Home / Pendekar / Legenda Pendekar Buruk Rupa / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Legenda Pendekar Buruk Rupa: Chapter 1 - Chapter 10

158 Chapters

1. Empat Sekawan

"Pendekar sejati tak pernah melangitkan rupa, tapi menundukkan budi agar ikhlas menolong sesama." - Tanaka. _____ Sekawanan perampok itu bersembunyi di balik semak-semak, di dahan pohon dan di balik bebatuan di kiri dan kanan jalanan. Mereka adalah empat sekawan yang menamai diri mereka dengan nama samaran ; Sa, Si, Su dan Se. Di tangan mereka sudah memegang senjata masing-masing yang siap diarahkan kepada siapapun yang lewat dan membawa harta benda. Mereka masih muda-muda. Umur mereka baru menginjak kepala dua. Mereka berempat adalah para perampok yang paling ditakuti di kerajaan Manggala. Siapapun yang kena rampok, sudah pasti akan meregang nyawa. Tak lama kemudian Sa yang bersembunyi di balik batu mendengar suara kereta kencana dari kejauhan. Perampok yang paling tua dan paling tampan diantara yang lainnya itu menoleh pada Si yang bertengger di dahan pohon besar, memberi tanda bahwa dia sudah mendengar kedatangan target yang mereka tunggu-tunggukan. Si bertubuh gemuk dan pendek i
Read more

2. Tanaka

Sa menyerahkan bayi itu ke tangan Laras. Laras bergegas meraih bayi itu dengan mata haru. Meskipun wajah bayi itu tampak buruk, seperti wajah yang sudah sembuh dari luka bakar yang parah hingga membentuk bekas sisik di kulitnya.Sa dan Laras sudah lama menikah, namun selama itu mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Mungkin bayi itu akan membuat Laras senang dan bisa dijadikan pancingan agar mereka segera memiliki seorang anak yang lahir dari rahim Laras sendiri.“Kita namai dengan nama apa bayi ini?” tanya Laras yang matanya masih berkaca-kaca.“Bagaimana jika kita panggil dia dengan nama Tanaka?” jawab Sa.“Tanaka?”“Iya, Tanaka.” Sa menegaskan. “Yang memiliki arti hadiah dari Tuhan.”Laras tersenyum mendengarnya. Pancaran kebahagiaannya tertangkap di mata Sa.“Baiklah, dia akan kita panggil Tanaka,” ucap Laras.Laras pun bergegas membawa bayi itu ke dalam rumahnya. Sa tersenyum memandangi punggung Laras yang tampak kegirangan memilikinya.***Istana Kerajaan Manggala tampak ber
Read more

3. Dua Puluh Tahun Berlalu

Dua Puluh Tahun KemudianTanaka sedang bertarung dengan Sa, Si, Su dan Se di dalam hutan rimba itu. Sekarang dia sudah berumur hampir dua puluh tahun. Wajahnya memakai topeng kayu yang dibuat oleh Sa untuknya, topeng yang digunakannya sehari-hari. Sementara untuk merampok, Sa sudah menyiapkan topeng khusus untuknya. Topeng kayu yang diwarnai dengan warna hitam dari arang.Tanaka melompat dengan cepat ke atas hampir sejajar dengan dahan pohon yang paling bawah. Tak lama kemudian dia berputar lalu menggunakan jurus tendangannya hingga empat sekawan itu terpelanting jauh ke belakang.“Hahaha! Aku bilang apa? Ayah dan Paman ke satu, ke dua dan ke tiga tidak akan bisa menyaingi kehebatanku!” ucap Tanaka dengan sombongnya.Sa bangkit dengan emosi. Begitupun dengan Si, Su dan Se. Mereka saling menatap dengan raut kesalnya.Si mencoba bangkit. “Sombong sekali anak itu! Dia pikir siapa yang mengajarinya ilmu bela diri?! Aku!” geram Si. Tubuh gemuknya hampir saja oleng saat menghentakkan kaki k
Read more

4. Putra Mahkota

Tanaka menaiki kuda bersama Laras ibunya. Mereka hendak menuju ke pasar. Mereka melewati jalanan yang membelah hutan. Jalanan yang sering dilalui orang-orang untuk menuju perbatasan kerajaan Manggala.“Kau tidak kenapa-napa?” tanya Laras padanya.“Aku tidak apa-apa, Ibu. Ilmu yang diajarkan ayah dan ketiga pamanku sudah aku kuasai semuanya. Sekarang aku hebat, Ibu. Aku tak akan takut lagi pada orang-orang yang mengejek parasku,” ucap Tanaka.Laras sedih mendengarnya.“Kau harus selalu menggunakan topeng itu agar mereka tidak mengejekmu,” pinta Laras.Tanaka menghentikan kudanya. Laras heran.“Kenapa berhenti? Pasar masih jauh! Kita harus buru-buru biar ibu bisa makan makan malam untuk kalian!”“Kenapa wajahku begini, Bu?” tanya Tanaka dengan mata sayunya.Laras tampak menarik napas dan menghembuskannya mendengar itu.“Ibu kan dulu pernah bercerita kalau kau pernah keluar dari rumah sewaktu kecil lalu kau mendekati api unggun yang diyalakan ayah. Kau terjatuh hingga wajahmu mengenai ba
Read more

5. Sebuah Rahasia

Tanaka dan Laras akhirnya menoleh ke belakang. Dia terkejut melihat seorang prajurit datang padanya dengan menaiki kuda.“Aku mendapat pesan dari Putra Mahkota. Beliau mengatakan jika kamu ingin menjadi prajuritnya, silakan datang ke istana,” ucap Prajurit itu.Tanaka ingin meludah mendengar itu. Namun dia menahannya khawatir membuat prajuritnya panah hati melihatnya.“Ucapkan rasa terima kasihku atas tawaran Putra Mahkota. Aku akan berembuk dulu dengan keluargaku,” jawab Tanaka.“Kami tunggu di istana,” pinta prajurit itu lalu bergegas memutar arah kudanya lalu pergi meninggalkan mereka di sana.“Aku tidak mau menjadi prajurit istana, Ibu,” kesal Tanaka.“Ibu juga tidak akan mengizinkanmu,” sahut Laras. “Ayo kita pergi!”Tanaka pun mengangguk. Dia pun kembali memacukan kudanya dengan kencang menuju pasar.***Malam itu, Tanaka sedang makan malam bersama ayah, ibu dan ketiga pamannya. Mereka menikmati jagung rebus dan ayam bakar dengan lahap.“Apa malam ini ayah akan berburu lagi?” ta
Read more

6. Racun Bambu

Semua sudah berkumpul di hadapan pondok perundingan. Sa memberikan bambu kecil dan jarum-jarum bambu yang ujungnya sudah diolesi racun katak pada Tanaka dan ketiga sekawan.“Sekali saja mereka terkena jarum-jarum bambu ini, racun diujung jarum ini akan langsung menyebar ke tubuh mereka semuanya dengan cepat,” ucap Sa.Semua memandangi bambu kecil dan jarum-jarum yang sudah dimasukkan ke dalam kantong kain kecil.Sa melanjutkan ucapannya. “Ingat, gerakan kita jangan sampai ada yang tau,” pinta Sa.Semua mengangguk.“Tujuan kita membunuh Tuan Kepala Wilayah lalu curi pedang emas yang disimpan di bawah kasurnya, setelah itu kita harus segera pergi dari sana,” lanjut Sa.Semua mengangguk. Terdengar suara-suara tak jauh dari mereka. Tanaka langsung memasukkan jarum bambu ke dalam bambu lalu meniupnya dengan tenaga dalam. Tak lama kemudian terdengar suara rusa yang kesakitan.Sa melotot marah ke Tanaka.“Kenapa kau gunakan itu?” tanya Sa geram.“Aku ingin mencobanya ayah! Siapa tahu mereka
Read more

7. Pedang Emas

Tanaka berjalan mengendap-endap menuju pintu kamar Tuan Kepala Wilayah. Dia melihat dua prajurit penjaga sedang berjalan ke arahnya karena heran dengan suara pertarungan di ruangan lain. Tanaka pun terpaksa meniupkan jarum-jarum bambu itu hingga dua prajurit itu langsung menggelepar mengeluarkan busa dimulutnya.Tanaka pun langsung memasuki kamar Tuan Kepala Wilayah. Tanaka terkejut mendapati Tuan Kepala Wilayah sedang turun dari atas ranjangnya.“Siapa kamu?!” teriak Tuan Kepala Wilayah. Wajahnya berkumis tebal dengan kepala botak.Tanaka pun langsung meniupkan jarum bambu beracun itu ke arah tubuh Tuan Kepala Wilayah, namun dengan sigap Tuan Kepala Wilayah menggunakan jurusnya hingga menendang jarum yang melesat cepat itu ke arah Tanaka. Jarum itu berhasil ditendangnya hingga berbalik melesat ke arah Tanaka. Tanaka terbelalak lalu dengan cepat menghilang dari sana.Tuan Kepala Wilayah tampak heran melihat lelaki bertopeng itu menghilang dari hadapannya. Dia pun mengitari kamarnya ta
Read more

8. Bimala

Pagi sekali terdengar teriakan Laras di depan pintu kamar Tanaka.“Tanaka! Bangun Tanaka!” teriak Laras di luar sana.“Iya, Ibu! Ini aku sudah bangun!” teriak Tanaka.Tanaka pun turun dari kasur. Dia meraih topengnya lalu menggunakannya. Kemudian dia berjalan membuka pintu kamarnya. Takana terkejut melihat Laras sudah membawa guci besar.“Ambilkan air di sungai,” pinta Laras sambil menyerahkan guci besar itu pada Tanaka.“Sekarang?” tanya Tanaka dengan wajah malas.“Iya, sekarang! Kalau tidak, ibu tak akan membuatkan sarapan untuk kalian,” ancam Laras.Tanaka menghela napas.“Baik, Ibu,” ucap Tanaka tampak malas. Tanaka pun keluar dari kamarnya sambil membawa guci itu keluar rumah.Laras menarik napas lalu menghembuskannya sambil geleng-geleng. Dia pun kembali ke arah dapur.Tanaka pun tiba di pinggir sungai yang tampak jernih itu. Dia meletakkan guci di atas batu lalu membuka topengnya. Tanaka melihat wajahnya di permukaan air sungai yang tampak tenang. Dia menatap lekat-lekat wajahn
Read more

9. Ada Apa dengan Tanaka?

Tanakan meletakkan guci berisi air di tempatnya. Laras tampak sedang menyiapkan sarapan untuk semuanya. Laras tampak heran melihat sorot mata anak lelakinya tampak sayu dan bingung. Sejak Tanaka sering menggunakan topeng, Laras semakin tahu perasaan anak lelakinya itu melalui sorot matanya.“Kau baik-baik saja?” tanya Laras.Tanaka hanya mengangguk. Dia pun pergi begitu saja menuju kamarnya. Setiba di kamarnya dia membaringkan tubuhnya di atas kasur jeraminya. Dia membuka topengnya hingga terlihat jelas wajah buruk rupanya. Tanaka menatap langit-langit kamarnya. Dia masih terpana menatap wajah gadis cantik itu tadi. Bersamaan dengan itu juga dia merasa bersalah telah membunuh ayahnya semalam.Tanaka gelisah. Dia membolak-balikkan tubuhnya tak menentu. Sesaat kemudian dia duduk sambil memegangi bibirnya.“Aku sudah menciumnya,” gumam Tanaka tak percaya. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku telah membunuh ayahnya.”Tanaka bingung sendiri. Laras yang sengaja mengintipnya karena pena
Read more

10. Roh Penunggu Batu

“Dia kerasukan, Nyi. Dia harus kita kurung ke dalam kandang. Kita sudah lima bulan tidak mengirim sesajen ke batu besar itu.Laras terbelalak mendengarnya.“Jadi hal aneh tadi itu karena Tanaka kerasukan?” tanya Laras dengan terkejutnya.Sa mengangguk. Laras pun pasrah melihat anak lelakinya digotong mereka menuju kandang. Sementara Tanaka tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan untuk bergerak, berbicara saja dia tidak bisa.Tanaka digotong empat sekawan menuju kandang yang dulu dibuat untuk mengurung Se ketika kerasukan. Ketika Tanaka sudah di masukkan ke dalam kandang, Sa langsung menggunakan ajian penguat dinding kandang. Ajian yang tak akan bisa ditembus siapapun meskipun harus menggunakan tenaga dalam untuk merusak kandang. Setelah Sa selesai membacakan ajiannya, dia pun menggunakan jurusnya untuk melepas ajian totokannya pada Tanaka.Tanaka pun kembali bisa bergerak dengan lemas.“Aku... tidak... kerasukan,” ucap Kantata lemah. Ajian totokan memang sangat berbahaya. Siapapun yang
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status