Share

Sadar kembali

Penulis: Rana Semitha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-04 21:57:57

Ki Anwar dengan cepat menyalurkan hawa murni ke tubuh Surya Yudha. Sementara Dewi Mayangsari telah dipindahkan untuk mendapatkan perawatan juga, karena sebelumnya Dewi Mayangsari hilang kesadaran setelah menyalurkan tenaga dalamnya pada Surya Yudha.

"Panggilkan beberapa perwira untuk membantu menyalurkan hawa murni," perintah Ki Anwar kepada Tole, salah satu muridnya.

"Baik, Guru!" Pemuda itu membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan balai pengobatan menuju barak prajurit yang berada di sebelah selatan.

Di lain sisi, Surya Yudha merasakan jika dirinya sedang berada di tempat yang sangat asing.

"Di ... di mana aku? Apa aku sudah mati?" Tempat Surya Yudha kini berada adalah dimensi kosong yang berwarna putih sepenuhnya. Tidak ada apa pun di sana kecuali Surya Yudha.

"Jika aku mati, seharusnya alam sebrang tidak seperti ini," gumam Surya Yudha. Tiba-tiba pemuda itu teringat dengan kondisi tubuhnya yang terluka parah. "Sembuh? Bagaimana mungkin?" ucap Surya Yudha saat menggerayangi tubuhnya yang bersih tanpa luka.

"Apa aku benar-benar sudah mati?" Ketika Surya Yudha merasakan hal aneh terjadi pada tubuhnya, pemuda itu melihat setitik cahaya yang memancar dari ujung tempat itu.

"Mungkinkah itu jalan keluar? Aku harus ke sana memastikannya." 

Surya Yudha berjalan menuju titik cahaya yang berada di ujung tempat itu. Dia mempercepat langkahnya karena melihat titik itu mengecil.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku tidak sampai juga?" Surya Yudha tak habis pikir, secepat apa pun dia berlari, dan sejauh apa pun jarak yang ia tempuh, nyatanya pemuda itu tak sampai juga di tempat tujuan.

"Kamu tidak akan bisa keluar dari tempat ini, anak muda!" Terdengar suara entah dari mana asalnya. Suara parau seperti lelaki tua yang sudah bau tanah.

"Siapa kamu?!" tanya Surya Yudha setengah berteriak. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tetapi tidak menjumpai siapa pun di sana.

"Kamu tidak perlu tahu siapa aku." Suara itu terdengar kembali. "Kamu tidak bisa keluar dari tempat ini!" lanjutnya.

Suasana di tempat itu berubah menjadi lebih dingin. Semuanya yang berwarna putih mulai berubah, menjadi balai pengobatan tempat Surya Yudha dirawat.

Surya Yudha juga dapat melihat sosok yang sama seperti dirinya terbaring tak berdaya dengan luka di sekujur tubuhnya. Pemuda itu juga mendengar ucapan Ki Anwar bahwa dirinya telah mati.

Setelah itu, Surya Yudha melihat Dewi Mayangsari menyarlurkan tenaga dalamnya hingga menyebabkan sebuah petir menyambar tubuhnya.

"Ibu!" Melihat Dewi Mayangsari jatuh tak sadarkan diri, Surya Yudha mencoba menolong ibunya. Namun, ketika Surya Yudha mencoba untuk menyentuh Dewi Mayangsari, tangannya menembus tubuh sang ibu.

"Apa yang terjadi? Ibu!"

Penglihatan Surya Yudha menggelap, kepalanya terasa seperti mau pecah, dan rasa sakit yang telah hilang kini kembali lagi. Perlahan Surya Yudha membuka matanya.

"Argh ...."

Walau terlihat samar-samar, Surya Yudha yakin jika Ki Anwar sedang tersenyum kepadanya. 

Surya Yudha kembali mengingat Dewi Mayangsari yang pingsan setelah menyalurkan tenaga dalam pada dirinya. "Ibu... di mana ibu?" tanya Surya Yudha cemas.

"Ibumu ada di ruang sebelah," jawab Ki Anwar. "Sepertinya ibumu kelelahan. Biarkan dia beristirahat."

Surya Yudha mengangguk paham. 

"Bagaimana dengan Pangeran Abimanyu?" tanya Surya Yudha saat mengingat orang yang dikawalnya itu.

"Pangeran Abimanyu baik-baik saja, kamu tidak usah khawatir, tabib kepala sudah memberikan yang terbaik padanya." 

"Syukurlah jika begitu." Surya Yudha mengembuskan napas perlahan.

"Ki, aku sangat lelah." Ki Anwar mengangguk dan meminta Surya Yudha untuk beristirahat. 

Ki Anwar tersenyum dan membatin. 'Pemuda yang hebat. Sepertinya rumor tentang dirinya yang diberkati Dewa Matahari benar adanya.' 

***

Di ujung utara Kerajaan Nara Artha, tepatnya di desa Pengadegan, terlihat seekor burung merpati bertengger di jendela rumah seorang warga.

"Surat dari kerajaan?" gumam orang itu saat melihat cap kerajaan di sayap merpati itu.

Orang tersebut mengambil surat yang terlilit di kaki burung dan kembali melepas merpati itu. Penjaga itu bergegas menemui pemilik runah untuk memberikan surat tersebut.

"Ki Arya, ada surat dari kerajaan." Seseorang yang dipanggil Ki Arya langsung mengerutkan kening saat mendapat berita itu. Diterimanya surat itu dengan rasa penasaran yang menggelayuti pikiran.

"Terima kasih," ucap Ki Arya Saloka. 

Rasa cemas yang mendadak muncul membuat Ki Arya Saloka bergegas membuat surat itu.

'Surya Yudha terluka?' 

Ki Arya Saloka bergegas ke ruang penyimpanan dan mengambil berbagai macam ramuan berharga lalu memasukannya ke dalam cincin penyimpanan.

"Jika bocah itu hanya mengalami luka ringan, Mayang tidak akan memberitahukan hal ini padaku," gumam Ki Arya Saloka. "Gendon!"

Seorang penjaga yang tadi memberikan surat pada Ki Arya Saloka tergopoh-gopoh menghampiri pria tua itu. "Iya, Ki." 

"Aku harus ke Arta Jaya. Jaga tempat ini baik-baik." 

"Arta Jaya? Maksud Ki Arya ibukota Nara Artha?" tanya Gendon kebingungan. 

"Iya. Cucuku terluka dan memerlukan bantuanku. Aku harus segera pergi." Tanpa menunggu jawaban dari Gendon, Ki Arya Saloka pergi meninggalkan desa pengadegan, menuju Arta Jaya.

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, Ki Arya Saloka melesat dengan cepat ke arah selatan. Setelah menempuh setengah hari perjalanan, akhirnya Ki Arya Saloka sampai di Arta Jaya.

"Salam Ki Arya Saloka," sapa Ki Anwar saat melihat kedatangan Ki Arya Saloka di Balai pengobatan.

"Di mana cucuku?"

"Surya Yudha ada di dalam, Ki Arya." Ki Arya Saloka mengangguk dan masuk ke balai pengobatan bersama Ki Anwar. Hal yang pertama kali Ki Arya Saloka lihat adalah, Surya Yudha tengah terbaring tak sadarkan diri dengan beberapa prajurit menemaninya. Jika dari zirah perak yang mereka pakai, seharusnya mereka merupakan perwira kerajaan Nara Artha.

"Ki Arya," orang-orang yang sedang menyalurkan hawa murni kepada Surya Yudha berhenti dan memberi salam kepada Ki Arya Saloka.

"Kalian sudah bekerja keras, terima kasih. Aku pasti akan mengingat budi baik kalian hari ini." 

Ki Arya Saloka telah datang, kini saatnya orang-orang itu pergi.

"Kami mohon diri, Ki Arya." Ki Arya Saloka mengangguk mengizinkan. 

 Setelah para perwira itu pergi, Ki Arya Saloka mengeluarkan banyak tanaman herbal, ramuan dan juga pil berkhasiat dari cincin penyimpanannya. 

Melihat kondisi cucunya begitu lemah, Ki Arya Saloka mengambil tanaman ilalang emas untuk memulihkan tenaga dalam cucunya.

Senyum terukir di wajah Ki Arya Saloka ketika membayangkan cucunya menjadi begitu kuat saat bangun. "Saat terbangun nanti, kamu pasti terkejut."

Akar ilalang emas yang sudah dibakar dan ditumbuk oleh Ki Arya Saloka diberi sedikit nira aren serta air pahatan burus. Dengan hati-hati Ki Arya Saloka meminumkan ramuan itu kepada Surya Yudha. 

"Uhuk!"

Kening Ki Arya Saloka berkerut saat Surya Yudha menyemburkan darah. Tak hanya itu, tubuh Surya Yudha menegang hingga urat lehernya menonjol keluar. Seluruh permukaan kulit Surya Yudha berwarna merah seperti pembuluh darahnya pecah.

"Apa yang terjadi?"

 Rasa cemas Ki Arya Saloka semakin menggila ketika mendengar raungan kesakitan dari cucunya. 

"Aargh ...!"

Bab terkait

  • Pendekar Tombak Matahari   Hilangnya Tenaga Dalam

    Mata Surya Yudha masih terpejam, tetapi tubuh pemuda itu menggelinjang dan mulutnya tak berhenti meraung. Kepanikan semakin menjadi tatkala Dewi Mayangsari masuk ke ruangan itu, karena keluar darah dari telinga, hidung dan mulut Surya Yudha.Luka-luka di tubuh Surya Yudha yang awalnya sudah menutup, kini kembali terbuka."Apa yang terjadi?" Ki Arya Saloka menggeleng, masih belum memahami dengan kondisi cucunya."Aliran tenaga dalamnya kacau, organ dalamnya juga mulai hancur. Padahal aku hanya memberinya ilalang emas untuk meningkatkan tenaga dalam." Dewi Mayangsari roboh seketika. Bibirnya bergetar tak dapat mengeluarkan kata-kata yang menumpuk di kepalanya."I-ilalang emas? Ayah memberikan ilalang emas?" tanya Dewi Mayangsari tak percaya. Air mata mengalir derastak bisa ia bendung lagi."Ya dewa ... kenapa harus terjadi?" lirih Dewi Mayangsari dalam tangisnya. Ki Ary

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Pendekar Tombak Matahari   Matahari tertutup oleh rembulan

    Panglima Besar Indra Yudha menulis surat pengunduran diri Surya Yudha dan menyerahkannya ke Raja Wirya Semitha. Hari itu juga, Panglima Besar Indra Yudha resmi mencopot Surya Yudha dari jajaran militer kerajaan Nara Artha.Istana terlihat ramai karena banyak pejabat militer yang menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha mengenai pengunduran Surya Yudha yang masih dinilai sepihak.Surya Yudha bahkan belum bangun dari tidur panjangnya, tetapi Panglima Besar Indra Yudha sudah menurunkan perintah untuk mencopot Surya Yudha dan meresmikannya."Maaf, Panglima besar, saya rasa pencopotan Surya Yudha adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika alasannya adalah karena gagal melindungi Putra Mahkota." Wirmo menjadi orang yang pertama menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha."Benar, Panglima. Tanpa kehadiran Surya Yudha, maka kekuatan generasi muda kita akan menurun banyak.""Janga

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Pendekar Tombak Matahari   Titik yang tak terang

    Bagai tersambar oleh petir surgawi, Ki Arya Saloka terpaku di tempatnya berdiri. Segudang kalimat yang ingin ia katakan tiba-tiba lenyap saat itu juga."Eyang ... aku ingat betul sebelum aku terlelap kondisiku baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang seperti ini?" Surya Yudha terlihat kecewa dengan kondisinya yang menyedihkan. Begitu pemuda itu bangun, tenaga dalam miliknya tak bisa ia keluarkan. Padahal ia yakin jika tenaga dalamnya masih tersisa bahkan dalam kondisi penuh.Sejenak, Ki Arya Saloka menghela napas panjang. Pria tua itu menatap Raja Wirya Semitha dan Panglima Besar Indra Yudha bergantian. Panglima Besar Indra Yudha mengangguk lalu keluar bersama dengan Dewi Mayangsari dan Raja Wirya Semitha.Perlahan Ki Arya Saloka mendekati Surya Yudha dan duduk di sampingnya. Ki Arya Saloka terlihat ingin menyampaikan sesuatu, tetapi seperti tak bisa mengungkapnya.Surya Yudha akhirnya mengalah dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Pendekar Tombak Matahari   Bertemu Sekar

    Wanita yang ditolong oleh Surya Yudha terlihat ketakutan. Pakaiannya juga compang-camping serta penampilan yang begitu berantakan. Saat Surya Yudha mendekati wanita tersebut, wanita itu mundur karena ketakutan."Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Surya Yudha.""Su-Surya Yudha?" tanya wanita itu tergagap ketakutan.Surya Yudha mengangguk dan mendekati wanita itu lagi. "Aku Surya Yudha. Dulu aku adalah seorang prajurit di kerajaan Nara Artha. Siapa namamu?"Wanita itu masih diam. Surya Yudha hanya menghela napas dan memalingkan wajahnya. "Sekar," jawab gadis itu bernama Sekar.Surya Yudha tersenyum tipis dan kembali berdiri. "Di mana rumahmu? Jika kamu ingin pulang aku akan mengantarnya. Namun, jika masih betah di sini aku harus pergi sekarang."Sekar terlihat ragu untuk memilih pergi bersama Surya Yudha atau tidak. Namun, berdiam diri di tempat ini sama saja mencari mati. Maka, wanita itu akhirnya memutuskan mengikuti S

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25
  • Pendekar Tombak Matahari   Salah Paham

    Jalanan dusun Tegalsari tak terlalu ramai, tapi tidak juga bisa dikatakan sepi. Seorang gadis muda yang berjalan dengan pakaian compang-camping tentu saja menarik perhatian orang-orang sehingga bisikan-bisikan mulai timbul karena beberapa orang mulai bergunjing.Sekar, gadis cantik berkulit sawo matang dengan alisnya bagaikan lambaian daun kelapa, giginya bagai biji mentimun berjalan dengan muka yang memerah menahan malu. Untung saja jarak antara gapura dusun hingga rumahnya tak begitu jauh sehingga gadis itu kini sudah sampai di depan rumahnya. Rumah yang cukup besar namun tampak sederhana. Dengan kebingungan bercampur rasa takut, Sekar berjalan memasuki rumahnya. Baru di ambang pintu, seseorang membuka pintu dan memberinya tatapan tajam penuh pertanyaan.Terdengar suara berat mengandung amarah yang membuat tubuh Sekar bergetar seketika. "Masuk."Satu kata yang diucapkan dengan perlahan, nada yang begitu datar tetapi siapa saja bisa mengetahui jika tersirat ama

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-09
  • Pendekar Tombak Matahari   Pertemuan Tak Terduga

    Di tengah kegelapan malam yang hanya disinari rembulan, Surya Yudha terus melangkah untuk mencari hewan buruan. Matanya terus mengedar, pendengarannya terus ditajamkan, kewaspadaannya tak turun sedikit pun. Selain itu, tangan kanannya selalu memegang gagang pedang dengan tangan kiri mencengkeram erat selongsongnya.Tak jauh dari tempat Surya Yudha berdiri, terdengar suara gemerisik yang berasal dari balik semak-semak. Senyum licik tersimpul di bibir Surya Yudha sebelum pemuda itu melangkah memburu hewan buruannya.Dengan perlahan Surya Yudha menyibak semak-semak di hadapannya.Bruk!Sebuah hewan sebesar anak gajah menerjang Surya Yudha hingga pemuda itu tersungkur. Tanpa memberi kesempatan untuk lawannya bangkit, hewan tersebut kembali menerjang dan menendang tubuh Surya Yudha hingga tersungkur beberapa langkah dari tempat sebelumnya. Surya Yudha menarik pedang dari selongsong dan menghunuskan ke tubuh hewan yang menyerangnya. Seekor babi hutan dewasa yang menyerangnya dengan membab

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Pendekar Tombak Matahari   Hukuman Kecil

    "Ya Dewa ... kenapa aku harus melihatnya?" Surya Yudha berkata dalam hati ketika dia sedang melihat gadis penolongnya sedang membersihkan diri. Dan yang membuat tubuh Surya Yudha terasa panas adalah, gadis itu tak memakai sehelai kain pun di badannya. Walau setengah badannya berada di bawah air, tetapi penglihatan Surya Yudha yang seperti kucing saat malam hari membuat semuanya begitu jelas. Dan ketika Surya Yudha telah selesai mengenakan pakaiannya, pemuda itu bergegas meninggalkan sungai. Malang tak dapat dihindari, ketika Surya Yudha baru saja naik ke tepian sungai, kakinya menginjak batu dan membuatnya tergelincir, kembali tercebur ke sungai."AAA!!"Terdengar suara nyaring diikuti dengan suara riak air membuat Surya Yudha secara tak sadar memalingkan wajahnya. Gadis yang awalnya sedang berendam di air kini sudah berada di tepian sungai dan mengenakan pakaiannya secara tergesa. Surya Yudha yang masih terpana di tempatnya tak menyadari jika bahaya akan segera tiba."Kau pemuda c

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Pendekar Tombak Matahari   Tiba di Batu Ceper

    Selama perjalanan berlangsung, tak ada hambatan berarti menghadang mereka. Namun, perjalanan mereka tetap lambat karena Surya Yudha yang meminta istirahat beberapa kali.Surya Yudha duduk di bawah pohon sengon dan memegang dadanya yang terasa sakit. Ki Arya Saloka kembali memeriksa kondisi cucunya. "Maaf, Eyang. Aku menyusahkan Eyang." "Tidak ada masalah serius. Hanya saja kita perlu berhenti beberapa hari untuk pemulihan. Tak jauh dari sini ada kota kecil, jika ada penginapan kita bisa menginap di kota itu," ucap Ki Arya Saloka dengan wajah tenangnya.Surya Yudha mengangguk setuju dan kembali mengenakan pakaiannya sebelum melepas tambatan kuda. Keduanya beriringan dengan menunggang kuda, setelah tiga jam melewati perjalanan, akhirnya mereka sampai di kota Batu ceper.Setelah bertanya kepada beberapa penduduk sekitar, Surya Yudha mengetahui jika di kota ini ada beberapa penginapan. Ki Arya Saloka kemudian mengajak Surya Yudha menuju ke penginapan terdekat dari mereka saat ini.Waj

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06

Bab terbaru

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 92

    Bab 92Ketika matahari mulai terbenam, Surya Yudha bersama dengan Banyulingga dan Gendon pergi ke markas Harimau Besi. Persis seperti kabar yang beredar, malam itu markas harimau besi begitu ramai. Ada banyak sekali orang yang datang ke tempat tersebut.“Den Bagus, kita mau gimana?” tanya Gendon. Surya Yudha tidak mengatakan apa pun sebelum pergi ke tempat ini.Surya Yudha meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Jangan berisik.”Pemuda itu lantas menunjuk sebuah tembok yang berada di sisi timur. “Itu adalah tempat paling dekat dengan tempat para budak itu disekap.”Gendon mengangguk mengerti. “Den Bagus jaga di sini saja, biar Gendon yang masuk dan bawa para budak keluar.”Surya Yudha menggeleng. Dia sudah punya rencana sendiri. “Kau membawa arak, kan?”Gendon menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.“Keluarkan beberapa guci arak terbaik, juga beberapa harta benda.”“Tapi Den …” Wajah Gendon menunjukkan ekspresi keberatan. “Di

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 91

    Bab 91Setelah diskusi panjang nan alot, akhirnya Surya Yudha berhasil meyakinkan Mahasura dan lainnya. Ketika dirinya terdesak karena tiga orang itu, suara Baiji tiba-tiba beresonansi di kepalanya.[Asal menggunakan tombak yang kau dapatkan kemarin, tubuhmu akan baik-baik saja. Kau kelelahan karena tidak bisa mengeluarkan sumber energi dengan baik sehingga menyerang dirimu sendiri. Aku akan melatihmu mengendalikannya.]Mereka berempat kembali ke penginapan dan mendapati Candrika yang menyambut mereka dengan kemarahan. “Apa tidak cukup kalian membuatku gelisah semalam?”“Waduh … Gendon ngga ikut-ikut kalau begini.” Gendon segera berbalik dan melarikan diri. Musuh sekuat apa pun bisa dia hadapi, tetapi jika makhluk dengan jenis wanita, dia tidak pernah yakin bisa menghadapi mereka.Banyulingga yang tidak ingin mendapat masalah juga pergi. “Aku lupa meninggalkan arak yang sudah aku beli. Akan akan segera kembali.”Tersisa Surya Yudha dan Mahasura yang berdiri dengan gugup. Meski usianya

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 90

    Bab 90Surya Yudha merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa sakit. Pemuda itu membuka matanya perlahan, untuk saat ini penglihatannya sedikit buram. Namun, setelah mengerjapkan mata beberapa kali, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas. Ingatan terakhirnya adalah pertarungannya melawan beruang jambul api yang dia menangkan sebelum jatuh pingsan.“Tuan Muda….”Suara lembut yang familier di telinga Surya Yudha menyiratkan kekhawatiran. Surya Yudha menoleh dan melihat Candrika yang duduk di sampingnya dengan wajah cemas. “Candrika? Ini … apa aku sudah di penginapan?”Ekspresi Candrika berubah begitu cepat. Gadis itu terlihat tak senang dengan Surya Yudha. Dengan marah dia berkata, “Kau berjanji akan baik-baik saja, tapi baru pergi dua hari malah pulang seperti ini.”Surya Yudha menghela napas pelan. Akhirnya dia mengerti dengan kecemasan gadis itu. “Aku baik-baik saja,” Pemuda itu mengedarkan pandangannya, mencari rekan-rekannya. “ Di mana Gendon dan Lingga?”Pemuda itu menyadar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 89

    Bab 89Ketika matahari mulai tinggi, Surya Yudha meninggalkan lembah sunyi bersama Gendon dan Banyulingga. Seperti yang Banyulingga katakan sebelumnya, melakukan perjalanan di lembah sunyi pada siang hari sedikit lebih mudah dibandingkan jika melakukannya pada malam hari. Tak butuh waktu lama hingga mereka bisa meninggalkan lembah Sunyi.Perjalanan terus dilakukan, beberapa kali mereka harus berhenti untuk istirahat dan memberi makan kuda.“Kita langsung ke sarang macan atau mau ketemu paman Mahasura dulu, Den?”“Kita pulang ke penginapan dulu. Besok malam baru beraksi.”Gendon mengangguk paham. Pemuda bertubuh gempal itu sedang membakar ayam hutan buruannya beberapa waktu lalu. Aroma harum yang menyebar ke segala arah menarik perhatian, tidak hanya manusia tetapi juga hewan lainnya.“Kita kedatangan tamu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Surya Yudha sudah menyadari kedatangan mereka. Pemuda itu menghela napas panjang sebelum bangkit dan menatap ke sebuah arah. Semak-semak mulai bergetar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 88

    Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tida

  • Pendekar Tombak Matahari   Surya Buntala

    Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo

  • Pendekar Tombak Matahari   Lembah Sunyi

    Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi tambahan

    Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi

    Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t

DMCA.com Protection Status