Turn Back Time

Turn Back Time

Oleh:  Unichias  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
24 Peringkat
17Bab
2.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

[Warning: Banyak kata-kata kasar berseliweran, jadi anak di bawah umur yang baca ceritanya, kata-katanya jangan ditiru ya] Irina. 22 tahun, masih cukup muda untuk berlayar di sebuah bahtera pernikahan yang legal atas agama dan negara. Semua rencana hancur berantakan karena sebuah masalah besar yang kini menghampirinya. Ia dijebak oleh seseorang yang ia tak tau siapa, ia dijebak dengan cara yang tidak rasional. Kini ia sedang hamil bayi seseorang yang ia cinta namun, tidak mencintainya. Bagaimanakah Irina bisa keluar dari persoalan rumit ini? Akankah ia melakukan jalan setan untuk segera keluar?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Liliss354
Keren kak ceritanya, alurnya menarik dan bikin penasaran 🥰 Semangat up kakak:)
2021-05-21 14:06:32
1
user avatar
Arummsukma
Ceritanya keren. Bikin penasaran. Lanjut trs thor upnya 🔥
2021-05-21 11:02:08
1
user avatar
Key Nara
Titik utmnya cinta tak brbalas y..ringan but bikin penasaran. lanjut thor
2021-05-21 11:01:35
1
user avatar
Rosabella Doutzen
Ceritanya ringan tapi, bikin penasaran
2021-05-21 10:23:08
1
user avatar
Melda Fitri
Konflik nya nyesek banget, semangat up Thor 💪🥰👍
2021-05-21 10:14:15
1
user avatar
RidaPrilia
Semangat kakak🐰😍
2021-05-21 10:10:44
1
user avatar
Jana Indria
woow, keren pakek banget, neeeext dong, please. banyakin bab dong, jangan banyakin penasaran 🥰😍🥰
2021-03-01 21:17:06
1
user avatar
Rinia
Ish ngidamnya...
2021-02-28 16:19:21
1
user avatar
Nyi Ratu
ceritanya kereen lanjut update dong
2021-02-28 11:59:42
1
user avatar
Febell Ardyanovela
Ayo dong thor updet teros!
2021-02-27 09:34:34
1
user avatar
Naomi Vanilalin
Lanjut thor
2021-02-27 09:25:40
1
user avatar
Zachary Namja Soak'Yd
Goodgan, trus q bekarya
2021-02-27 09:17:38
1
user avatar
Tscus
Judulnya mirip judul music vedeo wayv
2021-02-27 09:13:58
1
user avatar
Nyung Seb
Semangat thor🥰
2021-02-27 09:07:43
1
user avatar
Bae Ji Han
Sumpah keren, lanjut thor. Q tunggu semuanya
2021-02-27 09:02:31
1
  • 1
  • 2
17 Bab

01. Awal Masalah

Prolog     "Irina, tolong makan sedikit saja. Calon anak  kita perlu makan, jangan menyiksa dia seperti ini." Entah sudah berapa kali Tristan meminta istrinya itu menyentuh makanan yang sudah mendingin di atas meja ruang tamu.        Irina, wanita itu tampak lebih kurus dari sebelumnya. Wajahnya kuyu menahan pilu, matanya sendu menyimpan air mata yang tak sanggup lagi ia turunkan, sesekali matanya bergetar ingin menumpahkan emosi yang tak kunjung juga mereda.        "Bagaimana kalau aku dulang?" tanya Tristan.       Irina diam, pandangan matanya nanar menatap lurus ke depan. Tristan menghela napas pelan, lantas duduk di samping Irina. Tristan tahu bahwa perempuan yang sekarang sudah sah menjadi istrinya itu masih belum bisa menerima kenyataan dengan sepenuh hati ta
Baca selengkapnya

02. Taubat Nasuha

       Tristan mengusap pelan wajahnya dengan tangan kanan setelah memberikan salam di tasyahud akhir. Ia melipat kedua kakinya menjadi satu dan menyatukan tangan di depan dada untuk berdoa, mengadukan segala masalah yang saat ini melilit hidunya kepada sang Ilahi.     Dengan sangat khusyuk ia menceritakan segalanya, tentang kegundahannya, tentang kebodohannya,  tentang kejahatannya selama ini hingga tanpa terasa butiran bening itu menetes dari matanya. Kondisi ruangan ibadah sudah nyaris sepi karena jam sudah hampir setengah satu siang hanya tinggal beberapa rekan kerja Tristan yang merapikan karpet.       “Ya Allah, sungguh, aku memohon kepada-Mu maaf dan kekuatan pada agama, dunia, dan akhirat. Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku
Baca selengkapnya

03. Barak Senja

       “Irina,” panggil Tristan sembari membuka sebuah pintu kayu jati yang masih tertutup rapat, Ia masuk ke dalam ruangan berukuran 3 x 4 meter itu sedikit gugup.       Tristan melihat Irina terduduk di lantai dengan tangan yang berdarah, dengan segera Tristan menghampiri Irina membawa sebuah kemoceng yang tergantung di dekat pintu masuk. Dengan sangat panik Tristan mengumpulkan pecahan beling tersebut, keringat dingin sudah mengucur dengan deras saat melihat luka Irina yang terus mengeluarkan darah.       “Tunggu sebentar aku akan mengambil air untuk membersihkan lukanya, tahan dulu dengan ini,” kata Tristan sembari memberikan sebuah sapu tangan seperti handuk kepada Irina.       Irina diam tak bergeming, membuat Tristan menghela napas panjang diambang emo
Baca selengkapnya

04. Mimpi Buruk

        “Kalau mendadak kamu melupakanku, jangan pernah mencariku lagi karena mungkin aku juga sudah melupakanmu.”       Perkataan menohok dari Irina tadi sore amatlah membekas dalam ingatan Tristan, bahkan dalam keadaan sholat pun ia masih terpikirkan perkataan Irina, membuat sholatnya sedikit tak khusyuk. Tristan tahu dengan jelas apa maksud Irina tadi, hal itulah yang membuatnya merasa tertohok.      Tristan mengecewakan Irina bukan hanya sekali saja namun, berkali-kali hingga tak terhitung jumlahnya. Irina masih saja berusaha meyakinkan Tristan bahwa ia menyukainya, dan sangat berusaha membuat hati Tristan terbuka untuknya. Berkali-kali terjatuh namun, tetap berpura-pura tak terluka itulah Irina, berulang kali Tristan mengerjainya berulang kali juga Irina terlihat baik-baik saja, bahkan Irina tak p
Baca selengkapnya

05. Bukanlah Permainan

        Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi namun, Irina belum juga bangun. Ia masih terbaring di tempat tidur dengan selimut menutupi setengah badannya. Tristan sudah sedari tadi membawakan sarapan untuk Irina, yang mungkin saja saat ini makanan itu sudah mulai menjadi dingin.       “Kok belum di makan sih sarapannya? Apa kamu mau sesuatu yang lain?” tanya Tristan entah sudah ke berapa kalinya.      Irina diam seribu bahasa, tak ingin menjawab ataupun berinteraksi dengan Tristan sebagaimana mestinya sepasang suami istri. Mereka lebih terlihat seperti musuh dibandingkan sepasang suami istri. Tak seberapa lama Tristan menghampiri Irina dan mengambil piring berisi makanan itu berniat untuk menyuapi Irina.       “Pengen aku dulang?” tanya Tristan sembari menyodorkan ses
Baca selengkapnya

06. Keputusan Mama

      “Apa kata dokter tadi?” tanya Marrey tampak bingung dengan wajah Tristan yang terlihat bimbang setelah menelepon dokter itu.       Tristan duduk di hadapan Marrey, melipat kedua tangannya dengan rapi.  “Dokter Oriche mengatakan bahwa Irina bisa sembuh dengan terapi.”        “Kalau begitu langsung kita ambil saja,” ujar Marrey cepat.          “Mama setuju dengan terapi yang akan dilakukan oleh mereka? Kalau Mama setuju besok setelah pulang kerja aku akan menemui Dokter Oriche untuk membicarakan ini,” kata Tristan kemudian.        “Kalau tujuannya baik, pastinya Mama setuju,” balas Marrey.       “Baiklah, Ma. Aku akan menengok Iri
Baca selengkapnya

07. Segitiga Bermuda

       “Kamu?”        Tristan tertegun saat melihat perempuan yang ada di hadapannya saat itu, ia adalah perempuan yang menghubunginya tempo hari. Dan kali ini perempuan itu menemuinya dengan penuh kekesalan ke tempat bekerja. Tristan hanya bisa berdiri mematung di sana saat kornea matanya bertemu dengan perempuan itu.      “Iya, ini aku Tristan. Apa ada yang salah?” tanya Yerianna dengan wajah berbinar.       “Yer... Yerianna,” gumam Tristan terbata.         “Kenapa Tristan? Kok sepertinya kamu sangat kaget saat melihatku?” tanya Yerianna lagi, senyum yang terulas sangat manis di wajahnya kian menyusut.       “Yerianna... aku ....”
Baca selengkapnya

08. Merakit Tumpuan

          Tristan berjalan sedikit terburu-buru memasuki sebuah ruangan kecil berukuran 4 x 3 meter bernuansa putih gading  vintage, tanpa lupa ia membawa beberapa buah tangan di tangan kanannya.         “Assalamualaikum, Dok. Maaf saya agak terlambat dari jadwal yang ditentukan,” gumam Tristan saat baru saja menatap Dokter perempuan di ruangan itu.          “Pak Tristan enggak terlambat, kok. Saya juga baru saja selesai melakukan tugas saya,” balas Dokter Oriche.         “Oh iya, Dok. Ini saya bawakan beberapa buah tangan untuk Dokter.” Tristan menyodorkan tas karton yang ada di pegangannya kepada Dokter Oriche.         “Kenapa Bapak membawa buah tangan seperti ini? Di  mana Bu Irina?” tanya Dokter Ori
Baca selengkapnya

09. Mediasi

            Pagi-pagi sekali Tristan sudah membangunkan Irina dengan sedikit usaha agar Irina mau diajak pergi ke rumah sakit siang itu walaupun beberapa kali malah membuat Irina histeris sendiri, Tristan tahu dengan jelas bahwa Irina masih sangat takut dengan lingkungan luar, hal itulah yang justru membuat Tristan merasa Irina harus pergi hari terapi hari ini.       Setelah selesai menunaikan sholat dhuha, Tristan segera mencari long cardigan untuk Irina agar ia tidak kedinginan saat di perjalanan karena dari tadi subuh rintik hujan sudah membasahi daerah ini hingga saat ini. Tanpa lupa Tristan juga mencari masker wajah dari dalam lemarinya untuk Irina agar tidak merasa begitu gugup menghadapi orang lain di rumah sakit nanti.       Hal itu sudah Tristan persiapkan dengan matang dari kemarin, bahkan kemarin ia harus begadang hanya untuk m
Baca selengkapnya

10. Perkara Elusif

           “Irina ... bangun sayang ... sudah hampir Ashar.”           Irina mengerjapkan mata beberapa kali saat mendengar suara dan sebuah usapan pelan di puncak kepalanya, ia sedikit terkejut karena menyadari bahwa dirinya sekarang sudah berada di kamar dengan selimut menutupi tubuhnya hingga pinggang.          “Kamu ketiduran saat psikoterapinya selesai, kata dokter Laurent hal itu wajar-wajar saja jikalau pasien yang menjalani hipnoterapi tertidur.” Tristan berkata seolah menyadari kelinglungan Irina saat itu.          Irina menghela napas saat mendengar perkataan Tristan namun, masih enggan untuk bangun dari tempat tidur karena merasa sangat pusing. Irina kembali berbaring, memunggungi Tristan yang masih berusaha membangunkannya.  
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status