Di kota futuristik Singapura, Ayesha, seorang ahli perkembangbiakan serangga, menjalani hidupnya dengan tenang hingga cintanya dihancurkan oleh pengkhianatan Daren, kekasihnya yang ambisius. Demi memenangkan pemilihan walikota, Daren meninggalkan Ayesha untuk menikahi wanita dari keluarga terpandang. Hati yang hancur membawa Ayesha ke jalan gelap—jalan yang mempertemukannya dengan Alexei, presdir dari salah satu perusahaan kriminal paling ditakuti. Ayesha dan Alexei menjalin persekutuan berbahaya untuk menggulingkan Daren. Mereka menciptakan “Operasi Vespa”, sebuah proyek rahasia yang melibatkan tawon raksasa Asia (Vespa mandarinia), serangga agresif dan mematikan yang dimodifikasi untuk bertahan dari insektisida. Ketika wabah serangga mulai melumpuhkan distrik-distrik di bawah kepemimpinan Daren, kota Singapura berubah menjadi medan pertempuran antara politik, kekuasaan, dan balas dendam. Namun, konflik terbesar terjadi di hati Ayesha. Sementara dendam mendorongnya untuk melanjutkan kehancuran, kerja sama dengan Alexei membangkitkan perasaan yang tak pernah ia duga. Alexei, yang dikenal sebagai pria kejam dan tak pernah dekat dengan wanita, mulai terobsesi dengan Ayesha. Di tengah ambisi Alexei dan kebrutalan rencana mereka, Ayesha dihadapkan pada pilihan sulit: apakah ia akan membiarkan dunia terbakar demi balas dendam, atau menghentikan kekacauan ini dengan risiko mengkhianati rekan yang telah jatuh hati padanya? “Operasi Vespa” menjadi permainan takdir yang penuh intrik dan drama, di mana cinta, kekuasaan, dan pengkhianatan terjalin dalam alur yang rumit. Apakah hati yang terluka seperti milik Ayesha dapat menemukan cinta sejati di tengah ambisi dan kehancuran? Ataukah semuanya akan berakhir dalam kehancuran total?
View MoreAyesha duduk di tepi ranjang medis kecil di sudut laboratorium itu, tubuhnya dilingkupi bayang-bayang lampu neon yang suram. Cahaya redup lampu seperti mengungkap setiap garis kelelahan di wajahnya, sementara napasnya berhembus pelan, terputus-putus seperti angin lemah yang berusaha menembus celah pintu yang rapat. Matanya menatap dinding putih di hadapannya, kosong, tak peduli pada retakan kecil di sudut atas yang biasanya menarik perhatiannya. Sekarang, dunia serasa melambat, penuh dengan gema sunyi dari rasa sakit dan bayang-bayang kejadian beberapa jam lalu.Bahunya yang terluka masih terasa menyengat, seperti api yang tak kunjung padam, membakar setiap saraf yang dilaluinya. Kulit di sekitar luka itu memerah, membengkak dengan brutal, meski sedikit demi sedikit efek dari serum penawar racun—buah kerja kerasnya selama berbulan-bulan—mulai mengurangi penderitaannya. Namun, bukan luka di bahu
Laboratorium bawah tanah itu dipenuhi suara dengungan rendah yang semakin lama semakin intens. Cahaya dari layar komputer memantulkan serangkaian data yang terus diperbarui, memperlihatkan grafik perubahan respons Vespa mandarinia terhadap sinyal feromon terbaru yang dikembangkan Ayesha. Dengan napas tertahan, Ayesha berdiri di depan kandang kaca, menatap tajam puluhan tawon yang diam di dalamnya, seolah menunggu aba-aba.Dia menggeser kursor pada layar sentuh dan menekan tombol aktivasi. Gas feromon baru mulai menyebar di dalam kandang, tidak berwarna, tidak berbau bagi manusia, tetapi memiliki dampak luar biasa bagi makhluk-makhluk kecil itu. Awalnya, mereka tetap diam. Lalu, dalam hitungan detik, tubuh mereka mulai bergerak, sayap mereka bergetar lebih cepat, dan antena mereka bergoyang seolah-olah merespons sesuatu yang tidak kasatmata.Ayesha mengamati dengan saksama sambil bergumam, “Sempurna!”Namun, sebelum dia bisa menarik kesimpulan lebih jauh, sesuatu yang tidak terduga te
Ruang pertemuan di markas Alexei dipenuhi oleh atmosfer yang tegang, seolah-olah setiap molekul udara membawa beban dari rencana besar yang akan segera dieksekusi. Di tengah ruangan, sebuah meja panjang yang terbuat dari kayu mahoni gelap terlihat kokoh dan berwibawa, di atasnya terbentang peta kota Singapura dengan detail yang luar biasa. Peta tersebut tidak hanya menampilkan jalan-jalan utama dan kawasan penting, tetapi juga ditandai dengan titik-titik merah yang menandakan area potensial untuk eksekusi Operasi Vespa—sebuah proyek rahasia yang akan mengubah keseimbangan kekuasaan di kota ini.Ayesha berdiri di salah satu sisi meja, mengenakan setelan formal yang rapi namun sederhana. Matanya yang tajam dan penuh konsentrasi mengamati setiap titik merah di peta, memetakan setiap langkah yang harus diambil. Wajahnya yang cantik namun tegas menunjukkan determinasi yang tidak goyah, mencerminkan beban
Malam semakin larut di laboratorium bawah tanah, suasana sunyi terasa mencekam. Lampu neon yang bersinar redup memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, memberikan kesan suram pada ruangan tersebut. Di sudut ruangan, Ayesha duduk di depan layar komputer yang berkedip-kedip dengan cepat, matanya meneliti data yang terus berganti. Mata tajamnya memindai setiap informasi yang muncul, mencari jawaban dari anomali yang mulai terjadi. Jari-jarinya bergerak dengan kecepatan tinggi, mengetik sederet kode dan perintah, mencoba menemukan pola dalam data yang tidak biasa ini.Di meja di depannya, ada beberapa kandang kaca berisi tawon Vespa mandarinia, yang bergerak dengan gelisah. Perilaku mereka aneh, tidak seperti biasanya. Tawon-tawon itu tidak hanya merespons perintah feromon dengan lebih lambat, tetapi beberapa di antara
Malam itu, di sebuah gudang tua yang terletak jauh di perbatasan kota, Ayesha berdiri dengan tenang, matanya meneliti kandang kaca besar yang berada di tengah ruangan. Di dalamnya, puluhan Vespa mandarinia hasil modifikasi berkerumun, sesekali menggetarkan sayap mereka dengan suara mendengung yang nyaris menggetarkan dinding-dinding logam di sekitar mereka. Lampu di langit-langit hanya memberikan pencahayaan redup, menciptakan bayangan panjang di wajah Ayesha yang tampak lebih tajam dari biasanya.Di sudut lain ruangan, Alexei hanya duduk di kursi logam, satu kaki bertumpu pada lututnya sementara jemarinya memainkan pemantik api dengan santai. Di belakangnya, dua anak buahnya berdiri dengan ekspresi waspada. Mereka telah melihat banyak hal mengerikan dalam pekerjaan mereka, tetapi apa yang Ayesha bawa ke hadapan mereka m
Laboratorium rahasia yang disediakan Alexei terletak di sebuah bunker bawah tanah, tersembunyi di pinggiran kota Singapura. Dinding-dinding baja dingin memantulkan cahaya putih dari lampu-lampu neon di langit-langit, menciptakan suasana yang steril dan penuh ketegangan. Di tengah ruangan, berbagai alat laboratorium berteknologi tinggi memenuhi meja-meja panjang. Tabung-tabung reaksi berisi cairan berpendar hijau dan biru, serta inkubator yang menyimpan spesimen Vespa mandarinia yang telah dimodifikasi, berdengung dengan suara mesin yang stabil.Ayesha berdiri di depan layar komputer, tangannya bergerak cepat di atas keyboard. Di layar, tampak serangkaian kode genetik yang sedang dia sesuaikan. “Kita harus meningkatkan produksi neurotoksin alami mereka agar sengatan mereka menjadi lebih mematikan,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun.Di sampingnya, seorang asisten laboratorium yang direkrut Alexei, seorang ahli bioteknologi muda bernama Marcus, menatap lay
Jauh di bawah tanah yang tersembunyi di jantung Singapura, sebuah laboratorium rahasia berdiri kokoh dengan suasana yang misterius dan berkelas. Di dalam ruang yang penuh dengan alat-alat canggih dan teknologi mutakhir, Ayesha berdiri di depan meja laboratorium yang dipenuhi berbagai peralatan seperti tabung reaksi yang berwarna-warni, mikroskop elektron yang mencermati objek dengan presisi tinggi, dan kandang-kandang kecil yang berisi koloni Vespa mandarinia hasil modifikasi awalnya. Cahaya redup dari lampu overhead memantulkan bayangan tajam di wajahnya, menciptakan kesan dingin dan penuh determinasi. Wajahnya yang cantik tetapi tegas menunjukkan fokus yang tinggi pada pekerjaannya.Di sisi lain ruangan, duduklah Alexei di kursi kulit hitam yang elegan, menyesap anggurnya dengan elegan. Tatapannya sulit ditebak, mencerminkan kecerdasan dan ketenangan yang menakutkan. Dia memandang Ayesha dengan ketertarikan yang tidak sepenuhnya disembunyikan, seolah-olah melihat lebih dalam ke dala
Sebuah ruangan tampak gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu meja, dimana Ayesha berdiri dengan nafas dalam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tak jauh di depannya, Alexei duduk dengan santainya di kursi yang terbungkus kulit hitam. Sebuah amplop berisi dokumen terselip di tangannya. Mata biru yang dingin menatap Ayesha penuh perhitungan.“Waktunya untuk langkah pertama,” ujar Alexei, suaranya terdengar tenang tetapi mengandung otoritas yang tidak terpecahkan.Dia melempar amplop itu ke atas meja, mendorongnya ke arah Ayesha,“Di dalam terdapat informasi tentang target pertama kita, bukan orang besar, tapi cukup penting sebagai pengirim pesan,”Ayesha menatap amplop itu tanpa bergerak. Tangannya sedikit berkeringat, meski
Malam itu, Ayesha duduk di balkon apartemen Alexei, gemerlap lampu kota Singapura yang bersinar di bawah langit malam menjadi pemandangan sehari-hari. Angin berhembus pelan, membawa aroma hujan yang baru saja reda. Dia menggenggam secangkir kopi di tangannya, menikmati kehangatan yang menyebar di jemarinya. Tak jauh darinya, Alexei berdiri bersandar di pagar balkon, sebuah gelas anggur merah di tangan kanan.“Jadi, Anda benar-benar tidak merasa takut setelah apa yang terjadi tadi malam?” suara Alexei memecah keheningan.Ayesha menoleh, matanya yang tajam namun tenang terpancar,“Jika saya takut, saya tidak akan ada disini,” jawabnya datar.Alexei berbalik mengamati ekspresinya selama beberapa detik sebelum mengangguk kecil.
Kawasan Tanjong Pagar diserbu hujan deras malam itu, genangan-genangan air terbentuk yang memantulkan cahaya lampu neon dari gedung-gedung tinggi berkilauan. Tetesan air yang jatuh dengan cepat dan deras menciptakan suara gemuruh yang konstan, seperti ribuan drum kecil yang dipukul secara bersamaan. Bunyi klakson kendaraan dan deru kereta MRT (Mass Rapid Transit) yang melintas di atas viaduk menciptakan irama kota yang tak pernah tidur. Di antara hiruk-pikuk ini, ada bagian kota yang tampak sedikit lebih sunyi, jauh dari pusat keramaian. Sebuah gedung tua teguh berdiri dengan pintu masuk yang disembunyikan oleh bayangan gedung-gedung modern di sekitar. Tepatnya ada di lantai dasar gedung itu, cahaya kuning redup memancar dari sebuah jendela kecil, menandakan aktivitas di dalamnya.Di sana, Ayesha berdiri di depan meja kerjanya, mengenakan jas lab putih yang tampak kebesaran, seolah dia terlalu sibuk untuk peduli pada detail penampilannya. Rambut hitam panjangnya diikat rapi ke belakan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments