Dendam tersemat Gistara semakin lebur bersama kehadiran Kivanc Adskhan. Pria blasteran Jerman – Turki yang hanya mengambil waktu dua bulan mengerjakan proyek di Jakarta. Ia memaksa Tara hidup dalam ‘titik kebebasan’ dan menikmati hari tanpa perlu menghancurkan kehidupan orang lain. Namun, pertemuan bersama Kivanc justru menghadirkan sentuhan manis dan lembut. Pria itu tidak pernah mencari tahu masa lalu Tara, menjaga privasi dan hanya fokus memperbaiki kehidupan Tara bersama gadis kecil tunawicara. Sampai rasa nyaman itu menemukan titik henti. Kivanc Adskhan ... Tidak benar-benar hadir untuk memperbaiki kehidupan Gistara dan meluruhkan semua dendam masa lalunya.
View More“Y-ya, seperti itu, Sayang ....” desahan nikmat terus terlontar dari bibir lelaki tua yang menikmati sentuhan panas Tara di atas tubuh gempalnya. Ia sudah mengincar tubuh seksi di atasnya sejak perempuan itu memperlihatkan tarian striptis yang mengaliri berkali lipat gairah di dalam dirinya.
Lelaki yang memiliki citra baik di lingkup politik, keluarga dan terkesan agamis, semakin menikmati bibir basah Tara menyusuri leher untuk sampai di salah satu puncak kecil di sana. “Astaga ....”
Sepersekian detik. Tubuh Tara di balik dan lelaki itu langsung memagut bibir ranum sang penari. Ia menggila seraya membawa jemari tangan untuk merobek gaun satin Tara. Namun, bersama erangan lelaki tua yang menikmati remasan di bawah miliknya. Ia merasa pandangan mengabur, kehilangan kesadaran dan akan jatuh menimpa Tara jika perempuan itu tidak segera menyingkir.
“Menjijikkan,” desis Tara mengusap kasar bibirnya yang meninggalkan jejak saliva.
Sorot datar dari paras cantik yang menggunakan cuff earrings di bagian kiri itu diam sesaat. Tara menatap lekat tubuh gempal yang tergeletak di atas ranjang. Bathrobe yang dikenakan lelaki tua itu terbuka, memperlihatkan perut buncit dan celana dalam hitam. Embusan napas teratur dan pose menarik ini, menghadirkan satu tarikan di sudut bibir Tara.
Ia biarkan gaun malam itu robek hampir menyeluruh. Helaian itu masih melekat dan Tara tidak peduli selain mengambil cepat ponsel di atas nakas. Beberapa foto dan video berhasil ia abadikan. “Sebentar lagi semua orang akan tau siapa Anda sebenarnya, Bapak Bhanu Tjahyanto yang terhormat.”
Tara membuka gaun robeknya tepat di sisi pinggir ranjang. Pemandangan lelaki bodoh itu benar-benar menarik dan tidak ingin diabaikan Tara. Ia pergunakan waktu sebaik mungkin untuk membereskan kekacauan di kamar, memakai dress—off shoulder—lengan pendek, lalu meninggalkan lelaki yang beberapa waktu lalu baru saja menenggak wine dengan sedikit ramuan Tara.
Perempuan itu menyeringai puas telah berhasil memasukkan obat tidur, meskipun terlambat karena bibirnya sudah terjamah lebih dulu oleh lelaki tua tadi.
“Apa aku boleh menggantikan posisi lelaki tua itu, Nona Gistara?”
Tara membeku saat ia baru saja membuka pintu kamar, berniat bergegas keluar menuju ruang tengah. Tapi pria bertubuh atletis dengan balutan kemeja marun dua kancing teratas terbuka, dipadukan celana bahan, semakin memperlihatkan sorot memesona dari balik paras blasteran. Manik hijau itu memberikan sorot menantang. “Sayang sekali kan, kalau kamar hotel ini sudah dibayar mahal, tapi kamu justru membuat lelaki itu pingsang?”
“Menyingkir dari hadapan gue. Lo bisa tutup mulut karena kita nggak pernah ada masalah sama sekali.”
Ucapan dingin dan sorot tajam Tara, membuat Kivanc menyeringai kecil. Ini adalah pembicaraan kali pertama mereka setelah tiga kali bersitatap selama Kivanc mengunjungi Executive Club.
Manik hijaunya terus memantau bagaimana berhasrat para lelaki dan pria hidung belang saat melihat penampilan Tara. Ia terus memerhatikan perempuan itu sampai satu informasi menarik berada dalam genggamannya. “Kenapa kamu bersusah payah untuk membuat lelaki itu tidak sadarkan diri? Seharusnya kalian bercinta dan menikmati malam bersama.”
“Karena kamu tipe perempuan lajang yang menyukai lelaki beristri,” tambah pria itu.
Tara terdiam sesaat. Namun, ia berhasil menguasai ekspresi saat pria yang hanya ia ketahui namanya dari salah satu teman penari; pria asing yang menjadi anggota baru di klub ternama.
“Gistara. Perempuan yang bukan berstatus pekerja di Executive Club. Tapi mengincar lelaki beristri dan pria yang sudah memiliki status resmi bersama pasangannya. Alasan kamu menari, mendekati mereka hanya untuk menghancurkan hubungan yang dibangun mereka bersama pasangan masing-masing.” Kivanc mengedipkan sebelah mata saat tatapan Tara terkunci padanya.
Napas Tara tercekat. Kedua jemari tangan itu meremat dan membentuk kepalan tangan. Ia sudah tidak bisa memercayai kehadiran pria berkewarganegaraan asing ini, memiliki tatapan berbeda dibanding pria lain di dalam klub.
Ia sudah tahu jika dipantau dan akan berhadapan langsung dengan Kivanc.
Bahu keduanya bersinggungan ketika Tara memilih melangkah meninggalkan pria yang ia pastikan sangat berpengaruh. “Jadi, kamu memilih pergi dibandingkan menyelamatkan adik angkatmu? Flora?”
Ketukan heels yang terburu-buru itu berhenti cepat. Rambut panjang terurai yang menyembunyikan butterfly tattoo on the upper back, tersibak mengayun saat Tara berbalik. Ia melemparkan sorot tajam ketika pria tinggi di hadapannya memberikan senyum manis. “Adik angkat kamu sedang berada di rumah sakit karena menjadi korban tabrak lari. Benar, kan?”
Tara merasakan napasnya berangsur memburu. Ia menelan saliva susah payah saat Kivanc mengikis jarak mereka, mendekati Tara yang menerima umpan dengan baik. Sorot manik keduanya saling menenggelamkan pikiran mereka masing-masing.
Pria itu merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Jemari tangan itu dengan lincah mencari sesuatu yang diperlukannya sampai memperlihatkan di hadapan Tara. Ia puas melihat paras cantik berkulit putih itu memucat.
Adegan dari rekaman kamera tersembunyi memperlihatkan Tara dan sang politikus bermesraan di dalam kamar. “Bajingan!” pekik Tara mengambil ponsel tersebut.
Kivanc sudah lebih dulu menjauhkannya, lalu memasukkan ke dalam saku celana dengan senyum mengembang penuh kebahagiaan. Ia bisa melihat hidung mancung Tara yang kembang kempis, napas memburu dan wajah memerah. “Siapa lo sebenarnya? Gue nggak pernah memanfaatkan kehadiran lo seperti pria lain yang gue dekati. Tapi lo berusaha mengulik tentang hal pribadi gue sampai dengan piciknya memanfaatkan adik gu—“
“—aku ingin melindungi kalian berdua.”
Deg!
“Flora sudah aman setelah dia bersamaku. Karena para pria dan lelaki yang sudah kamu manfaatkan. Mereka mulai mencari keberadaan kamu yang sering berpindah tempat tinggal.”
Manik hitam itu tidak berkedip. Kivanc bisa melihat raut datar dan dingin tadi berubah sepenuhnya, tampak lebih cemas. Kalimat Kivanc menyeruak dalam hati dan pikiran Tara mengenai gadis kecil tunawicara yang sudah ia jaga seperti adik kandung.
“Mau lo apa?”
Seringai tipis terpatri di paras keturunan Jerman – Turki pria itu. “Berhenti menganggu kehidupan orang lain.”
“Mereka nggak mempunyai masalah dengan kamu. Kalian nggak saling mengenal dan kamu memang mengincar mereka, bukan uang. Kehidupan bahagia mereka kamu hancurkan. Itu dendam tersemat yang aku lihat sejak pertemuan pertama kita.”
Kedua tangan Tara terkepal kuat. Ia tidak menyangka, jika gelagat kehadirannya di klub tersebut sangat mudah dibaca oleh pria di hadapannya. “Lo nggak tau apa pun tentang kehidupan gue. Jadi, lebih baik lo pergi atau—“
Bunyi bel berulang kali menginterupsi ucapan Tara yang terpotong. Perempuan itu menoleh takut ke arah pintu luar. “Ternyata mereka datang tepat waktu,” cetus Kivanc melirik jam tangan.
Pandangan Tara teralihkan pada Kivanc yang memberikan kedipan sekilas. “Di luar sana sudah berdiri anak buah lelaki tua itu. Mereka sedang mencari Tuan yang sudah kamu berikan obat tidur.”
Manik hijau Kivanc menilik keseluruhan lekuk tubuh Tara. Wajah itu pun semakin memucat dengan tubuh kaku yang sangat kentara dilihat Kivanc.
“A-apa ya-ng su-dah l-lo la-kukan?”
“Nggak ada,” balas Kivanc cepat, tersenyum manis.
“Hanya memberitahu anak buah seorang Bhanu Tjahyanto, jika Tuan mereka ada di sini,” tambah pria itu membuat perasaan Tara mencelos.
Ia menatap redup manik hijau Kivanc, merasakan kedua lutut semakin lemas dengan dada bergemuruh cepat mendengar bel yang berulang kali dibunyikan. Bahkan, mereka di luar sana tidak segan menggedor pintu unit, sedangkan Tara berada di posisi paling terburuk yang pernah ia lakukan untuk menjebak seorang lelaki.
**
“Iya, aku baik-baik aja dan Flora juga bahagia ada di dekatku.”Tara tahu Kivanc beberapa kali mencuri pandang ke arah dirinya yang menanggapi telepon dari Rio. Setelah pukul delapan pagi setempat membalas pesan Rio. Pria itupun meminta izin menelepon Tara dan perempuan itu tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk menanggapinya.“Habiskan minum susu dan serealnya, Flo. Sebentar lagi kita akan bersandar di pulau tetangga yang indah.”Flora mengangguk cepat dengan binaran bahagia. Anak perempuan itu sudah rapi dengan setelan jumpsuit dipadukan topi pantai berwarna coklat muda.Ia segera meninggalkan Tara dan Kivanc yang berada di ruang tengah untuk duduk manis di atas kursi meja makan.“Jadi, kapan undangan pernikahan kamu dan duda anak satu itu ada di tanganku?”Manik hijau Kivanc melirik ponsel yang masih dalam genggaman Tara. “Di luar urusan pekerjaan, kalian sangat dekat. Panggilan seorang Bos dan karyawan berubah menjadi lebih akrab, aku – kamu.”Kivanc mengikis jarak setelah bera
Satu perempuan cantik meliukkan tubuh erotis di tiang tengah klub. Atensi dari ingar bingar kian memanaskan malam yang semakin bergairah. Tara melihat banyak tatapan lapar pria dari kalangan terpandang mencuri, mengabadikan dengan sorot tajam berkabut hasrat ditemani sentuhan perempuan di sisi mereka.Ia menarik sudut bibir. “Terkurung dan ingin bebas mengepakkan sayap,” desis Tara mengepalkan kedua tangan.Kesepakatan di atas kertas dalam bentuk perjanjian, memberikan kesimpulan secara garis besar, jika Tara tidak boleh mengusik kehidupan hubungan orang lain lagi. Tapi tidak ada yang bisa mengatur dirinya untuk berekspresi, bukan? Tara bebas melakukan apa pun, termasuk menggantikan atensi para pengusaha muda dan berusia di atas lima puluh tahun itu.“Dia sakit?!”“Oh, Astaga! Bagaimana bisa di saat kapal ini berlayar dan lebih banyak mengangkut para pengusaha muda yang berlibur, justru kita mendapatkan kabar buruk?! Kalian bisa didepak dari kapal ini jika tidak becus bekerja!”Bentak
“Gue nggak suka berutang, apalagi dengan orang yang baru dikenal.” Sebelah alis Kivanc terangkat. Ia melihat sorot dingin dari Tara yang mengambil alih pintu unit. Perempuan itu sengaja membiarkan Flora masuk duluan. Mereka bertiga menghabiskan waktu di Paradise Cruise dan berakhir makan malam bersama penuh dengan sajian mewah yang belum pernah Tara cicipi. “Aku masih nggak percaya kalau kamu ternyata lamban memahami penjelasan seseorang.” kedua sudut bibir itu menyeringai puas melihat Tara semakin dingin menatap lawan bicaranya. Dengan santainya Kivanc melirik arloji yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Besok mereka masih akan menikmati keindahan kapal pesiar yang membelah lautan, sudah menjauhi negara Singapura. “Kamu sudah mengantuk atau perlu ditemani?” “Gue butuh lo pergi dari hadapan gue,” balasnya datar. “Tapi aku nggak melihat penjelasan itu dari raut wajah kamu yang kesepian,” balas Kivanc dengan santai mengikis jarak. Pria dominan itu segera mengulurkan tangan
Anak perempuan dengan bandana biru muda itu terlihat bahagia. Senyum semringah selama di pesawat, tergantikan sorot takjub, nyaris tidak berkedip melihat kapal yang ia anggap sangat besar, bersandar di pelabuhan. Flora jingkrak bahagia setelah sadar, lalu mendekat pada Kivanc di sampingnya dengan mengayunkan tangan kiri. Kivanc tertawa kecil dan berjongkok dan memainkan jemari tangan. Kapal ini besar, kan? Flora mengangguk cepat, memperlihatkan deretan gigi rapinya. Sekarang, kita harus melihat isi yang jauh lebih lengkap. Ada kolam renang yang akan membuat kamu takjub. Manik hitam pekat itu membeliak sempurna. Ia tengah membayangkan dalam pikiran seorang anak kecil berusia tujuh tahun, ada kolam renang di atas kapal pesiar. Berbeda dengan Flora yang terlalu menunjukkan antusias. Tara bergeming dengan apa yang baru kali pertama ia lihat. Sebenarnya sudah banyak kapal besar bersandar di pelabuhan bagian Indonesia. Entah di wilayah mana yang kerap ia datangi bersama orangtua ata
Kali pertama melihat emosi Tara yang meledak, membuat Kivanc pada akhirnya tahu jika Tara pernah terluka sangat perih. Ia baru menemukan benang yang sesungguhnya, mengetahui lebih jauh ada perselisihan di antara Tara dan tetangga, sekaligus wanita yang pernah memandang Tara sebagai kekasih putranya.“Kalau niat lo cuma melamun dan menutup gerak gue. Mending lo duduk daripada tubuh tinggi lo menghalangi jalan gue di dapur kecil ini.”Suara ketus Tara menyadarkan keterdiaman Kivanc.Tara melirik datar Kivanc yang hanya memegang cooper tanpa memasukkan bahan yang sudah ia bersihkan. “Biar gue yang haluskan,” cetusnya dan mengambil alih, menjauhkan benda tersebut dari jangkauan Kivanc.Manik hijau Kivanc mendapati perempuan mandiri di sampingnya sangat berbeda dari pertemuan pertama. Perbedaan itu terlihat ketika Tara berusaha menjadi sosok penyayang pada Flora, lalu memenuhi semua kebutuhan anak perempuan itu termasuk apa pun yang diinginkan Flora.Salah satunya, ketika anak perempuan it
“KATAKAN?! SIAPA YANG TELAH MENGGAGALKAN RENCANAKU UNTUK KESEKIAN KALINYA MENGHUKUM PEREMPUAN MURAHAN ITU, HAH?!” Lelaki tua dengan tubuh gempal dan berkepala pelontos, mengguncang tubuh salah satu pria yang sedikit lebih tinggi tersebut. Ia tetap diam sekalipun berulang kali mendapati suara lelaki tua itu memekakan telinga. Bahkan, dua rekannya hanya diam, menonton teman mereka yang menjadi pelampiasan sang politikus. “Berapa kali harus saya katakan. Jika Tuan saya tidak ingin berurusan dengan orang bodoh seperti Anda.” “BERENGSEK!” “KAMU BERANI SEKALI MENGHINAKU!” Tubuh itu terempas hingga terjerembab. Ia tetap diam, meskipun tubuhnya sedikit sakit oleh dorongan kuat tersebut. Pria muda itu berusaha berdiri sendiri, lalu merapikan kaus putih polos dipadukan celana panjang yang sedikit kotor. Ruangan luas bekas pabrik yang baru ditinggalkan dari keseluruhan aktifitas dua tahun lalu, menjadi tempat yang tepat mempertemukan dua orang berbeda kelas. Tentu Atasannya adalah orang y
“Wow! Ambil cuti istirahat atau mau liburan? Mudah banget ya, izin satu bulan penuh dan sangat mudah lo dapatkan. Asik banget, sih.”Tara mengabaikan sindiran keras Adisty yang mendatanginya ke area loker karyawan.“Padahal, nggak ada tanggal merah ataupun libur besar lainnya,” sambung Adisty menyandarkan punggung di samping loker Tara.Senyum sinis dan tatapan merendahkan diterima Tara saat perempuan itu menutup, lalu mengunci loker miliknya.Ia sedang membereskan beberapa barang yang akan dibawa pulang. Tara bukan tunduk pada ancaman atau raut puas Kivanc pagi tadi. Ia hanya memikirkan untuk menyepi sementara waktu dari kejaran sang politikus yang sewaktu-waktu akan balik mencari celah, lalu menculik atau bisa berakhir membunuh Tara.Ucapan Adisty adalah sindiran keras karena pemilik tempat perempuan itu bernaung sangat mudah memberikan kelonggaran bagi pegawai spesial. Oh, iya, ralat. Lebih tepatnya sangat spesial.Adisty melipat kedua tangan di dada. “Lo hargai berapa tubuh lo sam
Pagi ini Tara berbagi tugas dengan Karina. Perempuan itu membawa Flora ikut bekerja di salah satu perusahaan ternama, membiarkan anak perempuan manis itu duduk dan menunggu Karina menyelesaikan pekerjaannya.Setidaknya, Karina mendapatkan akses lebih bisa membawa orang lain, melalui jalur orang dalam. Karena anak dari pemilik perusahaan itu adalah kekasih Karina.Jadi, Tara akan aman menitipkan Flora pada Karina dan ia bersiap membereskan rumah, lalu pergi bekerja di showroom. Ini kali terakhir ia bekerja setengah hari, lalu mengajukan pengunduran diri dan berangkat sore hari.Ia adalah satu-satunya orang yang berani meminta pekerjaan, tapi disesuaikan dengan kebutuhan Tara.Perempuan itu hanya tidak ingin meninggalkan Flora terlalu lama dan membuat anak perempuan itu kesepian.Dunia terlalu kejam dan terkadang lingkup sekitar sangat rentan membawa perkara. Karena ia tidak memercayai orang lain lagi apalagi membiarkan Flora sendirian di rumah, ditinggal saat Tara bekerja.“Lantainya t
Karina mengerjap tidak menyangka sambil memertahankan tangan yang menyibak gorden. Manik hitam perempuan itu menelisik lebih lekat kegiatan apa saja yang ada di rumah seberang Tara. Lampu teras menyala dan bagian kamar pun sama. Tidak terlihat mencurigakan sama sekali. Gorden itu ditutup cepat. “Gue tertinggal banyak berita dari lo karena sibuk kerja,” cetus perempuan memperlihatkan raut kaget yang belum bisa pudar. “Sampai pada akhirnya, gue diberitahu sama lo tentang pria asing itu tinggal berseberangan. Gue rasa dia beneran bukan orang kayak kita atau seseorang yang menghabiskan liburan di negara ini.” Karina memberikan penjelasan sambil mengambil duduk di depan Tara. Ia biarkan Tara menikmati nikotin yang terjepit cantik di jemari lentiknya. Keadaan di sekitar mereka sudah sangat tepat membiarkan Tara merokok karena Flora yang sudah terlelap di kamar. “Gue dijanjikan lebih dari 1M sama dia.” “Satu em—“ “—ber.” Bibir Karina terkatup rapat antara ingin terbahak atau melanjutk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments