Spin off "Bimantara Pendekar Kaki Satu" Kini si Buruk Rupa yang dibuang dari istana dan kerap direndahkan dan diolok-olok itu telah kembali menjadi manusia tersakti di muka bumi. Memiliki Panglima dari Roh Iblis dan memiliki tentara dari bangsa dedemit. Dia datang untuk membalaskan semua dendamnya. Tidak ada yang bisa menghentikannya termasuk para Dewa.
View More"Pendekar sejati tak pernah melangitkan rupa, tapi menundukkan budi agar ikhlas menolong sesama." - Tanaka.
_____
Sekawanan perampok itu bersembunyi di balik semak-semak, di dahan pohon dan di balik bebatuan di kiri dan kanan jalanan. Mereka adalah empat sekawan yang menamai diri mereka dengan nama samaran ; Sa, Si, Su dan Se. Di tangan mereka sudah memegang senjata masing-masing yang siap diarahkan kepada siapapun yang lewat dan membawa harta benda. Mereka masih muda-muda. Umur mereka baru menginjak kepala dua. Mereka berempat adalah para perampok yang paling ditakuti di kerajaan Manggala. Siapapun yang kena rampok, sudah pasti akan meregang nyawa.
Tak lama kemudian Sa yang bersembunyi di balik batu mendengar suara kereta kencana dari kejauhan. Perampok yang paling tua dan paling tampan diantara yang lainnya itu menoleh pada Si yang bertengger di dahan pohon besar, memberi tanda bahwa dia sudah mendengar kedatangan target yang mereka tunggu-tunggukan. Si bertubuh gemuk dan pendek itu mengangguk. Dia langsung bersiap dengan anak panahnya hingga dahan pohon yang diinjaknya seperti mau patah. Su yang ompong, bertubuh kurus ceking dan Se yang kepalanya botak pun bersiap dengan anak panah masing-masing.
“Ingat dengan tugas masing-masing!” ujar Sa dengan tegas. Dia pemimpin di sekawanan mereka itu.
Semua pun mengangguk. Ternyata yang datang itu adalah kereta kencana yang indah dari kerajaan Manggala. Di hadapan kereta kencana itu terdapat dua kuda yang dipacu oleh prajurit istana sebagai pengawal dan penunjuk arah. Di belakang kereta kencana itu terdapat enam kuda yang mengangkut barang-barang berharga yang dipacu oleh para prajurit istana. Sementara di dalam kereta kencana itu hanya ada seorang perempuan tua yang mengenakan pakaian pengabdi istana yang sedang menggendong bayi.
Saat rombongan itu melewati jalanan di dekat persembunyian empat sekawan itu, tiba-tiba dua prajurit yang berada di atas kuda paling depang terjatuh dari kuda masing-masing terkena anak panah dari atas. Prajurit di atas kuda yang menarik kereta kencana langsung menghentikan kudanya dengan terkejut. Empat kuda di belakangnya menghentikan kuda dengan heran.
Semua mata prajurit mencari-cari keberadaan siapa yang memanah dua prajurit di hadapan mereka itu. Tak lama kemudian anak panah meluncur satu persatu mengenai para prajurit yang tersisa. Mereka semua terjatuh dari atas kuda. Seorang perempuan di dalam kereta kencana pun sudah merengang nyawa karena terkena anak panah.
Sa, Si, Su dan Se langsung keluar dari persembunyian dan memeriksa harta benda yang dibawa mereka. Saat melihat ada prajurit yang masih hidup, Sa langsung mencabut pedangnya dan memenggal kepalanya.
“Ambil semua harta benda yang mereka bawa!” teriak Sa memerintah.
“Siap kakak pertama!” teriak Si, Su dan Se bersamaan. Semua pun langsung bergerak mengambil semua barang-barang di atas kuda dan melucuti satu persatu pakaian para prajurit untuk mengambil apa yang berharga di tubuh mereka. Tak lama kemudian mereka semua terkejut ketika mendengar suara tangisan bayi di dalam kereta kencana.
Sa langsung melongo ke dalam kereta kencana. Dia terkejut melihat seorang bayi sedang berada di gendongan seorang perempuan yang telah mati. Matanya terbelalak ketika melihat wajah bayi itu yang sangat menyeramkan. Si, Su dan Se pun mendekat karena penasaran. Mereka juga tampak terkejut melihat wajah bayi itu.
“Kita harus membunuhnya,” ucap Si.
“Jangan! Mungkin sebaiknya kita biarkan saja dia di sini sampai ada yang menemukannya,” ujar Su.
“Lebih baik kita bunuh saja daripada dia dimakan binatang buas karena belum tentu ada yang melewati jalanan ini dalam waktu cepat!” pinta Se.
Sa tampak berpikir. Dia pun meraih bayi itu dari gendongan perempuan yang sudah mati itu. Sa menggendongnya lalu menatap wajah buruknya dengan lekat. Tak lama kemudian bayi itu terdiam lalu tertawa melihat Sa.
“Sepertinya kita harus merawatnya,” ucap Sa tiba-tiba.
Semua terkejut mendengarnya.
“Kita harus merampok sebanyak-banyaknya, Kakak Pertama. Agar kita bisa membeli kapal layar untuk kembali ke Nusantara! Jika kita harus merawatnya, itu akan menghambat tujuan kita!” protes Si.
Sa menatap wajah Si dengan tajam.
“Lihat wajahnya! Jika kita besarkan dia dan kita ajari dia ilmu bela diri, kelak dia akan menjadi perampok yang paling ditakuti! Dia akan menghasilkan harta benda yang banyak untuk kita!” ucap Sa.
Si dan yang lain terdiam mendengar itu. Mereka pasra pada keputusan kakak pertamanya itu.
“Segera bawa ke markas barang-barang berhara yang kalian temukan!” pinta Sa.
Semua mengangguk. Sa pu langsung melompat ke dahan pohon dengan jurus mengirankan tubuhnya sambil menggendong bayi buruk rupa itu. Dia pun terbang dari atas pohon satu ke atas pohon lainnya sambil menatap wajah bayi itu yang tampak tertawa padanya.
Saat Sa sudah mendarat di sebuah rumah kayu di tengah-tengah hutan rimba itu, dia menatap rumah kayunya sambil tersenyum.
“Laras! Laras istriku! Lihatlah apa yang kubawa untukmu!” teriak Sa.
Seorang perempuan cantik keluar dari rumah kayu itu. Dia terbelalak melihat suaminya sedang menggendong bayi sambil tersenyum.
“Dari mana kau menemukan bayi itu, suamiku?” tanya Laras heran.
“Dia bayi malang yang tidak memiliki siapa-siapa lagi! Kita harus merawatnya dan menjadikan dia sebagai anak kita,” ucap Sa pada istrinya.
Laras mendekati suaminya. Matanya terbelalak ketika melihat wajah bayi itu yang sangat seram. Mereka tidak tahu kalau bayi itu adalah seorang Putra Mahkota yang sengaja dibuang oleh sang Raja karena buruk rupanya dikhawatirkan menjadi aib istana.
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments