"Selamat Saskia, Kamu baru saja menjadi sebuah skandal."
Dengan perlahan aku memreiksa ponselku yang masih terus berdering menandakan notifikasi masuk.
Kubuka salah satu notifikasi teratas dan melihat sebuah postingan dari salah satu media sosial yang biasa kugunakan. Akun yang memposting merupakan akun gosip teranyar.
Dalam postingan tersebut terdapat foto yang tidak asing namun belum pernah kulihat sebelumnya. Fotoku yang sedang duduk di kafe bersama Alvin. Foto yang diambil belum lama ini.
Persis seperti apa yang Alvin bilang. Postingan ini belum genap satu jam di post dan sudah dilihat oleh setidaknya 10 ribu pengguna media sosial. Notifikasi beruntun yang kuterima ada arna banyak yang menyebut akun media sosialku dalam komentar.
"Benar kan apa kubilang?" ucap Alvin menyadarkanku dari kegilaan ini.
Aku menatapnya tidak percaya. Gila! Sepertinya hidupku memang sudah bisa menjadi bahan cerita cerita online.
"Gila. Apa-apan nih? Kamu siapa? Kok bisa duduk berdua di kafe gini aja masuk berita Lambai ?"
"Alvin Putra Samudra, at your service." Cemooh Alvin balik.
Mencemooh kurangnya pengetahuan sosialku yang masih belum bisa menerka siapa Alvin sebenarnya. Memang harus kuakui aku tidak terlalu paham dan mengenal banyak orang terkenal. Baik artis dunia maupun dalam negeri.
"Artis?" Tanayaku memcingkan mata tidak percaya. Alvin memang tidak jelek sih, tapi masa iya?
"Bukan." Jawab Alvin tersenyum. Kenapa dia bahagia betul?
"Pejabat?"
"Apa aku terlihat setua itu?" Tanya dia balik. Apa dia pikir semua pejabat itu tua?
"Anak pejabat?"
"Oh iya ya bisa juga itu. Tapi bukan sih," Rupanya dia juga tidak berpikir sampai kesana. Tapi masa bukan terus.
"Terus kok bisa jadi begini?!" Habis sudah kesabaranku.
"Ibuku bisa dibilang cukup sukses dalam karirnya," Jawab Alvin pelan sembari meneguk kopinya kembali.
"Dan karirnya itu pejabat?" tanyaku tidak sabar. Alvin terlihat seperti akan menceritakan kish hidupnya yang panjang. Dan aku tidak butuh itu, tolong rangkumannya saja!
"Bukan!" Jawabnya mulai beremosi. Jika sedari tadi dia berbicara dengan tenang seperti karakter utama dalam sebuah novel, maka sekarang dia mulai terlihat manusiawi dengan kejengkelannya.
"Ya terus?" tanyaku datar.
"Kan baru mau kubilang tadi. Makanya jangan asal menyelak pembicaraan orang Saski..." ucapnya sambil lalu menjulurkan tangannya kearahku. Mau apa dia?
Karna bingung akupun diam saja menunggu, namun rasa sakit seketika terasa di pipi.
"AW!"
Alvin baru saja mencubit pipiku! Bukan cubitan candaan yang biasa kita lakukan pada saudara, tapi cubitan keras yang menyakitkan.
Aku mengelus pipiku yang perih. Sepertinya Alvin memang tidak waras. Aku menatapnya curiga.
Tapi Alvin malah tersenyum, dia tersenyum begitu lebar seperti tertawa. Dia memang tertawa, begitu terpingkal sampai dia menutupi wajahnya dengan tangan dan membungkunkmemegangi perut.
Apa dia menertawaiku?
"Sakit tau!" ucapku sambil terus mengelus pipiku. semoga tidak betulan memar.
"Hahahaha....., lihat wajahmu! Astaga...." Alvin terpingkal sembari menunjuk wajahku sambil terus tertawa.
Butuh waktu 5 menit sampai dia menenangkan diri. Entah apa yang lucu dari kejadian barusan. Mungkin Alvin memiliki kelainan yang membuatnya menikmati ekspresi kesakitan dari orang lain.
"Maaf, sampai dimana kita tadi? Karir ibuku ya? Bisa dibilang ibuku seorang pengusaha yang berasal dari keluarga kaya lama. Dia memang tidak mendirikan perusahaannya tapi ibuku cukup mampu untuk mengembangkan sayap perusahaan kuno itu di era modern ini."
Aku mengerjap tidak percaya, apa Alvin baru saja menyebut dirinya sendiri berasal dari keluarga kaya lama? Seberapa besar rasa percaya dirimu untuk bisa mengatakan hal itu tanpa malu?
Namun sepertinya Alvin menangkap diamku sebagai pertanda untuk terus bicara karna dia mulai bercerita lagi.
"Yah, bisa dibilang dalam membangun bisnisnya, Ibuku mendapat nama untuk dirinya sendiri dan memilki cukup banyak koneksi penting."
Dan sepertinya salah satunya mampu dengan mudah menggirin opini publik. Atau begitulah kesimpulan yang bisa kuambil.
"Syukurlah aku belum menggunakan uang pemberian ibumu, sudah kuduga akan terjadi masalah. Meski tidak kuduga akan separah ini."
Kali ini Alvin menatapku bingung. Kenapa? Apa dia berharap aku terkena masalah dengan ibunya?
"Apa kamu pikir ibuku akan mau menerima permasalahan ini dengan kamu mengembalikan uangnya?"
Loh memangnya kenapa? Kali ini aku yang bingung.
"Apa kamu yakin betul sanksi dari melanggar perjanjian itu hanya kamu harus mengembalikan uang itu dalam keadaan utuh?" tanya Alvin lagi.
Matilah, aku tidak ingat sama sekali tentang konten perjanjian itu. Bagaimana kalo sanksinya aku harus mengganti sejumlah besar bunga?
"Maksudmu akan ada bunganya?" tanyaku panik.
Alvin hanya menatapku iba. Sepertinya memang ada bunganya, mati aku.
"Ada yang lebih buruk dari hanya bunga Saski. Jika itu memang yang Ibuku mau, dia bisa mengirimmu dan keluargamu ke pengasingan hanya dengan ucapan darinya."
"Pengasingan? Rengasdenglok?"
"Kamu bukan Soekarno Saski, Berhenti melawak untuk kabur dari kenyataan."
Tapi dia duluan yang melawak! Dia duluan yang mengatakan bahwa Ibunya mungkin akan mengasingkanku dan keluargaku di zaman modern ini.
Sebenarnya aku sudah tidak tahu lagi harus apa, mencoba menenangkan diri dengan membuat lelucon-lelucon garing adalah salah satu caraku mempertahankan kewarasanku.
Menyerah dengan keadaan aku memeriksa hpku lahgi. Kali ini untuk mengamati lebih serius sefatal apa kondisiku saat ini.
Sore ini Alvin Putra S. tertangkap basah oleh kamera berkencan dengan wanita tidak dikenal meski dirumorkan sudah berstatus bertunangan dengan salah satu influencer ternama Chiquita di kafe sebuah mall!
Begitulah tagline postingan yang Lambai yang kini tmakin meroket ke dengan hampir 100 ribu penyangan. Tunggu? Tunangan? Alvin sudah bertunangan?
Enthak kenapa nafasku sedikit tercekat menyadari isi berita ini. Dengan firasat tidak enak aku memberanikan diri membaca komentar-komentar yang ada.
Banyak yang mempertanyakan siapa aku dalam komentar. Banyak juga yang menyebutkan nama akun media sosialku. Dan lebih banyak lagi yang mengecamku dengan sebutan pelakor dan hinaan lain.
Begitu banyak cercaan, membuatku khawatir apa Netizen juga kan menyrangku langsung dalam postingan sosial mediaku. Dengan pasrah kubuka lamanku dan memeriksa apa ada penyerenangan komentar dalam postingan-postinganku.
Dan memang betul adanya, ratusan komentar beru ditemukan dalam postinganku. Baik yang terbaru maupun lama.
Sebenarnya aku mau merubah pengaturanan privasi media sosialku untuk menghilangkan tambahan komentar negatif dari netizen ini, tapi permsalahaanya media sosialku tergabung dengan media sosial yang kugunakan untuk mempromosikan karya tulisku.
Cepat atau lambat hal ini pasti mempengaruhi traffic pembaca karya tulisku. Bagai jatuh tertimpa tangga masalah-masalah ini datang padaku tanpa henti.
Kenapa Aku?
Dengan lemah aku meletakan kembali ponselku dan duduk menelungkup di meja.
"Saski." Panggil Alvin. Ah aku lupa dia masih disini.
"Jangan khawatir, aku punya ide!" Ucapnya riang.
Melihat senyumnya aku semakin yakin, apapun idenya itu tidak benar-benar bagus untukku.
"Bagaimana kalau kita bekerja sama?"Aku menatap Alvin curiga, apa mau dia sebenarnya?"Kerja sama?" beoku."Iya, kerjasama! Kita bisa saling membantu! Kebetulan aku juga sedang berada dalam kondisi yang pelik." Jawab Alvin sumringah.Untuk ukuran seorang yang baru saja mengaku dalam kondisi pelik dia terlihat bahagia sekali."Huh?" aku kembali ber hah huh ria karena masih belum mengerti akan dibawa kemana pembicaraan ini. Namun Alvin sepertinya menganggap ini sebagai undangan untuk terus bicara."Sebenarnya ini terkait dengan alasan kenapa aku menyebutmu sebagai kekasih pada Ibuku. Memangnya kamu tidak penasaran soal itu?"Seketika seperti kepingan puzzle yang menyatu dengan pas pada tempatnya aku mulai memahami apa yang dia bicarakan."Oh iya ya. Ini semua kan berawal dari Kamu yang mengaku kalau kita sepasang kekasih. Lalu Ibumu datang mengancamku untuk menjauhimu!" Emosiku yang tidak diketahui keberadaanya muncul begitu saja seiring aku bicara.Alvin hanya meringis kecil. Dasar ti
Hari itu aku pulang malam dalam keadaan letih setelah menghabiskan waktu dengan Bella sehabis makan bersama. Tentu saja kami membahas masalah-masalah baruku yang sudah seperti cerita dalam novel. Bella mengkonfirmasi bahwa Alvin memang cukup terkenal meski bukan seorang public figure. Keluarganya memang kaya raya dan termasuk dalam jajaran keluarga kaya sejak lama. Semua Informasi yang Bella berikan adalah informasi umum yang bisa dikonfirmasi hanya dengan melihat sosial media. Menurut Bella, Alvin kurang masuk dalam kriteria idamannya sehingga dia tidak mengikuti Alvin lebih lanjut. Malam itu aku pulang dengan ojek online untuk menghindari kesulitan mencari kendaraan umum, jadi aku juga tidak sampai rumah terlalu malam. Namun sesampainya di depan rumah aku melihat sesuatu yang jarang kulihat sebelumnya. Sekumpulan orang yang membawa kamera seperti wartawan berkerumun di pinggir jalan dekat rumahku. Apa mereka mencariku? Taku hanya merasa ge-er aku mencoba tidak menganggap mereka d
Tepat seperti dugaan Saski, malam itu menjadi malam yang panjang dan melelahkan. Ibunya yang memang selalu meminta Saski untuk membuka hatinya terus menanyai kejelasan skandal yang dialami Saski. Beruntung Ayahnya menyadari ketidak-nyamanan Saski dan memutuskan untuk mengakhiri sesi diskusi keluarga mereka.Saski sendiri merasa bersyukur dia berhasil melewati sesi diskusi/interogasi tersebut tanpa harus menjelaskan perihal kontrak yang dia tandatangani. Kesimpulan yang Saski berikan berhubung Alvin memang cukup terkenal maka banyak media yang mengamatinya untuk mencari berita skandal. Cepat atau lambat juga pasti akan dilupakan.Keesokan harinya Saski baru menyadari bahwa apa yang dia pikir mengenai skandal itu salah. Dengan munculnya email berisikan surat teguran dari penerbit tempat saski menulis artikel. Sebenarnya tidak bisa dibilang teguran lebih tepatnya pemberitahuan peringatan. Rupanya terlalu banyak orang yang menaruh komentar pedas pada artikelnya dan untuk sementara waktu
"Berapa yang kamu mau?" Ucap wanita paruh baya itu kepadaku sore itu. Nadanya tidak tinggi melengking, tidak juga keras membahana. Namun jika kamu duduk disampingku hari itu, siapapun akan tahu bahwa ucapan itu sarat dengan emosi. Saat itu aku yang tengah merenung di sebuah kedai kopi kecil, mencoba mecari ilham untuk karya tulis, terkejut dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba sudah mengambil tempat di hadapanku. "Huh?" Gagapku terkejut. Wanita itu mentapku tajam. Namun demikian sosoknya tetap tidak membuatku fokus. Meski kucoba untuk mengingat kembali kira-kira siapa gerangan wanita tersebut. "Sebutkan saja, berapa yang kamu mau agar kamu mau menjauhi Alvin." Alvin? Siapa Alvin? Semakin tidak paham dan takut salah bicara aku hanya bisa diam. Dia, wanita itu sedikit banyak mengingatkanku akan guru matematika saat di SMA. Sedikit bicara dan sulit dipahami. "Alvin?" ucapku membeo, entah kemana perginya sel otakkku saat itu. "Alvin Putra Samudera, putra saya. Jangan berpura
Sudah dua minggu berlalu sejak aku mendapat durian runtuh. Pada awalnya aku tidak dapat mempercayai kejadian yang menimpaku di kedai kopi itu dan terus menerus merasa ketakutan. Saat itu seorang wanita yang tidak kuketahui namanya dan mengaku sebagai Ibu dari Alvin yang juga sebenarnya tidak kukenal memberikaku uang tunai dalam jumlah yang sangat besar.Oke, sangat besar bagi seorang Saskia Putri S. Karena saat itu Ibunya Alvin dengan keras menegaskan kalau jumlah tersebut tiak ada artinya di mata keluarga mereka.Setelah memberikan uang tersebut dan membuatku menanda tangani sebuah kontrak yang lebih seperti perintah jaga jarak, wanita itu pergi begitu saja setelah membayar pesanan minumannya di kasir.Butuh waktu agak lama bagiku untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Aku terdiam dengan sebuah koper hitam ditangan. Sampai seseorang bicara padaku."Kalau saran saya sih sebaiknya kakak pesan taksi online untuk pulang dari sini atau minta jemput orang rumah. Bahaya bawa uang dal
Tepat seperti dugaan Saski, malam itu menjadi malam yang panjang dan melelahkan. Ibunya yang memang selalu meminta Saski untuk membuka hatinya terus menanyai kejelasan skandal yang dialami Saski. Beruntung Ayahnya menyadari ketidak-nyamanan Saski dan memutuskan untuk mengakhiri sesi diskusi keluarga mereka.Saski sendiri merasa bersyukur dia berhasil melewati sesi diskusi/interogasi tersebut tanpa harus menjelaskan perihal kontrak yang dia tandatangani. Kesimpulan yang Saski berikan berhubung Alvin memang cukup terkenal maka banyak media yang mengamatinya untuk mencari berita skandal. Cepat atau lambat juga pasti akan dilupakan.Keesokan harinya Saski baru menyadari bahwa apa yang dia pikir mengenai skandal itu salah. Dengan munculnya email berisikan surat teguran dari penerbit tempat saski menulis artikel. Sebenarnya tidak bisa dibilang teguran lebih tepatnya pemberitahuan peringatan. Rupanya terlalu banyak orang yang menaruh komentar pedas pada artikelnya dan untuk sementara waktu
Hari itu aku pulang malam dalam keadaan letih setelah menghabiskan waktu dengan Bella sehabis makan bersama. Tentu saja kami membahas masalah-masalah baruku yang sudah seperti cerita dalam novel. Bella mengkonfirmasi bahwa Alvin memang cukup terkenal meski bukan seorang public figure. Keluarganya memang kaya raya dan termasuk dalam jajaran keluarga kaya sejak lama. Semua Informasi yang Bella berikan adalah informasi umum yang bisa dikonfirmasi hanya dengan melihat sosial media. Menurut Bella, Alvin kurang masuk dalam kriteria idamannya sehingga dia tidak mengikuti Alvin lebih lanjut. Malam itu aku pulang dengan ojek online untuk menghindari kesulitan mencari kendaraan umum, jadi aku juga tidak sampai rumah terlalu malam. Namun sesampainya di depan rumah aku melihat sesuatu yang jarang kulihat sebelumnya. Sekumpulan orang yang membawa kamera seperti wartawan berkerumun di pinggir jalan dekat rumahku. Apa mereka mencariku? Taku hanya merasa ge-er aku mencoba tidak menganggap mereka d
"Bagaimana kalau kita bekerja sama?"Aku menatap Alvin curiga, apa mau dia sebenarnya?"Kerja sama?" beoku."Iya, kerjasama! Kita bisa saling membantu! Kebetulan aku juga sedang berada dalam kondisi yang pelik." Jawab Alvin sumringah.Untuk ukuran seorang yang baru saja mengaku dalam kondisi pelik dia terlihat bahagia sekali."Huh?" aku kembali ber hah huh ria karena masih belum mengerti akan dibawa kemana pembicaraan ini. Namun Alvin sepertinya menganggap ini sebagai undangan untuk terus bicara."Sebenarnya ini terkait dengan alasan kenapa aku menyebutmu sebagai kekasih pada Ibuku. Memangnya kamu tidak penasaran soal itu?"Seketika seperti kepingan puzzle yang menyatu dengan pas pada tempatnya aku mulai memahami apa yang dia bicarakan."Oh iya ya. Ini semua kan berawal dari Kamu yang mengaku kalau kita sepasang kekasih. Lalu Ibumu datang mengancamku untuk menjauhimu!" Emosiku yang tidak diketahui keberadaanya muncul begitu saja seiring aku bicara.Alvin hanya meringis kecil. Dasar ti
"Selamat Saskia, Kamu baru saja menjadi sebuah skandal."Dengan perlahan aku memreiksa ponselku yang masih terus berdering menandakan notifikasi masuk.Kubuka salah satu notifikasi teratas dan melihat sebuah postingan dari salah satu media sosial yang biasa kugunakan. Akun yang memposting merupakan akun gosip teranyar.Dalam postingan tersebut terdapat foto yang tidak asing namun belum pernah kulihat sebelumnya. Fotoku yang sedang duduk di kafe bersama Alvin. Foto yang diambil belum lama ini. Persis seperti apa yang Alvin bilang. Postingan ini belum genap satu jam di post dan sudah dilihat oleh setidaknya 10 ribu pengguna media sosial. Notifikasi beruntun yang kuterima ada arna banyak yang menyebut akun media sosialku dalam komentar."Benar kan apa kubilang?" ucap Alvin menyadarkanku dari kegilaan ini. Aku menatapnya tidak percaya. Gila! Sepertinya hidupku memang sudah bisa menjadi bahan cerita cerita online. "Gila. Apa-apan nih? Kamu siapa? Kok bisa duduk berdua di kafe gini aja m
Sudah dua minggu berlalu sejak aku mendapat durian runtuh. Pada awalnya aku tidak dapat mempercayai kejadian yang menimpaku di kedai kopi itu dan terus menerus merasa ketakutan. Saat itu seorang wanita yang tidak kuketahui namanya dan mengaku sebagai Ibu dari Alvin yang juga sebenarnya tidak kukenal memberikaku uang tunai dalam jumlah yang sangat besar.Oke, sangat besar bagi seorang Saskia Putri S. Karena saat itu Ibunya Alvin dengan keras menegaskan kalau jumlah tersebut tiak ada artinya di mata keluarga mereka.Setelah memberikan uang tersebut dan membuatku menanda tangani sebuah kontrak yang lebih seperti perintah jaga jarak, wanita itu pergi begitu saja setelah membayar pesanan minumannya di kasir.Butuh waktu agak lama bagiku untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Aku terdiam dengan sebuah koper hitam ditangan. Sampai seseorang bicara padaku."Kalau saran saya sih sebaiknya kakak pesan taksi online untuk pulang dari sini atau minta jemput orang rumah. Bahaya bawa uang dal
"Berapa yang kamu mau?" Ucap wanita paruh baya itu kepadaku sore itu. Nadanya tidak tinggi melengking, tidak juga keras membahana. Namun jika kamu duduk disampingku hari itu, siapapun akan tahu bahwa ucapan itu sarat dengan emosi. Saat itu aku yang tengah merenung di sebuah kedai kopi kecil, mencoba mecari ilham untuk karya tulis, terkejut dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba sudah mengambil tempat di hadapanku. "Huh?" Gagapku terkejut. Wanita itu mentapku tajam. Namun demikian sosoknya tetap tidak membuatku fokus. Meski kucoba untuk mengingat kembali kira-kira siapa gerangan wanita tersebut. "Sebutkan saja, berapa yang kamu mau agar kamu mau menjauhi Alvin." Alvin? Siapa Alvin? Semakin tidak paham dan takut salah bicara aku hanya bisa diam. Dia, wanita itu sedikit banyak mengingatkanku akan guru matematika saat di SMA. Sedikit bicara dan sulit dipahami. "Alvin?" ucapku membeo, entah kemana perginya sel otakkku saat itu. "Alvin Putra Samudera, putra saya. Jangan berpura