Kael seorang pemuda yang berhasil selamat dari pembantaian. Meski ia harus kehilangan orang tua dan adik yang dibunuh oleh para bandit. Ia ingat tanda kalajengking merah di tangan pemimpin bandit, yang membuatnya tidak bisa lupa. Kemalangan dan tekad balas dendam yang kuat, menarik kekuatan besar dalam dirinya. Dengan kemampuannya mampukah Kael membalaskan dendam keluarganya?
View MoreBeberapa hari setelah duel, Akademi menerima laporan dari wilayah utara: markas perbatasan diserang. Tapi anehnya, tidak ada tanda serangan frontal… hanya jejak kabut hitam dan tubuh-tubuh yang terbaring dalam tidur tanpa mimpi.Guru Besar memanggil Kael dan Arsel ke ruang dalam.“Kekuatan kalian sudah dilihat dunia… dan itu mengundang perhatian.”Ia menggelar gulungan tua di meja. Simbol yang sama dengan yang ada di surat Kakek Ling muncul—bayangan berbentuk tangan yang mencengkeram matahari.“Mereka yang dulu disebut sebagai *Bayangan Tertutup*… kelompok rahasia yang percaya bahwa kekacauan akan melahirkan dunia baru.”“Dan sekarang, mereka memburumu, Kael.” Tugas Rahasia PertamaKael dan Arsel ditugaskan menyelidiki perbatasan utara. Tapi kali ini, mereka tidak hanya berdua. Akademi mengirim satu tim elit: para pendekar muda, penyihir pelacak, dan bahkan satu penjaga rahasia dari istana.Namun sebelum berangkat, Guru Besar berkata kepada Kael, “Jangan hanya andalkan pedangmu. La
Angin musim gugur menyambut Kael saat ia melewati gerbang besar Akademi Pedang. Jubah hitamnya berkibar pelan, dan langkah kakinya mantap. Di pundaknya tergantung pedang naga hitam—bisu, namun terasa berbeda. Tidak lagi mendominasi Kael… tapi kini menyatu dengannya.Tidak banyak yang tahu apa yang terjadi di Gunung Tersembunyi. Tapi aura Kael membuat siapa pun yang melihatnya langsung diam. Ada sesuatu dalam matanya. Kedalaman. Keteguhan. Seolah ia telah menatap kegelapan—dan kembali membawa cahaya dari sana.Arsel adalah orang pertama yang menyambutnya. Ia sedang berlatih di halaman barat saat melihat sosok Kael dari kejauhan.“Akhirnya kau kembali.” Suara Arsel terdengar datar, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.Kael mengangguk. “Aku pulang.”Mereka tidak perlu banyak kata. Tapi Arsel bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Saat mereka bersalaman, ia terkejut.“Tanganmu… terasa seperti batu. Kau latihan atau bertarung melawan gunung?”Kael tersenyum kecil. “Keduanya.”Banyak
Pagi di gunung kembali dingin. Kabut masih menggantung rendah saat Kael membuka matanya, tubuhnya masih terasa berat, tapi jauh lebih baik. Yang pertama ia lihat adalah Kakek Ling, berdiri di depan pintu, tangan bersilang, matanya tajam seperti biasa.“Kau cukup tidur seperti batu. Sekarang saatnya kembali hidup.”Kael bangkit perlahan, duduk dengan nafas panjang.“Maaf… aku—”“Jangan minta maaf. Tapi jangan ulangi kebodohanmu juga,” potong Kakek Ling. “Kalau kau mau mati, tunggu sampai pelatihanku selesai. Baru setelah itu, kau bebas bunuh dirimu sendiri di medan perang.”Kael tersenyum kecut. Tapi ia tahu… itu bentuk perhatian. Kakek Ling mengganti metode. Kali ini bukan sekadar menggerakkan tubuh, tapi menyelaraskan kesadaran dan perasaan."Kekuatan naga hitam bukan sekadar serangan dan kekuatan kasar. Ia adalah kekuatan yang tumbuh dari bayanganmu sendiri. Kau harus belajar menyatu dengan itu—tanpa dikendalikan olehnya."Kael berjalan seorang diri menyusuri hutan di kaki gunung,
.Tak lama kemudian, sosok berjubah kelabu muncul dari balik kabut. Langkahnya tenang, senyumnya nyaris tak terlihat, dan ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat udara seolah menjadi lebih dingin.“Sudah lama aku tak melihat tempat ini... dan kau, Kakek Ling.”Kakek Ling bergeming. Tatapannya menjadi dingin. “Aku tak pernah mengundangmu kembali.”“Tapi aku tahu kau sedang melatih seseorang spesial. Murid yang menyimpan naga hitam dalam tubuhnya…”Kael langsung memasang kuda-kuda. “Siapa kau?”Orang itu hanya menoleh dengan tenang. “Namaku tidak penting. Tapi kau boleh memanggilku... Veynar.”Ia berjalan mendekat, dan dalam satu gerakan cepat—tubuhnya melesat ke depan, menebas udara dengan tangan kosong.Kael nyaris tak sempat menangkis. Angin serangan itu menghantam tubuhnya hingga tergeser beberapa langkah.“Ini bukan tantangan, bocah. Ini... peringatan.”Kakek Ling maju selangkah, aura tekanan keluar dari tubuhnya. “Kau tak punya hak menyentuh muridku.”Veynar berhenti. L
Sosok bertopeng itu melangkah pelan ke arah Kael. Tanah bergetar ringan tiap kali kakinya menginjak bumi. Di tangannya, senjata kristal hitam itu menyala samar—seolah berdenyut dengan napas makhluk asing.Kael mengangkat kuda-kudanya. Ia bisa merasakan hawa tekanan dari lawan ini. Berbeda dari bandit sebelumnya. Lebih… sadar.“Siapa kau?” tanya Kael, mencoba mengulur waktu.Tak ada jawaban. Hanya desiran napas berat dari balik topeng logam itu. Lalu, serangan datang secepat kilat.Blaaam!Kael nyaris tak sempat menangkis. Tubuhnya terpental beberapa langkah ke belakang. Debu naik tinggi. Lengan kirinya terasa kebas.“Cepat… dan kuat,” gumamnya, berdiri lagi.Bandit bertopeng maju lagi, dan duel pun pecah—pukulan, tendangan, dan ayunan senjata saling bertemu di tengah-tengah kepulan asap dan jerit warga yang masih bertahan.Kael tak melawan dengan kekuatan besar, tapi dengan kelincahan. Ia menghindar, memutar, memanfaatkan ketidakseimbangan lawannya. Tapi setiap kali senjata itu nyaris
Pagi itu Kakek Ling membawa Kael ke jalur curam di lereng belakang gunung. Batu-batu tajam berserakan. Akar pohon menyembul seperti perangkap. Udara tipis dan berat.Kael sudah siap untuk lari, lompat, atau menahan beban berat.Tapi perintah Kakek Ling justru membuatnya bingung.“Kau akan menapaki jalur ini seribu langkah... tanpa mengatur napas lebih dari satu tarikan.”Kael memutar kepala. “Satu tarikan... untuk seribu langkah? Itu tidak mungkin.”“Tepat,” jawab Kakek Ling dengan tenang. “Itulah kenapa hanya sedikit yang bisa menyelesaikannya.”Kael memandang jalur itu, panjang dan penuh rintangan. “Dan kalau aku gagal?”“Kau ulangi dari awal.”Kael menarik napas panjang, lalu mengangguk.Langkah pertama dimulai. Satu tarikan napas. Kaki bergerak perlahan, matanya fokus pada tiap pijakan.Lima puluh langkah pertama berjalan baik. Tapi tubuh mulai berontak. Napasnya terasa menggantung. Paru-parunya menjerit.Langkah ke seratus… lalu dua ratus. Tubuhnya mulai gemetar. Kepala
Fajar belum sepenuhnya muncul saat Kael keluar rumah. Udara dingin menusuk, tapi Kakek Ling sudah berdiri di halaman belakang, memandangi arah timur, seperti sedang membaca isyarat dari angin.Tanpa menyapa, ia menunjuk ke sebuah ember tua yang diletakkan di tanah. Ember itu jelas sudah tua dan penuh lubang kecil di dasar dan sisinya.“Ambil air dari sungai di bawah bukit, dan isi wadah batu itu sampai penuh,” kata Kakek Ling, menunjuk ke sebuah cekungan batu besar di dekat pohon.Kael menatap ember itu, lalu wadah batu. Jaraknya cukup jauh. Tapi yang lebih aneh—ember itu jelas tak akan bisa menampung air karena bocor di banyak tempat.“Tapi... ini akan langsung tumpah sebelum aku sampai sini,” protes Kael.Kakek Ling hanya menatapnya datar. “Lakukan.”Kael menggertakkan gigi, mengambil ember itu, dan berjalan menuruni bukit ke arah sungai. Ia mengisi air, dan seperti yang diduganya, air mulai bocor sebelum ia kembali separuh jalan. Ia tetap berjalan, menumpahkan sebagian besar air se
Beberapa detik berlalu sebelum Kakek Ling berkata lagi, “Masuk, sebelum udara dingin ikut duduk di tengah kita.”Kael duduk di bangku kayu dekat tungku. Ia memperhatikan ruangan itu—sama seperti dulu. Tumpukan bambu di sudut, rak tua dengan gulungan catatan, dan pedang kayu yang digantung di dinding, satu yang dulu pernah ia gunakan saat belum bisa mengendalikan tenaga dalamnya.“Aku tak mengerti kenapa Guru Besar menyuruhku ke sini,” akhirnya Kael membuka suara.Kakek Ling tak langsung menjawab. Ia hanya melemparkan seikat kayu ke dalam api, menambah terang di ruangan kecil itu. Kemudian dengan nada rendah ia berkata, “Karena kau mengira kau sudah selesai belajar. Padahal… yang baru kau kuasai hanyalah permukaan.”Kael menatap api, mencoba memahami maksud dari kata-kata itu.“Tapi aku sudah—”“Sudah apa?” potong Kakek Ling. “Sudah menguasai jurus naga? Sudah bisa membelah tebing? Itu kekuatan. Bukan kedalaman. Kau masih belum tahu siapa dirimu. Dan naga… tidak pernah tunduk pada ma
Langit di atas akademi masih dilapisi kabut tipis saat Kael berdiri di gerbang utama. Angin pagi berhembus lembut, menggoyangkan ujung jubah hitamnya. Di tangannya, ia menggenggam surat dari Guru Besar—tiket tak tertulis menuju masa lalu dan pelatihan yang lebih berat dari sebelumnya.Arsel berdiri di sampingnya, diam namun penuh makna. “Kau yakin akan pergi sendiri?”Kael mengangguk. “Ini harus kulakukan. Kakek Ling… dia bukan seseorang yang bisa kau datangi beramai-ramai. Aku sudah cukup menyusahkannya dulu.”Arsel menepuk bahunya dengan pelan. “Kalau begitu, cepatlah kembali. Aku tak sabar melihat jurus barumu nanti.”Mereka tersenyum satu sama lain. Tak perlu kata perpisahan yang panjang. Karena keduanya tahu, pertempuran yang lebih besar belum selesai.Kael menaiki kudanya, satu tarikan napas panjang, lalu melaju ke arah timur—menuju tempat yang tersembunyi di balik kabut, tempat di mana kekuatan naga hitam pernah tertidur… dan mungkin akan bangkit kembali.Jalan menuju timur b
Malam itu, langit desa Batu terlihat muram. Awan hitam pekat menggantung di atas desa, seakan memberi pertanda buruk. Hembusan angin dingin membawa keheningan yang mencekam, seolah seluruh alam tahu bahwa malam itu akan menjadi malam berdarah. Kael, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun, sedang duduk di luar rumah bersama keluarganya. Mereka baru saja selesai makan malam, dan obrolan ringan antara ayahnya, ibu, dan adik perempuannya, mengisi suasana hangat di tengah dinginnya malam. "Besok, kita akan pergi ke ladang lebih pagi," kata ayah Kael, suaranya tenang namun tegas. "Panen kali ini harus maksimal sebelum cuaca benar-benar buruk." Kael mengangguk sambil menatap adiknya yang masih kecil. Lana yang sedang bermain-main dengan boneka jerami buatan ibu mereka. Senyum di wajahnya membuat Kael merasakan kehangatan, meskipun cuaca semakin mendingin. Dia sangat menyayangi Lana. Tiba-tiba, suara langkah kaki berat terdengar dari kejauhan. Kael yang sensitif segera berdiri dan mengali...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments