Share

I'm Sorry Laras
I'm Sorry Laras
Penulis: mangpurna

Terjebak

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 21:56:57

"Damar, syukurlah kamu sudah datang," suara ibunya, Ratna Kartika, terdengar mendesak, tangannya mencengkeram lengan Damar erat-erat. "Kamu harus lihat bagaimana kelakuan istrimu saat kamu tidak ada di rumah."

Damar mengerutkan kening, lalu perlahan menarik lengannya dari genggaman ibunya. "Ada apa sih, Bu? Aku ini baru saja pulang dari luar kota, dan masih capek, ... tolong, jangan mulai drama yang tidakpenting seperti ini," ucapnya, nada suaranya lelah namun tegas. "Aku tahu Ibu belum sepenuhnya menerima Laras sebagai menantu di rumah ini, tapi bukan berarti ibu harus terus menyudutkannya."

Ratna berhenti, menatap wajah putranya yang kini dipenuhi rasa kesal. “Kenapa kamu ngomong seperti itu, Damar?” ucapnya dengan nada kecewa. “Memang, Ibu tidak pernah merestui Laras sebagai istrimu. Tapi, itu bukan alasan Ibu untuk berbuat jahat kepadanya. Justru, Ibu menarik kamu masuk kesini  agar kamu sendiri bisa melihat kebenaran yang selama ini di tutup tutupi oleh istrimu.”

"Kebenaran apa lagi sih, Bu?" gumam Damar setengah tidak percaya.

Ibunya menghela napas panjang, lalu menatap dalam-dalam mata putranya. “Istrimu... dia sedang tidur dengan pria lain di kamar kalian.”

Damar tersentak, seolah-olah kata-kata itu menghantam dadanya dengan keras. “Itu tidak mungkin, Bu. Laras tidak akan pernah melakukan hal sehina itu,” balasnya, mencoba menahan nada suaranya yang bergetar.

Ratna mendesah, lalu melangkah ke arah kamar Damar. "Kalau kamu tidak percaya, lihat saja dengan mata kepala kamu sendiri."

Damar mengikuti langkah ibunya menuju pintu kamar mereka. Napasnya memburu di tengah keraguan dan kekecewaan yang perlahan mencuat di dadanya. Dengan hati berdebar, dia membuka pintu kamar, dan pandangannya langsung jatuh pada sosok Laras yang berbaring di atas ranjang, dan di sampingnya... Faris, sahabat yang telah ia percayai seumur hidupnya.

Saat itu juga, darah Damar terasa berdesir di seluruh tubuh, dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Faris sedang memeluk Laras dengan tubuh yang masih tertidur pulas, seolah-olah mereka memang pasangan yang seharusnya ada di situ.

"Laras, apa yang sudah kamu lakukan?" teriak Damar, suaranya menggema di dalam kamar. Seruannya membuat Laras dan Faris tersentak bangun dari tidur mereka, kebingungan dan terkejut.

Laras langsung bangkit, wajahnya pucat, matanya membelalak tak percaya pada situasi yang dilihatnya. "M-Mas Damar... apa yang terjadi? Kenapa Mas Faris bisa berada di kamar kita?" Suaranya terdengar panik, napasnya memburu, dan sorot matanya memohon agar suaminya mendengarkan.

Namun, Damar sudah tenggelam dalam kemarahan dan sakit hati yang tak lagi bisa dibendung. “Aku yang seharusnya bertanya padamu, Laras! Kenapa kalian bisa tidur seranjang di sini? Apa sebenarnya yang sudah kalian lakukan?” Suaranya rendah namun penuh amarah yang mencuat ke permukaan.

"Aku... aku tidak tahu, Mas," Laras menggeleng dengan mata yang mulai berkaca-kaca, nada suaranya lemah dan gemetar. “Sungguh, aku tidak ingat apa pun tentang kejadian ini...”

Ratna menyeringai penuh kemenangan, lalu mendekat ke arah Laras dengan langkah perlahan, tatapan matanya tajam dan meremehkan. "Jangan berpura-pura tidak tahu, Laras. Bukannya kamu yang memanfaatkan kesempatan ini? Kamu sengaja, kan, membawa pria lain ke sini saat Damar tidak ada dan rumah dalam keadaan sepi?" Kata-katanya memotong udara seperti pisau tajam, membuat Laras tersentak.

Dengan suara gemetar, Laras berusaha membela diri. "Mas... demi Tuhan, aku tidak melakukan itu. Aku berani sumpah..."

"Jangan bawa-bawa nama Tuhan dalam urusan ini, Laras. Buktinya sudah jelas, kalau kamu tertangkap basah sudah berselingkuh dengan Faris," potong Ratna tajam.

Mendengar ucapan mertuanya, Laras menoleh penuh harap ke arah Damar, berharap suaminya mau percaya kepadanya. "Mas Damar, aku mohon... percaya sama aku. Aku tidak akan pernah menghianati kamu, apalagi dengan sahabatmu sendiri," suaranya bergetar, penuh dengan kepedihan dan ketakutan.

Damar terdiam, bingung dan tak tahu harus berpihak kepada siapa. Di satu sisi, dia mengenal Laras sebagai istri yang selalu setia, yang bahkan tak pernah sekali pun menimbulkan kecurigaan. Tapi di sisi lain, bukti begitu jelas di depan matanya, Laras dan Faris berada di ranjang yang sama, di kamarnya sendiri. 

"Entahlah, Laras," desahnya akhirnya. "Aku bingung... tapi semua bukti memberatkanmu. Sulit membuatku untuk percaya padamu."

Mendengar kata-kata Damar, air mata Laras menetes. Dia tahu ini bukan saatnya hanya berdiam diri. Dengan napas tersengal, ia menoleh pada Faris, mendekatinya, lalu mencengkeram kerah baju sahabat suaminya itu, menatapnya dengan tatapan penuh harap dan putus asa. "Mas Faris... kenapa kamu diam saja? Katakan sesuatu! Bilang ke Mas Damar kalau ini semua salah paham, kalau kita tidak ada hubungan apa-apa!"

Namun, Faris menunduk sejenak, menghela napas panjang. Lalu, dengan ekspresi yang sulit dibaca, ia mengangkat wajahnya dan menatap Damar. “Maaf, Laras,” katanya pelan namun pasti. “Sebaiknya kita jujur saja pada Damar… bahwa memang ada sesuatu di antara kita.”

Damar tersentak, seperti dihantam batu besar yang tak terlihat. Pengakuan Faris membuat darahnya berdesir. Laras ternganga, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Mas... apa maksudmu berbicara seperti itu? Kenapa kamu berbohong?!" suara Laras meninggi, matanya dipenuhi air mata, dan ia menatap Faris seakan orang asing. 

Faris mengalihkan pandangannya, seolah-olah enggan bertemu mata dengan Laras. "Laras, sudah cukup. kita tidak perlu lagi bersandiwara. Damar sudah menangkap  basah kita. Mungkin inilah saatnya untuk kita  jujur padanya."

Laras menggeleng, rasa frustasi dan kepanikan merasuk ke dalam dirinya. "Tidak... ini semua bohong!" jeritnya, melangkah mundur seolah tak ingin mempercayai kenyataan yang terjadi. Ia berlari ke arah Damar, menggenggam tangan suaminya erat-erat. “Mas Damar... aku mohon, jangan percaya dengan omongan Mas Faris. Dia... dia bohong. Dia sengaja ingin merusak pernikahan kita!”

Damar berdiri membatu, mendengarkan ucapan Laras yang terdengar begitu putus asa, penuh ketakutan yang nyata. Namun, pengakuan Faris tadi seolah menghantamnya kembali, membungkam semua harapannya.

Mata Damar bergantian menatap wajah Laras yang menangis dan Faris yang tetap diam, seperti pasrah menerima konsekuensi yang entah dia sengaja ciptakan atau bukan. Pikirannya berkecamuk, penuh dengan keraguan dan kesedihan yang tak terkatakan. Bagian dari dirinya ingin percaya pada Laras, ingin menggenggam tangannya dan mengabaikan semua yang terjadi. Tapi Faris… sahabat yang selalu ia percayai… mengakuinya sendiri.

Ratna, yang berdiri di sudut ruangan, tersenyum sinis, menikmati kekacauan ini. “Semuanya sudah jelas, kan, Damar? Sekarang kamu bisa lihat sendiri sifat asli istrimu. Bagaimana kelakuannya saat kau tidak ada di rumah. Dia itu tidak sepolos yang kamu kira” ucapnya pelan namun terdengar jelas, membuat dada Damar makin sesak.

Bab terkait

  • I'm Sorry Laras   Fitnah Raka

    Laras hanya bisa menangis, terisak-isak di hadapan suaminya, mencoba untuk meyakinkan hatinya sendiri bahwa semua ini adalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Tapi pandangan Damar yang berubah dingin menunjukkan bahwa kepercayaan itu telah terguncang, mungkin bahkan sudah hancur.Melihat ekspresi dingin dan kekecewaan di wajah suaminya, Laras jatuh berlutut, matanya basah oleh air mata yang tak tertahankan. Dia menggenggam tangan Damar, mencoba meyakinkan pria yang ia cintai itu untuk mempercayainya sekali lagi.“Mas Damar… aku mohon, percaya padaku,” suaranya bergetar, penuh kepedihan. “Kamu tahu akutidak akan pernah melakukan hal seperti ini. Kamu tahu betapa aku sangat mencintaimu…”Namun, Damar menarik tangannya perlahan, pandangannya penuh dengan luka yang dalam. "Laras, maafkan aku… tapi aku tidak bisa mempercayaimu sekarang. Kamu sudah terlalu menyakitiku," jawabnya dengan suara rendah.Air mata Laras jatuh makin deras. “Mas… aku mohon, jangan berkata seperti itu,” ratapnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Hukuman Laras

    Damar menatap Laras dengan tatapan datar dan dingin, seolah-olah hatinya sudah tak lagi bergetar oleh isak tangisnya. "Dan untukmu, Laras… Aku tidak akan mengusirmu atau menceraikanmu. Tapi jangan salah sangka dulu. Ini bukan berarti aku memaafkan kesalahanmu," katanya, suaranya bergetar halus namun tajam.Laras merasa hatinya remuk tapi sekaligus lega. Setidaknya ia tidak akan kehilangan suami dan rumah tangganya secepat ini. "Terima kasih, Mas… Terima kasih," ujarnya pelan, suaranya penuh harap.Damar tertawa kecil, sinis. "Jangan terlalu senang, Laras. Jangan kira aku akan diam saja setelah semua yang kau lakukan padaku. Aku tidak menceraikanmu atau mengusirmu itu karena aku ingin melihatmu menderita langsung. Mulai sekarang, jangan harap aku akan bersikap manis lagi padamu. Selama kau tetap berada di sini, aku akan memastikan hidupmu penuh dengan rasa sesal."Laras terkejut mendengar kata-katanya. Ada getaran takut yang muncul di hatinya, namun ia berusaha menepisnya. “Baik, Mas… K

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Meragukan Indira

    "Siapa yang mengizinkan kalian makan di meja makan ini?" Ibu Ratna berkata dengan nada penuh penghinaan. "Mulai hari ini, kalian berdua makan di belakang, bersama para pembantu. Dan untuk makanannya, kalian tunggu sisa dari kami."Laras menatap ibu mertuanya dengan sorot tegas. “Bu, kami juga punya hak untuk makan di meja makan ini. Bagaimanapun juga, kami masih bagian dari keluarga ini.”“Bagian dari keluarga?” Ratna tertawa sinis. “Setelah pengkhianatanmu terhadap Damar, jangan harap kami menganggap kalian keluarga. Kalian tidak lebih dari parasit di rumah ini!”Laras berusaha menahan amarah. “Mas Damar saja masih menganggapku istrinya, Bu. Jadi secara tidak langsung, kami masih berhak menikmati fasilitas di rumah ini, terutama Indira. Dia anak kandung mas Damar, Bu. Dia sangat berhak makan di sini!”Ratna mendengus. "Berani bicara soal hak padaku, Laras? Kamu itu cuma perempuan miskin yang beruntung ditampung Damar. Jadi jangan pernah menuntut hak di sini!" sergah Ratna tajam. “Ayo,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Tes DNA

    Laras terdiam, mendapati dirinya harus menjelaskan sesuatu yang begitu rumit pada anaknya yang masih polos. Bagaimana caranya menjawab tanpa melukai hati Indira? Dia mengambil napas dalam, lalu berkata dengan suara lembut, “Tes DNA itu… semacam cara untuk memastikan hubungan antara satu orang dengan orang lainnya, sayang. Untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar keluarga.” Indira mengernyitkan dahi. “Berarti… buat bukti kalau aku benar anak Ayah, ya?” Laras mengangguk kecil, air matanya hampir jatuh lagi. “Iya, sayang… tapi, kamu jangan khawatir, ya. Kamu selalu akan jadi anak Ayah dan Ibu. Kami sayang sama kamu, itu yang paling penting.” Indira hanya tersenyum kecil, tampak tidak terlalu memahami sepenuhnya, tapi cukup untuk membuat Laras menahan napasnya sekali lagi. Hari ini, untuk pertama kalinya, Laras merasa sangat takut kehilangan keluarga kecil yang sudah ia perjuangkan selama ini. Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya di Rumah Sakit Kasih Bunda. Ruang tunggu rumah s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Kekecewaan Damar

    Damar menatap hasil tes yang dipegang Dokter Surya, dan kata-kata di atas kertas itu menancap tajam di hatinya, seperti belati yang merobek-robek kepercayaannya. Perlahan, ia menggumam pelan, hampir tak terdengar, “Jadi… benar? Indira… bukan anakku?” Laras, yang duduk di sampingnya, merasakan dunia di sekitarnya runtuh. Ia tak percaya. “Tidak, Mas… ini pasti ada kesalahan… Aku yakin ada yang menukar hasil tesnya,” ucapnya dengan suara bergetar, penuh dengan keyakinan yang tersisa. Dokter Surya menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan rasa simpatinya. “Maaf, Bu. Semua prosedur yang kami lakukan sudah sesuai dengan standar yang ada di Rumah sakit ini, dan kami tidak mungkin menukar hasil tes DNA suami ibu. Reputasi rumah sakit ini adalah hal yang sangat kami jaga.” Ratna, dengan senyum puas, memandang Laras tajam. “Dengar itu, Laras. Jangan seenaknya menuduh! Sudah jelas jelas anakmu itu bukan anaknya Damar. Kamu mau menyangkal apalagi?” Laras menatap Ratna dengan sorot mata penuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • I'm Sorry Laras   Rencana Baru

    Damar akhirnya sampai di rumahnya. Mesin mobil masih menyala, tapi tangannya tak bergerak membuka pintu. Pandangannya kosong, tertuju pada lingkaran kemudi yang terasa seperti beban di tangannya. Di luar, bayangan rumah tampak megah, namun dingin—seperti hatinya saat ini. "Lo, kenapa kamu tidak turun, Damar?" Suara lembut ibunya, Ratna, memecah keheningan dari kursi penumpang. Tatapannya penuh perhatian, tapi ada sesuatu yang dingin di balik sorot matanya. "Memangnya kamu mau ke mana?" Damar mendesah pelan, suaranya hampir tenggelam dalam deru mesin. "Aku mau menenangkan diriku, Bu." Ratna mengangguk, lalu menatapnya dengan senyum tipis. "Baiklah. Ibu mengerti. Tapi, jangan bertindak bodoh, Damar. Kalau kamu sudah merasa baikan, pulanglah segera." Damar mencoba tersenyum, meski lesu. "Baik, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak akan lama." Dengan satu sentakan pada pedal gas, ia pergi meninggalkan halaman rumah, menyisakan debu dan bunyi mesin yang memudar di kejauhan. Ratna berdiri di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • I'm Sorry Laras   Rencana kejam

    Raka menatap ibunya, syok. “Jadi maksud ibu… kita akan membunuhnya?” “Bukan kita yang membunuhnya,” jawab Ratna dingin, bibirnya melengkung tipis. “Binatang di hutan itu yang akan melakukannya. Tugas kita hanya memastikan dia sampai di sana.” “Ibu, itu sama saja!” balas Raka, suaranya meninggi meski dia berusaha menahannya. “Kalau kita yang menaruhnya di sana, berarti kita yang bertanggung jawab.” Ratna mendengus, jelas kesal dengan reaksi anaknya. Ia mendekatkan wajahnya ke Raka, sorot matanya tajam dan menusuk. “Kenapa? Apa kamu takut, Raka? Atau keberatan? Ingat, ibu melakukan ini semua untukmu! Semua kekayaan Damar itu harus jadi milikmu. Atau kamu ingin terus jadi bayang-bayang kakakmu itu?” Raka menunduk, suaranya melemah. “Bukan itu, Bu… Hanya saja aku takut aksi kita diketahui orang lain. Karena aku tidak mau berakhir di penjara.” Ratna menghela napas panjang, berusaha menahan amarah. Suaranya melunak, namun tetap tegas. “Kita lakukan semuanya dengan cara halus, Raka. Tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • I'm Sorry Laras   Hukuman untuk Laras

    “APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SINI?!” Damar berdiri di ambang pintu, wajahnya merah padam dengan kemarahan yang sulit disembunyikan. Ketika melihat pemandangan di depannya. Dimana posisi Laras sesang menindih Raka, seolah olah Laras lah yang memulai dulu. Laras terkejut, matanya melebar melihat trik kotor Raka. “Mas Damar, ini tidak seperti yang kau pikirkan!” serunya, suaranya bergetar. Namun, Damar sudah terlanjur marah. Matanya menatap Laras dengan pandangan penuh kebencian. “Laras…” ucap Damar dingin. “Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakangku?” Laras menggeleng, air mata membanjiri wajahnya. “Mas Damar, dengarkan aku! Aku tidak melakukan apa-apa! Ini semua salah paham. ini adalah jebakan Raka!” Sebelum Laras bisa melanjutkan, Raka berpura-pura bangkit dengan wajah penuh kepura-puraan. “Mas… aku tidak tahu kenapa Mbak Laras seperti ini. Dia tiba-tiba saja memelukku…” “BOHONG!” Laras berteriak, suaranya pecah. “Kau yang menyerangku, Raka!” “Cukup!” bentak Damar, suaranya m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • I'm Sorry Laras   Rayuan Nadine

    Dika mengangkat alis, sementara Wisnu menoleh dengan ekspresi geli."Tumben banget," gumam Wisnu dengan nada menggoda. "Biasanya, lo kalo jalan ya jalan aja seolah-olah Dika ini nggak ada. Tapi sekarang kok malah nyamperin?"Nadine melirik Wisnu dengan sinis. "Gue ngomong sama Dika ya, bukan sama lo!"Wisnu terkekeh, menikmati situasi ini. "Dulu mah Dika lu cuekin? Sekarang ketika dia sudah berubah tambah ganteng, baru deh lo lirik."Nadine mendengus kesal, lalu mengabaikan Wisnu. Dia menatap Dika dengan senyum manis—senyum yang sama sekali tidak dipercaya oleh Dika.Wisnu hanya tertawa kecil, menikmati bagaimana Nadine yang biasanya angkuh kini justru berusaha menarik perhatian sahabatnya. Nadine kemudian kembali menoleh ke Dika, menatapnya dengan mata berbinar. "Kamu kok diem aja? Salam ku nggak dijawab?" Dika menatapnya datar, kemudian bersuara dengan nada dingin. "Apa sebenarnya maumu? Mau menghina aku lagi?" Nadine tersenyum manis—senyum yang tampak dibuat-buat di mata Dik

  • I'm Sorry Laras   Wisnu akhirnya tahu

    Laras tersentak. Matanya membulat, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Damar.. maksud ibu Ayah kalian… membelamu?” suaranya terdengar ragu.Indira mengangguk. “Ya. Dia berdiri di pihakku, meskipun di depan istri dan anaknya sendiri.”Laras terdiam, jemarinya meremas ujung bajunya. “Bagaimana keadaannya? Apakah dia sehat? Apakah dia… baik-baik saja?”Indira dan Dika saling berpandangan. Mereka bisa merasakan nada rindu yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan itu.“Ibu…” Indira menatap ibunya tajam. “Apa Ibu masih mencintai Ayah?”Laras menunduk, wajahnya memerah. “Ibu…” suaranya bergetar. “Ibu tidak bisa membohongi perasaan ibu, Nak. Meski bertahun-tahun sudah berlalu, meski ibu berusaha melupakan ayah mu, namun hati ini tetap menyimpan namanya.”Dika mendesah. “Tapi, Bu… Ayah sudah meninggalkan kita. Dia bahkan tidak pernah mencari ibu selama ini.”Indira menyusul, suaranya lebih dingin. “Bahkan ayah memilih menikah dengan wanita lain dan membiarkan Ibu mend

  • I'm Sorry Laras   Balas Dendam yang Terlambat

    Ratna tertegun. Dada tuanya bergemuruh hebat saat sosok Indira berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot mata yang begitu dingin, begitu menusuk. Ternyata, dugaannya memang benar—Indira yang kemarin datang ke pesta Doni adalah Indira, anak Laras yang telah lama hilang.Indira melangkah maju, matanya menyala penuh amarah. "Apa salah ibuku sampai kau tega menamparnya seperti itu?" suaranya menggema, tajam seperti pisau.Ratna mendengus, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Karena ibumu sudah berani kurang ajar padaku," jawabnya, penuh keangkuhan.Maryam mengangguk setuju, seolah ingin memperkuat kata-kata Ratna.Indira mendengus tidak percaya. "Ibuku tidak mungkin bertindak kurang ajar tanpa alasan!" Pandangannya menusuk, seakan mencoba menembus kebohongan yang mereka tutupi. ""Sepertinya aku harusnya bertanya oada kalian... siapa sebenarnya yang kurang ajar di sini? Dan apa sebenarnya tujuan kalian datang ke sini? Bukankah kalian sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan ibuk

  • I'm Sorry Laras   mendatangani Laras

    Di antara bayang-bayang meja dan kursi yang tertata rapi, sepasang mata mengawasi dengan napas tertahan. Tangan yang mengepal erat bergetar, bukan karena takut, tetapi karena amarah yang meluap-luap.Sosok itu menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan desakan untuk keluar dari persembunyian dan mengakhiri adegan terlarang yang sedang terjadi di depan matanya. Tidak pernah, sekalipun dalam mimpi terburuknya, ia membayangkan Raka dan Sofia akan berani melakukan hal sehina ini—di rumah ini, di bawah atap yang sama dengan suami Sofia, di tempat yang seharusnya menjadi simbol kehormatan keluarga.Dadanya naik turun, menyesakkan. Pandangannya kabur karena kemarahan yang berkecamuk. Setiap sentuhan, setiap desahan yang samar terdengar membuat hatinya semakin tercabik-cabik."Sebaiknya aku pergi dari sisni."Orang itu menelan kekecewaannya, memilih untuk tidak lagi menyaksikan adegan panas dari 2 orang yang berlainan jenis ini. Dengan langkah ringan namun cepat, ia mundur, menjauh dari pemandangan

  • I'm Sorry Laras   Perdebatan keluarga

    Setelah pesta ulang tahun yang berantakan itu berakhir, keluarga Damar kembali ke rumah mewah mereka. Malam yang seharusnya penuh kemeriahan berubah menjadi malam yang dipenuhi ketegangan.Begitu pintu utama tertutup, Sofia meledak.“Apa yang kau pikirkan, Mas Damar?!” suaranya melengking memenuhi ruangan, penuh kemarahan yang sejak tadi ia pendam. “Pesta Doni hancur gara-gara ulahmu! Seharusnya Mas Damar tidak mengundang Indira! Dan Dika?! Apa mas tidak tahu kalau dia adalah orang yang paling Doni benci di sekolah?!”Damar melepas jasnya dengan santai, seolah tidak terpengaruh. “Memangnya salahku kalau Doni tidak bisa mengendalikan emosinya?” jawabnya datar.Raka yang sejak tadi diam kini ikut maju. “Tapi, Kak, apa yang dikatakan Sofia benar. Kau seharusnya tidak membela orang asing dan malah mempermalukan Doni di depan semua tamunya. Kau pikir harga dirinya tidak hancur setelah itu?”D

  • I'm Sorry Laras   pesta yang berantakan

    Langkahnya tenang namun penuh tekanan saat ia mendekat. “Semua yang dikatakan Nona Indira benar,” ucapnya, suaranya tak terbantahkan. “Akulah yang memberikan undangan itu.”Sofia langsung melangkah maju, sorot matanya penuh kecurigaan. “Jadi benar?! Kau dan perempuan ini ada hubungan?!”Damar mendengus, tatapannya menusuk tajam. “Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan, Sofia? Aku dan Nona Indira hanya rekan bisnis. Tidak lebih.”Nada suaranya begitu tegas hingga tak seorang pun berani menyela.Doni yang sejak tadi menahan diri, akhirnya meledak. “Tapi aku tetap tidak terima, Pa! Kenapa mereka masih ada di sini?! Dia sudah menamparku! Harusnya Papa usir mereka!”Namun, yang terjadi justru kebalikan dari harapannya.Damar berbalik, menatapnya dengan mata yang kini penuh kekecewaan."Kalau kau sampai ditampar, itu artinya kau pantas mendapatkannya."Ruangan itu seketi

  • I'm Sorry Laras   Pesta Ulang tahun Doni

    Doni melangkah dengan wajah penuh amarah, matanya menyala dengan kebencian saat mendekati Dika dan Indira. Dengan nada mengejek, dia menyapu pandangan dari atas ke bawah, menatap pakaian mahal yang dikenakan Dika.“Dari mana lo dapet baju ini, hah?” Doni mencibir. “Jangan bilang lo nyewa cuma biar keliatan kaya. Biar gue kasih tau, Dika, meskipun lo pakai jas mahal, lo tetap aja keliatan kayak orang miskin yang berusaha keras buat pura-pura jadi orang kaya.”Dika menatapnya tanpa gentar. “Bukan urusan lo gue dapet baju ini dari mana,” katanya tenang, tapi penuh ketegasan. “Dan lo salah, Don. Ini bukan baju sewaan. Gue juga nggak peduli omongan lo. Yang jelas, mulai sekarang, lo nggak akan punya kesempatan lagi buat nginjek-injek harga diri gue.”Doni membelalakkan mata, tidak percaya. Dika yang biasanya diam dan pasrah, kini berani melawan.Amarahnya semakin membara. “Berani banget lo ngo

  • I'm Sorry Laras   Doni VS Dika

    Suasana kelas mendadak sunyi. Semua siswa menunggu dengan cemas, takut jika mereka melakukan kesalahan sekecil apa pun yang bisa membuat Doni murka. Ia menyeringai puas melihat ketakutan mereka. Kemudian, dengan nada dramatis, ia melanjutkan, “Tiga hari lagi, gue bakal ngadain pesta ulang tahun di hotel paling mewah di kota ini. Dan semua anak kelas 1A... DIUNDANG!”Sejenak ada kelegaan di wajah para siswa. Tapi belum sempat mereka tersenyum, Doni melanjutkan dengan nada lebih tajam, “Semua... kecuali satu orang.”Ia menoleh langsung ke arah Dika, lalu menyeringai sinis. “Lo, Dika. Lo nggak diundang.”Beberapa siswa saling bertukar pandang, sementara sebagian lain langsung menunduk, tak ingin terlibat. Wisnu mengepalkan tangan, wajahnya merah karena marah. Tapi Dika? Ia tetap berdiri tenang, ekspresinya tak berubah sedikit pun. Ia menatap Doni, tapi

  • I'm Sorry Laras   Undangan

    Setelah mendengar pemaparan proposal yang dijelaskan panjang lebar oleh Indira, Damar merasa tertarik. Ia mengangguk pelan, jemarinya mengetuk-ngetuk sampul proposal di meja. “Menarik sekali,” gumamnya. “Saya akan mempelajari lebih dalam lagi mengenai proposal yang ibu berikan, sebelum saya memberikan keputusan.”Indira tersenyum percaya diri. “Tentu, Pak Damar. Saya yakin kerja sama ini akan membawa keuntungan besar bagi kedua belah pihak.”Setelah berbincang serius mengenai bisnis, suasana perlahan mencair. Damar, yang masih merasa ada sesuatu dalam diri Indira yang begitu familiar, memutuskan untuk berbincang lebih santai. Ia mulai bertanya tentang kehidupan pribadi Indira, hingga akhirnya, dengan nada penuh pertimbangan, ia mengundang Indira ke acara ulang tahun putranya, Doni, yang akan diadakan tiga hari lagi di sebuah hotel mewah.Indira terdiam sesaat, menyembunyikan keterkejutan di balik ekspresi tenangnya. Kesempatan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status