Bagai matahari tertutup rembulan, tenaga dalam Surya Yudha tersegel membuat dirinya harus tenggelam dalam kegelapan. Takdir akan menuntunnya pada jalan kesengsaraan menuju puncak kejayaan
View MoreDi depan gerbang utama kerajaan, orang-orang tampak berjubel menunggu giliran untuk masuk. Namun, kerumunan itu mendadak terbelah ketika suara derap langkah kuda mendekat.
"Bertahanlah Yang Mulia ...," desis seorang pemuda sambil mengendalikan kuda, selagi seorang lainnya tampak tak sadarkan diri.
Kuda itu kian mendekat. Orang-orang yang dilewati tampak terbelalak sesaat, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat. Ketika kuda telah menjauh, mereka mulai berbisik.
"Bukankah itu Pangeran Abimanyu?"
"Ya, benar. Sepertinya Pangeran terluka parah."
"Ya Dewa, baru kemarin aku melihat rombongan Pangeran Abimanyu, apa yang terjadi dengan mereka?"
Saat kuda sudah begitu dekat dengan pintu gerbang, beberapa prajurit langsung membuka pintu lebar-lebar.
"Minggir!" bentak Surya Yudha ketika beberapa prajurit menghadangnya, seperti berniat mengambil alih Pangeran Abimanyu dari tangannya.
Wirmo, kepala prajurit yang sedang bertugas di gerbang kerajaan mengejar Surya Yudha dengan kudanya. "Surya Yudha! Biarkan kami membawa Yang Mulia!"
"Kalian kawal aku saja!" jawab Surya Yudha, membuat Wirmo mengangguk paham dan mendekati kudanya.
Surya Yudha sudah menempuh jarak yang begitu jauh dari Alas Pejagalan hingga Kota Arta Jaya, ibu kota dari kerajaan Nara Arta. Seseorang dengan kondisi prima sangat mungkin mengalami kelelahan. Lalu, bagaimana dengan Surya Yudha sekarang?
"Semoga Dewa memberinya kekuatan," batin Wirmo khawatir jika Pangeran Abimanyu atau Surya Yudha tiba-tiba terjatuh dari kuda.
Di sepanjang jalan menuju istana raja, orang-orang yang melihat Pangeran Abimanyu di atas kuda bersama Surya Yudha langsung memberi hormat. Hingga akhirnya mereka sampai juga di depan gerbang istana.
"Yang Mulia Pangeran Abimanyu memasuki istana!" Gerbang istana langsung terbuka lebar saat para penjaga mendengar teriakan Wirmo.
Surya Yudha kembali mengepakkan tali kekangnya hingga kuda perang yang ia tunggangi kembali berlari kencang. "Bersabarlah yang mulia ... sebentar lagi kita sampai."
Surya Yudha bermaksud membawa Pangeran Abimayu ke balai pengobatan istana agar lekas mendapat perawatan. Tempat tersebut berada di sisi timur istana, dekat dengan barak prajurit yang terletak di sebelah selatan. Beberapa orang tabib yang mendengar berita tentang terlukanya Pangeran Abimanyu telah mempersiapkan berbagai alat dan obat.
"Selamatkan Yang Mulia!"
Begitu Pangeran Abimanyu tiba, mereka langsung membawanya masuk. Awalnya mereka panik karena jubah sutra yang dikenakan Pangeran Abimanyu basah oleh darah di bagian punggungnya. Namun setelah diperiksa kembali, tak ada luka di punggung sang pangeran.
"Surya!" pekik seorang tabib melihat Surya Yudha terjatuh dari kuda.
Tabib bernama Ki Anwar itu berlari menghampiri Surya Yudha. Melihat wajahnya yang pucat dan tubuhnya mulai dingin, Ki Anwar berteriak, "Bawa Surya Yudha masuk!"
Orang-orang pun membopong Surya Yudha ke dalam balai pengobatan. Ki Anwar langsung berusaha untuk menyadarkannya. "Surya! Surya Yudha! Bangunlah!"
"Argh ...." Tidak ada jawaban, selain suara lenguhan Surya Yudha yang masih menutup mata.
"Panggilkan Dewi Mayangsari! Katakan padanya kita membutuhkan Pil Rembulan Bersinar." Prajurit yang sedari tadi berjaga di ambang pintu mengangguk saat mendengar perintah Ki Anwar.
"Buatkan ramuan sambang getih, dia terlalu banyak kehilangan darah." Tabib muda yang mendengar ucapan Ki Anwar dengan tangkas meracik ramuan yang diminta. Tak lama sesudahnya, ia menyerahkan semangkuk ramuan pada Ki Anwar.
Ramuan sambang getih berhasil diminumkam ke Surya Yudha. Pendarahan pun berhenti seketika, tetapi itu tak membuat kondisinya membaik.
Terdapat luka menyilang dari dada kiri hingga perut kanan bawah Surya Yudha. Tak hanya itu, sebuah luka yang menjebol pusar Surya Yudha juga membuat kondisinya semakin parah.
"Ya Dewa! Apa yang terjadi?" teriak seorang wanita yang baru memasuki balai pengobatan dan melihat Surya Yudha terbaring lemah tak berdaya. Wanita itu adalah Dewi Mayangsari.
"Dewi, apa Anda membawa obat itu?"
Dewi Mayangsari mengangguk dan memberikan sebuah botol giok pada Ki Anwar. Ketika botol terbuka, semerbak harum Pil Rembulan Bersinar memenuhi ruangan.
"Bertahanlah," lirih Ki Anwar sembari mengambil sebutir pil, lalu memasukkannya ke mulut Surya Yudha. Ia menyalurkan hawa murninya untuk membantu Surya Yudha.
"Uhuk!" Surya Yudha menyemburkan darah segar dari mulutnya. Tak lama kemudian tubuh pemuda itu kejang.
Kecemasan pun menyergap Dewi Mayangsari. Ia langsung melakukan hal yang sama dengan Ki Anwar. "Bertahanlah, nak!"
Sinar berwarna emas terpancar dari tubuh Surya Yudha. Tubuh yang awalnya mengejang, perlahan mulai terdiam sejalan dengan cahaya yang meredup. Tak ada hawa kehidupan yang tersisa dalam tubuh Surya Yudha.
"Tidak! Tidak mungkin!" Ki Anwar tidak percaya dengan kondisi yang sedang dihadapinya. Hawa kehidupan Surya Yudha menghilang, menandakan jika pemuda itu sudah pergi ke nirwana.
"Surya! Tidak ... tidak mungkin ini terjadi. Anakku, kau dilahirkan dengan kekuatan Dewa Surya! Kau ditakdirkan menjadi pemimpin! Itulah takdir yang tak bisa kau ingkari!"
Dewi Mayangsari seperti kehilangan akal sehatnya. Dia menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh putranya secara maksimal. Hingga akhirnya, sebuah ledakan yang cukup besar terjadi. Hawa kehidupan yang sangat tipis dapat dirasakan oleh Ki Anwar keluar dari tubuh Surya Yudha.
"Langit tak mengizinkanmu kembali terlalu cepat, anak muda."
Bab 92Ketika matahari mulai terbenam, Surya Yudha bersama dengan Banyulingga dan Gendon pergi ke markas Harimau Besi. Persis seperti kabar yang beredar, malam itu markas harimau besi begitu ramai. Ada banyak sekali orang yang datang ke tempat tersebut.“Den Bagus, kita mau gimana?” tanya Gendon. Surya Yudha tidak mengatakan apa pun sebelum pergi ke tempat ini.Surya Yudha meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Jangan berisik.”Pemuda itu lantas menunjuk sebuah tembok yang berada di sisi timur. “Itu adalah tempat paling dekat dengan tempat para budak itu disekap.”Gendon mengangguk mengerti. “Den Bagus jaga di sini saja, biar Gendon yang masuk dan bawa para budak keluar.”Surya Yudha menggeleng. Dia sudah punya rencana sendiri. “Kau membawa arak, kan?”Gendon menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.“Keluarkan beberapa guci arak terbaik, juga beberapa harta benda.”“Tapi Den …” Wajah Gendon menunjukkan ekspresi keberatan. “Di
Bab 91Setelah diskusi panjang nan alot, akhirnya Surya Yudha berhasil meyakinkan Mahasura dan lainnya. Ketika dirinya terdesak karena tiga orang itu, suara Baiji tiba-tiba beresonansi di kepalanya.[Asal menggunakan tombak yang kau dapatkan kemarin, tubuhmu akan baik-baik saja. Kau kelelahan karena tidak bisa mengeluarkan sumber energi dengan baik sehingga menyerang dirimu sendiri. Aku akan melatihmu mengendalikannya.]Mereka berempat kembali ke penginapan dan mendapati Candrika yang menyambut mereka dengan kemarahan. “Apa tidak cukup kalian membuatku gelisah semalam?”“Waduh … Gendon ngga ikut-ikut kalau begini.” Gendon segera berbalik dan melarikan diri. Musuh sekuat apa pun bisa dia hadapi, tetapi jika makhluk dengan jenis wanita, dia tidak pernah yakin bisa menghadapi mereka.Banyulingga yang tidak ingin mendapat masalah juga pergi. “Aku lupa meninggalkan arak yang sudah aku beli. Akan akan segera kembali.”Tersisa Surya Yudha dan Mahasura yang berdiri dengan gugup. Meski usianya
Bab 90Surya Yudha merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa sakit. Pemuda itu membuka matanya perlahan, untuk saat ini penglihatannya sedikit buram. Namun, setelah mengerjapkan mata beberapa kali, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas. Ingatan terakhirnya adalah pertarungannya melawan beruang jambul api yang dia menangkan sebelum jatuh pingsan.“Tuan Muda….”Suara lembut yang familier di telinga Surya Yudha menyiratkan kekhawatiran. Surya Yudha menoleh dan melihat Candrika yang duduk di sampingnya dengan wajah cemas. “Candrika? Ini … apa aku sudah di penginapan?”Ekspresi Candrika berubah begitu cepat. Gadis itu terlihat tak senang dengan Surya Yudha. Dengan marah dia berkata, “Kau berjanji akan baik-baik saja, tapi baru pergi dua hari malah pulang seperti ini.”Surya Yudha menghela napas pelan. Akhirnya dia mengerti dengan kecemasan gadis itu. “Aku baik-baik saja,” Pemuda itu mengedarkan pandangannya, mencari rekan-rekannya. “ Di mana Gendon dan Lingga?”Pemuda itu menyadar
Bab 89Ketika matahari mulai tinggi, Surya Yudha meninggalkan lembah sunyi bersama Gendon dan Banyulingga. Seperti yang Banyulingga katakan sebelumnya, melakukan perjalanan di lembah sunyi pada siang hari sedikit lebih mudah dibandingkan jika melakukannya pada malam hari. Tak butuh waktu lama hingga mereka bisa meninggalkan lembah Sunyi.Perjalanan terus dilakukan, beberapa kali mereka harus berhenti untuk istirahat dan memberi makan kuda.“Kita langsung ke sarang macan atau mau ketemu paman Mahasura dulu, Den?”“Kita pulang ke penginapan dulu. Besok malam baru beraksi.”Gendon mengangguk paham. Pemuda bertubuh gempal itu sedang membakar ayam hutan buruannya beberapa waktu lalu. Aroma harum yang menyebar ke segala arah menarik perhatian, tidak hanya manusia tetapi juga hewan lainnya.“Kita kedatangan tamu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Surya Yudha sudah menyadari kedatangan mereka. Pemuda itu menghela napas panjang sebelum bangkit dan menatap ke sebuah arah. Semak-semak mulai bergetar
Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tida
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments