Share

2. Tanaka

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sa menyerahkan bayi itu ke tangan Laras. Laras bergegas meraih bayi itu dengan mata haru. Meskipun wajah bayi itu tampak buruk, seperti wajah yang sudah sembuh dari luka bakar yang parah hingga membentuk bekas sisik di kulitnya.

Sa dan Laras sudah lama menikah, namun selama itu mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Mungkin bayi itu akan membuat Laras senang dan bisa dijadikan pancingan agar mereka segera memiliki seorang anak yang lahir dari rahim Laras sendiri.

“Kita namai dengan nama apa bayi ini?” tanya Laras yang matanya masih berkaca-kaca.

“Bagaimana jika kita panggil dia dengan nama Tanaka?” jawab Sa.

“Tanaka?”

“Iya, Tanaka.” Sa menegaskan. “Yang memiliki arti hadiah dari Tuhan.”

Laras tersenyum mendengarnya. Pancaran kebahagiaannya tertangkap di mata Sa.

“Baiklah, dia akan kita panggil Tanaka,” ucap Laras.

Laras pun bergegas membawa bayi itu ke dalam rumahnya. Sa tersenyum memandangi punggung Laras yang tampak kegirangan memilikinya.

***

Istana Kerajaan Manggala tampak berbahagia di hari itu. Putra Mahkota telah dilahirkan. Kabar itu membuat seluruh penduduk istana bersuka ria. Ratu Anin yang masih belum sadarkan diri setelah melahirkan Putra Mahkota, sekarang tangannya bergerak-gerak, perlahan matanya terbuka. Raja Tala yang sedang menggendong Putra Mahkota di sisinya tampak lega melihat istrinya sudah tersadar.

Ratu Anin memandangi Raja Tala dengan haru.

“Aku ingin melihat anakku,” pinta Ratu Anin dengan lemah.

Raja Tala terenyum lalu memperlihatkan bayi lelakinya yang tampan itu pada istrinya.

“Dia sangat tampan bukan?” ucap Raja Tala sambil tersenyum.

Air mata harus Ratu Anin menetes ketika melihat wajah bayinya itu. Ratu Anin pun dibantu duduk oleh tabib istana. Dia ingin menggendong bayi itu dan segera menyusuinya. Melihat itu Raja Tala berdiri lalu bergegas meninggalkan ruangan itu.

Di depan pintu ruangan, Raja Tala berhenti melangkah sambil mendongak ke atas langit-langit istana.

“Maafkan aku istriku,” gumam Raja Tala.

Ya, dia telah menggantikan bayi sesungguhnya yang dilahirkan oleh Ratu Anin dengan bayi lain yang baru dilahirkan oleh penduduk. Raja Tala telah membuang anak kandungnya sendiri karena memiliki wajah buruk. Itu semua terjadi karena persekutuannya dengan Baluku sang Penguasa Iblis selama ini. Raja Tala meminta Baluku untuk membantunya berperang melawan kerajaan asing. Baluku memberi syarat agar raja Tala menyerahkan seratus gadis perawan padanya setelah dia berhasil memenangkan peperangan itu. Namun ketika Baluku berhasil membantunya memenangkan peperangan itu, Raja Tala mengingkari janjinya. Dia tidak menyerahkan 100 perawan padanya.

Baluku akhirnya mengutuknya, dia akan memiliki keturunan buruk rupa hingga tujuh keturuan. Awalnya Raja Tala tidak percaya Baluku dapat mengutuknya, ternyata ketika Putra Mahkota lahir, kutukan Baluku terjadi. Bayinya lahir dengan rupa menyeramkan.

Raja Tala pun meminta Tabib Istana untuk membuat Ratu Anin tidak sadarkan diri setelah melahirkan agar dia bisa mencari bayi pengganti untuk putra mahkota. Setelah Raja Tala mendapatkan pengganti bayi buruk rupanya, dia pun memerintahkan pengabdi istana untuk membawa anak itu jauh dari kerajaan Manggala. Raja Tala pun sudah menyiapkan harta benda untuk kehidupan anaknya yang buruk rupa itu.

Tak lama kemudian pintu terbuka. Pelayan istana terkejut mendapati Raja Tala masih berdiri di depan pintu. Pelayan langsung berlutut di hadapannya.

“Ampun, Yang Mulia. Yang Mulia Ratu meminta hamba untuk memanggil yang mulia,” ucap Pelayan istana itu padanya.

Raja Tala pun kembali masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat Ratu Anin baru selesai menyusui bayi itu. Raja Tala duduk di sisi ranjangnya.

“Ada apa istriku?” tanya Raja Tala dengan heran.

“Apakah kau sudah menyiapkan nama untuknya?” tanya Ratu Anin penasaran.

Raja Tala tersenyum padanya.

“Aku sudah bicara dengan para penasehat dan sudah mengajukan lima nama untuk Putra Mahkota. Akhirnya mereka menyetujui satu nama,” jawab Raja Tala.

“Apa namanya?” tanya Ratu Anin dengan raut bahagianya.

“Kita akan memanggil namanya dengan nama Abisena,” jawab Raja Tala.

Ratu Anin pun menatap bayi dalam gendongannya. Bayi itu tampak sudah terlelap. Dia mencium kening bayi itu dengan tersenyum.

“Hiduplah selalu Putra Mahkotaku. Kelak kerajaan ini akan jatuh ke tanganmu,” ucap Ratu Anin dengan haru.

Raja Tala memandanginya dengan tersenyum. Dia menyimpan semua kesalahannya pada istrinya. Dia akan menutupi itu semua selama-lamanya. Siapapun yang mengetahui itu dan membocorkannya pada sang ratu akan dihukumnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
IM Lebelan
Kasihan ibu Ratu
goodnovel comment avatar
ReniYuliani
keren bang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   3. Dua Puluh Tahun Berlalu

    Dua Puluh Tahun KemudianTanaka sedang bertarung dengan Sa, Si, Su dan Se di dalam hutan rimba itu. Sekarang dia sudah berumur hampir dua puluh tahun. Wajahnya memakai topeng kayu yang dibuat oleh Sa untuknya, topeng yang digunakannya sehari-hari. Sementara untuk merampok, Sa sudah menyiapkan topeng khusus untuknya. Topeng kayu yang diwarnai dengan warna hitam dari arang.Tanaka melompat dengan cepat ke atas hampir sejajar dengan dahan pohon yang paling bawah. Tak lama kemudian dia berputar lalu menggunakan jurus tendangannya hingga empat sekawan itu terpelanting jauh ke belakang.“Hahaha! Aku bilang apa? Ayah dan Paman ke satu, ke dua dan ke tiga tidak akan bisa menyaingi kehebatanku!” ucap Tanaka dengan sombongnya.Sa bangkit dengan emosi. Begitupun dengan Si, Su dan Se. Mereka saling menatap dengan raut kesalnya.Si mencoba bangkit. “Sombong sekali anak itu! Dia pikir siapa yang mengajarinya ilmu bela diri?! Aku!” geram Si. Tubuh gemuknya hampir saja oleng saat menghentakkan kaki k

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   4. Putra Mahkota

    Tanaka menaiki kuda bersama Laras ibunya. Mereka hendak menuju ke pasar. Mereka melewati jalanan yang membelah hutan. Jalanan yang sering dilalui orang-orang untuk menuju perbatasan kerajaan Manggala.“Kau tidak kenapa-napa?” tanya Laras padanya.“Aku tidak apa-apa, Ibu. Ilmu yang diajarkan ayah dan ketiga pamanku sudah aku kuasai semuanya. Sekarang aku hebat, Ibu. Aku tak akan takut lagi pada orang-orang yang mengejek parasku,” ucap Tanaka.Laras sedih mendengarnya.“Kau harus selalu menggunakan topeng itu agar mereka tidak mengejekmu,” pinta Laras.Tanaka menghentikan kudanya. Laras heran.“Kenapa berhenti? Pasar masih jauh! Kita harus buru-buru biar ibu bisa makan makan malam untuk kalian!”“Kenapa wajahku begini, Bu?” tanya Tanaka dengan mata sayunya.Laras tampak menarik napas dan menghembuskannya mendengar itu.“Ibu kan dulu pernah bercerita kalau kau pernah keluar dari rumah sewaktu kecil lalu kau mendekati api unggun yang diyalakan ayah. Kau terjatuh hingga wajahmu mengenai ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   5. Sebuah Rahasia

    Tanaka dan Laras akhirnya menoleh ke belakang. Dia terkejut melihat seorang prajurit datang padanya dengan menaiki kuda.“Aku mendapat pesan dari Putra Mahkota. Beliau mengatakan jika kamu ingin menjadi prajuritnya, silakan datang ke istana,” ucap Prajurit itu.Tanaka ingin meludah mendengar itu. Namun dia menahannya khawatir membuat prajuritnya panah hati melihatnya.“Ucapkan rasa terima kasihku atas tawaran Putra Mahkota. Aku akan berembuk dulu dengan keluargaku,” jawab Tanaka.“Kami tunggu di istana,” pinta prajurit itu lalu bergegas memutar arah kudanya lalu pergi meninggalkan mereka di sana.“Aku tidak mau menjadi prajurit istana, Ibu,” kesal Tanaka.“Ibu juga tidak akan mengizinkanmu,” sahut Laras. “Ayo kita pergi!”Tanaka pun mengangguk. Dia pun kembali memacukan kudanya dengan kencang menuju pasar.***Malam itu, Tanaka sedang makan malam bersama ayah, ibu dan ketiga pamannya. Mereka menikmati jagung rebus dan ayam bakar dengan lahap.“Apa malam ini ayah akan berburu lagi?” ta

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   6. Racun Bambu

    Semua sudah berkumpul di hadapan pondok perundingan. Sa memberikan bambu kecil dan jarum-jarum bambu yang ujungnya sudah diolesi racun katak pada Tanaka dan ketiga sekawan.“Sekali saja mereka terkena jarum-jarum bambu ini, racun diujung jarum ini akan langsung menyebar ke tubuh mereka semuanya dengan cepat,” ucap Sa.Semua memandangi bambu kecil dan jarum-jarum yang sudah dimasukkan ke dalam kantong kain kecil.Sa melanjutkan ucapannya. “Ingat, gerakan kita jangan sampai ada yang tau,” pinta Sa.Semua mengangguk.“Tujuan kita membunuh Tuan Kepala Wilayah lalu curi pedang emas yang disimpan di bawah kasurnya, setelah itu kita harus segera pergi dari sana,” lanjut Sa.Semua mengangguk. Terdengar suara-suara tak jauh dari mereka. Tanaka langsung memasukkan jarum bambu ke dalam bambu lalu meniupnya dengan tenaga dalam. Tak lama kemudian terdengar suara rusa yang kesakitan.Sa melotot marah ke Tanaka.“Kenapa kau gunakan itu?” tanya Sa geram.“Aku ingin mencobanya ayah! Siapa tahu mereka

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   7. Pedang Emas

    Tanaka berjalan mengendap-endap menuju pintu kamar Tuan Kepala Wilayah. Dia melihat dua prajurit penjaga sedang berjalan ke arahnya karena heran dengan suara pertarungan di ruangan lain. Tanaka pun terpaksa meniupkan jarum-jarum bambu itu hingga dua prajurit itu langsung menggelepar mengeluarkan busa dimulutnya.Tanaka pun langsung memasuki kamar Tuan Kepala Wilayah. Tanaka terkejut mendapati Tuan Kepala Wilayah sedang turun dari atas ranjangnya.“Siapa kamu?!” teriak Tuan Kepala Wilayah. Wajahnya berkumis tebal dengan kepala botak.Tanaka pun langsung meniupkan jarum bambu beracun itu ke arah tubuh Tuan Kepala Wilayah, namun dengan sigap Tuan Kepala Wilayah menggunakan jurusnya hingga menendang jarum yang melesat cepat itu ke arah Tanaka. Jarum itu berhasil ditendangnya hingga berbalik melesat ke arah Tanaka. Tanaka terbelalak lalu dengan cepat menghilang dari sana.Tuan Kepala Wilayah tampak heran melihat lelaki bertopeng itu menghilang dari hadapannya. Dia pun mengitari kamarnya ta

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   8. Bimala

    Pagi sekali terdengar teriakan Laras di depan pintu kamar Tanaka.“Tanaka! Bangun Tanaka!” teriak Laras di luar sana.“Iya, Ibu! Ini aku sudah bangun!” teriak Tanaka.Tanaka pun turun dari kasur. Dia meraih topengnya lalu menggunakannya. Kemudian dia berjalan membuka pintu kamarnya. Takana terkejut melihat Laras sudah membawa guci besar.“Ambilkan air di sungai,” pinta Laras sambil menyerahkan guci besar itu pada Tanaka.“Sekarang?” tanya Tanaka dengan wajah malas.“Iya, sekarang! Kalau tidak, ibu tak akan membuatkan sarapan untuk kalian,” ancam Laras.Tanaka menghela napas.“Baik, Ibu,” ucap Tanaka tampak malas. Tanaka pun keluar dari kamarnya sambil membawa guci itu keluar rumah.Laras menarik napas lalu menghembuskannya sambil geleng-geleng. Dia pun kembali ke arah dapur.Tanaka pun tiba di pinggir sungai yang tampak jernih itu. Dia meletakkan guci di atas batu lalu membuka topengnya. Tanaka melihat wajahnya di permukaan air sungai yang tampak tenang. Dia menatap lekat-lekat wajahn

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   9. Ada Apa dengan Tanaka?

    Tanakan meletakkan guci berisi air di tempatnya. Laras tampak sedang menyiapkan sarapan untuk semuanya. Laras tampak heran melihat sorot mata anak lelakinya tampak sayu dan bingung. Sejak Tanaka sering menggunakan topeng, Laras semakin tahu perasaan anak lelakinya itu melalui sorot matanya.“Kau baik-baik saja?” tanya Laras.Tanaka hanya mengangguk. Dia pun pergi begitu saja menuju kamarnya. Setiba di kamarnya dia membaringkan tubuhnya di atas kasur jeraminya. Dia membuka topengnya hingga terlihat jelas wajah buruk rupanya. Tanaka menatap langit-langit kamarnya. Dia masih terpana menatap wajah gadis cantik itu tadi. Bersamaan dengan itu juga dia merasa bersalah telah membunuh ayahnya semalam.Tanaka gelisah. Dia membolak-balikkan tubuhnya tak menentu. Sesaat kemudian dia duduk sambil memegangi bibirnya.“Aku sudah menciumnya,” gumam Tanaka tak percaya. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku telah membunuh ayahnya.”Tanaka bingung sendiri. Laras yang sengaja mengintipnya karena pena

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   10. Roh Penunggu Batu

    “Dia kerasukan, Nyi. Dia harus kita kurung ke dalam kandang. Kita sudah lima bulan tidak mengirim sesajen ke batu besar itu.Laras terbelalak mendengarnya.“Jadi hal aneh tadi itu karena Tanaka kerasukan?” tanya Laras dengan terkejutnya.Sa mengangguk. Laras pun pasrah melihat anak lelakinya digotong mereka menuju kandang. Sementara Tanaka tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan untuk bergerak, berbicara saja dia tidak bisa.Tanaka digotong empat sekawan menuju kandang yang dulu dibuat untuk mengurung Se ketika kerasukan. Ketika Tanaka sudah di masukkan ke dalam kandang, Sa langsung menggunakan ajian penguat dinding kandang. Ajian yang tak akan bisa ditembus siapapun meskipun harus menggunakan tenaga dalam untuk merusak kandang. Setelah Sa selesai membacakan ajiannya, dia pun menggunakan jurusnya untuk melepas ajian totokannya pada Tanaka.Tanaka pun kembali bisa bergerak dengan lemas.“Aku... tidak... kerasukan,” ucap Kantata lemah. Ajian totokan memang sangat berbahaya. Siapapun yang

Bab terbaru

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   158. Akhir Kisah

    Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   157. Tanaka VS Baluku

    Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   156. Tanaka VS Roh Hitam

    Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   155. Tanaka VS Karan

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   154. Perang Satu Perguruan

    Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   153. Menuju Baluku

    “Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   152. Karan

    Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   151. Gerbang Peri

    Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   150. Tanaka Kembali

    “Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi

DMCA.com Protection Status