Memang, niatku menikahi Mas Priyo tidak tulus. Ada motivasi mengharap warisan dari orang tuanya yang kaya raya dan sudah sepuh. Namun kutahu ia pun tidak tulus saat meminangku. Ada harapan aku akan membantu bisnisnya yang sedang terpuruk. Makanya dalam pernikahan ini aku dimanfaatkan habis-habisan olehnya. Aku sengsara namun mencoba bertahan demi sebuah misi. Apakah aku berhasil atau menyerah?
Lihat lebih banyak"Ada apa, Yun? Kenapa jadi salah tingkah begitu?" tanyaku.Ia menunduk dalam. Tangannya mengaduk-aduk sendok yang ada di dalam gelas. Lama dia hening.Para pelayan restoran hilir mudik di sisi kami. Dan suara pengunjung riuh rendah di ruangan yang mulai dipenuhi orang saat jam makan siang."Jujur aja, sedekat apa sih kamu dengan suamiku?""Maafkan aku, Bu," jawabnya dengan suara bergetar, membuat aku semakin curiga. Yuni menggigit bibir bawahnya."Ada apa? Kenapa kamu minta maaf? Kamu melakukan kesalahan? Kamu sudah ngapain aja dengan dia?" Badanku condong ke depan dan kedua tanganku terlipat rapi di atas meja. Dengan posisi begitu mungkin ia merasa semakin diinterogasi."Gak ada. Paling jauh cuma diajak temenin minum di coffe shop. Aku diminta ngurusin pembukuan keuangan.""Oh, Mas Priyo ngasih kerjaan ke kamu. Terus kenapa kamu harus minta maaf?""Karena aku takut Ibu cemburu.""Ya kalo cuma sekedar membantu pembukuan
"Apa maksud Mbak? Apa Mas Priyo sudah menikah kembali dengan Mbak?" tanyaku, ingin meminta kejelasan kata-katanya yang kontroversial."Kata siapa?" jawabnya.Lho, gimana sih ini orang? Bicaranya mencla-mencle."Kok lagi-lagi jawaban Mbak 'kata siapa' sih? Saya butuh klarifikasi, apakah status Mbak sekarang masih sebagai mantan istrinya Mas Priyo, atau sudah menikah lagi? Mohon dijawab," tanyaku meminta kepastian."Ya kamu tebak aja sendiri. Pokoknya saya cuma mau peringati kamu, kalau si pembantu itu tidak boleh dekat-dekat Mas Priyo. Jangan dikira kamu sendirian mengincar warisannya Pak Broto ya."Kalimat itu membuatku tersentak. Ia terang-terangan menuduhku sesuatu hal yang ... Ya, memang benar sih. Kok dia tau ya?"Eh, jangan sembarangan ya, Mbak. Siapa yang mengincar warisan Pak Broto?""Halah, gak usah munafik. Sekarang urusi saja pembantumu itu."Telepon dimatikan olehnya. Gigi gerahamku bergemeretak menahan kesal. Orang
Jarum jam di dinding ruang tamu bergerak dengan irama teratur dan tengah membentuk sudut yang menunjukkan pukul sepuluh. Malam hari, ketika tubuh telah saatnya diberi istirahat melepas penat yang berhimpun sejak siang.Tapi kenyataannya kini aku masih terjaga sembari menjulurkan kaki di sofa abu-abu di ruang tamu menanti suami pulang. Padahal energi mata sudah tinggal lima watt. Ketika aku mengeluh, Yuni yang menemaniku berkata, "Tidur dulu aja bu. Nanti saya yang bukain pintu kalau Mas Priyo sudah pulang."Aku lihat gadis tinggi semampai itu masih asyik dengan gawainya. Mungkin melihat-lihat video lucu karena sesekali ia tertawa. Aku tak tahu apa yang ia dengar karena ada earphone terpasang di telinganya. Mungkin bermain media sosial karena jarinya aktif mengetik. Sementara aku sudah jengah dan ingin segera tertidur.Aku coba sekali lagi, mungkin terakhir di malam ini, menanyakan kapan suamiku pulang. Dalam posisi berbaring aku mengangkat gawai ke atas dan meng
"Saya ada rencana maju pilkada di kota Palembang. Atas saran Pak Broto, saya mau membagikan kerudung gratis ke majelis-majelis taklim di sana. Dihitung-hitung butuh sekitar sepuluh ribu potong. Nah, saya bisa meminta Ibu Dina membantu pengadaannya? Kualitas yang biasa saja, tidak perlu yang bagus."Waduh. Orang seperti ini ingin menjadi pejabat? Kalau menang, bagaimana nasib rakyatnya? Ya, mungkin aku salah karena menilai orang dari luar. Tapi laki-laki yang punya simpanan wanita muda biasanya tidak punya integritas yang baik. Benarkah begitu? Apalagi sugar babbynya terlalu dimanja sampai dibelikan rumah seharga dua milyar.Astaghfirullah, aku terlalu mudah menghakimi. Siapa tahu wanita tersebut sudah dinikahi secara sah. Siapa tahu dia seorang pengusaha sukses yang tak perlu lagi korupsi untuk biaya memelihara wanita muda."Oh begitu. Bisa sekali, Pak." Aku melepas senyum sumringah.Sepuluh ribu buah kalau aku ambil keuntungan sepuluh ribu rupiah satu he
Setelah Mas Priyo boleh pulang dari rumah sakit, dua hari kemudian papa mengundang anak-anaknya untuk bertemu di sebuah restoran - bukan di rumahnya seperti biasa. Di keluarga suamiku memang tak ada jadwal khusus untuk berkumpul, tergantung kapan papa ada hal yang ingin dibacarakan.Lalu apa topik kali ini? Kabar yang aku dengar tentang rencana papa berinvestasi ke perusahaan tekstil meski bukan pabrik besar dan entah berapa persen yang akan ditanam. Klop sekali dengan informasi dari Pak Sunoto tempo hari.Indah sekali bisa bersinergi dengan mertua sendiri. Ia bermain di industri hulu, sedangkan aku di hilir. Ia akan menyuplai barang baku, dan aku yang memproduksi jilbab dan memasarkannya. Kalau ia punya pabrik sendiri, aku berharap akan bisa mendapat bahan yang lebih murah. Sehingga bisa menambah margin keuntungan, atau mengurangi harga jual.Itu hanyalah satu langkah awal. Selanjutnya kalau kolaborasi ini terlaksana dengan baik, aku bisa menawarkan kerjasama u
Gawaiku berdering dan menampilkan nomor yang tak kukenal ketika dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Memastikan jalur yang kutempuh tidak ada kamera tilang elektronik, akupun menjawab panggilan tersebut sembari menyetir mobil. Ada orang yang memperkenalkan diri dengan nama Sunoto. Bermaksud ingin datang melihat-lihat rumah yang sedang dijual. Ya aku ingat. Dia yang ditelpon papa tadi sore. "Boleh. Mau kapan ke rumah?" tanyaku. "Malam ini bisa?" Cepat sekali. Tidak umum melihat rumah malam-malam. "Silakan. Jam berapa kira-kira?" "Saya jalan jam setengah tujuh. Mohon share location ya." "Baik, Pak." Pembicaraan diakhiri. Tak lupa aku telepon Dewi untuk memberi tahu bahwa ada calon pembeli yang bersedia dengan tawaran lebih tinggi lima ratus juta rupiah dari harga yang ditetapkan. Dia agak terkejut, karena sampai sekarang belum dapat orang yang tertarik menghubunginya. Lalu aku ceritakan bahwa yang berminat ini rekana
Kencang kupacu mobil menuju rumah sakit tanpa mengindahkan bunyi klakson marah pengemudi lain di jalanan. Bahkan ada pengendara motor yang menggebrak pintu belakang. Hasilnya, perjalanan empat puluh lima menit dipangkas jadi tiga puluh menit.Namun sesampainya di rumah sakit, aku dikagetkan dengan keberadaan mantan istrinya Mas Priyo sedang duduk di samping ranjang suamiku yang terbaring di kamar kelas satu. Kenapa bisa dia hadir lebih dulu dari aku? Apakah dia yang pertama mendapat info?"Eh, ada Ani," ujar mama mertua dengan senyum merekah. Dijawab dengan anggukan dan sapaan basa basi.Bibir Mas Priyo pecah. Matanya bonyok. Memar-memar di sekujur muka dan badan. Aku tidak sampai hati melihat ia begitu. Namun kesedihanku terganjal dengan keberadaan mantannya yang parahnya lagi, begitu melihat aku tiba, ia makin over acting.Seolah bermaksud pamer kemesraan, ia memegang piring sembari menyuapkan sendok berisi nasi dan sayur ke mulut suamiku. "Makan yang b
"Aku tidak mau dipoligami, Ma," kataku dengan suara bergetar. Dadaku serasa dihimpit batu berton-ton beratnya. Mencoba menjaga konsentrasi saat mengemudi."Ya, namanya juga wanita..." balas orang di sampingku."Mama kan juga wanita. Pasti bisa mengerti perasaaanku dong. Kalau memang Mas Priyo ingin kembali ke istrinya, kenapa menikahi aku?""Ya, namanya juga laki-laki..."Ini kenapa perkataan mama cuma "namanya namanya" melulu?"Aku tidak keberatan mengasuh anaknya. Apalagi aku sudah divonis mandul oleh dokter. Aku juga ingin merasakan punya buah hati. Karena itu aku siap jadi ibu yang baik. Biarlah kedua anak Mas Priyo tinggal bersamaku. Asal jangan dipoligami dengan alasan anak. Aku keberatan, Ma.""Ya namanya juga wanita."Sudahlah aku malas bicara lagi dengan orang ini.*****Tamu undangan hadir semua. Termasuk pengisi acara: Daud Voice, artis-artis hijrah, desainer dan model-modelnya, serta seorang ustadzah kondang
"Hahaha. Memangnya mama mau dipoligami?" Suamiku tertawa lepas tanpa beban seolah tak mempedulikan perasaanku. Terdengar suara anak kecil dengan volume yang direndahkan setengah berbisik. "Ma, kata papa, mama mau dipoligami?" Aku tak menangkap suara orang dewasa. Mungkin dijawab dengan anggukan karena kemudian salah seorang anak itu berkata, "Mama mau, Pa." "JANGAN KURANG AJAR YA, MBAK. AKU SEKARANG LAGI DI SAMPING MAS PRIYO. JANGAN NGOMONG SEMBARANGAN...! KAMU MAU JADI PELAKOR?" Amarahku meledak sejadi-jadinya. Ia tak tahu bagaimana ratu lebah mengamuk karena terusik? Ia tak tahu bagaimana singa menggila saat ada yang melanggar wilayahnya? Saat ini Mas Priyo adalah sarang, rumah, area, mahkota, dan harga diriku. Mencoba merebutnya berarti membuka konfrontasi dengan Dina si ratu lebah. "Tenang dek, kita cuma becanda," suamiku coba menenangkan. Tapi kontras karena suara perempuan dewasa di seberang malah menyerang balik, "Kamu tuh yang
"Terima kasih telah menerimaku menjadi pendampingmu, ketika aku dalam keadaan terpuruk."Perkataan itu kubalas dengan senyuman kepada pria yang sedang duduk di pelaminan di sampingku. Ia meletakkan tapak tangan kirinya ke atas punggung tangan kananku sembari sedikit mengusap lembut."Aku juga berterima kasih kepada kamu, Mas. Karena sudah menerimaku dengan berbagai kekurangan yang kumiliki."Jawabanku itu mungkin terdengar klise. Tapi tidak aku pungkiri. Pernikahan kami tidak tulus seratus persen berdasarkan cinta.Aku tahu, Mas Priyo meminangku karena alasan duit. Apalah aku ini tanpa harta. Cuma seorang janda mandul yang sudah memasuki usia kepala empat dan memiliki paras tak terlalu menarik. Tapi cukup punya percaya diri. Aneh sekali ada laki-laki yang lebih muda, duda beranak dua, yang mau menerimaku dalam kondisi begini sementara dia bisa mencari wanita yang jauh lebih baik.Aku sendiri tahu persis kondisi Mas Priyo. Seorang pengusaha yang usa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen