Rania harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya meninggal dunia akibat penyakit yang selama ini menggerogoti tubuhnya. Namun di tengah kesedihannya, sebuah wasiat yang ditinggalkan membuat hidup Rania berubah: dia harus menikahi Aldi, sahabat suaminya, setelah masa iddahnya selesai! Lantas, bagaimana nasib Rania dan Aldi? Mampukah keduanya membangun rumah tangga bersamadan membesarkan Azka--anak Rania dan almarhum suaminya-tanpa bayang-bayang masa lalu?
Lihat lebih banyak"Katanya Bu Linda sudah kembali.""Iyakah? Wah, berarti sekarang Pak Aldi gak bakalan kesepian lagi. Hihi.""Iya bener banget. Pasti mereka bakalan selalu pergi berduaan diam-diam. Padahal kita semua tau kalau mereka ada hubungan khusus."Rania mendengar itu jadi tak fokus pada pekerjaannya. Ia menggeser kursi mendekat pada Anisa yang sibuk berkutik dengan laptopnya."Siapa Bu Linda itu?" "Hah?" Anisa yang tak mendengar gosip mereka, ia membenarkan kacamatanya mencerna lagi apa yang Rania katakan. "Bu Linda siapa?""Bu Linda? Oh... dia. Itu, asisten Pak Aldi. Dia sempat cuti seminggu kayaknya gak tau kenapa. Dengar-dengar sih sekarang bakalan datang ke kantor.""Owh... emang ada hubungan apa dia sama Pak Aldi?" Anisa yang mendengar itu tersenyum penuh curiga pada Rania. Ia mendekatkan wajahnya sambil berbisik, "Kamu cemburu yaaa.""Ishhh, apaan sih. Aku kan cuma nanya, itu dengar-dengar katanya mereka ada hubungan spesial.""Hmm... Gak tau juga sih. Tapi biasanya mereka emang suka
Ia meminta semuanya untuk kumpul dan melihat kejadian yang sebenarnya. Kapan waktu orang itu mengambil barang, dan saat itu sedang di mana Rania berada. Semua orang di sana mengangguk dan merasa bersalah karena telah terlanjur menuduh Rania. Sebagian dari mereka ada yang meminta maaf, tapi juga yang hanya diam dan menganggap semua ini hanya keisengan semata. Aldi meminta mereka untuk kembali bekerja. Sedangkan Siska dan Nita diam-diam mengacungkan jempol satu sama lain. Mereka berpikir mereka itu pintar karena terpikir lebih dulu untuk tidak menampakan wajah. "Kamu ikuti saya." Rania dengan malas membuntuti suaminya itu. Di dalam, Aldi tersenyum penuh arti, sedangkan Rania menatap dengan bingung karena suaminya itu senyum-senyum sendiri sedari tadi. "Ada apa?" tanya Rania, ia tidak ingin lama-lama ada di ruangan berdua dengan suaminya itu. "Kamu lupa perjanjian kita?""Enggak," kata Rania. "Bagus kalau begitu. Ya udah, langsung aja. Aku mau....""Mau apa? Kan perjanjiannya juga
Rania mendongak dengan mata yang melotot. Dia bahkan lebih percaya orang-orang di sana daripada memastikan lebih dulu bahwa bukan Rania lah yang mencuri."Bapak juga memfitnah saya?" tekan Rania, satu bulir air mata menetes di pipi wanita itu. Melihat itu membuat Aldi tidak tega, ia berdehem agar sedikit lebih kalem lagi. "Bukan... Bukan begitu maksud saya. Tapi—""Alahh mana ada sih, Pak, maling ngaku!""Iya, Pak. Udah jelas-jelas semua barang teman-teman kita ada di tas dia semua.""Diam! Ini kenapa kalian berdua yang ribut dari tadi. Memangnya barang kalian juga ada di tas dia?" sentak Aldi. Siska dan Nita hanya bisa menunduk dan menggeleng mendengar Aldi yang sudah mulai marah. "Sudah, kalian kembali bekerja. Urusan Rania, biar saya yang urus. Dan kita lihat, siapa pelaku sebenarnya. Jika memang bukan Rania yang mencuri, maka orang itu akan saya pecat tanpa pesangon!"Nita dan Siska mendongak dengan mata yang melotot. Mereka saling pandang dengan isyarat mata. Habis sudah jik
"Pa—Pak Aldi, foto ini saya dapat dari grup. Nita... dia yang ngirim, Pak.""Dia lagi," ujar Aldi jengkel. Ia meminta Anisa untuk kembali bekerja dan jangan terus menyebarkan rumor. "Udah dibilang jangan deket-deket, ngeyel!" Tekan Rania, dengan wajah yang kesal tapi tatapan fokus ke laptop. "Tapi memangnya kenapa kalau mereka tau? Toh kamu memang istriku aku, kan?"Entah ke berapa kali Aldi mendapatkan tatapan tajam dari istrinya itu. Ia hanya bisa tersenyum meledek sambil berlalu pergi memasuki ruangan.Siska yang menatap foto itu di ponselnya, ia mengepalkan tangan kemudian menggebrak meja. Ia berpikir Rania terlalu berani, dia saja belum pernah di ajak pulang bareng selama tiga tahun menjadi sekretaris Aldi, tapi dengan mudah Rania bisa mendapatkan itu semua padahal baru saja bekerja di kantor ini. "Sepertinya dia memang gak bisa aku diamkan!" Siska tersenyum miring merencanakan sesuatu yang akan membuat Rania menyesal karena telah berurusan dengannya. Jam istirahat datang, se
"Mulai sekarang, gak ada lagi yang boleh menyuruh-nyuruh di kantor ini. Ketahuan ada yang melakukan itu, saya denda lima ratus ribu!" Nita yang merasa bahwa ucapan itu diarahkan padanya, ia hanya bisa tertunduk dan merasa kesal, ia yakin bahwa Rania telah mengadu pada bosnya itu."Dan yang di suruhnya, jangan mau lakuin hal itu," kata Aldi tegas, kemudian ia menatap Rania yang diam di pojokan dengan tangan yang saling bertautan.Mata Aldi tak lepas dari menatap sang istri saat berlalu ingin masuk lagi ke ruangannya. Begitu juga dengan Rania yang matanya mengikuti arah sang suami pergi.Nita yang memperhatikan Rania, tangannya terkepal. Ia akan mengadu pada sang paman agar Rania di pecat dari perusahaan. ***"Aww!" Sebuah tangan yang mencengkram leher Rania membuat wanita itu meringis karena kesakitan.Ia sedang berada di kamar mandi, dan ternyata Nita mengikutinya untuk memberikan Rania pelajaran."Lo kan yang udah ngadu sama Pak Aldi soal yang tadi. Sudah gue bilang, jangan berani
Aldi yang semula diam karena terkejut, ia menggeleng sambil tersenyum, berusaha gembira di hadapan sahabatnya. "Gue... gue bekerja sama dengan salah satu perusahaan, yang di mana keuntungan itu mencapai miliaran.""Hah, beneran? Wahh, selamat, Bro. Gue salut banget sama Lo!" Andika semakin merasa bahagia, ia memeluk Aldi dengan tawa, sedangkan Aldi memejamkan mata untuk mengikhlaskan semuanya."Saat aku sudah mengikhlaskan kamu, kenapa Tuhan malah mempersatukan kita berdua, Ran," gumam Aldi, ia ingin menyeruput kembali kopinya, tapi ternyata sudah kosong, hanya tersisa hampasnya saja. Pria itu tersenyum miring, ia bingung dengan permainan Tuhan yang diberikan padanya. Takdir apa ini? Dulu Ia ambil kekasih hatinya, sekarang Ia mengambil sahabatnya. "Andai waktu bisa berputar kembali, bisa kan kita mencintai wanita yang berbeda? Mungkin dengan itu kita akan bahagia sekarang, An."Aldi kini hanya bisa menghela napas pelan. Semuanya telah terjadi, ia kini memiliki kekasih yang dulu tel
Di meja makan, Rania hanya diam bahkan menatap Aldi saja tidak. Ia merasa malu dan bersalah dengan kejadian yang tadi mereka lewati.Meskipun Aldi sudah berdehem berkali-kali memberikan kode agar wanita itu mendengar atau hanya sekedar menatapnya, tapi Rania tidak berkutik sama sekali. Sarapan selesai, Rania memilih kembali ke kamar membuka laptopnya melihat laporan untuk besok. Ia menggaruk kepalanya karena sedikit pusing, selama ini ia hanya diam di rumah menikmati hasil yang Andika berikan. Akan tetapi sekarang ia harus berjuang mati-matian untuk menghidupi sang anak meskipun ada Aldi yang dengan siap untuk merawat mereka berdua.Tapi yang Rania rasa mereka menikah hanyalah menjalankan wasiat, tidak wajib bagi Aldi untuk menafkahi mereka berdua. Padahal pria itu tulus sekali menyayangi mereka berdua. "Urusan besok biar besok, ngapain kamu kerjakan hari ini?" Tiba-tiba saja Aldi masuk dengan secangkir kopi di tangannya."Gak dikerjain, cuma mastiin aja buat besok.""Oh." Singka
Namun, ia melihat pintu terbuka, dengan pelan Aldi melepaskan Rania yang masih senyum-senyum, ia berjalan nenengoki Azka, ternyata anak itu sudah pules di kamarnya. Aldi bisa bernapas tenang, ia kembali menutup pintu kamar sang anak dan masuk kembali ke kamarnya, kemudian dikunci. "Aku kangen sama kamu," gumam Rania.Aldi melihat itu merasa kasihan, ia kembali berbaring sambil menatap wajah istrinya. Tangan pria itu terangkat, mengelus pipi Rania lembut. Malam yang dingin dengan suara hujan di luar, di hadapannya ada wanita cantik yang sudah sah menjadi istri. Aldi pria normal, terlebih lagi ia masih perjaka belum pernah melakukan hal-hal yang berbau suami istri. Pria itu terbawa, ia semakin mendekat untuk mengecup bibir ranum sang istri yang sebentar lagi akan ia dapat. Namun gagal, Rania berbalik dan memeluk guling yang ada di sampingnya. Padahal tubuh Aldi sudah memanas, ia kini hanya bisa sabar sambil mengatur napas. Setidaknya, tadi ia sudah mendapatkan kecupan dari sang ist
Meeting selesai pukul sembilan malam. Mereka kini masih berada di dalam mobil untuk pulang ke rumah. Akan tetapi, Aldi berinisiatif ingin membelikan ayam untuk sang anak karena tadi saat ia di telfon belum tidur karena besok hari libur.Pria itu pun belok dulu ke resto yang ia tuju. Sedangkan Rania yang merasa sangat lelah dia terpejam sepanjang perjalanan.Menunggu tanpa harus turun dari mobil, pria itu mendapatkan apa yang ia beli. Kemudian mobil kembali melaju dan setengah jam kemudian sampai di rumah."Om!" teriak Azka, ia menyambut dengan gembira saat Aldi dan Rania pulang bersama."Kok belum tidur?" tanya Rania, sembari memeluk sang anak."Gak papa, kan besok libur, ya?" Aldi mengusap kepala Akza lembut."Iya, Bun. Besok aku libur, jadi malam ini mau main sama makan ayam goreng!""Ayam goreng?" Rania bergumam. "Yuk kita makan! Mbo, tolong sapin nasi buat kami, ya.""Eh, aku aja!" seru Rania, membuat Aldi mencekal tangannya agar ia diam menikmati makana karena sudah lelah sehari
"Buka ba junya.""Pelan-pelan, ya, nanti sakit.""Iya... Ini juga pelan-pelan, Sayang. Kalau gak mau ngerasain sakit, kamu merem, ya, jangan diliat.""Gak papa, aku kan udah gede.""Lain kali jangan main di sana lagi, ya. Itu perosotannya udah jelek, ke gores kan pundak kamu."Anak kecil berusia empat tahun itu mengangguk. Ia sedikit meringis saat sang Bunda mengoleskan obat luka."Udah Bunda perban, sekarang Azka masuk kamar, ya.""Aku gak tidur sama Bunda lagi?" Raut wajah anak itu berubah sedih, ia berpikir malam ini akan tidur di dalam pelukan sang ibu.Rania tersenyum, ia mengelus pipi sang anak lembut. "Maaf, ya, Bunda harus ke rumah sakit lagi malam ini. Azka sama Mbok Nem ya di rumah.""Memangnya Ayah belum bisa pulang?""Belum, Sayang, doain ayah segera sembuh, ya. Biar kita bisa tidur bersama lagi."Azka mengangguk, ia kemudian pergi ke kamarnya setelah mengecup pipi sang Bunda, ia meminta Mbok Nem untuk menemani tidurnya.Dan Rania, ia bergegas ke rumah sakit untuk menemani...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen