Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Di depan gerbang utama kerajaan, orang-orang tampak berjubel menunggu giliran untuk masuk. Namun, kerumunan itu mendadak terbelah ketika suara derap langkah kuda mendekat."Bertahanlah Yang Mulia ...," desis seorang pemuda sambil mengendalikan kuda, selagi seorang lainnya tampak tak sadarkan diri.Kuda itu kian mendekat. Orang-orang yang dilewati tampak terbelalak sesaat, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat. Ketika kuda telah menjauh, mereka mulai berbisik."Bukankah itu Pangeran Abimanyu?""Ya, benar. Sepertinya Pangeran terluka parah.""Ya Dewa, baru kemarin aku melihat rombongan Pangeran Abimanyu, apa yang terjadi dengan mereka?"Saat kuda sudah begitu dekat dengan pintu gerbang, beberapa prajurit langsung membuka pintu lebar-lebar."Minggir!" bentak Surya Yudha ketika beberapa prajurit menghadangnya, seperti berniat mengamb
Ki Anwar dengan cepat menyalurkan hawa murni ke tubuh Surya Yudha. Sementara Dewi Mayangsari telah dipindahkan untuk mendapatkan perawatan juga, karena sebelumnya Dewi Mayangsari hilang kesadaran setelah menyalurkan tenaga dalamnya pada Surya Yudha."Panggilkan beberapa perwira untuk membantu menyalurkan hawa murni," perintah Ki Anwar kepada Tole, salah satu muridnya."Baik, Guru!" Pemuda itu membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan balai pengobatan menuju barak prajurit yang berada di sebelah selatan.Di lain sisi, Surya Yudha merasakan jika dirinya sedang berada di tempat yang sangat asing."Di ... di mana aku? Apa aku sudah mati?" Tempat Surya Yudha kini berada adalah dimensi kosong yang berwarna putih sepenuhnya. Tidak ada apa pun di sana kecuali Surya Yudha."Jika aku mati, seharusnya alam sebrang tidak seperti ini," gumam Surya Yudha. Tiba-tiba pemuda itu teringat dengan k
Mata Surya Yudha masih terpejam, tetapi tubuh pemuda itu menggelinjang dan mulutnya tak berhenti meraung. Kepanikan semakin menjadi tatkala Dewi Mayangsari masuk ke ruangan itu, karena keluar darah dari telinga, hidung dan mulut Surya Yudha.Luka-luka di tubuh Surya Yudha yang awalnya sudah menutup, kini kembali terbuka."Apa yang terjadi?" Ki Arya Saloka menggeleng, masih belum memahami dengan kondisi cucunya."Aliran tenaga dalamnya kacau, organ dalamnya juga mulai hancur. Padahal aku hanya memberinya ilalang emas untuk meningkatkan tenaga dalam." Dewi Mayangsari roboh seketika. Bibirnya bergetar tak dapat mengeluarkan kata-kata yang menumpuk di kepalanya."I-ilalang emas? Ayah memberikan ilalang emas?" tanya Dewi Mayangsari tak percaya. Air mata mengalir derastak bisa ia bendung lagi."Ya dewa ... kenapa harus terjadi?" lirih Dewi Mayangsari dalam tangisnya. Ki Ary
Panglima Besar Indra Yudha menulis surat pengunduran diri Surya Yudha dan menyerahkannya ke Raja Wirya Semitha. Hari itu juga, Panglima Besar Indra Yudha resmi mencopot Surya Yudha dari jajaran militer kerajaan Nara Artha.Istana terlihat ramai karena banyak pejabat militer yang menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha mengenai pengunduran Surya Yudha yang masih dinilai sepihak.Surya Yudha bahkan belum bangun dari tidur panjangnya, tetapi Panglima Besar Indra Yudha sudah menurunkan perintah untuk mencopot Surya Yudha dan meresmikannya."Maaf, Panglima besar, saya rasa pencopotan Surya Yudha adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika alasannya adalah karena gagal melindungi Putra Mahkota." Wirmo menjadi orang yang pertama menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha."Benar, Panglima. Tanpa kehadiran Surya Yudha, maka kekuatan generasi muda kita akan menurun banyak.""Janga
Bagai tersambar oleh petir surgawi, Ki Arya Saloka terpaku di tempatnya berdiri. Segudang kalimat yang ingin ia katakan tiba-tiba lenyap saat itu juga."Eyang ... aku ingat betul sebelum aku terlelap kondisiku baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang seperti ini?" Surya Yudha terlihat kecewa dengan kondisinya yang menyedihkan. Begitu pemuda itu bangun, tenaga dalam miliknya tak bisa ia keluarkan. Padahal ia yakin jika tenaga dalamnya masih tersisa bahkan dalam kondisi penuh.Sejenak, Ki Arya Saloka menghela napas panjang. Pria tua itu menatap Raja Wirya Semitha dan Panglima Besar Indra Yudha bergantian. Panglima Besar Indra Yudha mengangguk lalu keluar bersama dengan Dewi Mayangsari dan Raja Wirya Semitha.Perlahan Ki Arya Saloka mendekati Surya Yudha dan duduk di sampingnya. Ki Arya Saloka terlihat ingin menyampaikan sesuatu, tetapi seperti tak bisa mengungkapnya.Surya Yudha akhirnya mengalah dan
Wanita yang ditolong oleh Surya Yudha terlihat ketakutan. Pakaiannya juga compang-camping serta penampilan yang begitu berantakan. Saat Surya Yudha mendekati wanita tersebut, wanita itu mundur karena ketakutan."Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Surya Yudha.""Su-Surya Yudha?" tanya wanita itu tergagap ketakutan.Surya Yudha mengangguk dan mendekati wanita itu lagi. "Aku Surya Yudha. Dulu aku adalah seorang prajurit di kerajaan Nara Artha. Siapa namamu?"Wanita itu masih diam. Surya Yudha hanya menghela napas dan memalingkan wajahnya. "Sekar," jawab gadis itu bernama Sekar.Surya Yudha tersenyum tipis dan kembali berdiri. "Di mana rumahmu? Jika kamu ingin pulang aku akan mengantarnya. Namun, jika masih betah di sini aku harus pergi sekarang."Sekar terlihat ragu untuk memilih pergi bersama Surya Yudha atau tidak. Namun, berdiam diri di tempat ini sama saja mencari mati. Maka, wanita itu akhirnya memutuskan mengikuti S
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t
"Tuan, ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Kami sudah berusaha untuk tetap menjaga ketenangan anda, tetapi mereka mengatakan jika anda akan menerima mereka dengan baik." Meski pelayan itu berkata dengan penuh senyuman, tetapi getaram di tangannya menunjukkan jika dia sedang gugup.Sementara itu, mendengar penjelasan pelayan itu, Surya Yudha mulai menebak-nebak siapakah orang yang ingin menemuinya itu. "Baiklah, aku akan menemui mereka."Pelayan itu mengangguk dan pergi. Surya Yudha juga turun mengikuti pelayan itu. Ketika sampai di lantai dasar, dia melihat dua orang yang sangat dia kenal. Yang satu terlihat ceria dan yang lainnya tampak kesal. "Den bagus!" Begitu melihat kedatangan Surya Yudha, pemuda bertubuh gempal itu segera berteriak memanggilnya. Surya Yudha tersenyum tipis. Sudah cukup lama sejak mereka terakhir kali bertemu. "Den bagus, wah den bagus keliatan makin gagah saja." Gendon menghampiri Surya Yudha dengan wajah cerianya. "Den bagus apa kabar?" "Sangat
Mahasura tentu saja bingung dengan reaksi yang Surya Yudha tunjukkan. Meski tidak tahu teknik apa yang pemuda itu gunakan, tetapi dia adalah orang yang paling tahu tentang akibat dari teknik tersebut. Dia yakin jika Surya Yudha baru saja memindahkan sedikit racun dari tubuhnya. Walau racun yang berpindah hanya sedikit, tetapi itu sudah mengurangi rasa sakit yang Mahasura derita, dan itu berarti rasa sakit itu berpindah pada Surya Yudha. Mahasura memang tahu jika ada teknik yang bisa menetralisir racun menggunakan tenaga dalam. Namun, dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga dalam yang tinggi untuk bisa melakukannya. Selain itu, menetralkan tenaga dalam dan memindahkannya adalah hal yang sama sekali berbeda.Dia ingin bertanya tentang teknik yang baru saja Surya Yudha gunakan. Namun, dia tidak berani bertanya karena merasa tidak memiliki hak. Melihat kebingungan di wajah Mahasura, Surya Yudha tersenyum tipis. "Paman, tenang saja. Aku sudah menguasai teknik ini, jadi jangan khawatir te
Meski disebut sebagai pasar Budak, tetapi sebenarnya tempat ini layak disebut sebagai kota kecil. Ada banyak penginapan dan kedai makanan yang buka di tempat ini. Suasananya pun tak kalah ramai dengan kota kecil di wilayah lain Jalu Pangguruh. Surya Yudha membawa Banyulingga dan budak yang baru saja dia beli ke sebuah penginapan. Pemuda itu menyewa sebuah lantai di penginapan khusus untuk mereka bertiga. Dia sengaja menyewa satu lantai karena tidak ingin diganggu. Di dalam kamar terbesar di penginapan itu, tiga orang pria duduk melingkar di meja. Salah satu pemuda menatap nanar pria yang lain seperti ingin menangis. "Paman ... Paman Mahasura. Kami mencarimu ke seluruh hutan bahkan menyusuri jurang." Air mata Surya Yudha menetes. Budak yang baru saja dia beli adalah Mahasura, salah satu orang yang melatih Surya Yudha hingga menjadi petarung yang tangguh. Setahun lalu, Mahasura mendapat misi penting dari kerajaan. Namun, misi tersebut gagal dan semua orang di dalamnya mati. Surya Y
Surya Yudha kembali mengatur napasnya yang terengah-engah. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Surya Yudha menyeka keringatnya. Melihat kondisi Banyulingga sekarang, dia merasa puas. "Bagaimana? Kau masih meremehkan pil milikku?" ucap Surya Yudha mengejek. Banyulingga menggeleng. "Aku berharap ini adalah kebodohanku yang terakhir." "Aku juga berharap seperti itu." Surya Yudha mengangguk setuju. Hal itu malah membuat Banyulingga tersenyum kecut. Saat Surya Yudha sudah mendapat kembali tenaganya, dia menemukan ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya dia mengetahui jika Cakra miliknya tersegel oleh sesuatu yang berbentuk seperti cincin berwarna ungu pekat. Namun, saat ini cincin itu tampak retak seolah dikikis oleh sesuatu. 'Baiji, apa kau bisa menjelaskan ini kepadaku?' [Menjelaskan apa?]'Cakra milikku. Segelnya seperti retak.'[Bukankah itu bagus? Kau bisa menggunakan tenaga dalammu lagi jika bisa menghancurkan segel tersebut.]Surya Yudha tersenyum senang. Apa itu berarti dia tidak
Banyulingga menatap Surya Yudha dengan cemas. "Ada apa? Kenapa kau di sini?" tanya Surya Yudha keheranan saat melihat Banyulingga yang seperti menunggunya. "Kau sudah empat hari bertapa tapi tidak bangun-bangun. Kau bilang hanya memulihkan energi, kenapa begitu lama?""Empat hari?" Surya Yudha terkejut saat mengetahui waktu yang dia habiskan. "Gawat! Aku menghabiskan terlalu banyak waktu. Kita harus pergi ke pasar budak saat ini juga!"Surya Yudha bergegas bangkit dan menyiapkan kelengkapannya. Namun, suara Banyulingga berhasil menghentikannya. "Candrika tidak akan membiarkan kita pergi sebelum memeriksa kondisimu." "Aku baik-baik saja. Aku sudah sangat sehat." Surya Yudha menunjukkan tubuhnya. Dia memang tampak sangat sehat sekarang. Tanpa berkata-kata lagi, Surya Yudha mencengkeram bahu Banyulingga. Pemuda itu mengerahkan sumber energinya ke kaki dan melompat hingga keluar dari tempat itu. Ketika tubuhnya masih berada di udara, Surya Yudha bersiul. Ringkikan kuda menyahuti si