Share

I'm Sorry Laras
I'm Sorry Laras
Penulis: mangpurna

Terjebak

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 21:56:57

"Damar, syukurlah kamu sudah datang," suara ibunya, Ratna Kartika, terdengar mendesak, tangannya mencengkeram lengan Damar erat-erat. "Kamu harus lihat bagaimana kelakuan istrimu saat kamu tidak ada di rumah."

Damar mengerutkan kening, lalu perlahan menarik lengannya dari genggaman ibunya. "Ada apa sih, Bu? Aku ini baru saja pulang dari luar kota, dan masih capek, ... tolong, jangan mulai drama yang tidakpenting seperti ini," ucapnya, nada suaranya lelah namun tegas. "Aku tahu Ibu belum sepenuhnya menerima Laras sebagai menantu di rumah ini, tapi bukan berarti ibu harus terus menyudutkannya."

Ratna berhenti, menatap wajah putranya yang kini dipenuhi rasa kesal. “Kenapa kamu ngomong seperti itu, Damar?” ucapnya dengan nada kecewa. “Memang, Ibu tidak pernah merestui Laras sebagai istrimu. Tapi, itu bukan alasan Ibu untuk berbuat jahat kepadanya. Justru, Ibu menarik kamu masuk kesini  agar kamu sendiri bisa melihat kebenaran yang selama ini di tutup tutupi oleh istrimu.”

"Kebenaran apa lagi sih, Bu?" gumam Damar setengah tidak percaya.

Ibunya menghela napas panjang, lalu menatap dalam-dalam mata putranya. “Istrimu... dia sedang tidur dengan pria lain di kamar kalian.”

Damar tersentak, seolah-olah kata-kata itu menghantam dadanya dengan keras. “Itu tidak mungkin, Bu. Laras tidak akan pernah melakukan hal sehina itu,” balasnya, mencoba menahan nada suaranya yang bergetar.

Ratna mendesah, lalu melangkah ke arah kamar Damar. "Kalau kamu tidak percaya, lihat saja dengan mata kepala kamu sendiri."

Damar mengikuti langkah ibunya menuju pintu kamar mereka. Napasnya memburu di tengah keraguan dan kekecewaan yang perlahan mencuat di dadanya. Dengan hati berdebar, dia membuka pintu kamar, dan pandangannya langsung jatuh pada sosok Laras yang berbaring di atas ranjang, dan di sampingnya... Faris, sahabat yang telah ia percayai seumur hidupnya.

Saat itu juga, darah Damar terasa berdesir di seluruh tubuh, dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Faris sedang memeluk Laras dengan tubuh yang masih tertidur pulas, seolah-olah mereka memang pasangan yang seharusnya ada di situ.

"Laras, apa yang sudah kamu lakukan?" teriak Damar, suaranya menggema di dalam kamar. Seruannya membuat Laras dan Faris tersentak bangun dari tidur mereka, kebingungan dan terkejut.

Laras langsung bangkit, wajahnya pucat, matanya membelalak tak percaya pada situasi yang dilihatnya. "M-Mas Damar... apa yang terjadi? Kenapa Mas Faris bisa berada di kamar kita?" Suaranya terdengar panik, napasnya memburu, dan sorot matanya memohon agar suaminya mendengarkan.

Namun, Damar sudah tenggelam dalam kemarahan dan sakit hati yang tak lagi bisa dibendung. “Aku yang seharusnya bertanya padamu, Laras! Kenapa kalian bisa tidur seranjang di sini? Apa sebenarnya yang sudah kalian lakukan?” Suaranya rendah namun penuh amarah yang mencuat ke permukaan.

"Aku... aku tidak tahu, Mas," Laras menggeleng dengan mata yang mulai berkaca-kaca, nada suaranya lemah dan gemetar. “Sungguh, aku tidak ingat apa pun tentang kejadian ini...”

Ratna menyeringai penuh kemenangan, lalu mendekat ke arah Laras dengan langkah perlahan, tatapan matanya tajam dan meremehkan. "Jangan berpura-pura tidak tahu, Laras. Bukannya kamu yang memanfaatkan kesempatan ini? Kamu sengaja, kan, membawa pria lain ke sini saat Damar tidak ada dan rumah dalam keadaan sepi?" Kata-katanya memotong udara seperti pisau tajam, membuat Laras tersentak.

Dengan suara gemetar, Laras berusaha membela diri. "Mas... demi Tuhan, aku tidak melakukan itu. Aku berani sumpah..."

"Jangan bawa-bawa nama Tuhan dalam urusan ini, Laras. Buktinya sudah jelas, kalau kamu tertangkap basah sudah berselingkuh dengan Faris," potong Ratna tajam.

Mendengar ucapan mertuanya, Laras menoleh penuh harap ke arah Damar, berharap suaminya mau percaya kepadanya. "Mas Damar, aku mohon... percaya sama aku. Aku tidak akan pernah menghianati kamu, apalagi dengan sahabatmu sendiri," suaranya bergetar, penuh dengan kepedihan dan ketakutan.

Damar terdiam, bingung dan tak tahu harus berpihak kepada siapa. Di satu sisi, dia mengenal Laras sebagai istri yang selalu setia, yang bahkan tak pernah sekali pun menimbulkan kecurigaan. Tapi di sisi lain, bukti begitu jelas di depan matanya, Laras dan Faris berada di ranjang yang sama, di kamarnya sendiri. 

"Entahlah, Laras," desahnya akhirnya. "Aku bingung... tapi semua bukti memberatkanmu. Sulit membuatku untuk percaya padamu."

Mendengar kata-kata Damar, air mata Laras menetes. Dia tahu ini bukan saatnya hanya berdiam diri. Dengan napas tersengal, ia menoleh pada Faris, mendekatinya, lalu mencengkeram kerah baju sahabat suaminya itu, menatapnya dengan tatapan penuh harap dan putus asa. "Mas Faris... kenapa kamu diam saja? Katakan sesuatu! Bilang ke Mas Damar kalau ini semua salah paham, kalau kita tidak ada hubungan apa-apa!"

Namun, Faris menunduk sejenak, menghela napas panjang. Lalu, dengan ekspresi yang sulit dibaca, ia mengangkat wajahnya dan menatap Damar. “Maaf, Laras,” katanya pelan namun pasti. “Sebaiknya kita jujur saja pada Damar… bahwa memang ada sesuatu di antara kita.”

Damar tersentak, seperti dihantam batu besar yang tak terlihat. Pengakuan Faris membuat darahnya berdesir. Laras ternganga, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Mas... apa maksudmu berbicara seperti itu? Kenapa kamu berbohong?!" suara Laras meninggi, matanya dipenuhi air mata, dan ia menatap Faris seakan orang asing. 

Faris mengalihkan pandangannya, seolah-olah enggan bertemu mata dengan Laras. "Laras, sudah cukup. kita tidak perlu lagi bersandiwara. Damar sudah menangkap  basah kita. Mungkin inilah saatnya untuk kita  jujur padanya."

Laras menggeleng, rasa frustasi dan kepanikan merasuk ke dalam dirinya. "Tidak... ini semua bohong!" jeritnya, melangkah mundur seolah tak ingin mempercayai kenyataan yang terjadi. Ia berlari ke arah Damar, menggenggam tangan suaminya erat-erat. “Mas Damar... aku mohon, jangan percaya dengan omongan Mas Faris. Dia... dia bohong. Dia sengaja ingin merusak pernikahan kita!”

Damar berdiri membatu, mendengarkan ucapan Laras yang terdengar begitu putus asa, penuh ketakutan yang nyata. Namun, pengakuan Faris tadi seolah menghantamnya kembali, membungkam semua harapannya.

Mata Damar bergantian menatap wajah Laras yang menangis dan Faris yang tetap diam, seperti pasrah menerima konsekuensi yang entah dia sengaja ciptakan atau bukan. Pikirannya berkecamuk, penuh dengan keraguan dan kesedihan yang tak terkatakan. Bagian dari dirinya ingin percaya pada Laras, ingin menggenggam tangannya dan mengabaikan semua yang terjadi. Tapi Faris… sahabat yang selalu ia percayai… mengakuinya sendiri.

Ratna, yang berdiri di sudut ruangan, tersenyum sinis, menikmati kekacauan ini. “Semuanya sudah jelas, kan, Damar? Sekarang kamu bisa lihat sendiri sifat asli istrimu. Bagaimana kelakuannya saat kau tidak ada di rumah. Dia itu tidak sepolos yang kamu kira” ucapnya pelan namun terdengar jelas, membuat dada Damar makin sesak.

Bab terkait

  • I'm Sorry Laras   Fitnah Raka

    Laras hanya bisa menangis, terisak-isak di hadapan suaminya, mencoba untuk meyakinkan hatinya sendiri bahwa semua ini adalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Tapi pandangan Damar yang berubah dingin menunjukkan bahwa kepercayaan itu telah terguncang, mungkin bahkan sudah hancur.Melihat ekspresi dingin dan kekecewaan di wajah suaminya, Laras jatuh berlutut, matanya basah oleh air mata yang tak tertahankan. Dia menggenggam tangan Damar, mencoba meyakinkan pria yang ia cintai itu untuk mempercayainya sekali lagi.“Mas Damar… aku mohon, percaya padaku,” suaranya bergetar, penuh kepedihan. “Kamu tahu akutidak akan pernah melakukan hal seperti ini. Kamu tahu betapa aku sangat mencintaimu…”Namun, Damar menarik tangannya perlahan, pandangannya penuh dengan luka yang dalam. "Laras, maafkan aku… tapi aku tidak bisa mempercayaimu sekarang. Kamu sudah terlalu menyakitiku," jawabnya dengan suara rendah.Air mata Laras jatuh makin deras. “Mas… aku mohon, jangan berkata seperti itu,” ratapnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Hukuman Laras

    Damar menatap Laras dengan tatapan datar dan dingin, seolah-olah hatinya sudah tak lagi bergetar oleh isak tangisnya. "Dan untukmu, Laras… Aku tidak akan mengusirmu atau menceraikanmu. Tapi jangan salah sangka dulu. Ini bukan berarti aku memaafkan kesalahanmu," katanya, suaranya bergetar halus namun tajam.Laras merasa hatinya remuk tapi sekaligus lega. Setidaknya ia tidak akan kehilangan suami dan rumah tangganya secepat ini. "Terima kasih, Mas… Terima kasih," ujarnya pelan, suaranya penuh harap.Damar tertawa kecil, sinis. "Jangan terlalu senang, Laras. Jangan kira aku akan diam saja setelah semua yang kau lakukan padaku. Aku tidak menceraikanmu atau mengusirmu itu karena aku ingin melihatmu menderita langsung. Mulai sekarang, jangan harap aku akan bersikap manis lagi padamu. Selama kau tetap berada di sini, aku akan memastikan hidupmu penuh dengan rasa sesal."Laras terkejut mendengar kata-katanya. Ada getaran takut yang muncul di hatinya, namun ia berusaha menepisnya. “Baik, Mas… K

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Meragukan Indira

    "Siapa yang mengizinkan kalian makan di meja makan ini?" Ibu Ratna berkata dengan nada penuh penghinaan. "Mulai hari ini, kalian berdua makan di belakang, bersama para pembantu. Dan untuk makanannya, kalian tunggu sisa dari kami."Laras menatap ibu mertuanya dengan sorot tegas. “Bu, kami juga punya hak untuk makan di meja makan ini. Bagaimanapun juga, kami masih bagian dari keluarga ini.”“Bagian dari keluarga?” Ratna tertawa sinis. “Setelah pengkhianatanmu terhadap Damar, jangan harap kami menganggap kalian keluarga. Kalian tidak lebih dari parasit di rumah ini!”Laras berusaha menahan amarah. “Mas Damar saja masih menganggapku istrinya, Bu. Jadi secara tidak langsung, kami masih berhak menikmati fasilitas di rumah ini, terutama Indira. Dia anak kandung mas Damar, Bu. Dia sangat berhak makan di sini!”Ratna mendengus. "Berani bicara soal hak padaku, Laras? Kamu itu cuma perempuan miskin yang beruntung ditampung Damar. Jadi jangan pernah menuntut hak di sini!" sergah Ratna tajam. “Ayo,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Tes DNA

    Laras terdiam, mendapati dirinya harus menjelaskan sesuatu yang begitu rumit pada anaknya yang masih polos. Bagaimana caranya menjawab tanpa melukai hati Indira? Dia mengambil napas dalam, lalu berkata dengan suara lembut, “Tes DNA itu… semacam cara untuk memastikan hubungan antara satu orang dengan orang lainnya, sayang. Untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar keluarga.” Indira mengernyitkan dahi. “Berarti… buat bukti kalau aku benar anak Ayah, ya?” Laras mengangguk kecil, air matanya hampir jatuh lagi. “Iya, sayang… tapi, kamu jangan khawatir, ya. Kamu selalu akan jadi anak Ayah dan Ibu. Kami sayang sama kamu, itu yang paling penting.” Indira hanya tersenyum kecil, tampak tidak terlalu memahami sepenuhnya, tapi cukup untuk membuat Laras menahan napasnya sekali lagi. Hari ini, untuk pertama kalinya, Laras merasa sangat takut kehilangan keluarga kecil yang sudah ia perjuangkan selama ini. Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya di Rumah Sakit Kasih Bunda. Ruang tunggu rumah s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • I'm Sorry Laras   Kekecewaan Damar

    Damar menatap hasil tes yang dipegang Dokter Surya, dan kata-kata di atas kertas itu menancap tajam di hatinya, seperti belati yang merobek-robek kepercayaannya. Perlahan, ia menggumam pelan, hampir tak terdengar, “Jadi… benar? Indira… bukan anakku?” Laras, yang duduk di sampingnya, merasakan dunia di sekitarnya runtuh. Ia tak percaya. “Tidak, Mas… ini pasti ada kesalahan… Aku yakin ada yang menukar hasil tesnya,” ucapnya dengan suara bergetar, penuh dengan keyakinan yang tersisa. Dokter Surya menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan rasa simpatinya. “Maaf, Bu. Semua prosedur yang kami lakukan sudah sesuai dengan standar yang ada di Rumah sakit ini, dan kami tidak mungkin menukar hasil tes DNA suami ibu. Reputasi rumah sakit ini adalah hal yang sangat kami jaga.” Ratna, dengan senyum puas, memandang Laras tajam. “Dengar itu, Laras. Jangan seenaknya menuduh! Sudah jelas jelas anakmu itu bukan anaknya Damar. Kamu mau menyangkal apalagi?” Laras menatap Ratna dengan sorot mata penuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • I'm Sorry Laras   Rencana Baru

    Damar akhirnya sampai di rumahnya. Mesin mobil masih menyala, tapi tangannya tak bergerak membuka pintu. Pandangannya kosong, tertuju pada lingkaran kemudi yang terasa seperti beban di tangannya. Di luar, bayangan rumah tampak megah, namun dingin—seperti hatinya saat ini. "Lo, kenapa kamu tidak turun, Damar?" Suara lembut ibunya, Ratna, memecah keheningan dari kursi penumpang. Tatapannya penuh perhatian, tapi ada sesuatu yang dingin di balik sorot matanya. "Memangnya kamu mau ke mana?" Damar mendesah pelan, suaranya hampir tenggelam dalam deru mesin. "Aku mau menenangkan diriku, Bu." Ratna mengangguk, lalu menatapnya dengan senyum tipis. "Baiklah. Ibu mengerti. Tapi, jangan bertindak bodoh, Damar. Kalau kamu sudah merasa baikan, pulanglah segera." Damar mencoba tersenyum, meski lesu. "Baik, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak akan lama." Dengan satu sentakan pada pedal gas, ia pergi meninggalkan halaman rumah, menyisakan debu dan bunyi mesin yang memudar di kejauhan. Ratna berdiri di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • I'm Sorry Laras   Rencana kejam

    Raka menatap ibunya, syok. “Jadi maksud ibu… kita akan membunuhnya?” “Bukan kita yang membunuhnya,” jawab Ratna dingin, bibirnya melengkung tipis. “Binatang di hutan itu yang akan melakukannya. Tugas kita hanya memastikan dia sampai di sana.” “Ibu, itu sama saja!” balas Raka, suaranya meninggi meski dia berusaha menahannya. “Kalau kita yang menaruhnya di sana, berarti kita yang bertanggung jawab.” Ratna mendengus, jelas kesal dengan reaksi anaknya. Ia mendekatkan wajahnya ke Raka, sorot matanya tajam dan menusuk. “Kenapa? Apa kamu takut, Raka? Atau keberatan? Ingat, ibu melakukan ini semua untukmu! Semua kekayaan Damar itu harus jadi milikmu. Atau kamu ingin terus jadi bayang-bayang kakakmu itu?” Raka menunduk, suaranya melemah. “Bukan itu, Bu… Hanya saja aku takut aksi kita diketahui orang lain. Karena aku tidak mau berakhir di penjara.” Ratna menghela napas panjang, berusaha menahan amarah. Suaranya melunak, namun tetap tegas. “Kita lakukan semuanya dengan cara halus, Raka. Tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • I'm Sorry Laras   Hukuman untuk Laras

    “APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SINI?!” Damar berdiri di ambang pintu, wajahnya merah padam dengan kemarahan yang sulit disembunyikan. Ketika melihat pemandangan di depannya. Dimana posisi Laras sesang menindih Raka, seolah olah Laras lah yang memulai dulu. Laras terkejut, matanya melebar melihat trik kotor Raka. “Mas Damar, ini tidak seperti yang kau pikirkan!” serunya, suaranya bergetar. Namun, Damar sudah terlanjur marah. Matanya menatap Laras dengan pandangan penuh kebencian. “Laras…” ucap Damar dingin. “Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakangku?” Laras menggeleng, air mata membanjiri wajahnya. “Mas Damar, dengarkan aku! Aku tidak melakukan apa-apa! Ini semua salah paham. ini adalah jebakan Raka!” Sebelum Laras bisa melanjutkan, Raka berpura-pura bangkit dengan wajah penuh kepura-puraan. “Mas… aku tidak tahu kenapa Mbak Laras seperti ini. Dia tiba-tiba saja memelukku…” “BOHONG!” Laras berteriak, suaranya pecah. “Kau yang menyerangku, Raka!” “Cukup!” bentak Damar, suaranya m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan dengan Dika

    Indira tersentak. Matanya melebar, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Adik? Ibu... aku punya adik?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.Laras mengangguk pelan, matanya mulai basah. "Iya, Nak. Kau punya adik laki-laki. Namanya Dika. Saat kau... hilang dulu, Ibu sedang mengandungnya."Indira masih sulit memproses kenyataan bahwa ia memiliki seorang adik. Pikirannya berputar-putar, mencoba menghubungkan semua yang baru saja ia dengar. Ia mengusap matanya yang masih basah dan bertanya lirih, "Ibu, kalau begitu... Dika di mana sekarang? Aku ingin bertemu dengannya."Laras tersenyum lembut, mengusap rambut Indira penuh kasih. "Sekarang Dika sedang sekolah, Nak. Jam segini dia pasti ada di kelas."Indira mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya. "Kalau begitu, aku akan menunggu sampai dia pulang. Aku tidak sabar bertemu dengannya, Bu. Aku ingin melihat wajah adikku sendiri."Laras tersenyum lebih lebar, meski matanya tetap basah. "Dia pasti sangat senang kalau ta

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan yang mengharukan

    Laras melepaskan pelukan dari Indira, lalu berbalik menghadapi Surti dengan tatapan penuh kemarahan. "Surti, aku tidak akan membiarkanmu memaksa anakku membayar hutang yang sudah kulunasi. Kalau kau masih menginginkan TV itu, silakan...ambillah! Aku sudah tidak peduli lagi!"Surti hanya tertawa kecil, lalu melipat tangannya di dada dengan penuh kesombongan. "Tidak bisa, Laras. Tadinya aku memang hanya mengincar TV bobrokmu itu, tapi setelah melihat anakmu yang seperti 'dompet berjalan', aku berubah pikiran. Lebih baik kau suruh saja dia melunasi hutangmu sekarang juga."Yuni, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya maju dengan nada penuh kemarahan. "Surti! Jangan bicara seperti itu! Kau tidak tahu apa-apa soal keluarga ini, jadi jangan coba-coba memanfaatkan situasi demi keuntunganmu sendiri. Kau benar-benar keterlaluan!"Surti tersenyum sinis, tatapannya tak gentar sedikit pun. "Tentu saja aku memanfaatkan situasi ini. Aku ini adalah seorang pebisnis, Nek Yuni. Aku harus pintar meliha

  • I'm Sorry Laras   Rindu yang terbalas

    Dunia seolah berhenti berputar untuk Laras. Napasnya tertahan, tubuhnya gemetar hebat. "Indira...?" bisiknya, seolah nama itu membawa gelombang kenangan dan rasa sakit yang tak terkatakan. Air matanya mulai berjatuhan, deras, membasahi pipinya.Tanpa pikir panjang, Laras bangkit dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Ia berlari, nyaris tersandung, dan langsung merengkuh Indira dalam pelukan yang erat. "Anakku..." suaranya pecah oleh tangis yang membanjiri perasaannya. "Indira... ini benar kamu kan,

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan kembali

    "Tidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV ini sebelum kau melunasi semua hutang hutangmu itu," ujar Surti geram, suaranya menggema dengan nada penuh intimidasi.Laras berdiri di depan TV tua itu, berusaha melindunginya dengan tubuhnya yang mulai lemah. "Tapi... bukankah hutang-hutang saya sudah lunas minggu lalu saat saya membayarnya?" tanyanya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca.Surti mendengus sinis, melipat tangannya dengan angkuh. "Enak saja kau bilang lunas. Yang kau bayar kemarin itu hanya bunganya saja. Sedangkan pokoknya belum kau lunasi sama sekali!"Kata-kata Surti membuat Laras tertegun, seluruh tubuhnya terasa lemas. "Itu tidak mungkin... saya yakin kalau saya sudah membayar semuanya. Bahkan dengan bunga bunganya sekalian," jawabnya hampir berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Surti tertawa kecil, lalu mendekat dengan ekspresi penuh kemenangan. "Yang kau bayar itu hanya bunganya 3%, sedangkan bunga di tempatku itu adalah 15%! Jadi kau masih berhutang ban

  • I'm Sorry Laras   Awal pertemuan

    Yuni menghela napas panjang, wajahnya penuh dengan rasa sedih. "Maryam mengusir ibumu, Nak. Dia mengatakan bahwa rumah itu sekarang adalah miliknya. Dia bahkan mencaci ibumu, menyebut Laras sebagai wanita yang tidak tahu diri, meski ibumu yang sudah menyelamatkannya dari kehancuran dulu."Indira tidak bisa menahan air matanya lagi. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk. "Bagaimana mungkin... bagaimana mungkin ada orang sekejam itu? Ibu saya sudah melakukan banyak hal untuknya. Kenapa dia membalasnya dengan cara seperti itu?"Yuni mengusap bahu Indira dengan lembut. " itu karena Maryam sudah dibutakan oleh rasa iri dan dendam, Nak. Dia merasa kalau ibumu terlalu sempurna, bisa mendapatkan segalanya yang tidak pernah bisa dia miliki. Ketika ibumu jatuh, Maryam lah yang paling merasa puas. Dia ingin memastikan Laras selalu menderita."Indira menggenggam tangan Yuni erat, air matanya terus mengalir. "Lalu, bagaimana ibu saya bisa bertahan selama ini, Nek? A

  • I'm Sorry Laras   Secercah Harapan

    Indira duduk di dalam mobil, wajahnya masih menampilkan ekspresi penuh tekad meski hatinya diliputi kegalauan. Lamunannya buyar saat mendengar ketukan lembut di jendela mobil. Dengan alis yang berkerut, ia menoleh ke arah suara dan melihat seorang wanita tua berdiri di luar, wajahnya tampak penuh kerutan namun memancarkan kehangatan."Dewi, bukakan pintunya," ucap Indira singkat. Dewi segera keluar dan membuka pintu bagi wanita tua itu."Maaf, Nak, kalau nenek mengganggu," kata wanita itu dengan suara lirih. "Tadi nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryam. Apakah benar kamu anaknya Laras yang selama ini hilang?"Indira terperangah mendengar nama ibunya disebut. Matanya melebar, sementara hatinya melonjak dengan harapan. "Iya, Nek, saya Indira. Apakah nenek kenal dengan ibu saya?"Wanita itu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Nama nenek Yuni. Tentu saja nenek kenal ibumu. Bahkan, nenek sangat mengenalnya."Indira dan Dewi saling berpandangan, tatapan mereka dipenuh

  • I'm Sorry Laras   Sandiwara Maryam dan Desi

    Maryam meneguk ludah, tahu ini saatnya memberikan pukulan terakhir. “Dia sudah mati,” ucapnya cepat, suaranya datar, seperti menusukkan belati dingin ke hati Indira.Indira tertegun. Ia mundur selangkah, tubuhnya kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh. Syukurlah asistennya dengan sigap menangkap tubuhnya, memegangi bahunya agar ia tidak terjatuh ke tanah.“Apa... apa yang Ibu katakan?” bisik Indira dengan suara parau, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. “Ibu saya... sudah meninggal?”"Iya, dia sudah meninggal 10 tahun lalu," ucap Maryam, suaranya dingin dan penuh keyakinan, meski ada gemetar halus yang berusaha disembunyikannya. Senyum licik terselip di sudut bibirnya, namun dengan cepat ia berusaha menyamarkannya.Indira membeku. Kata-kata Maryam seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Tidak... ini tidak mungkin... Ibu saya tidak mungkin meninggal!" suaranya pecah, tubuhnya limbung seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tangannya gemetar, mencengkeram e

  • I'm Sorry Laras   Mencari keberadaan Laras

    Indira, di usianya yang masih muda, adalah pendiri dan CEO dari brand skincare terkenal bernama "Lumea Glow", yang telah merevolusi dunia kecantikan. Lumea Glow bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di pasar internasional, dengan produk-produk unggulannya yang fokus pada bahan alami dan ramah lingkungan. Mulai dari serum wajah, pelembap, hingga masker premium, semua produk buatannya menjadi incaran banyak selebriti dan influencer terkenal.Kesuksesan Indira bukan datang secara instan. Di balik kemewahan dan prestasinya, tersimpan kisah perjuangan dan kerja keras. Setelah meninggalkan masa kecilnya yang penuh luka, ia tumbuh menjadi gadis yang gigih. Ia memulai Lumea Glow ketika masih berusia 18 tahun, hanya bermodalkan pengetahuan skincare yang ia pelajari secara otodidak, tekad yang besar, dan sedikit modal hasil beasiswa kuliahnya di bidang bisnis.Kini, Lumea Glow memiliki lebih dari 30 cabang offline di seluruh Indonesia, serta ribuan mitra reseller yang tersebar hingga ke

  • I'm Sorry Laras   15 tahun kemudian

    Ratna mendesah, matanya melirik Damar dengan kesal. "Itu tidak penting! Seharusnya kamu fokus pada siapa yang ada di foto itu bersama Laras," ucapnya, nadanya tajam.Damar mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Matanya membelalak lebih lebar ketika menyadari siapa pria yang berdiri di samping Laras. "Ini... Faris? Apa yang dia lakukan bersama Laras?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.Ratna langsung memukul lengan anaknya dengan geram. "Damar! Jangan pura-pura pikun! Faris itu kan selingkuhannya Laras. Apa kamu lupa?" teriak Ratna.Damar mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Iya, Bu... Tapi kenapa dia ada bersama Laras di sana? Apa yang mereka lakukan?"Ratna mendengus kesal. "Tentu saja sekarang mereka bebas bisa bersama setelah kamu menceraikan Laras. Kamu itu terlalu bodoh, Damar. Semenjak Laras mengkhianatimu, kamu jadi kehilangan akal!" ucap Ratna dengan nada tinggi.Ucapan itu seperti menusuk Damar. Ia merasakan amarahnya kembali membara. Perasaan cemburu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status