menyipit penuh kesal. “Diam, lo! Gak usah ikut campur!” bentaknya, lalu kembali menoleh ke Dika dengan senyum dipaksakan. “Dik, ayo dong!” ucapnya lagi, kali ini tangannya berhasil menarik lengan Dika lebih kuat.Dika menghela napas panjang, jelas tak nyaman dengan sikap Nadine yan

  • I'm Sorry Laras   Nadia

    Sesampai di kelas, Wisnu sudah tak sabar menunggu penjelasan Dika. Ia duduk di bangku sebelah Dika, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, tangannya bahkan menepuk-nepuk meja dengan tidak sabar. “Ayo, Dik, ceritain sekarang! Gue sudah penasaran dari tadi!” serunya, suaranya penuh semangat.Dika, yang baru saja meletakkan tasnya di meja, menghela napas dan melirik Wisnu dengan ekspresi sedikit jengkel tapi juga geli. “Sabar dong, Wis. Gue juga baru duduk, kasih gue napas bentar, napa?,” ucapnya sambil menarik kursi dan duduk. Setelah merasa nyaman, ia akhirnya mulai bicara, suaranya rendah tapi penuh makna.Kemudian Dika menceritakan secara detail mengenai Kakanya Indira itu dari kenapa kakaknya terpisah sampai dengan kakanya yang tiba tiba muncul dirumahnya, semua ceritanya detail dia ceritakan pada sahabatnya itu, kecuali tentang masa kelam keluarganya dan hubungannya dengan keluarga Doni.Wisnu mendengarkan dengan mulut sedikit terbuka, takjub. “Terus?” desaknya, tak sabar mendengar

  • I'm Sorry Laras   Ancaman Indira

    “Apa yang kalian lakukan pada Ibuku?!” bentak Indira, suaranya menggelegar, menggetarkan udara di halaman rumah. Ia melangkah maju, berdiri di depan Laras seperti perisai, matanya menyala penuh kebencian ke arah Ratna. “Kalian pikir bisa seenaknya dateng ke sini, dan nyakitin orang sesuka hati?!”Dika menambahkan dengan suara rendah tapi penuh ancaman, “Kalian sudah keterlaluan. Jangan harap ini akan kami lupakan begitu saja.”Ratna tersentak, jantungnya berdegup kencang saat melihat Indira melangkah keluar dari mobil mewah itu. Dugaan yang selama ini menggelayuti pikirannya kini terbukti kalau wanita muda yang muncul di pesta Doni kemarin memang Indira, anak Laras yang hilang bertahun-tahun lalu. Matanya membelalak, wajahnya memucat, tapi ia berusaha menyembunyikan keguncangan itu di balik sikap angkuhnya.Indira, yang sudah membara amarahnya karena melihat ibunya ditampar, melangkah mendekati Ratna. Matanya menyala penuh kebencian, dan ia berteriak dengan suara yang menggetarkan udar

  • I'm Sorry Laras   Ketegangan di rumah Laras

    “Mas Raka, lepasin! Apa-apaan sih kamu? Kalau ada yang lihat bagaimana, apalagi Mas Damar lagi ada di rumah!” bisik Sofia dengan nada panik, tangannya mencoba mendorong dada Raka agar melepaskan pelukannya.Raka, dengan sikap santai yang kontras dengan kepanikan Sofia, tersenyum kecil. “Tenang saja, Sof. Ini sudah malem banget, aku yakin semua orang sudah pada tidur,” ucapnya, suaranya rendah dan penuh keyakinan, tangannya tetap memeluk pinggang Sofia tanpa berniat melepaskan.Sofia masih gelisah, napasnya tersengal karena cemas. “Mas Raka, jangan gila kamu!”Belum sempat Sofia menyelesaikan kalimatnya, Raka memotong dengan nada penuh hasrat. “Aku cuma pengen bersenang-senang sama kamu malem ini, Sof. Sudah seminggu lebih kita tidak melakukan itu, aku ingin jatahku malam ini,” ucapnya, matanya menatap Sofia dengan sorot penuh keinginan, tangannya kini merenggangkan pelukan tapi tetap memegang lengan Sofia agar ia tidak pergi.Sofia menggelengkan kepala dengan tegas, wajahnya memerah k

  • I'm Sorry Laras   Dugaan Ratna

    Sofia membela diri dengan penuh emosi. “Aku manjain Doni karena aku sayang sama dia, Mas! Dia anak kita satu-satunya! Apa salahnya aku memberikan yang terbaik untuk dia?!” ucapnya, suaranya bergetar karena campuran antara marah dan sedih.Damar menggelengkan kepala, ekspresinya penuh kekecewaan. “Justru itu yang tidak boleh kamu lakukan, Sofia. Kalau Doni terlalu dimanjain, dia tidak akan bisa menghadapi kerasnya hidup nanti pas kita semua sudah tidak ada. Kamu pikir ini baik untuk dia? Enggak!” jawabnya, nada suaranya meninggi karena frustrasi.Raka ikut menyela, mencoba mendukung Sofia. “Tapi, Mas Damar, anak kecil memang wajar kalau dimanjakan. Doni itu masih kecil, dia perlu kasih sayang keluarga. Kamu saja yang terlalu keras sama dia,” ucapnya, suaranya lebih tenang tapi tetap menunjukkan ketidaksetujuan.Damar menoleh ke Raka, matanya menyipit. “Kecil? Doni sudah 15 tahun, Raka! Dia harus belajar tanggung jawab, bukan cuma maunya sendiri. Kalian semua yang membuat dia tidak bisa

  • I'm Sorry Laras   Perdebatan antar keluarga

    Namun, Damar tidak menghiraukan Sofia. Ia malah melangkah mendekati Indira, wajahnya kini lebih lembut meskipun masih ada sisa kekesalan. “Indira, saya minta maaf atas kelakuan anak saya yang kurang ajar ini,” ucapnya, suaranya tulus. “Kalian berdua nikmati saja pesta ini, tidak usah mempedulikan Doni lagi.”Indira tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepala dengan sikap pura-pura rendah hati. “Tidak perlu, Pak. Lebih baik saya dan Dika pulang saja, agar suasana pesta kembali meriah seperti semula,” jawabnya, suaranya sengaja dibuat lembut untuk menunjukkan itikad baik, padahal ini bagian dari rencananya untuk memancing simpati Damar.Damar menggeleng tegas, menolak permintaan itu. “Tidak, saya tidak mengizinkan kalian pulang. Kalian tamu saya, ikut saya saja menikmati pesta ini,” ucapnya, tangannya mengisyaratkan agar Indira dan Dika mengikutinya. “Doni tidak punya hak untuk mengusir kalian.”Indira melirik Dika sekilas, lalu mengangguk dengan senyum tipis. “Baik, Pak. Terima kasih,” j

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status