Demi melunasi utang yang dimiliki sang ayah, Ambarsari Putri terpaksa harus berhenti dari pekerjaannya untuk menikah dengan seorang pria tua bangka. Namun, pengunduran dirinya itu ditolak oleh Alvaro Hadinata, majikannya yang merupakan pewaris sekaligus presiden direktur Hadinata Group yang ternama. Alasannya adalah ... karena putra tunggal duda tampan itu tidak bersedia berpisah dengan Ambar! Yang gilanya lagi, demi menghalangi kepergian Ambar, pria itu malah melamarnya dan mengajukan sebuah pernikahan kontrak!? "Aku akan lunasi utangmu, juga menikahimu. Yang jelas, kamu tidak boleh pergi dan harus tetap tinggal di sini!" Apa pilihan Ambar? Akankah dia menerima tawaran Alvaro? Kalau ya, apakah pernikahan yang berawal dari perjanjian ini bisa berujung tidak terpisahkan? Ikuti terus cerita ini!
Lihat lebih banyakBab 61 Meminta Maaf ‘Mata yang biasanya bercahaya itu hari ini meredup’ batin Alvaro. ‘Aku harus bisa mengembalikan keceriaan Ambar lagi. Tapi bagaimana caranya?’ Alvaro masih terus menatap Ambar, meski saat ini gadis itu sudah beranjak meninggalkan ruang makan. Setelah punggung Ambar tak nampak lagi dari tempat Alvaro berjongkok, lelaki itu mulai mengurai pelukannya. Lalu dia mengajak Afreen duduk kembali di kursi. “Afreen sayang yuk dihabiskan sarapannya. Susunya juga ya biar cepat besar seperti papa,” bujuk Alvaro. “Tapi papa temanin Afreen sarapan, ya,” rajuk Afreen. “Iya Papa temani.” Alvaro pun memberi isyarat kepada salah satu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan buat dirinya. Ketika Alvaro tengah menikmati sarapan sambil mendengar celotehan Afreen, Ambar masuk kembali ke ruang makan. Melihat mama tiri kesayangannya itu Afreen spontan berkata, “Ayo, Mama sarapan juga bareng Papa.” Ambar menatap Afreen sambil melirik Alvaro. Dia tampak enggan duduk seme
Bab 60 Memperbaiki Kesalahan Alvaro menuruni tangga dari lantai dua rumahnya sambil memegangi pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur semalam. Semua karena isi kepalanya yang terlalu riuh. ‘Kenapa? Kenapa semalam dia bisa lepas kendali? Kenapa juga dia merasa tidak rela disebut bajin**n oleh Ambar? Memangnya apa bedanya Ambar dengan orang lain?’ Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Alvaro hingga dia menjadi sulit tidur karena kesulitan mencari jawabannya. Baru saja sampai di tangga terbawah, telinga Alvaro yang tajam mendengar gelak tawa dari arah ruang makan. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju ruangan tersebut. “Afreen nggak mau minum susu. Afreen maunya minum teh atau kopi seperti Mama.” “Nggak boleh, Sayang. Afreen masih kecil nggak boleh minum kopi. Kalau minum teh boleh, tapi nanti siang pulang sekolah. Sekarang sarapannya minum susu dulu, ya. Biar Afreen sehat dan tambah pinter,” jawab sebuah suara wanita yang dikenali oleh A
Bab 59 Kekesalan Alvaro “Kamu benar-benar tega! Aku tidak menyangka ternyata kamu seorang bajin**n! Kemana perginya Tuan Alvaro yang terhormat itu? Aku menyesal sudah setuju menikah dengan bajin**n seperti kamu!” Jeritan Ambar membuat Alvaro tersentak. Tepat pada saat bersamaan bibirnya berhasil menyentuh pipi Ambar yang mulai basah oleh air mata. Alvaro pun membeku. Perlahan-lahan Alvaro menutup mata. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia melakukannya berulang kali dalam usahanya meredam emosi. Setelah deru napasnya yang memburu berubah menjadi lebih tenang, Alvaro mengangkat tubuhnya yang tadi menind*h Ambar. Lantas dia menjauh dari Ambar dan memilih duduk di pinggir kasur. Karena Alvaro sudah tidak lagi mengungkungnya, Ambar segera beringsut menjauh. Sebenarnya bisa saja Ambar beranjak keluar dari kamar, tetapi dia masih syok. Jadi ketika mencobanya kaki Ambar terlalu lemah sehingga dia tidak sanggup berdiri. Akhirnya gadis itu memilih duduk di uju
Bab 58 Memaksakan Kehendak“Kamu benar-benar tidak bisa kuampuni lagi. Kamu harus diberi pelajaran sekarang juga!” Alvaro merengkuh tubuh Ambar agar tetap berdiri lalu tangannya mulai menarik Ambar. Dengan sedikit kasar Alvaro mencekal lengan Ambar dan menyeretnya menuju ujung ruang kerjanya. Di sudut ruangan itu terdapat pintu penghubung menuju kamar tempat Alvaro beristirahat kalau dia sedang malas naik ke kamarnya di lantai dua. Ambar kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Alvaro. Selama dia bekerja sebagai baby sitter Afreen, Ambar belum pernah melihat Alvaro berbuat kasar. Mantan majikannya itu memang sering marah, tapi tidak pernah sampai menggunakan tangannya untuk menghukum seseorang. Itu sebabnya saat ini Ambar sangat ketakutan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Alvaro. Namun tidak berhasil. Bagaimana mungkin kekuatannya sebagai seorang wanita bisa menandingi ketangguhan seorang lelaki? Apalagi lelaki yang sudah gelap mata sepert
“Aku tidak terima alasan seperti itu!” “Terus mau kamu bagaimana?” tantang Ambar. Sambil berdiri tegak di depan Alvaro, mata Ambar menatap tajam lelaki yang baru beberapa bulan menikahinya itu. “Aku akan meminta hakku agar kamu selalu ingat kewajibanmu,” ucap Alvaro dengan tegas. Ambar menatap Alvaro dengan bingung. “Hak? Hak yang mana yang ingin kamu minta?”Alvaro balik menatap Ambar lekat. “Tentu saja hakku sebagai seorang suami. Dan tentunya sebagai seorang istri sudah kewajibanmu untuk memenuhi hakku sebagai suami.”Kening Ambar berkerut membentuk beberapa garis. Bibirnya sedikit melongo. Dia terbengong-bengong mendengar ucapan Alvaro. “Aku tidak mengerti maksudmu. Hak yang mana lagi? Bukankah aku sudah memberikan semuanya kepadamu? Bukankah sudah kuturuti juga semua perintahmu? Apa semua itu masih belum cukup?” “Tentu saja belum cukup! Justru hal yang paling dasar belum kamu penuhi!” sentak Alvaro. “Hal yang paling dasar?” gumam Ambar sambil mengulangi kata-kata Alvaro. Eksp
Bab 56 Alvaro Meminta Hak Sebenarnya Ambar sudah menyiapkan hati sebelum membuka pintu ruang kerja Alvaro. Dia tahu suami di atas kertasnya itu pasti akan marah melihat kepulangannya yang terlambat. Namun tak urung dia tersentak juga ketika Alvaro menegurnya saat dia memasuki ruang kerja Alvaro. Dengan suara menggelegar lelaki itu berkata, “Akhirnya kamu pulang juga! Kupikir kamu mau menginap di luar!”Tubuh Ambar gemetar mendengarnya. Bukan karena dia kaget mendengar suara Alvaro yang sangat keras namun dia tak mampu menahan gejolak emosi nya mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh lelaki itu.Dengan mata menatap nanar Alvaro, Ambar berdiri tegak dan menjawab dengan suara yang tak kalah keras, “Apa maksud kamu? Kau pikir aku perempuan apa?” “Coba kamu pikir sendiri kamu perempuan seperti apa. Karena terus terang saja aku tidak tahu harus berpikir bagaimana melihat wanita yang kunikahi tidak memberi kabar sama sekali kalau akan terlambat pulang!” Alvaro menatap Ambar dengan tat
Bab 55 Kemarahan Alvaro Alvaro melirik jam dinding dan mendecih sinis, “Hampir pukul sembilan dan dia baru pulang? Aku harus berbuat sesuatu agar dia tidak berbuat seenaknya lagi seperti malam ini! Bagaimana pun juga dia punya hak dan kewajiban kepadaku! Tunggu saja aku akan memperjelas hal itu sekarang juga!”***Satu jam sebelumnya, di warung kaki lima yang viral.“Kamu kenapa, sih? Kok gelisah terus dari tadi?” selidik Ken.“Kamu belum selesai makan, ya? Perut kamu masih aman?” sindir Ambar. “Memangnya kenapa perutku bisa nggak aman?” Ken bertanya balik. Ambar menatap gemas ke arah Ken. Sahabatnya itu benar-benar lugu atau pura-pura tidak tahu jawaban dari pertanyaannya? “Gini loh, Ken … harusnya kan perut itu ada batasannya. Kok kamu enggak, ya? Memangnya berapa hari kamu nggak makan? Kok nambah terus pesanan makanan kamu itu,” jawab Ambar dengan nada kesal. “Loh kan kamu sendiri yang bilang kalau warung ini viral karena makanan di sini enak semua. Jadi jangan salahkan aku
Bab 54 Ketakutan Ambar ‘Mana mungkin aku bilang kepadamu kalau yang mengirim pesan adalah suamiku,’ batin Ambar sambil melirik Ken yang tengah menatapnya.Mata Ambar kembali memandang ponselnya dan sekali lagi menelusuri pesan W******p dari Alvaro yang berbunyi, “Ingatlah statusmu sebagai seorang istri! Jangan membuat ulah yang mempermalukan keluarga!” Ambar menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ambar sedikit bingung ketika harus menulis balasan chat untuk Alvaro. Tangannya sudah ada di papan ketik ponsel, tetapi belum ada satu kata pun yang dia tulis sebagai jawaban dari chat Alvaro sebelumnya. Tidak mungkin dia berbohong bahwa saat ini dia sedang lembur di kantor. Karena dia yakin Alvaro pasti sudah tahu keberadaannya saat ini dan apa yang dilakukannya. Hal itu tersirat dari pilihan kata yang ditulis oleh Alvaro dalam chatnya.Pertanyaannya … dari mana kah Alvaro tahu tentang semuanya? Ambar melirik sahabatnya. Mungkinkah Ken benar-benar memposting foto dan v
‘Teganya Ambar pergi tanpa pamit dan tanpa seizin dariku. Apakah dia lupa hak dan kewajiban yang tertera dalam kontrak?’ gumam Alvaro.Wajar saja Alvaro merasa kesal karena di saat dia mencemaskan Ambar, justru Ambar pergi bersenang-senang. Ambar keluar dengan seseorang sebelum mendapatkan izin dari Alvaro.Parahnya lagi Ambar pergi dengan seorang lelaki yang tidak disukai oleh Alvaro. Lelaki yang bernama Ken Lazuardi. Rekan bisnis Alvaro sekaligus sahabat Ambar di masa kecil. Alvaro menatap nanar status W******p Ken Lazuardi. Rekan bisnis yang dulu dia kenal sebagai lelaki dingin dan cuek kepada lawan jenis, nyatanya sekarang semua berubah sejak dia bertemu Ambar. Lihat saja story WA nya saat ini … penuh terisi dengan kebahagiaannya bersama Ambar. Alvaro jadi bertanya-tanya sebenarnya ada hubungan apa antara Ken dengan Ambar?Dada Alvaro terasa berat. Dia menarik nafas dalam-dalam karena kalau tidak begitu sepertinya udara tidak bisa masuk ke paru-parunya. Sayangnya hal itu tidak t
"Ini surat pengunduran diri saya, Tuan."Ambar meletakkan sebuah amplop berwarna putih di meja kerja majikannya, lalu berdiri menunggu balasan. Tangannya memainkan pita baju terusan model A line yang dikenakannya, kentara gugup."Pengunduran diri? Apa maksud kamu?" tanya lelaki yang duduk di balik meja kerja kayu jati itu dengan suara baritonnya. Alis hitam tebal yang membingkai wajah lelaki berahang kokoh itu nyaris bertaut ketika sepasang mata kelamnya menatap Ambar dengan nanar. Ambar menunduk. Dia merasa gamang dan bingung harus menjawab apa. Tubuhnya merasa tertekan di bawah sorot tajam majikannya yang terkenal dingin dan pemarah. "Jelaskan Ambar! Kamu jangan menunduk terus!" sentak majikan Ambar lagi. Ambar menutup mata dan menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap sang majikan, Alvaro Hadinata, lurus. "Saya mau menikah, Tuan."Mata Alvaro terbeliak. "Menikah? Kamu?" "Betul, Tuan. Saya akan segera menikah. Itu sebabnya saya perlu mengundurkan diri," jelas Ambar.Kening
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen