Dua belas abad sebelum tahun kelahiran juru selamat (Masehi), tanah Yunani mengalami kekacauan. Negeri para Dewa menyambut era kejatuhan. Banyak kekacauan dan kesenjangan masyarakat terjadi di seantero negeri, para saudagar dan kaum aristokrat saling berebut tanah serta suara rakyat demi kekenyangan pribadi. Jeritan para korban dari rakyat jelata pun kian meronta-ronta, memohon kepada sang Dewa sejati, untuk sekali lagi menjadi hakim adil atas kebejatan manusia biadab yang telah bersikap semena-mena memutus tali kemanusiaan. Dalam hiruk pikuk kekacauan zaman, muncullah kesatria agung bak jelmaan Dewata sejati. Kesatria muda dengan membawa kedua senjata kembar, melambangkan gerakan keadilan. Para aparat pemerintahan di berbagai negara kota di Yunani kerap memusuhi karena menjadi ancaman yang dapat menggulingkan reputasi mereka, mereka menyebut kesatria itu sebagai perampok. Melalui berbagai rintangan, langkah kaki sang kesatria tetap berlanjut sampai negeri Yunani selangkah mengintip cahaya terang benderang, era baru kehidupan manusia. NB: Cerita ini hanya fiksi, penempatan sejarah hanyalah setting zaman belaka.
View MoreIstana kerajaan sangat megah dengan arsitektur yang indah dihiasi dengan pernak-pernik hiasan yang begitu berkilauan tiada tara. Tiang-tiang penyangga bercorak budaya tradisional Yunani Kuno. Keagungannya bagaikan istana dewa-dewi Olympus sendiri. Menggiring nuansa eksotis, membawa kenyamanan bagi para penghuninya.
Singgahsana tinggi dengan bentuk yang sangat indah hanya boleh diduduki oleh sang penguasa negeri. Dia yang mengatur segala kelangsungan pemerintahan kerajaan yang dikuasainya.
Sang raja sedang duduk ditemani oleh beberapa pelayannya, terdapat juga tukang kipas demi tetap menjaga kesegaran sang raja di tengah cuaca yang begitu panas di siang hari. Dengan sinar matahari yang begitu terik, sesekali seorang pelayan dari ujung ruangan datang untuk menawarkan minuman kepada sang raja.
“Sudah, kau tak perlu lagi mengambilkan aku minuman. Aku tidak akan meminta apa pun dari kalian sebelum dia datang menghadapku, aku sangat menantikan kehadirannya,” titah sang raja.
Semua penghuni mahligai itu sedikit takjub. Begitu inginnya sang raja menemui seorang rakyat jelata dan memberikan penghormatan yang begitu penuh. Sungguh, dari cara beliau bicara, orang yang akan datang bukan orang sembarangan. Bahkan sang raja enggan menerima segala pelayanan sebelum keinginannya untuk bertemu dengan orang yang dimaksud itu tercapai.
Beberapa waktu berlalu, seorang pelayan pembawa pesan menghadap sang raja. Dia menundukkan kepala, menahan tubuhnya dengan kaki kiri, kedua tangannya mengepal dan bersatu. Mulailah dia berbicara kepada sang raja.
“Yang mulia! Boy Knight dan teman-temannya telah berada di depan istana bersama para prajurit kerajaan,” ucapnya.
“Bagus semuanya berdiri! Sambutlah tamu kita yang terhormat!” tegas sang raja menyebarkan titah. Semua penghuni mahligai bersiap untuk menyambut tamu yang dinantikan sang raja.
Para pemain musik melantunkan suara musik yang indah disertai para penari kerajaan yang mulai unjuk tarian lemah gemulainya yang begitu menawan. Sambutan ini melebihi sambutan kepada raja atau keluarga bangsawan dari negeri lain yang hendak berkunjung ke istana raja negeri ini, negeri Vennisios.
***
Beberapa prajurit pengawal datang beserta tiga orang pemuda bertopeng dengan senjata yang disarungkan, satu diantara mereka membawa tongkat, di samping kirinya pemuda membawa kedua pedang kembar pada pinggangnya, di samping kirinya lagi membawa satu pedang panjang di punggungnya. Mereka berpakaian sederhana sekali, tak sesuai dengan nuansa yang saat ini mereka singgahi.
Saat menghadap raja pun mereka tak menunduk, lebih tepatnya tidak ingin menunduk. Kemungkinan mereka belum pernah menghadap sang raja. Beberapa pengawal membisiki mereka untuk menunduk seperti yang lain dan mereka mengikuti instruksinya.
Penguasa negeri begitu gembira melihat mereka bertiga berada di hadapannya. Beliau segera turun dari kursi tahta dan menghampiri ketiga pemuda bertopeng di depannya. Sang raja mengangkat tangan kanan, dengan seketika berbagai alat musik berhenti dimainkan serta para penari menghentikan goyangannya.
“Selamat datang, tamu istimewaku. Aku senang kalian bisa hadir di tempat ini,” ucap sang Raja.
”Aku ingin berbincang-bincang dengan kalian sebentar, jika kalian keberatan di ruang terbuka, perbincangan kita bisa kita lakukan di ruang tertutup. Hanya ada aku dan kalian bertiga atau hanya anda saja, Boy Knight,” lanjut sang raja sambil berjalan mendekati pemuda yang berada di posisi tengah, dialah Boy Knight. Mendengar hal itu salah satu jenderal mengajukan keberatan.
“Tuan! Jika Anda lakukan hal demikian, anda bisa celaka. Kita harus mengantisipasi kejadian buruk, anda bisa saja ditikam di saat tanpa perlindungan,” ucap salah satu panglima.
“Kau benar Panglima yang terhormat, tapi biarlah aku memenuhi keinginan tamu kita ini. Menurutku, mereka lebih layak dihormati daripada aku sendiri,” jawab sang raja. Beberapa prajurit terheran-heran, baru kali ini mereka menyaksikan sang raja begitu merendah kepada manusia rakyat jelata dengan penuh kesadaran.
Boy Knight menghirup napas panjang dan mulai mengangkat suara.
“Kita bisa membicarakannya di sini, Yang Mulia! Agar dari kita tak ada yang bisa melakukan pengkhianatan.” tegas Boy Knight. Ajuan pemuda itu sedikit menyulut kemarahan prajurit karena dia seolah menuduh bahwa sang raja bisa saja melakukan kecurangan padahal yang sedang dicurigai adalah Boy Knight itu sendiri.
“Hoi bocah, kau tak berhak mengatakan hal itu di hadapan raja!” tegas salah satu prajurit.
“Kau yang tak berhak bersuara, Prajurit!” umpat sang raja kepada bawahannya. Sang prajurit meminta maaf dengan menundukkan kepala.
Sang raja kembali menghadap ke Boy Knight dan teman-temannya.
“Boy Knight, dan teman-teman sekalian! Sungguh aku merasa kehadiran kalian adalah hal yang begitu istimewa, aku memanggil kalian ke tempat ini untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Berkat kalian, rakyatku telah terbebas dari teror sekelompok perampok yang memporak-porandakan beberapa akropolis di negara Vennisios ini. Maka dengan ini, aku akan memberikan kalian posisi menjadi prajurit. Tidak, menurutku jenderal kerajaan!” tegas sang raja.
Semua orang begitu takjub dengan prestasi yang diraih tiga pemuda misterius itu. Boy Knight adalah pemimpin mereka, sebelum menyatakan keputusan ia menoleh ke kanan dan ke kiri meminta pendapat dari kedua temannya, mereka berdua menggelengkan kepala, Boy Knight pun sependapat.
“Kami menolak!” jawab Boy Knight singkat. Semua orang murka mendengarkan jawabannya, geraman demi geraman terdengar di antara para prajurit.
“Dasar sombong, kau pikir ada yang lebih besar dari pemberian yang ditawarkan sang raja? Kau memang pemuda keras kepala dan tak mau diberi keberuntungan!” umpat sang jenderal.
Sang raja mengangkat tangan kanan, memberi isyarat agar tenang. raja masih ingin berbicara dengan Boy Knight.
“Boy Knight! Apa gerangan yang membuat kalian menolak pemberianku? Banyak prajurit-prajurit di sekeliling kalian menginginkan posisi jenderal sementara kalian menolaknya begitu saja,” ucap sang raja.
“Kami sudah bertekad untuk menolak segala pemberian dari pemerintah kerajaan jika itu harus menjabat sebagai salah satu darinya." Boy Knight membusungkan badan. "Karena aku hidup sebagai musuh kerajaan, tak sepatasnya aku menerima bagian dari kerajaan demi kepentingan pribadi. Kami punya harga diri yang lebih besar. Singkatnya seperti itu,” tegas Boy Knight. Semua terdiam mendengarkan penjelasannya. Boy Knight mulai berdiri tegak sekalipun di hadapan raja.
“Akan lebih baik jika aku tunjukkan identitasku kepada anda, Yang Mulia. Sebenarnya aku adalah ....” Boy Knight melepas topengnya. Sungguh semuanya takjub dan tak mempercayai apa yang mereka lihat, bahkan untuk sang raja pun.
“Kau ....” Sang raja sulit mengucapkan kata-kata. Boy Knight adalah seorang pemuda yang begitu tampan. Ketampanannya mengingatkan sang raja kepada suatu tragedi yang sangat kelam. Mengigatkan dosa terbesarnya, kini ia merasa terbelenggu dan tak bisa lari dari kutukan sebagai tebusan perbuatannya di masa lalu.
Hai, teman-teman! Bagaimana menurut kalian bagian prolog-nya? Pasti seru dan mendebarkan, 'kan? Hehehe ....
Aku ucapkan terima kasih banyak bagi kalian yang mau mampir dan mendukung ceritaku. Jika kalian ada komentar, kritik dan saran. Aku sangat menghargai itu. Kolom komentar terbuka lebar bagi aspirasi kalian. Semoga hari-hari kalian menyenangkan!
Salam manis: Hanazawa-kun
Rombongan Boy Knight pergi meninggalkan singgahannya di kampung para Gigant. Mereka menuju ke suatu tempat agar bisa mendapatkan singgahan berikutnya. Boy knight memiliki kebiasaan untuk melawan para pasukan kerajaan yang sedang mengintimidasi suatu pemukiman. Sehingga bila ia dapat melakukannya, ia bisa meraih alih kekuasaan atas kampung tersebut. Entah tujuan seperti apa sebenarnya melakukan hal semacam itu. Kali ini ia menuju ke suatu daerah pemukiman yang konon katanya diintimidasi oleh para pasukan kerajaan. Mereka hadir hanya meminta-minta dan menjamin keamanan. Segala bentuk pembayaran pajak masuk ke kantong mereka sendiri. Beginilah suatu budaya mafia tanah dijalankan oknum aparat negara. Salah satu pasukan berkuda kerajaan menuju pemukiman tersebut. Mereka di
Hembusan angin mengibarkan dedaunan dan pepohonan rindang di dalam hutan belantara. Seseorang pria setengah baya berbaju tempur memasuki kawasan pepohonan lebat, membawakan aura yang hebat. Hewan-hewan liar menjadi jinak di hadapannya. Ia duduk bersandar pada satu pohon ek rindang, dedaunannya menutupi sinar sang surya di siang hari menyengat. Di tengah nyamannya beristirahat, ia kedatangan seseorang. Membawa senjata tajam yang dihunuskan padanya. Tetapi ia tidak merasakan adanya ancaman sedikitpun meski tajamnya pedang hanya berjarak satu senti dari lehernya. Justru orang yang mengancam tersebut merasa kuwalahan."Kau nampaknya masih mengingat kata-kataku. Aku tidak akan bergeming jika tidak merasakan adanya ancaman," ucap pria tersebut.
Rigol berjalan dengan napas terengah-engah sambil menggendong Rinara. Langkah kakinya terdengar oleh sekelompok pasukan negara yang sedang berpatroli di tempat evakuasi dari peristiwa kehancuran Akropolis. Satu petugas menancegahnya dengan menodongkan senjata. "Siapa kau? Kenapa kau bisa membawa anak kecil ini?." Rigol menjelaskan bahwa ia menemukan anak kecil ini sedang terluka di tengah hutan dan berniat mengembalikannya kepada orang tuanya. Rigol juga menjelaskan bahwa Rinara adalah seorang anak yang terdampak dari peristiwa kehancuran Akropolis. "Kaupikir aku percaya ceritamu, aku bisa melihat bahwa kau adalah seorang bandit. Tidak mungkin kau mau menyelamatkan anak ini, kau pasti ingin memperalatnya 'kan?" hardik sang petugas.
Pertumpahan darah telah berakhir. Para petugas medis berlarian ke sana ke mari memberikan pertolongan kepada para pejuang yang terluka. Diperkirakan tiada yang terenggut nyawanya, jika seandainya ada mereka dianggap meninggal secara terhormat. Dikala Boy Knight melawan Itamos, mereka membuat pernyataan peperangan dengan tanpa saling membunuh. Bahkan sewaktu Itamos melakukan pemberontakan, mereka tiada niat membunuh kecuali jika harus membunuh. Boy Knight mempercayainya, tetapi bagi Boy Knight pribadi sudah menjadi janjinya bahwa ia tidak akan pernah merenggut nyawa meski kebiasaannya merampok harta orang lain. Ia tidak memaksakan prinsip kepada para anggotanya, tetapi senantiasa mengingatkan sebelum bertindak. Itamos terlentang lemas, ia bangkit per
Seorang ibu menggendong anak laki-lakinya yang berusia sekitar 6 tahun. Dia meletakkannya di pada rumput luas tengah hutan lebat. Mata sang ibu berkaca-kaca, tak kuasa menahan bendungan air mata hingga meneteslah beberapa butir air mata lembut membahasi pipinya. Namun, sang ibu menggeleng ketika anak laki-laki menatap mukanya malahan dia pasang senyum palsu lebar-lebar. "Itamos, ibu pergi dulu. Ibu akan kembali kok. Jika ada orang yang menemukanmu di sini sebelum ibu kembali, ikuti saja orang itu. Tidak perlu khawatirkan ibu, ibu pasti menyusulmu," ucap sang ibu.Anak itu menarik pakaian sang ibu ketika ibu tersebut berbalik arah. Perasaan sang ibu kini semakin mengguncang. "Tapi, aku hanya ingin bersama ibu. Jangan tinggalkan aku!" Ucapan polos dari anak yang
Pertempuran di kampung Gigant belum kunjung usai. Namun, banyak para pasukan jatuh bergelimpangan karena kehabisan tenaga. Untungnya mereka tidak ada yang berniat membunuh, bisa dipastikan tidak ada korban yang sampai kehilangan jiwa. Hanya mendapatkan luka-luka dan pingsan.Duel pertarungan raksasa wanita Saras melawan Dombros semakin memanas. Mereka sama-sama unjuk kekuatan sejati, sampai mengangkat bebatuan sekitar mereka untuk dijadikan sebagai senjata yang membenturkan lawan mereka. Dombros melakukan serangan, dan setiap dia melancarkan pukulan ada bebatuan melayang yang mengikuti irama serangannya. Saras menangkis serangannya, sampai bebatuan yang ditangkisnya membentur dan melukai orang lain. Saras yang melihat hal ini mencoba membuat perhitungan, dia merentangkan tangan kanan untuk memberikan isyarat berhenti.
Saxomenes bersembunyi di bawah pohon besar yang amat rindang. Di luar sana banyak kepala naga ganas meraung-raung mencari keberadaannya untuk dijadikan santapan makan malam. Saxomenes mendengarkan hembusan napas mereka semakin mendekat, tetapi ia tidak berpikir ini adalah akhir dari hidupnya. Ia rentangkan kedua tangan seraya menggenggam. Mulai mengingat kata-kata yang dilontarkan kepadanya dikala menemui kegagalan.Jika kau keras kepala, kekuatanmu akan selalu terhambat untuk meningkatJangan terburu-buruNapas Saxomenes berhembus lebih tenang. Kedua tangannya mampu menyalakan energi listrik akan kekuatan petir. Di hadapannya terlihat kepala naga buas meraung yang bersiap menerkam. Saxomenes lancarkan pukulan hebat hingga kep
Kooria menghantam Vichnight dengan tangan yang dilapisi sarung tangan es. Vichnight menangkis dengan tongkatnya. Kooria menyerangnya bertubi-tubi sampai Vichnight terpojok, hingga satu lancaran pukulan Kooria mampu menjatuhkannya. "Hahaha … permainan ini menyenangkan," ucap Kooria. Kooria lanjut memukul Vichnight, ia melompat dan tangannya menukik. Pukulan Kooria mampu menghantam telak Vichnight sampai tanahnya pun retak. "Vrochi,(Hujan)" ucap Vichninght. Tubuh Vichnight berubah mencair menjadi air. Hujan tenang pun turun perlahan-lahan. Kooria berteriak, "Pagomenos!
Di pedalaman hutan lebat, terpahat pondasi gapura yang sangat megah terbuat dari batu. Itu adalah gerbang kampung bangsa Gigant, mereka tinggal di balik gapura tersebut. Rombongan Boy Knight dan lainnya berjalan pelan serta bersiaga bilamana ada seragan dadakan dari penduduk kampung tersebut. "Ini pertama kalinya aku ke kampung ini," ucap sang komandan, "terasa melintasi perbatasan dunia nyata dan dongeng." "Itu karena kau tidak pernah mau menerima eksistensi kami sebagai rakyat Vennisios," tegas Timos. Ucapannya mengandung gejolak emosional yang terasa mendidih kepada seorang aparat kerajaan. "Maafkan aku, selama ini aku belum menjangkau seluruh kota di negara Vennisios ini," ucap Sang komandan tertunduk.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments