Berawal dari kesalah pahaman, Saskia menerima uang untuk menjauhi Alvin yang tidak dikenalnya. "Jauhi anak saya!" begitulah titah seorang Ibu pada Saskia saat itu. Dipenuhi dengan kecemasan karna rasa takut untuk terlibat dalam masalah yang lebih besar Saskia memutuskan untuk menutup diri dan mencoba hidup tanpa meninggalkan jejak selama satu bulan. Hingga Alvin menemukannya kembali.
View MoreTepat seperti dugaan Saski, malam itu menjadi malam yang panjang dan melelahkan. Ibunya yang memang selalu meminta Saski untuk membuka hatinya terus menanyai kejelasan skandal yang dialami Saski. Beruntung Ayahnya menyadari ketidak-nyamanan Saski dan memutuskan untuk mengakhiri sesi diskusi keluarga mereka.Saski sendiri merasa bersyukur dia berhasil melewati sesi diskusi/interogasi tersebut tanpa harus menjelaskan perihal kontrak yang dia tandatangani. Kesimpulan yang Saski berikan berhubung Alvin memang cukup terkenal maka banyak media yang mengamatinya untuk mencari berita skandal. Cepat atau lambat juga pasti akan dilupakan.Keesokan harinya Saski baru menyadari bahwa apa yang dia pikir mengenai skandal itu salah. Dengan munculnya email berisikan surat teguran dari penerbit tempat saski menulis artikel. Sebenarnya tidak bisa dibilang teguran lebih tepatnya pemberitahuan peringatan. Rupanya terlalu banyak orang yang menaruh komentar pedas pada artikelnya dan untuk sementara waktu
Hari itu aku pulang malam dalam keadaan letih setelah menghabiskan waktu dengan Bella sehabis makan bersama. Tentu saja kami membahas masalah-masalah baruku yang sudah seperti cerita dalam novel. Bella mengkonfirmasi bahwa Alvin memang cukup terkenal meski bukan seorang public figure. Keluarganya memang kaya raya dan termasuk dalam jajaran keluarga kaya sejak lama. Semua Informasi yang Bella berikan adalah informasi umum yang bisa dikonfirmasi hanya dengan melihat sosial media. Menurut Bella, Alvin kurang masuk dalam kriteria idamannya sehingga dia tidak mengikuti Alvin lebih lanjut. Malam itu aku pulang dengan ojek online untuk menghindari kesulitan mencari kendaraan umum, jadi aku juga tidak sampai rumah terlalu malam. Namun sesampainya di depan rumah aku melihat sesuatu yang jarang kulihat sebelumnya. Sekumpulan orang yang membawa kamera seperti wartawan berkerumun di pinggir jalan dekat rumahku. Apa mereka mencariku? Taku hanya merasa ge-er aku mencoba tidak menganggap mereka d
"Bagaimana kalau kita bekerja sama?"Aku menatap Alvin curiga, apa mau dia sebenarnya?"Kerja sama?" beoku."Iya, kerjasama! Kita bisa saling membantu! Kebetulan aku juga sedang berada dalam kondisi yang pelik." Jawab Alvin sumringah.Untuk ukuran seorang yang baru saja mengaku dalam kondisi pelik dia terlihat bahagia sekali."Huh?" aku kembali ber hah huh ria karena masih belum mengerti akan dibawa kemana pembicaraan ini. Namun Alvin sepertinya menganggap ini sebagai undangan untuk terus bicara."Sebenarnya ini terkait dengan alasan kenapa aku menyebutmu sebagai kekasih pada Ibuku. Memangnya kamu tidak penasaran soal itu?"Seketika seperti kepingan puzzle yang menyatu dengan pas pada tempatnya aku mulai memahami apa yang dia bicarakan."Oh iya ya. Ini semua kan berawal dari Kamu yang mengaku kalau kita sepasang kekasih. Lalu Ibumu datang mengancamku untuk menjauhimu!" Emosiku yang tidak diketahui keberadaanya muncul begitu saja seiring aku bicara.Alvin hanya meringis kecil. Dasar ti
"Selamat Saskia, Kamu baru saja menjadi sebuah skandal."Dengan perlahan aku memreiksa ponselku yang masih terus berdering menandakan notifikasi masuk.Kubuka salah satu notifikasi teratas dan melihat sebuah postingan dari salah satu media sosial yang biasa kugunakan. Akun yang memposting merupakan akun gosip teranyar.Dalam postingan tersebut terdapat foto yang tidak asing namun belum pernah kulihat sebelumnya. Fotoku yang sedang duduk di kafe bersama Alvin. Foto yang diambil belum lama ini. Persis seperti apa yang Alvin bilang. Postingan ini belum genap satu jam di post dan sudah dilihat oleh setidaknya 10 ribu pengguna media sosial. Notifikasi beruntun yang kuterima ada arna banyak yang menyebut akun media sosialku dalam komentar."Benar kan apa kubilang?" ucap Alvin menyadarkanku dari kegilaan ini. Aku menatapnya tidak percaya. Gila! Sepertinya hidupku memang sudah bisa menjadi bahan cerita cerita online. "Gila. Apa-apan nih? Kamu siapa? Kok bisa duduk berdua di kafe gini aja m
Sudah dua minggu berlalu sejak aku mendapat durian runtuh. Pada awalnya aku tidak dapat mempercayai kejadian yang menimpaku di kedai kopi itu dan terus menerus merasa ketakutan. Saat itu seorang wanita yang tidak kuketahui namanya dan mengaku sebagai Ibu dari Alvin yang juga sebenarnya tidak kukenal memberikaku uang tunai dalam jumlah yang sangat besar.Oke, sangat besar bagi seorang Saskia Putri S. Karena saat itu Ibunya Alvin dengan keras menegaskan kalau jumlah tersebut tiak ada artinya di mata keluarga mereka.Setelah memberikan uang tersebut dan membuatku menanda tangani sebuah kontrak yang lebih seperti perintah jaga jarak, wanita itu pergi begitu saja setelah membayar pesanan minumannya di kasir.Butuh waktu agak lama bagiku untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Aku terdiam dengan sebuah koper hitam ditangan. Sampai seseorang bicara padaku."Kalau saran saya sih sebaiknya kakak pesan taksi online untuk pulang dari sini atau minta jemput orang rumah. Bahaya bawa uang dal
"Berapa yang kamu mau?" Ucap wanita paruh baya itu kepadaku sore itu. Nadanya tidak tinggi melengking, tidak juga keras membahana. Namun jika kamu duduk disampingku hari itu, siapapun akan tahu bahwa ucapan itu sarat dengan emosi. Saat itu aku yang tengah merenung di sebuah kedai kopi kecil, mencoba mecari ilham untuk karya tulis, terkejut dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba sudah mengambil tempat di hadapanku. "Huh?" Gagapku terkejut. Wanita itu mentapku tajam. Namun demikian sosoknya tetap tidak membuatku fokus. Meski kucoba untuk mengingat kembali kira-kira siapa gerangan wanita tersebut. "Sebutkan saja, berapa yang kamu mau agar kamu mau menjauhi Alvin." Alvin? Siapa Alvin? Semakin tidak paham dan takut salah bicara aku hanya bisa diam. Dia, wanita itu sedikit banyak mengingatkanku akan guru matematika saat di SMA. Sedikit bicara dan sulit dipahami. "Alvin?" ucapku membeo, entah kemana perginya sel otakkku saat itu. "Alvin Putra Samudera, putra saya. Jangan berpura
"Berapa yang kamu mau?" Ucap wanita paruh baya itu kepadaku sore itu. Nadanya tidak tinggi melengking, tidak juga keras membahana. Namun jika kamu duduk disampingku hari itu, siapapun akan tahu bahwa ucapan itu sarat dengan emosi. Saat itu aku yang tengah merenung di sebuah kedai kopi kecil, mencoba mecari ilham untuk karya tulis, terkejut dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba sudah mengambil tempat di hadapanku. "Huh?" Gagapku terkejut. Wanita itu mentapku tajam. Namun demikian sosoknya tetap tidak membuatku fokus. Meski kucoba untuk mengingat kembali kira-kira siapa gerangan wanita tersebut. "Sebutkan saja, berapa yang kamu mau agar kamu mau menjauhi Alvin." Alvin? Siapa Alvin? Semakin tidak paham dan takut salah bicara aku hanya bisa diam. Dia, wanita itu sedikit banyak mengingatkanku akan guru matematika saat di SMA. Sedikit bicara dan sulit dipahami. "Alvin?" ucapku membeo, entah kemana perginya sel otakkku saat itu. "Alvin Putra Samudera, putra saya. Jangan berpura...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments