Home / Pendekar / Pendekar Tombak Matahari / Matahari tertutup oleh rembulan

Share

Matahari tertutup oleh rembulan

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2022-02-04 22:00:31

Panglima Besar Indra Yudha menulis surat pengunduran diri Surya Yudha dan menyerahkannya ke Raja Wirya Semitha. Hari itu juga, Panglima Besar Indra Yudha resmi mencopot Surya Yudha dari jajaran militer kerajaan Nara Artha.

Istana terlihat ramai karena banyak pejabat militer yang menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha mengenai pengunduran Surya Yudha yang masih dinilai sepihak.

Surya Yudha bahkan belum bangun dari tidur panjangnya, tetapi Panglima Besar Indra Yudha sudah menurunkan perintah untuk mencopot Surya Yudha dan meresmikannya.

"Maaf, Panglima besar, saya rasa pencopotan Surya Yudha adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika alasannya adalah karena gagal melindungi Putra Mahkota." Wirmo menjadi orang yang pertama menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha.

"Benar, Panglima. Tanpa kehadiran Surya Yudha, maka kekuatan generasi muda kita akan menurun banyak."

"Jangan karena Surya Yudha sudah melebihi temannya dalam segala hal maka kalian memandang tinggi pemuda itu," ucap Panglima Besar Indra Yudha.

  Panglima Besar Indra Yudha masih tidak mau mengatakan jika tenaga dalam Surya Yudha saat ini tersegel, karena membuat beberapa orang kecewa dan justru menyalahkan ayah mertuanya.

"Keputusan sudah dibuat. Bahkan jika yang mulia Raja Wirya Semitha yang meminta, aku tidak dapat berbuat banyak karena Ki Arya Saloka ingin membawa cucunya pergi dari kerajaan ini." Orang-orang yang mendengar ucapan Panglima Besar Indra Yudha semakin terkejut karena jika Ki Arya Saloka membawa Surya Yudha, maka kecil kemungkinan Surya Yudha kembali dalam dunia militer.

"Jika hal ini sudah menyangkut Ki Arya Saloka, maka saya tidak akan mendebatnya." Beberapa pejabat militer yang protes langsung kepada Panglima Besar Indra Yudha memilih mundur daripada memperdebatkan hal kosong.

Perdebatan juga terjadi dalam sidang di istana. Raja Wirya Semitha menolak pengunduran diri Surya Yudha. Pangeran Abimanyu juga tidak ingin mengganti Surya Yudha dengan siapa pun di kerajaan ini.

"Maaf, Panglima. Saya rasa mencopot Surya Yudha adalah tindakan yang berlebihan. Surya Yudha sudah melindungiku hingga terluka parah. Yang harus kita lakukan saat ini adalah membiarkannya istirahat dan memberinya lencana kehormatan. Bukan dengan mencopot jabatannya." 

"Maaf yang mulia, saat ini Surya Yudha sudah tidak layak menjadi pengawal Anda lagi. Saya mohon pangeran memahaminya dan memberikan kesempatan untuk dirinya berkembang."

 Pangeran Abimanyu masih ngotot mempertahankan keinginannya agar Surya Yudha tidak dicopot. Namun, keputusan Panglima Besar Indra Yudha tidak dapat diganggu gugat. "Bukankah Surya Yudha akan terus berkembang jika dia terus berlatih? Bahkan dia juga bisa menggantikan posisi Panglima Besar suatu saat nanti." 

Saat perdebatan alot terjadi, Ki Arya Saloka secara pribadi ingin bertemu dengan Pangeran Abimanyu dan Raja Wirya Semitha.

"Yang Mulia, anda berhutang padaku untuk minum teh bersama dan aku ingin menagihnya saat ini juga." Ki Arya Saloka menyerobot masuk dalam rapat kerajaan.

"Tentu saja, Ki Arya. Suatu kehormatan bagiku bisa meminum teh bersama Anda."

Ki Arya Saloka tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Jangan terlalu berlebihan, Yang Mulia. Orang tua ini takut jika jiwaku melayang." 

Raja Wirya Semitha kembali tertawa. "Pelayan! Siapkan jamuan di kediamanku!"

Beberapa pelayan menyiapkan jamuan kecil di kediaman pribadi Raja Wirya Semitha. Panglima Besar Indra Yudha juga turut diundang dalam jamuan kali ini.

"Terima kasih, Ki Arya Saloka sudah mau berkunjung ke kediamanku yang sederhana ini."

"Jika kediamanmu yang begitu bagus seperti ini dibilang sederhana, apakah Anda akan menyebut kediamanku sebagai gubug? Atau seonggok kayu yang ditumpuk rapi hingga bisa ditempati manusia bau tanah?" Ki Arya Saloka tampaknya kesal dengan sifat raja Wirya Semitha yang terlalu merendah.

"Maaf jika perkataanku menyinggung Anda, Ki Arya," ucap Raja Wirya Semitha tak enak hati.

"Tidak masalah. Hanya saja rasanya kurang pantas jika seorang raja terlalu merendah," balas Ki Arya Saloka cuek. "Baiklah, Yang Mulia. Aku ingin mengatakan satu hal tentang Surya Yudha kepada Anda. Aku juga ingin meminta satu hal kepadamu, Yang Mulia. Apa yang Mulia bisa memberikan hal itu padaku?"

"Jika saya mampu, Saya akan memberikannya. Tapi saya tidak bisa menjanjikan sesuatu yang diluar kemampuan saya." Ki Arya terlihat puas saat mendengar jawaban Raja Wirya Semitha.

"Baiklah, aku akan mengatakan tentang Surya Yudha di sini. Saya juga akan memberikan sebuah janji kepada Yang Mulia."

Ki Arya Saloka mulai menceritakan tentang kondisi Surya Yudha yang hampir mati, tenaga dalamnya yang tersegel dan tanaman ilalang emas yang membuat Surya Yudha melemah.

Raja Wirya Semitha mendengarkan dengan saksama dan sesekali mengangguk paham. Ki Arya Saloka berniat membawa cucunya pergi dari kerajaan Nara Artha agar bisa berguru di padepokan milik teman Ki Arya Saloka. Dengan begitu, kesempatan Surya Yudha menjadi kuat lebih besar.

"Janji saya adalah, di masa depan, Surya Yudha akan pulang jika kerajaan membutuhkannya dan hatinya tergerak. Namun, hal itu hanya berlaku sekali. Jika Anda sudah menggunakan kesempatan itu, sekali Surya Yudha pergi maka saya tidak bisa memastikan kapan dia kembali."

Raja Wirya Semitha terlihat berpikir keras. Ia tidak menyangka jika Surya Yudha akan berakhir seperti ini. Namun, ia yakin dengan tekad dan semangat Surya Yudha, pemuda itu bisa kembali bangkit. "Jika memang ini untuk kebaikan Surya Yudha, maka tidak ada yang boleh menghalanginya. Aku percaya jika Ki Arya dan Surya Yudha adalah orang yang menepati janji."

Raja Wirya Semitha menatap tajam panglimanya, terlihat kecewa saat tahu jika penglimanya tidak jujur dalam hal ini. "Hal sepenting ini kenapa kau sembunyikan dariku, Indra? Kita sudah bersahabat sejak kecil. Begitu pun anak kita. Aku akan melepasnya dengan ikhlas dan memberikan alasan yang masuk akal tanpa menjatuhkan harga diri Surya Yudha."

"Itu karena Indra Yudha kurang memahami kondisi anaknya. Dia adalah seorang prajurit. Wajar jika ada penyampaiannya yang salah tentang kondisi seseorang," ujar Ki Arya Saloka. 

Melihat Ki Arya Saloka membela Panglima Besar Indra Yudha membuat Raja Wirya Semitha diam tak mau memperpanjang masalah walau alasannya terdengar tabu. 

"Tehnya mulai dingin. Jika tidak segera diminum rasanya akan kurang enak." Ki Arya Saloka mencoba mencairkan kecanggungan yang terjadi. Panglima Besar Indra Yudha dan Raja Wirya Semitha kompak mengangkat gelasnya berniat mengajak bersulang.

"Hei. Ini hanyalah teh. Jika kalian ingin bersulang maka sebaiknya kita minum arak!" ucap Ki Arya Saloka.

Raja Wirya Semitha setuju dengan usulan Ki Arya Saloka. Dirinya nmeminta kepada pelayan agar membawakan beberapa guci arak terbaik. 

"Anggap saja sebagai arak perjumpaan," ucap raja Wirya Semitha yang diangguki dua rekan minumnya.

Saat Ki Arya Saloka hendak meminum araknya, seorang penjaga melapor jika Surya Yudha siuman. Ki Arya Saloka pamit untuk memeriksa kondisi Surya Yudha. 

Perjamuan itu akhirnya harus berakhir singkat karena baik Pangkima Besar Indra Yudha maupun Raja Wirya Semitha ingin melihat kondisi Surya Yudha.

***

Di ruangan Surya Yudha dirawat, Dewi Mayangsari selalu menemani Surya Yudha. Untuk beberapa hari ini wanita itu bahkan mengabaikan suaminya yang baru pulang dari misi. 

"Nak ... kenapa kamu tidak sadar juga?" ucap Dewi Mayangsari bersedih. Setetes air mata yang keluar menyusuri pipi mulusnya hingga jatuh di tangan Surya Yudha yang sedang ia pegang.

"I ... ibu." Suara yang begitu lirih, tetapi cukup jelas di telinga Dewi Mayangsari, membuat wanita itu menyeka airmatanya dan mengumbar senyum kebahagiaan. 

"Surya ... kamu sadar, nak?" ucap Dewi Mayangsari bahagia. "Penjaga! Panggilkan Ki Arya Saloka sekarang juga! Katakan padanya jika Surya Yudha telah sadar."

Penjaga itu mengangguk dan pergi meninggalkan Balai Pengobatan. Beberapa saat berlalu, si penjaga yang pergi sudah kembali bersama Ki Arya Saloka dan dua pria lainnya.

Senyum tipis terbit di bibir Ki Arya Saloka. Namun, senyum itu hilang ketika ia menemui Surya Yudha dan mendapat pertanyaan yang paling menyakitkan selama hidupnya.

"Eyang ... apa yang terjadi kepadaku?"

Related chapters

  • Pendekar Tombak Matahari   Titik yang tak terang

    Bagai tersambar oleh petir surgawi, Ki Arya Saloka terpaku di tempatnya berdiri. Segudang kalimat yang ingin ia katakan tiba-tiba lenyap saat itu juga."Eyang ... aku ingat betul sebelum aku terlelap kondisiku baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang seperti ini?" Surya Yudha terlihat kecewa dengan kondisinya yang menyedihkan. Begitu pemuda itu bangun, tenaga dalam miliknya tak bisa ia keluarkan. Padahal ia yakin jika tenaga dalamnya masih tersisa bahkan dalam kondisi penuh.Sejenak, Ki Arya Saloka menghela napas panjang. Pria tua itu menatap Raja Wirya Semitha dan Panglima Besar Indra Yudha bergantian. Panglima Besar Indra Yudha mengangguk lalu keluar bersama dengan Dewi Mayangsari dan Raja Wirya Semitha.Perlahan Ki Arya Saloka mendekati Surya Yudha dan duduk di sampingnya. Ki Arya Saloka terlihat ingin menyampaikan sesuatu, tetapi seperti tak bisa mengungkapnya.Surya Yudha akhirnya mengalah dan

    Last Updated : 2022-02-04
  • Pendekar Tombak Matahari   Bertemu Sekar

    Wanita yang ditolong oleh Surya Yudha terlihat ketakutan. Pakaiannya juga compang-camping serta penampilan yang begitu berantakan. Saat Surya Yudha mendekati wanita tersebut, wanita itu mundur karena ketakutan."Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Surya Yudha.""Su-Surya Yudha?" tanya wanita itu tergagap ketakutan.Surya Yudha mengangguk dan mendekati wanita itu lagi. "Aku Surya Yudha. Dulu aku adalah seorang prajurit di kerajaan Nara Artha. Siapa namamu?"Wanita itu masih diam. Surya Yudha hanya menghela napas dan memalingkan wajahnya. "Sekar," jawab gadis itu bernama Sekar.Surya Yudha tersenyum tipis dan kembali berdiri. "Di mana rumahmu? Jika kamu ingin pulang aku akan mengantarnya. Namun, jika masih betah di sini aku harus pergi sekarang."Sekar terlihat ragu untuk memilih pergi bersama Surya Yudha atau tidak. Namun, berdiam diri di tempat ini sama saja mencari mati. Maka, wanita itu akhirnya memutuskan mengikuti S

    Last Updated : 2022-03-25
  • Pendekar Tombak Matahari   Salah Paham

    Jalanan dusun Tegalsari tak terlalu ramai, tapi tidak juga bisa dikatakan sepi. Seorang gadis muda yang berjalan dengan pakaian compang-camping tentu saja menarik perhatian orang-orang sehingga bisikan-bisikan mulai timbul karena beberapa orang mulai bergunjing.Sekar, gadis cantik berkulit sawo matang dengan alisnya bagaikan lambaian daun kelapa, giginya bagai biji mentimun berjalan dengan muka yang memerah menahan malu. Untung saja jarak antara gapura dusun hingga rumahnya tak begitu jauh sehingga gadis itu kini sudah sampai di depan rumahnya. Rumah yang cukup besar namun tampak sederhana. Dengan kebingungan bercampur rasa takut, Sekar berjalan memasuki rumahnya. Baru di ambang pintu, seseorang membuka pintu dan memberinya tatapan tajam penuh pertanyaan.Terdengar suara berat mengandung amarah yang membuat tubuh Sekar bergetar seketika. "Masuk."Satu kata yang diucapkan dengan perlahan, nada yang begitu datar tetapi siapa saja bisa mengetahui jika tersirat ama

    Last Updated : 2022-04-09
  • Pendekar Tombak Matahari   Pertemuan Tak Terduga

    Di tengah kegelapan malam yang hanya disinari rembulan, Surya Yudha terus melangkah untuk mencari hewan buruan. Matanya terus mengedar, pendengarannya terus ditajamkan, kewaspadaannya tak turun sedikit pun. Selain itu, tangan kanannya selalu memegang gagang pedang dengan tangan kiri mencengkeram erat selongsongnya.Tak jauh dari tempat Surya Yudha berdiri, terdengar suara gemerisik yang berasal dari balik semak-semak. Senyum licik tersimpul di bibir Surya Yudha sebelum pemuda itu melangkah memburu hewan buruannya.Dengan perlahan Surya Yudha menyibak semak-semak di hadapannya.Bruk!Sebuah hewan sebesar anak gajah menerjang Surya Yudha hingga pemuda itu tersungkur. Tanpa memberi kesempatan untuk lawannya bangkit, hewan tersebut kembali menerjang dan menendang tubuh Surya Yudha hingga tersungkur beberapa langkah dari tempat sebelumnya. Surya Yudha menarik pedang dari selongsong dan menghunuskan ke tubuh hewan yang menyerangnya. Seekor babi hutan dewasa yang menyerangnya dengan membab

    Last Updated : 2022-05-06
  • Pendekar Tombak Matahari   Hukuman Kecil

    "Ya Dewa ... kenapa aku harus melihatnya?" Surya Yudha berkata dalam hati ketika dia sedang melihat gadis penolongnya sedang membersihkan diri. Dan yang membuat tubuh Surya Yudha terasa panas adalah, gadis itu tak memakai sehelai kain pun di badannya. Walau setengah badannya berada di bawah air, tetapi penglihatan Surya Yudha yang seperti kucing saat malam hari membuat semuanya begitu jelas. Dan ketika Surya Yudha telah selesai mengenakan pakaiannya, pemuda itu bergegas meninggalkan sungai. Malang tak dapat dihindari, ketika Surya Yudha baru saja naik ke tepian sungai, kakinya menginjak batu dan membuatnya tergelincir, kembali tercebur ke sungai."AAA!!"Terdengar suara nyaring diikuti dengan suara riak air membuat Surya Yudha secara tak sadar memalingkan wajahnya. Gadis yang awalnya sedang berendam di air kini sudah berada di tepian sungai dan mengenakan pakaiannya secara tergesa. Surya Yudha yang masih terpana di tempatnya tak menyadari jika bahaya akan segera tiba."Kau pemuda c

    Last Updated : 2022-05-23
  • Pendekar Tombak Matahari   Tiba di Batu Ceper

    Selama perjalanan berlangsung, tak ada hambatan berarti menghadang mereka. Namun, perjalanan mereka tetap lambat karena Surya Yudha yang meminta istirahat beberapa kali.Surya Yudha duduk di bawah pohon sengon dan memegang dadanya yang terasa sakit. Ki Arya Saloka kembali memeriksa kondisi cucunya. "Maaf, Eyang. Aku menyusahkan Eyang." "Tidak ada masalah serius. Hanya saja kita perlu berhenti beberapa hari untuk pemulihan. Tak jauh dari sini ada kota kecil, jika ada penginapan kita bisa menginap di kota itu," ucap Ki Arya Saloka dengan wajah tenangnya.Surya Yudha mengangguk setuju dan kembali mengenakan pakaiannya sebelum melepas tambatan kuda. Keduanya beriringan dengan menunggang kuda, setelah tiga jam melewati perjalanan, akhirnya mereka sampai di kota Batu ceper.Setelah bertanya kepada beberapa penduduk sekitar, Surya Yudha mengetahui jika di kota ini ada beberapa penginapan. Ki Arya Saloka kemudian mengajak Surya Yudha menuju ke penginapan terdekat dari mereka saat ini.Waj

    Last Updated : 2022-06-06
  • Pendekar Tombak Matahari   Latar belakang Ningrum

    Di kota batu ceper, beberapa gadis sedang membicarakan seorang pemuda yang datang bersama dengan pria paruh baya. "Pemuda itu sangat tampan, tapi sayang, dia tampak terluka.""Kau benar, sangat malang nasibnya.""Kau lihat, walau wajahnya pucat dan tampak tak sehat, tetapi dia terlihat begitu gagah dengan aura yang mengesankan. Asal dia bukan dari kalangan penjahat, aku mau menikahinya.""Aku akan jadi yang pertama.""Jika kau yang pertama, maka aku akan menjadi yang kedua.""Aku ketiga,"..."Aku yang ke dua belas,"Mendengar yang terakhir, semuanya terdiam sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak bersama.Seorang gadis dengan baju berwarna kuning daffodil sedang berjalan bersama dua punggawa, merasa penasaran dengan obrolan para teman-temannya."Hei ... apa yang sedang kalian bicarakan? Kenapa kalian tak mengajaku juga?"Seorang gadis yang melihat kedatangan gadis itu buru-buru bangkit dan mendekatinya."Ningrum, kau sudah kembali?"Gadis yang dipanggil Ningrum mengangguk pelan, ken

    Last Updated : 2022-06-29
  • Pendekar Tombak Matahari   Tumenggung Adhyaksa

    Di kediaman Tumenggung Adhyaksa, seorang gadis memasuki ruang pribadi Sang Tumenggung dengan wajah cemberut, langkahnya yang tergesa membuat Sang Tumenggung yang sedang membaca gulungan lontar segera menghentikan kegiatannya."Ada apa denganmu, Ningrum?" Tumenggung Adhyaksa bertanya seraya mendekati putrinya lalu mengajaknya duduk di kursi panjang yang terdapat di ruanganya."Rama, kenapa Rama membuat sayembara tanpa persetujuanku? Apa aku sekarang sudah tidak penting untuk Rama?" Gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Ningrum, memonyongkon bibirnya, membuat Tumenggung Adhyaksa tersenyum tipis.Di dunia ini, tak ada yang memahami gadis ini lebih baik dari dirinya, apalagi semenjak kematian ibunya tujuh tahun lalu, membuat Tumenggung Adhyaksa sangat memperhatikan putri bungsunya.Saat ini, dengan senyum tipis yang selalu terulas di wajahnya, Tumenggung Adhyaksa menggoda Ningrum. "Justru karena Rama sangat peduli dengan Ningrum, jadi Rama membuat sayembara ini. Bagaimana menurut Ni

    Last Updated : 2022-06-30

Latest chapter

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 92

    Bab 92Ketika matahari mulai terbenam, Surya Yudha bersama dengan Banyulingga dan Gendon pergi ke markas Harimau Besi. Persis seperti kabar yang beredar, malam itu markas harimau besi begitu ramai. Ada banyak sekali orang yang datang ke tempat tersebut.“Den Bagus, kita mau gimana?” tanya Gendon. Surya Yudha tidak mengatakan apa pun sebelum pergi ke tempat ini.Surya Yudha meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Jangan berisik.”Pemuda itu lantas menunjuk sebuah tembok yang berada di sisi timur. “Itu adalah tempat paling dekat dengan tempat para budak itu disekap.”Gendon mengangguk mengerti. “Den Bagus jaga di sini saja, biar Gendon yang masuk dan bawa para budak keluar.”Surya Yudha menggeleng. Dia sudah punya rencana sendiri. “Kau membawa arak, kan?”Gendon menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.“Keluarkan beberapa guci arak terbaik, juga beberapa harta benda.”“Tapi Den …” Wajah Gendon menunjukkan ekspresi keberatan. “Di

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 91

    Bab 91Setelah diskusi panjang nan alot, akhirnya Surya Yudha berhasil meyakinkan Mahasura dan lainnya. Ketika dirinya terdesak karena tiga orang itu, suara Baiji tiba-tiba beresonansi di kepalanya.[Asal menggunakan tombak yang kau dapatkan kemarin, tubuhmu akan baik-baik saja. Kau kelelahan karena tidak bisa mengeluarkan sumber energi dengan baik sehingga menyerang dirimu sendiri. Aku akan melatihmu mengendalikannya.]Mereka berempat kembali ke penginapan dan mendapati Candrika yang menyambut mereka dengan kemarahan. “Apa tidak cukup kalian membuatku gelisah semalam?”“Waduh … Gendon ngga ikut-ikut kalau begini.” Gendon segera berbalik dan melarikan diri. Musuh sekuat apa pun bisa dia hadapi, tetapi jika makhluk dengan jenis wanita, dia tidak pernah yakin bisa menghadapi mereka.Banyulingga yang tidak ingin mendapat masalah juga pergi. “Aku lupa meninggalkan arak yang sudah aku beli. Akan akan segera kembali.”Tersisa Surya Yudha dan Mahasura yang berdiri dengan gugup. Meski usianya

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 90

    Bab 90Surya Yudha merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa sakit. Pemuda itu membuka matanya perlahan, untuk saat ini penglihatannya sedikit buram. Namun, setelah mengerjapkan mata beberapa kali, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas. Ingatan terakhirnya adalah pertarungannya melawan beruang jambul api yang dia menangkan sebelum jatuh pingsan.“Tuan Muda….”Suara lembut yang familier di telinga Surya Yudha menyiratkan kekhawatiran. Surya Yudha menoleh dan melihat Candrika yang duduk di sampingnya dengan wajah cemas. “Candrika? Ini … apa aku sudah di penginapan?”Ekspresi Candrika berubah begitu cepat. Gadis itu terlihat tak senang dengan Surya Yudha. Dengan marah dia berkata, “Kau berjanji akan baik-baik saja, tapi baru pergi dua hari malah pulang seperti ini.”Surya Yudha menghela napas pelan. Akhirnya dia mengerti dengan kecemasan gadis itu. “Aku baik-baik saja,” Pemuda itu mengedarkan pandangannya, mencari rekan-rekannya. “ Di mana Gendon dan Lingga?”Pemuda itu menyadar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 89

    Bab 89Ketika matahari mulai tinggi, Surya Yudha meninggalkan lembah sunyi bersama Gendon dan Banyulingga. Seperti yang Banyulingga katakan sebelumnya, melakukan perjalanan di lembah sunyi pada siang hari sedikit lebih mudah dibandingkan jika melakukannya pada malam hari. Tak butuh waktu lama hingga mereka bisa meninggalkan lembah Sunyi.Perjalanan terus dilakukan, beberapa kali mereka harus berhenti untuk istirahat dan memberi makan kuda.“Kita langsung ke sarang macan atau mau ketemu paman Mahasura dulu, Den?”“Kita pulang ke penginapan dulu. Besok malam baru beraksi.”Gendon mengangguk paham. Pemuda bertubuh gempal itu sedang membakar ayam hutan buruannya beberapa waktu lalu. Aroma harum yang menyebar ke segala arah menarik perhatian, tidak hanya manusia tetapi juga hewan lainnya.“Kita kedatangan tamu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Surya Yudha sudah menyadari kedatangan mereka. Pemuda itu menghela napas panjang sebelum bangkit dan menatap ke sebuah arah. Semak-semak mulai bergetar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 88

    Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tida

  • Pendekar Tombak Matahari   Surya Buntala

    Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo

  • Pendekar Tombak Matahari   Lembah Sunyi

    Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi tambahan

    Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi

    Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t

DMCA.com Protection Status