Tangan kanan mengangkat pedang, muncul energi petir menyala. Saxomenes ayunkan senjata mautnya. Energi listrik besar itu menyambar ke arah target dengan telak. Namun, target masih bisa berdiri tegak.
“Kau hebat buronan. Tapi setiap seranganmu akan menjadi senjataku,” ucap pria yang menjadi target tersebut. Pria itu memukulkan tangan kirinya muncul energi listrik dahsyat meluncur ke arah target. Saxomenes pun menerima serangan itu dengan pedangnya. Anehnya serangan itu merambat dari pedang menuju ke tubuhnya.
“Ini benar-benar menyenangkan,” ucapnya. Tubuhnya teraliri energi listrik yang baru saja menyambarnya. Di tambah dia kombinasikan dengan kekuatannya sendiri, energi petir menyelimuti seluruh tubuhnya. Tanah pun retak pada pijakan kedua kakinya meski tanpa dia pancal.
Semua pendekar berkumpul di ruangan selanjutnya, mereka berada di sebuah ruangan dengan meja makan yang terbilang mewah pada zaman itu. Kue ambrosia, keju feta, aneka buah dan nektar serta minuman anggur dan air mineral yang segar. Vichnight menganjurkan untuk tidak meminum anggur karena sedang dalam medan perang, Boy Knight dan Saxomenes menyetujuinya. “Para pendekar hebat, seusai makan. Kalian akan mendapatkan undian untuk kompetisi selanjutnya, perhatikanlah dengan baik piring tempat kalian makan tersebut!” Seusai makan mereka semua melihat telapak piring masing-masing. Mereka menemukan undian yakni berupa ikon yang berbeda-beda. Ada dua orang dari mereka mendapatkan gambar yang sama yakni s
Kegelapan menyelimuti ruangan. Boy Knight dalam keadaan babak belur menerima serangan dari anjing Kerberos yang amat ganas. Dia perhatikan setiap sisi ruangan tak ada gunanya, hanya indera pendengar dan perabanya yang bisa difungsikan. Dia layangkan tubuhnya ke arah kanan yang diyakini keberadaan Kerberos. Namun, tidak terlihat wujudnya. Tiba-tiba dari atas keluar tembakan energi kegelapan, untung dia bisa menangkisnya dengan sabetan pedang di tangan kanan, energi itu pun meledak. Spontan dia rasakan cakaran dipunggungnya, ternyata Kerberos menyerangnya dengan cara mengalihkan perhatian. Punggung Boy Knight mengucurkan darah segar. Bola kegelapan tak memberinya kesempatan beristirahat demi melepaskan rasa perih atas lukanya. Sebagai pendekar tangguh, Boy Knight pun dapat mengatasi rasa sakitnya mes
Kedua wanita dengan kekuatan Mahadahsyat saling beradu di ruangan benteng. Miss. Shadow dengan kekuatan kegelapannya melawan Rifailos dengan tombak yang dia sebut sebagai senjata suci Kentaur. Rifailos memiliki insting bertarung yang begitu unggul, menghindari dan menangkis setiap serangan Miss. Shadow dengan tepat. Rifailos menyerangnya, meghujamkan tombak ke arah tubuh Miss. Shadow tapi selalu dihalangi oleh energi kegelapan yang menjadi perisai baginya. Namun, kali ini pertahanan perisai itu pun mulai hancur. Rifailos dengan cepat menghujamkan tombaknya, Miss. Shadow menangkisnya dengan tangan kanannya. Alhasil, tangan kanannya pun tergores, mengucurkan darah dengan deras. Wanita Kentaur itu tak memberi belas kasihan, dia menyeran
Sebelum terjun ke medan perang, seorang panglima perkasa membuatkan makanan spesial untuk putri tercintanya. Ia tinggal bersama putri tersebut sendirian karena istrinya telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Panglima Hegemonia adalah seorang panglima kerajaan Athena yang tinggal di negeri Bornuza, ia bekerja menjaga sebuah pangkalan militer kerajaan Athena di negara Bornuza. Putrinya bernama Elanza. Gadis belia yang berumur sekitar 10 tahun itu adalah anak yang berbakat dalam bertempur dan mempunyai fisik yang kuat, dia memasuki akademi pendekar Akrisios dan termasuk dari deretan murid yang unggul. Thelisi-nya adalah ber-transformasi menjadi anji
Ketiga pendekar yang lolos dari kompetisi sebelumnya berkumpul di sebuah ruangan terbuka kastil Kegelapan. Awan begitu gelap pekat. Angin berhembus kencang serta suara guntur menggelegar ke sana ke mari. Ketiga pendekar tangguh itu adalah Boy Knight, Saxomenes dan Miss. Shadow. Boy Knight mendekati Saxomenes. Saxomenes pun menunduk menyambut pemuda yang ada di hadapannya, ia merasa bersalah karena melukai tangan kanannya. “Jadi kau mengalahkan Vichnight?” tanya Boy Knight. “Iya, seperti itulah.” Mendengar jawaban itu seutas senyum terbentuk dari wajah Boy Knight, ia tepuk punggung Saxomenes.
Gelap memenuhi seluruh area kastil. Pendekar dengan kedua pedang dipinggangnya menyusuri jalan menuju ke tempat sebelum ke panggung pertempuran terakhir. Langkah kakinya begitu cepat terburu-buru seolah dikejar oleh waktu yang semakin mendesak. Pendekar itu berhenti saat ia sampai di tempat sebelumnya yakni tempat pertarungan melawan sang Kerberos. Pendekar itu pun duduk berlutut sedangkan di hadapannya seorang gadis belia terlentang lemas tak bergerak sama sekali. Boy Knight menggerak-gerakkan tubuh gadis itu untuk membangunkannya. "Elanza! Elanza! Bangunlah,” seru Boy Knight, ”aku tahu cara menyelamatkan orang yang kaumaksud. Hey, bangunlah! Buka matamu, Elanza!” seruannya tidak direspon. Elanza tetap menutup matanya ra
Kedua pendekar tangguh terlentang, menatap langit yang masih meneteskan curah hujan yang sudah semakin menjinak. Pemandangan sekitarnya penuh dengan reruntuhan pondasi kastil Kegelapan. Tempat kompetisi tersebut telah menjadi sebuah bangunan yang tak layak dihuni lagi. Dengan ini, dipastikan tidak ada lagi kompetisi yang harus diselesaikan. Bagaimana tidak, tempatnya saja sudah tidak tersedia. Wanita bersurai panjang keriting memakai daster hitam legam itu menyadari satu hal penting dari kejadian yang dia alami. Dia mempunyai ikatan batin yang sangat erat dengan anak seseorang dari kerajaan Athena itu, Elanza. Elanza mendekatinya, kemudian duduk dan memangku tubuh lemah wanita tersebut pada pahanya yang dia sila-kan. “Nyonya, pada akh
Pandromendes bertekuk lutut, nafasnya terengah-engah. Elanza duduk di sampingnya menyentuh pundak kanannya. Elanza mengukir senyum bangga membentuk paras cantik jelita kepada wanita yang telah membesarkannya. “Nyonya, aku bangga kepada anda,” puji Elanza. Pandromendes pun membalikkan badannya ke arah kanan kedua tangannya merentang lalu melingkar demi memeluk gadis belia tersebut, keduanya sama-sama membalas pelukan yang erat. Kehangatan atas rasa kekeluargaan yang mereka bangun dalam hati masing-masing membuat rona muka beberapa pemuda yang melihat mereka berdua terhayut dalam keharuan. Pandromendes mengucurkan air mata bahagia dan mengecup kening Elanza. Menurut Pandromendes Elanza bagai anak yang lahir sebagai darah dagingnya sendiri. Begitu juga dengan Elanza yang menganggap Pandromendes seorang ibu yang memberikan segenap kas
Rombongan Boy Knight pergi meninggalkan singgahannya di kampung para Gigant. Mereka menuju ke suatu tempat agar bisa mendapatkan singgahan berikutnya. Boy knight memiliki kebiasaan untuk melawan para pasukan kerajaan yang sedang mengintimidasi suatu pemukiman. Sehingga bila ia dapat melakukannya, ia bisa meraih alih kekuasaan atas kampung tersebut. Entah tujuan seperti apa sebenarnya melakukan hal semacam itu. Kali ini ia menuju ke suatu daerah pemukiman yang konon katanya diintimidasi oleh para pasukan kerajaan. Mereka hadir hanya meminta-minta dan menjamin keamanan. Segala bentuk pembayaran pajak masuk ke kantong mereka sendiri. Beginilah suatu budaya mafia tanah dijalankan oknum aparat negara. Salah satu pasukan berkuda kerajaan menuju pemukiman tersebut. Mereka di
Hembusan angin mengibarkan dedaunan dan pepohonan rindang di dalam hutan belantara. Seseorang pria setengah baya berbaju tempur memasuki kawasan pepohonan lebat, membawakan aura yang hebat. Hewan-hewan liar menjadi jinak di hadapannya. Ia duduk bersandar pada satu pohon ek rindang, dedaunannya menutupi sinar sang surya di siang hari menyengat. Di tengah nyamannya beristirahat, ia kedatangan seseorang. Membawa senjata tajam yang dihunuskan padanya. Tetapi ia tidak merasakan adanya ancaman sedikitpun meski tajamnya pedang hanya berjarak satu senti dari lehernya. Justru orang yang mengancam tersebut merasa kuwalahan."Kau nampaknya masih mengingat kata-kataku. Aku tidak akan bergeming jika tidak merasakan adanya ancaman," ucap pria tersebut.
Rigol berjalan dengan napas terengah-engah sambil menggendong Rinara. Langkah kakinya terdengar oleh sekelompok pasukan negara yang sedang berpatroli di tempat evakuasi dari peristiwa kehancuran Akropolis. Satu petugas menancegahnya dengan menodongkan senjata. "Siapa kau? Kenapa kau bisa membawa anak kecil ini?." Rigol menjelaskan bahwa ia menemukan anak kecil ini sedang terluka di tengah hutan dan berniat mengembalikannya kepada orang tuanya. Rigol juga menjelaskan bahwa Rinara adalah seorang anak yang terdampak dari peristiwa kehancuran Akropolis. "Kaupikir aku percaya ceritamu, aku bisa melihat bahwa kau adalah seorang bandit. Tidak mungkin kau mau menyelamatkan anak ini, kau pasti ingin memperalatnya 'kan?" hardik sang petugas.
Pertumpahan darah telah berakhir. Para petugas medis berlarian ke sana ke mari memberikan pertolongan kepada para pejuang yang terluka. Diperkirakan tiada yang terenggut nyawanya, jika seandainya ada mereka dianggap meninggal secara terhormat. Dikala Boy Knight melawan Itamos, mereka membuat pernyataan peperangan dengan tanpa saling membunuh. Bahkan sewaktu Itamos melakukan pemberontakan, mereka tiada niat membunuh kecuali jika harus membunuh. Boy Knight mempercayainya, tetapi bagi Boy Knight pribadi sudah menjadi janjinya bahwa ia tidak akan pernah merenggut nyawa meski kebiasaannya merampok harta orang lain. Ia tidak memaksakan prinsip kepada para anggotanya, tetapi senantiasa mengingatkan sebelum bertindak. Itamos terlentang lemas, ia bangkit per
Seorang ibu menggendong anak laki-lakinya yang berusia sekitar 6 tahun. Dia meletakkannya di pada rumput luas tengah hutan lebat. Mata sang ibu berkaca-kaca, tak kuasa menahan bendungan air mata hingga meneteslah beberapa butir air mata lembut membahasi pipinya. Namun, sang ibu menggeleng ketika anak laki-laki menatap mukanya malahan dia pasang senyum palsu lebar-lebar. "Itamos, ibu pergi dulu. Ibu akan kembali kok. Jika ada orang yang menemukanmu di sini sebelum ibu kembali, ikuti saja orang itu. Tidak perlu khawatirkan ibu, ibu pasti menyusulmu," ucap sang ibu.Anak itu menarik pakaian sang ibu ketika ibu tersebut berbalik arah. Perasaan sang ibu kini semakin mengguncang. "Tapi, aku hanya ingin bersama ibu. Jangan tinggalkan aku!" Ucapan polos dari anak yang
Pertempuran di kampung Gigant belum kunjung usai. Namun, banyak para pasukan jatuh bergelimpangan karena kehabisan tenaga. Untungnya mereka tidak ada yang berniat membunuh, bisa dipastikan tidak ada korban yang sampai kehilangan jiwa. Hanya mendapatkan luka-luka dan pingsan.Duel pertarungan raksasa wanita Saras melawan Dombros semakin memanas. Mereka sama-sama unjuk kekuatan sejati, sampai mengangkat bebatuan sekitar mereka untuk dijadikan sebagai senjata yang membenturkan lawan mereka. Dombros melakukan serangan, dan setiap dia melancarkan pukulan ada bebatuan melayang yang mengikuti irama serangannya. Saras menangkis serangannya, sampai bebatuan yang ditangkisnya membentur dan melukai orang lain. Saras yang melihat hal ini mencoba membuat perhitungan, dia merentangkan tangan kanan untuk memberikan isyarat berhenti.
Saxomenes bersembunyi di bawah pohon besar yang amat rindang. Di luar sana banyak kepala naga ganas meraung-raung mencari keberadaannya untuk dijadikan santapan makan malam. Saxomenes mendengarkan hembusan napas mereka semakin mendekat, tetapi ia tidak berpikir ini adalah akhir dari hidupnya. Ia rentangkan kedua tangan seraya menggenggam. Mulai mengingat kata-kata yang dilontarkan kepadanya dikala menemui kegagalan.Jika kau keras kepala, kekuatanmu akan selalu terhambat untuk meningkatJangan terburu-buruNapas Saxomenes berhembus lebih tenang. Kedua tangannya mampu menyalakan energi listrik akan kekuatan petir. Di hadapannya terlihat kepala naga buas meraung yang bersiap menerkam. Saxomenes lancarkan pukulan hebat hingga kep
Kooria menghantam Vichnight dengan tangan yang dilapisi sarung tangan es. Vichnight menangkis dengan tongkatnya. Kooria menyerangnya bertubi-tubi sampai Vichnight terpojok, hingga satu lancaran pukulan Kooria mampu menjatuhkannya. "Hahaha … permainan ini menyenangkan," ucap Kooria. Kooria lanjut memukul Vichnight, ia melompat dan tangannya menukik. Pukulan Kooria mampu menghantam telak Vichnight sampai tanahnya pun retak. "Vrochi,(Hujan)" ucap Vichninght. Tubuh Vichnight berubah mencair menjadi air. Hujan tenang pun turun perlahan-lahan. Kooria berteriak, "Pagomenos!
Di pedalaman hutan lebat, terpahat pondasi gapura yang sangat megah terbuat dari batu. Itu adalah gerbang kampung bangsa Gigant, mereka tinggal di balik gapura tersebut. Rombongan Boy Knight dan lainnya berjalan pelan serta bersiaga bilamana ada seragan dadakan dari penduduk kampung tersebut. "Ini pertama kalinya aku ke kampung ini," ucap sang komandan, "terasa melintasi perbatasan dunia nyata dan dongeng." "Itu karena kau tidak pernah mau menerima eksistensi kami sebagai rakyat Vennisios," tegas Timos. Ucapannya mengandung gejolak emosional yang terasa mendidih kepada seorang aparat kerajaan. "Maafkan aku, selama ini aku belum menjangkau seluruh kota di negara Vennisios ini," ucap Sang komandan tertunduk.