Naksir tetangga? Bukan hal mudah bagi Faisal untuk menyembunyikan perasaannya pada Luna, tetangganya. Mereka hidup di lingkungan yang sama, bagaikan keluarga, saling mengenal sejak kecil. Seberapa sering pun Faisal mencoba menjalin hubungan baru, perasaannya pada Luna tetap tak berubah. Hingga perjanjian konyol itu pun terjadi. Jika mereka gagal menikah dengan pasangan masing-masing, mereka berdua akan menikah. Solusi yang bagus? Atau awal dari drama lain bagi Faisal dan Luna?
Lihat lebih banyak“Suami Bu Dewi?” “Bukan, saya temannya.” “Dimana suaminya?” “Tugas diluar kota, memang ada apa dengan Dewi?” Faisal menatap perawat yang ada dihadapannya. Faisal mendatangi rumah sakit karena panggilan yang didapatnya dari Dewi, awalnya tidak ingin mengangkat tapi panggilan dilakukan secara terus menerus membuatnya mengangkat dan sekarang dirinya berada di rumah sakit dengan ditemani Heri. Dalam pikirannya adalah kenapa malah menghubungi dirinya bukan sang suami, pastinya mereka lebih membutuhkan suami Dewi dibandingkan dirinya. “Bu Dewi tadi hampir saja mengalami tabrakan, tapi kondisinya baik-baik saja hanya saja hampir saja kehilangan janin yang sedang didalam kandungannya.” Perawat dihadapannya menjelaskan semuanya “Maaf kami hubungi anda karena nama anda dalam panggilan pertama dengan nama lovely, jadi kami menganggap anda adalah suaminya.” Faisal dan Heri s
“Astaga! Kenapa dadakan toh? Luna nggak hamil, kan?” “Ibu mana bisa mikir begituan! Faisal tahu lah gimana caranya nggak hamil duluan! Aw...sakit, bu.” Faisal mengusap lengannya yang mendapatkan cubitan dari sang ibu. “Kamu itu nggak malu sama mamanya Luna?” Eni menatap tajam kearah Faisal yang seketika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Memang kalian sudah melakukan itu?” tanya Intan setelah meredakan rasa shocknya. “Belum, ma.” Faisal membohongi kedua wanita agar tidak semakin menjadi “Faisal jaga Luna kaya Nuri, kalaupun mau ya tunggu nikah.” “Bagus itu! Jangan sampai kalian menikah karena kecolongan.” Eni menatap tajam kearah Faisal yang menelan saliva kasar “Jadi kapan ini acaranya?” “Minggu depan, gimana?” tanya Faisal yang membuat kedua orang tua mereka berdua membelalakkan matanya “Kita udah bicara sama WO buat urus semuanya, kita tinggal duduk tenang
“Udah semua itu, Lun?” Luna menatap belanjaan yang baru saja dibeli tadi bersama dengan Nuri, barang-barang yang dibeli tadi adalah barang-barang yang dipakai setiap hari. Faisal mengeluarkan uang banyak untuk acara lamaran, pembangunan rumah dan nantinya pernikahan. “Udah, kasihan Mas Faisal kalau begini.” Nuri berdecih mendengar kalimat Luna “Mas Faisal itu punya tabungan jadi kamu tenang aja.” “Tetap aja, Nur. Aku belum jadi istrinya masa udah belanja yang mahal-mahal, jaga image lah nanti kalau udah nikah baru minta mahal.” “Dasar, kamu! Tapi nanti jangan lupain aku ya kalau habisin duit mas.” Nuri mengedipkan matanya yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala. Luna tahu jika Nuri tidak akan melakukan itu, walaupun setiap kali datang pastinya akan merampok Faisal minta dibelikan makanan. Langkah kaki mereka menuju food court, kondisi Nuri yang hamil membua
“Kalian itu serius menikah nggak? Masa ditanya masalah lamaran nggak ada yang jawab!” Faisal hampir saja menyemburkan minuman mendengar suara ibunya, menatap sang ibu yang memberikan tatapan tajam. Mereka berdua memang tidak mendengarkan semua yang dikatakan kedua wanita kesayangan, kesibukan menyita semua yang harusnya mereka pikirkan. “Aku sudah minta Luna buat list apa saja yang biasa dia pakai, bu. Aku tanya lagi nanti ke Luna sudah list belum.” “Intan udah kasih tadi, Luna baru saja kasih. Luna bilang nanti dia cari sendiri beberapa, kalian udah bicara? Lamarannya mau diadakan kapan? Kita harus bicara sama keluarga lain. Kapan kalian ada waktu kosong?” “Aku nanti bicara sama Luna, bu.” Faisal memilih mengambil jawaban aman. “Sebenarnya kamu serius sama Luna? Kamu punya perasaan sama Luna? Bukan karena masalah Luna dengan mantannya atau kamu yang lelah diminta ketemu cewek-cewek i
“Maaf, harusnya nggak hubungi kamu.” Faisal menatap Rachel yang berada di ranjang, mengantar ke rumah sakit setelah sampai ke apartemen yang mereka pakai dulu. Faisal sama sekali tidak menyangka mendapati Rachel yang sudah tidak berdaya diatas ranjang, tidak ingin terjadi apa-apa langsung membawa ke rumah sakit. “Kamu belum kasih tahu?” tanya Faisal dengan menatap perut Rachel. “Dia tahu, tapi nggak bisa apa-apa.” “Dia nggak tanggung jawab? Biayai atau apa gitu?” Rachel menggelengkan kepalanya “Cowok brengsek!” “Aku juga salah, Sal. Aku masuk dalam permainan dia, harusnya sadar kalau hubungan itu nggak akan berhasil.” Rachel menatap langit ruangan IGD “Setidaknya dia nggak kenapa-kenapa.” Faisal menatap perut Rachel yang sedang dibelai, hembusan napas panjang dikeluarkan melihat keadaan sang mantan. Seburuknya Rachel tetap saja mereka pernah menjalin hubungan d
“Dewi? Kamu ketemu sama dia dan bilang sama Luna?” “Ya, memang salah? Aku nggak mau ada yang ditutupi, lagian udah selesai juga.” Faisal menjawab santai pertanyaan Heri setelah dirinya bercerita tentang kejadian semalam. “Kamu itu bodoh atau polos? Kamu udah tua, Sal. Hal begituan wanita nggak perlu tahu, mereka pasti berpikir yang nggak-nggak.” “Kita nggak melakukan hal gila, Her.” Faisal tidak terima dengan kalimat Heri yang menuduh dirinya melakukan hal gila dengan Dewi “Hubungan kami berakhir dan benar-benar berakhir.” “Kamu cerita isi pertemuan sama Luna?” Faisal menganggukkan kepalanya “Terus?” “Diam, bahkan masuk rumah juga nggak ngonong apa-apa.” Heri menghembuskan napas panjang “Kamu itu paling pintar disini, tapi urusan asmara itu nol.” Faisal memberikan tatapan tajam “Maksudmu apa? Kamu masih menuduh aku ngapa-ngapain sama Dewi?”
“Aku sama sekali nggak menyangka kalau kamu bakal datang.” “Apa maksud kamu?” Dewi tersenyum tipis “Aku cuman mau mengucapkan terima kasih waktu itu bantuin, aku sama sekali nggak membayangkan kalau nggak ada kamu pas itu.” “Kamu bahagia dengan pernikahan ini?” Faisal menatap dalam ketika memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pernikahan sang mantan dihadapannya, melihat reaksinya jawaban sudah didapat. Pertanyaan yang memang seharusnya tidak keluar dari mulutnya, tapi mengingat perkataan Dewi ketika pertemuan mereka di tempat mobilnya yang berhenti. “Hubungan kita sudah berakhir, keputusan kamu menerima dia adalah yang terbaik. Semua sudah ada jodohnya masing-masing dan harus menerima bagaimana dengan jodoh kita, meskipun kita melakukannya dengan terpaksa di awal.” Faisal melanjutkan kalimatnya ketika melihat Dewi tidak membuka mulutnya. “Kamu sendiri
“Ibu sama mamanya Luna sudah bahas tentang acara lamaran kalian. Kapan rencananya?” “Aku belum bicara sama Luna, bu.” Eni menggelengkan kepalanya melihat Faisal yang tampak santai “Uang kamu habis buat bangun rumah? Bapak sama ibu masih ada uang kalau buat biaya pernikahan kamu.” Faisal menghembuskan napas panjangnya “Masih ada uangnya, bu. Ibu dan bapak tenang saja kalau masalah itu.” “Lalu?” Eni memberikan tatapan menyelidik “Kamu nggak lagi main-main sama kalimat kemarin, kan?” “Nggaklah! Kalau main-main ngapain bangun rumah, bu.” Faisal membantah sambil menggelengkan kepalanya. Tujuannya memang menikah dengan Luna, tapi pertemuan dengan Dewi memberikan rasa penasaran lebih dalam. Hubungan mereka memang berakhir, mengetahui pernikahannya dan harusnya memang sudah selesai. Memilih mengambil berlalu dari hadapan orang tuanya menuju kamar, menatap langit kamar
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap
“Lama banget belanjanya, ma?” Intan menatap Andi yang fokus dengan tabletnya “Ngobrol sama tetangga sebelah jadi lupa waktu.” “Faisal itu belum nikah, kan?” tanya Andi menghentikan kegiatannya dengan menatap sang istri.“Papa nggak ada niatan buat jodohin Luna sama Faisal, kan? Mereka itu beda jauh, pa. Faisal itu kalau nggak salah seumuran sama Raka.” “Daripada Audrey meratapi hubungannya yang kandas. Papa heran cowok model begitu masih aja ditangisi, lagian anak kok ngeyel sama orang tua.” Andi menggelengkan kepalanya.“Luna itu papa banget, keras.” Luna yang mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepalanya, melangkahkan kakinya mendekati meja makan tidak lupa mencium pipi Andi sebelum duduk disalah satu meja. Menatap hidangan yang ada dihadapannya, tidak ada yang membuatnya lapar atau lebih tepatnya sedang melakukan puasa yang sedang trend saat ini.“Kemana hari ini?” tanya Intan yang duduk dihadapan Luna.“Toko roti, kenapa? Harusnya sih subuh tapi mas...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen