Tanah Yunani disebut sebagai tanah para Dewa. Konon diceritakan, para penduduk Yunani kuno pernah hidup berdampingan dengan para Dewa-dewi, mereka saling menjawab pesan satu sama lain melalui orang-orang tertentu yang disebut sebagai para orakel, dukun di zaman Yunani Kuno. Dewa dan Dewi selalu muncul disaat manusia melakukan kelalaian menyembah kepada mereka, demi memberikan hukuman yang setimpal.
Suatu masa, ktika tatanan kehidupan di Yunani sudah mulai teratur, para Dewa kehilangan perannya untuk ikut andil dalam mengatur kehidupan manusia. Manusia memilih untuk hidup dan berjuang dengan kemampuannya sendiri. Pada saat itu, para Dewa dan Dewi telah menyadari bahwa selama ini mereka tidak berhak berkuasa atas manusia itu sendiri.
Hidup mereka dipenuhi penyesalan, menyadari bahwa eksistensi mereka tak jauh berbeda dengan manusia. Mereka juga diciptakan oleh Dzat Agung yang tak bisa dijelaskan wujudnya secara lisan maupun pikiran. Para Dewa-dewi memohon ampun atas perbuatan mereka yang selalu ingin disembah oleh para manusia, tetapi kini telah terlambat untuk menyadarkan pemikiran tersebut kepada para manusia. Manusia telah menulis ajaran serta berkotbah sepenuh hati untuk menyeru menyembah kepada mereka yang juga sama-sama fana. Sehingga mereka memohon kepada Sang Dzat Agung untuk melenyapkan para manusia yang masih menyembah mereka. Tetapi Dzat Agung tidak berkehendak melakukannya, Dzat Agung membiarkan mereka para manusia menemukan jalannya sendiri untuk bertaubat.
Mereka pun memohon hukuman setimpal atas perbuatan mereka selama ini sebagai penembus dosa, Dzat Agung pun menyetujuinya. Mereka para manusia yang dulunya tunduk atas perintah Dewa-dewi kini berbalik menjadi para Dewa-dewi yang harus tunduk kepada keinginan manusia. Dengan ini, lahirlah sebuah energi dalam manusia yang dinamakan thelisi yang berarti kehendak, karena kekuatan ini terlahir dari kehendak para Dewa-dewi untuk menitiskan roh mereka dalam diri manusia yang kemudian dikendalikan oleh manusia itu sendiri. Sehingga disaat manusia dan manusia yang lain saling berkelahi, maka rasa sakit juga dirasakan oleh para Dewa-dewi. Namun, para Dewa-dewi tak bisa berbuat apa-apa dan manusia bebas melakukan yang mereka suka. Thelisi membantu manusia untuk bisa mengeluarkan tenaga super sesuai kekuatan fisik mereka, setiap manusia memiliki thelisi masing-masing sesuai jumlah para Dewa-dewi, satu dewa hanya bisa menitis kepada satu orang sampai orang itu meninggal dan menitis ke orang lain. Besar kekuatan thelisi yang dikeluarkan tergantung kesanggupan manusia dalam mengontrol thelisi tersebut.
Tuntutan manusia dalam mengendalikan thelisi begitu banyak dan mendesak. Sehingga, setiap orang bermaksud untuk mendirikan semacam asrama pelatihan para pendekar yang bersedia belajar dengan giat dalam mengendalikan thelisi. Lambat laun, semakin banyak para pendekar yang ahli dalam mengendalikan thelisi. Kemudian muncul gagasan untuk memanfaatkan asrama pelatihan yang kemudian diambil alih oleh pihak kerajaan sebagai amunisi kekuatan tempur. Tak jarang produktivitas mereka dijadikan sebagai alat penguasa daratan Yunani.
***
Di halaman asrama akademi Herakles, salah satu akademi pendekar di negara Vennisios sedang dalam keadaan porak poranda. Sebuah anak panah melesat dengan cepat, menancap di dada seseorang bertubuh kekar berzirah kerajaan. Tubuhnya jatuh seketika lemah tak berdaya menahan hujaman anak panah yang tepat menembus jantungnya.
Seorang anak muda dengan tangan kiri membawa busur panah, sedang tangan kanannya memegang beberapa anak panah yang siap dia tembakkan lagi –namanya, Naruma. Beserta quiver dari kulit di punggungnya, ia memakai pakaian zirah perang. Tanah di sekitarnya basah akan darah gelimpangan jasad para pasukan kerajaan Athena yang sekarat. Ia siap membidik ke salah satu orang yang masih mampu untuk duduk, melihat dirinya dengan penuh rasa kebencian.
“Kau siapa, Bocah! Beraninya melawan pasukan militer kerajaan Athena!” gertak orang tersebut.
“Kau yang seharusnya dipertanyakan, Tuan!” seru pemuda lain yang memakai pakaian sama dengan pemuda pemanah tersebut namanya Kimble, “Seenaknya ingin menghancurkan gedung asrama akademi Herakles!” Dia tak kalah garangnya.
“Hahaha ... akademi sampah yang akan melahirkan sampah masyarakat.”
Orang sekarat itu malah tertawa dan mengolok-olokkan akademi Herakles. Hal ini menyulut amarah beberapa pemuda berdiri di dekatnya yang siap merenggut nyawanya. Satu orang pemuda melangkahkan kaki dengan mengaktifkan kemampuan thelisi-nya, energi panas menyala disekujur tubuhnya, siap menghancurkan orang sekarat yang bermulut besar di hadapannya –namanya, Macrones. Tapi Naruma menahannya. Ia mengajukan pilihan kepada orang sekarat di hadapannya.
“Tuan, jika anda menyerah, kami akan mengampuni nyawa anda jika tidak yang akan terjadi kepada anda itu adalah akibat keputusan anda!”
“Aku takkan menyerah, karena pasukan Athena adalah yang terkuat!” Orang itu berdiri dan siap menyerang, meluapkan segala sisa tenaga yang dimilikinya. Sebelum niatnya terwujud, sebilah tombak menghujam tengkuknya. Sehingga membuat orang itu kehilangan nyawanya seketika.
Jasadnya roboh sembari seseorang berjalan mendekatinya dengan langkah kaki perlahan dan menarik tombak yang menancap ditengkuknya.
“Kerja bagus, Anak-anak,” ucapnya. Orang itu tak lain adalah seorang jenderal yang bernama Eurobe datang bersama beberapa pasukan negara. “Kalian berhasil mengalahkan pasukan bala tentara keajaan Athena.”
“Tuan Eurobe!” seru tiga anak di hadapannya. Mereka menunduk dengan kompak untuk menghormatinya.
“Maaf, aku tidak datang tepat waktu. Sepertinya mereka menimbulkan kerusakan yang cukup parah,” kata Eurobe. Berjalan mengelilingi halaman gedung asrama, banyak pemuda pemudi yang terluka. Ada juga yang sudah tak bernyawa. “Kita bereskan segala kerusakan dan kumpulkan yang terluka agar ditangani oleh tukang medis dengan cepat.”
Semuanya mengangguk dan melaksanakan perintahnya. Para tukang medis akademi bersiap untuk menyembuhkan setiap anak-anak akademi yang terluka akibat penyerangan prajurit Athena di gelap gulita. Beberapa sudah tak dapat diselamatkan.
Beberapa waktu kemudian pekerjaan mereka selesai. Eurobe menyuruh anak-anak asrama untuk beristirahat. Seluruh anak-anak asrama pun segera terlelap melampiaskan rasa lelah mereka. Namun, tidak untuk Naruma, Kimble dan Macrones. Mereka dikenal sebagai tiga pemuda unggul di akademi Herakles saat ini. Mereka membuat api unggun dan berkemah di halaman asrama. Eurobe pun ikut menemani mereka. Menceritakan pengalaman bersama.
“Kalian mengingatkanku dengan seorang pemuda akademi Herakles sembilan tahun yang lalu. Pemuda yang begitu ulung dan kehadirannya membuat para pasukan Athena tertunduk.”
“Pemuda yang bernama Osryos itu ‘kan, Tuan,” tebak Macrones. Eurobe mengangguk.
Eurobe menceritakan seseorang yang kini menjadi ikon di akademi Herakles. Dia adalah murid paling unggul dari semua murid yang pernah belajar di akademi Herakles. Sembari bercerita ternyata yang mendengarkan hanya Kimble dan Macrones. Sedangkan Naruma melantunkan do’a untuk teman-temannya yang meninggal, agar arwahnya dapat melakukan perjalanan menuju dunia Hades(kematian) dengan lancar.
“Dewa-dewi berbisik padaku, teman-teman kita sedang membutuhkan pengabdian kita karena arwah mereka sedang mendapati masalah saat hendak menuju ke Dunia Hades. Karberos sedang menyalak dengan suara yang mengerikan. Teman-teman kita yang tak kuasa membendung segala dosa dan kesalahan mereka. Arwah mereka diombang-ambingkan oleh kegelisahan yang memuncak. Oh ... Dewa! Ampunilah segala kesalahan dan dosa mereka. Atas kehedakmu, Dewa! Berikanlah mereka keberanian dan kekuatan, kalahkan rasa gelisah mereka, tuntun mereka menuju dunia Hades dengan cahaya petunjukmu. Dewa Hades sambutlah teman-teman kami dengan ramah. Mereka adalah para pejuang yang berani mati membela kedamaian Tanah para saudara-saudari-Mu di Alam Dunia....”
Eurobe salut melihat para pemuda di hadapannya. Ternyata ia memiliki potensi yang luar biasa dalam hal bertempur, intelektual serta spiritual. Tak terasa waktu bergulir cepat sampai sang Dewa Apollo mengangkat matahari dari ufuk timur. Dewa Hermes menyampaikan pesan bahwa hari telah berganti melalui hembusan angin membawa seberkas lembaran baru.
***
Dataran rendah padang rumput luas, disambut oleh sinar mentari pagi yang begitu hangat. Ketiga pengelana hebat –Boy Knight, Vichnight dan Saxomenes memacu kudanya dengan cepat. Beberapa langkah kemudian kuda mereka meringkik, kekuatan berlarinya menurun kian waktu kian melambat. Sudah tentu kalau hewan tunggangan mereka kelelahan dan butuh istirahat. Mereka memutuskan untuk berhenti. Satu dari mereka mengawali untuk turun dilanjut dengan yang lain.
“Dia sudah tidak kuat lagi,” ucap Vichnight. Kuda yang mereka tunggangi terlihat lemah dan kelaparan.”Sepertinya pemilik sebelumnya tidak merawatnya dengan baik.”
“Dasar pasukan negara tak tau diri,” umpat Saxomenes.
“Kalau begitu, tinggalkan saja di sini. Biar mereka menikmati rerumputan segar,” saran Boy Knight,”Kita juga beberapa langkah lagi sampai di negara Bornuza.” Menunjuk cakrawala terlihat sebuah gerbang masuk yang samar-samar dari kejauhan. Pertanda langkah mereka tinggal sedikit lagi. Kedua temannya menyetujui, segera mereka langkahkan kaki untuk menuju ke negeri di seberang padang rumput luas, perbatasan sebelah selatan negara Vennisios. Kota utara di negara Bornuza, kota Lobos.
Bersambung
Terima kasuh bagi kalian yang sudah mengikuti cerita ini sampai lebih 5 chapter, saya berharap anda sekalian bisa menikmati ceritanya. Selalu beri dukungan, ya! Supaya saya bisa lebih semangat dalam menulis cerita. Untuk segala kritik dan saran silahkan kalian ungkapkan di kolom komentar. Stay reading!
Semoga hari-hari kalian menyenangkan!
Salam manis: Hanazawa-kun
Langkah kaki Boy Knight dan teman-temannya memasuki gerbang utara negara Bornuza, kota Lobos. Beberapa penjaga gapura mempersilahkan mereka bertiga lewat. Lalu lalang warga kota melihatnya dan saling berbisik satu sama lain, seolah melihat sesorang yang pernah dikenalnya. Saxomenes sedikit terganggu oleh bisikan-bisikan mereka yang terdengar sedang menggunjing kedatangan mereka. “Kau yakin orang-orang di sini ramah?” tanya Saxomenes kepada Boy Knight dengan sedikit melampiaskan rasa tidak nyaman. Boy Knight hanya mengangguk, mengisyaratkan agar tidak melakukan tindakan apapun. Seorang lelaki kepala berkilau alias gundul, memiliki tubuh yang begitu kekar berotot menghadangnya. ”Mau ke mana kau perampok sialan!” gertaknya, membunyingan send
Dataran, sungai, perbukitan, hutan, lembah, rawa dan lain sebagainya telah dilalui oleh Boy Knight dan rekan-rekannya. Jarak menuju ke kastil Kegelapan membutuhkan waktu kurang lebih selama satu hari. Sekali-kali, keempat pendekar itu bersua dengan rombongan lain. Menegur sapa di tengah perjalanan mereka. “Hai, Kalian! Bermainlah bersama kami sebentar!” panggil seseorang dengan pakaian compang-camping, lalu beberapa orang dibelakangnya mengikutinya keluar dari semak-semak belukar. Tak diragukan lagi mereka adalah para perompak jalanan.”Jika ingin nyawa kalian selamat serahkan perbekalan kalian kepada kami!” Boy Knight dan yang lainnya mulai siaga dan mengatur kuda-kuda untuk siap menyerang. &
Asap mencekik terus meluas mengurung area gladiator. Para peserta lain tak mampu menahannya. Mereka hanya terunduk kaku, terasa leher dicekik tak bisa melawan. Bahkan beberapa orang sampai melompat ke jurang dengan sukarela demi lepas dari siksaan cekikan asap misterius. Satu pendekar berkepala terang berdiri tanpa takut. Tubuhnya bisa bergerak leluasa seperti biasa. Tangannya mengepal dan siap menyerang. Sang prajurit Athena yang mengendalikan asap tersebut terbelalak menyaksikannya.“Aku sudah terbiasa dengan rasa sakit ini,” ucap pria berkepala terang alias gundul, siapa lagi kalau bukan Zanagos.”Matilah kau prajurit Athena!” gerakannya beg
Tangan kanan mengangkat pedang, muncul energi petir menyala. Saxomenes ayunkan senjata mautnya. Energi listrik besar itu menyambar ke arah target dengan telak. Namun, target masih bisa berdiri tegak. “Kau hebat buronan. Tapi setiap seranganmu akan menjadi senjataku,” ucap pria yang menjadi target tersebut. Pria itu memukulkan tangan kirinya muncul energi listrik dahsyat meluncur ke arah target. Saxomenes pun menerima serangan itu dengan pedangnya. Anehnya serangan itu merambat dari pedang menuju ke tubuhnya. “Ini benar-benar menyenangkan,” ucapnya. Tubuhnya teraliri energi listrik yang baru saja menyambarnya. Di tambah dia kombinasikan dengan kekuatannya sendiri, energi petir menyelimuti seluruh tubuhnya. Tanah pun retak pada pijakan kedua kakinya meski tanpa dia pancal.
Semua pendekar berkumpul di ruangan selanjutnya, mereka berada di sebuah ruangan dengan meja makan yang terbilang mewah pada zaman itu. Kue ambrosia, keju feta, aneka buah dan nektar serta minuman anggur dan air mineral yang segar. Vichnight menganjurkan untuk tidak meminum anggur karena sedang dalam medan perang, Boy Knight dan Saxomenes menyetujuinya. “Para pendekar hebat, seusai makan. Kalian akan mendapatkan undian untuk kompetisi selanjutnya, perhatikanlah dengan baik piring tempat kalian makan tersebut!” Seusai makan mereka semua melihat telapak piring masing-masing. Mereka menemukan undian yakni berupa ikon yang berbeda-beda. Ada dua orang dari mereka mendapatkan gambar yang sama yakni s
Kegelapan menyelimuti ruangan. Boy Knight dalam keadaan babak belur menerima serangan dari anjing Kerberos yang amat ganas. Dia perhatikan setiap sisi ruangan tak ada gunanya, hanya indera pendengar dan perabanya yang bisa difungsikan. Dia layangkan tubuhnya ke arah kanan yang diyakini keberadaan Kerberos. Namun, tidak terlihat wujudnya. Tiba-tiba dari atas keluar tembakan energi kegelapan, untung dia bisa menangkisnya dengan sabetan pedang di tangan kanan, energi itu pun meledak. Spontan dia rasakan cakaran dipunggungnya, ternyata Kerberos menyerangnya dengan cara mengalihkan perhatian. Punggung Boy Knight mengucurkan darah segar. Bola kegelapan tak memberinya kesempatan beristirahat demi melepaskan rasa perih atas lukanya. Sebagai pendekar tangguh, Boy Knight pun dapat mengatasi rasa sakitnya mes
Kedua wanita dengan kekuatan Mahadahsyat saling beradu di ruangan benteng. Miss. Shadow dengan kekuatan kegelapannya melawan Rifailos dengan tombak yang dia sebut sebagai senjata suci Kentaur. Rifailos memiliki insting bertarung yang begitu unggul, menghindari dan menangkis setiap serangan Miss. Shadow dengan tepat. Rifailos menyerangnya, meghujamkan tombak ke arah tubuh Miss. Shadow tapi selalu dihalangi oleh energi kegelapan yang menjadi perisai baginya. Namun, kali ini pertahanan perisai itu pun mulai hancur. Rifailos dengan cepat menghujamkan tombaknya, Miss. Shadow menangkisnya dengan tangan kanannya. Alhasil, tangan kanannya pun tergores, mengucurkan darah dengan deras. Wanita Kentaur itu tak memberi belas kasihan, dia menyeran
Sebelum terjun ke medan perang, seorang panglima perkasa membuatkan makanan spesial untuk putri tercintanya. Ia tinggal bersama putri tersebut sendirian karena istrinya telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Panglima Hegemonia adalah seorang panglima kerajaan Athena yang tinggal di negeri Bornuza, ia bekerja menjaga sebuah pangkalan militer kerajaan Athena di negara Bornuza. Putrinya bernama Elanza. Gadis belia yang berumur sekitar 10 tahun itu adalah anak yang berbakat dalam bertempur dan mempunyai fisik yang kuat, dia memasuki akademi pendekar Akrisios dan termasuk dari deretan murid yang unggul. Thelisi-nya adalah ber-transformasi menjadi anji
Rombongan Boy Knight pergi meninggalkan singgahannya di kampung para Gigant. Mereka menuju ke suatu tempat agar bisa mendapatkan singgahan berikutnya. Boy knight memiliki kebiasaan untuk melawan para pasukan kerajaan yang sedang mengintimidasi suatu pemukiman. Sehingga bila ia dapat melakukannya, ia bisa meraih alih kekuasaan atas kampung tersebut. Entah tujuan seperti apa sebenarnya melakukan hal semacam itu. Kali ini ia menuju ke suatu daerah pemukiman yang konon katanya diintimidasi oleh para pasukan kerajaan. Mereka hadir hanya meminta-minta dan menjamin keamanan. Segala bentuk pembayaran pajak masuk ke kantong mereka sendiri. Beginilah suatu budaya mafia tanah dijalankan oknum aparat negara. Salah satu pasukan berkuda kerajaan menuju pemukiman tersebut. Mereka di
Hembusan angin mengibarkan dedaunan dan pepohonan rindang di dalam hutan belantara. Seseorang pria setengah baya berbaju tempur memasuki kawasan pepohonan lebat, membawakan aura yang hebat. Hewan-hewan liar menjadi jinak di hadapannya. Ia duduk bersandar pada satu pohon ek rindang, dedaunannya menutupi sinar sang surya di siang hari menyengat. Di tengah nyamannya beristirahat, ia kedatangan seseorang. Membawa senjata tajam yang dihunuskan padanya. Tetapi ia tidak merasakan adanya ancaman sedikitpun meski tajamnya pedang hanya berjarak satu senti dari lehernya. Justru orang yang mengancam tersebut merasa kuwalahan."Kau nampaknya masih mengingat kata-kataku. Aku tidak akan bergeming jika tidak merasakan adanya ancaman," ucap pria tersebut.
Rigol berjalan dengan napas terengah-engah sambil menggendong Rinara. Langkah kakinya terdengar oleh sekelompok pasukan negara yang sedang berpatroli di tempat evakuasi dari peristiwa kehancuran Akropolis. Satu petugas menancegahnya dengan menodongkan senjata. "Siapa kau? Kenapa kau bisa membawa anak kecil ini?." Rigol menjelaskan bahwa ia menemukan anak kecil ini sedang terluka di tengah hutan dan berniat mengembalikannya kepada orang tuanya. Rigol juga menjelaskan bahwa Rinara adalah seorang anak yang terdampak dari peristiwa kehancuran Akropolis. "Kaupikir aku percaya ceritamu, aku bisa melihat bahwa kau adalah seorang bandit. Tidak mungkin kau mau menyelamatkan anak ini, kau pasti ingin memperalatnya 'kan?" hardik sang petugas.
Pertumpahan darah telah berakhir. Para petugas medis berlarian ke sana ke mari memberikan pertolongan kepada para pejuang yang terluka. Diperkirakan tiada yang terenggut nyawanya, jika seandainya ada mereka dianggap meninggal secara terhormat. Dikala Boy Knight melawan Itamos, mereka membuat pernyataan peperangan dengan tanpa saling membunuh. Bahkan sewaktu Itamos melakukan pemberontakan, mereka tiada niat membunuh kecuali jika harus membunuh. Boy Knight mempercayainya, tetapi bagi Boy Knight pribadi sudah menjadi janjinya bahwa ia tidak akan pernah merenggut nyawa meski kebiasaannya merampok harta orang lain. Ia tidak memaksakan prinsip kepada para anggotanya, tetapi senantiasa mengingatkan sebelum bertindak. Itamos terlentang lemas, ia bangkit per
Seorang ibu menggendong anak laki-lakinya yang berusia sekitar 6 tahun. Dia meletakkannya di pada rumput luas tengah hutan lebat. Mata sang ibu berkaca-kaca, tak kuasa menahan bendungan air mata hingga meneteslah beberapa butir air mata lembut membahasi pipinya. Namun, sang ibu menggeleng ketika anak laki-laki menatap mukanya malahan dia pasang senyum palsu lebar-lebar. "Itamos, ibu pergi dulu. Ibu akan kembali kok. Jika ada orang yang menemukanmu di sini sebelum ibu kembali, ikuti saja orang itu. Tidak perlu khawatirkan ibu, ibu pasti menyusulmu," ucap sang ibu.Anak itu menarik pakaian sang ibu ketika ibu tersebut berbalik arah. Perasaan sang ibu kini semakin mengguncang. "Tapi, aku hanya ingin bersama ibu. Jangan tinggalkan aku!" Ucapan polos dari anak yang
Pertempuran di kampung Gigant belum kunjung usai. Namun, banyak para pasukan jatuh bergelimpangan karena kehabisan tenaga. Untungnya mereka tidak ada yang berniat membunuh, bisa dipastikan tidak ada korban yang sampai kehilangan jiwa. Hanya mendapatkan luka-luka dan pingsan.Duel pertarungan raksasa wanita Saras melawan Dombros semakin memanas. Mereka sama-sama unjuk kekuatan sejati, sampai mengangkat bebatuan sekitar mereka untuk dijadikan sebagai senjata yang membenturkan lawan mereka. Dombros melakukan serangan, dan setiap dia melancarkan pukulan ada bebatuan melayang yang mengikuti irama serangannya. Saras menangkis serangannya, sampai bebatuan yang ditangkisnya membentur dan melukai orang lain. Saras yang melihat hal ini mencoba membuat perhitungan, dia merentangkan tangan kanan untuk memberikan isyarat berhenti.
Saxomenes bersembunyi di bawah pohon besar yang amat rindang. Di luar sana banyak kepala naga ganas meraung-raung mencari keberadaannya untuk dijadikan santapan makan malam. Saxomenes mendengarkan hembusan napas mereka semakin mendekat, tetapi ia tidak berpikir ini adalah akhir dari hidupnya. Ia rentangkan kedua tangan seraya menggenggam. Mulai mengingat kata-kata yang dilontarkan kepadanya dikala menemui kegagalan.Jika kau keras kepala, kekuatanmu akan selalu terhambat untuk meningkatJangan terburu-buruNapas Saxomenes berhembus lebih tenang. Kedua tangannya mampu menyalakan energi listrik akan kekuatan petir. Di hadapannya terlihat kepala naga buas meraung yang bersiap menerkam. Saxomenes lancarkan pukulan hebat hingga kep
Kooria menghantam Vichnight dengan tangan yang dilapisi sarung tangan es. Vichnight menangkis dengan tongkatnya. Kooria menyerangnya bertubi-tubi sampai Vichnight terpojok, hingga satu lancaran pukulan Kooria mampu menjatuhkannya. "Hahaha … permainan ini menyenangkan," ucap Kooria. Kooria lanjut memukul Vichnight, ia melompat dan tangannya menukik. Pukulan Kooria mampu menghantam telak Vichnight sampai tanahnya pun retak. "Vrochi,(Hujan)" ucap Vichninght. Tubuh Vichnight berubah mencair menjadi air. Hujan tenang pun turun perlahan-lahan. Kooria berteriak, "Pagomenos!
Di pedalaman hutan lebat, terpahat pondasi gapura yang sangat megah terbuat dari batu. Itu adalah gerbang kampung bangsa Gigant, mereka tinggal di balik gapura tersebut. Rombongan Boy Knight dan lainnya berjalan pelan serta bersiaga bilamana ada seragan dadakan dari penduduk kampung tersebut. "Ini pertama kalinya aku ke kampung ini," ucap sang komandan, "terasa melintasi perbatasan dunia nyata dan dongeng." "Itu karena kau tidak pernah mau menerima eksistensi kami sebagai rakyat Vennisios," tegas Timos. Ucapannya mengandung gejolak emosional yang terasa mendidih kepada seorang aparat kerajaan. "Maafkan aku, selama ini aku belum menjangkau seluruh kota di negara Vennisios ini," ucap Sang komandan tertunduk.