Pendekar Rajawali Dari Andalas

Pendekar Rajawali Dari Andalas

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-25
Oleh:  Andy LorenzaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
460Bab
22.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Terlahir sebagai anak yatim dan Ibunya seorang babu di sebuah Kerajaan, Arya Mandu akhirnya menjadi sosok Pendekar tanpa tanding setelah diasuh dan digembleng oleh Eyang Pandan Suri yang berjuluk Nyi Konde Perak. Sang Guru memberikan julukan padanya Rajawali Dari Andalas dan memintanya turun gunung setelah menguasai seluruh ilmu yang ia wariskan. Namun, selain menjalankan amanah untuk selalu menegakan kebenaran di manapun ia berada, Arya Mandu juga ingin mencari keberadaan Ibunya. Berhasilkan Arya menjalankan amanat sang guru dan menemukan Ibu Kandungnya? Terlebih, Arya harus mengalahkan lawan-lawannya yang kerap menebar kejahatan di Bumi Nusantara? Atau, Pendekar Rajawali ini perlahan menjadi serupa dengan lawannya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1. Turun Gunung

Puncak Gunung Sumbing pagi itu nampak berkabut akibat hujan yang turun cukup lebat tadi malam. Hampir keseluruhan dedaunan pepohonan di gunung itu masih tampak basah dan berembun.

Arya yang tengah asyik berlatih, lantas berhenti lalu melangkah ke arah pondok begitu mendapat panggilan sang guru.

Pondok itu berukuran tidak terlalu besar, tetapi memiliki anak tangga yang tingginya sekitar 5 kaki. Arya pun menaiki tangga itu di mana di dalam pondok Nyi Konde Perak tengah duduk bersila.

Setiba di atas pondok itu Arya pun ikut duduk bersila di depan Nyi Konde Perak, tak lama kedua mata perempuan tua di depannya terbuka setelah beberapa saat yang lalu ia picingkan.

“Kenapa tiba-tiba saja Eyang memanggil saya? Padahal saya belum selesai berlatih pagi ini,” tanya Arya.

“Saya rasa sudah cukup kamu berlatih, semua ilmu yang saya wariskan sepertinya telah kau kuasai dengan baik. Saya memanggilmu ingin memberi tahu bahwasanya sudah waktunya kamu untuk turun gunung muridku,” tutur Nyi Konde Perak yang ternyata guru dari Arya.

“Lantas apa tugas yang akan saya lakukan karena Eyang memintaku segera turun gunung? Apakah saya ke Pulau Andalas dulu mencari keberadaan Ibu Saya itu?” Arya bertanya kembali.

“Hemmm, tentu saja tidak harus terlebih dahulu mencari Ibumu ke Pulau Andalas sana. Di Tanah Jawa ini banyak sekali permasalahan yang terjadi, perampokan, penindasan serta pemerkosaan yang dilakukan para manusia bejad. Pertempuran di mana-mana berebut kekuasaan dan itu menyebabkan banyaknya manusia-manusia tak berdosa yang menjadi korban, kau harus bisa memilah mana yang harus kamu bela mana yang musti kamu tumpas nantinya,” tutur Nyi Konde Perak.

“Tapi saya nanti diizinkan juga untuk mencari Ibu saya di Pulau Andalas sana kan Eyang?”

“Tentu saja Arya, sebab di Pulau Andalas juga kerap terjadi kekacauan oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Mereka umumnya para pendekar-pendekar dari golongan hitam yang selalu suka berbuat kejahatan demi mencapai keinginannya, kamu harus berhati-hati mereka bukan saja tega membunuh siapa saja tapi juga pandai menyusun siasat licik.”

“Baik Eyang, nasehat dari Eyang akan selalu saya ingat.”

“Di dalam rimba persilatan sosok pendekar selalu memiliki julukan di samping nama yang melekat pada dirinya, julukan itu biasanya diberikan oleh sosok yang dihormati seperti Raja ataupun Guru. Untuk itu kamu saya beri julukan Rajawali Dari Andalas, tujuannya bukan untuk memamerkan diri karena memiliki ilmu tinggi melainkan sekedar julukan yang akan memudahkan bagi siapa saja yang pernah kamu tolong untuk mengingatmu nantinya,” tutur Nyi Konde Perak.

“Oh, seperti halnya Eyang yang dijuluki Nyi Konde Perak, begitu?” tanya Arya.

“Ya benar, tapi julukan saya ini bukan dari Guru saya melainkan dari seorang Raja yang dulu pernah saya bantu mempertahankan Kerajaannya dari serangan musuh.”

“Lalu apakah Brahma akan saya bawa serta dalam memulai perjalanan menegakan kebenaran di muka bumi ini, Eyang?”

Pemuda itu teringat pada seekor burung rajawali yang sangat besar berwarna putih. Sejak kecil, Arya selalu bermain dan dijaga oleh burung rajawali itu saat Nyi Konde Perak berpergian sejenak meninggalkan puncak Gunung Sumbing. Saking besarnya burung rajawali itu, Brahma bahkan mampu membawa beberapa orang dewasa di punggungnya sambil terbang dan mampu pula menjinjing dua ekor induk kerbau ke udara.

Brahma juga akan dengan mudah membunuh siapa saja yang ia lihat saat terbang di udara membuat keonaran di muka bumi, meskipun dia tak pandai bicara layaknya manusia namun ia faham setiap kata-kata yang diucapkan Nyi Konde Perak dan Arya.

Nyi Konde Perak terdiam, sebelum akhirnya ia berbicara, “Hemmm, kamu tidak boleh manja. Brahma bisa saja kamu panggil kapanpun kamu mau asal dalam keadaan benar-benar terdesak seperti halnya menggunakan Pedang Rajawali Putih,” jawab Nyi Konde Perak.

Arya pun mengangguk. “Baik Eyang, saya tidak akan sembarangan menggunakan Pedang Rajawali Putih atau juga memanggil Brahma.”

“Sekarang berangkatlah muridku. Selalu ikuti kata hatimu dalam setiap menentukan arah langkah, jika kau telah melangkah jangan pernah menoleh lagi ke belakang. Ingat Arya selalulah berpegang teguh pada amanah untuk menegakan kebenaran membasmi keangkaramurkaan di muka bumi ini,” Nyi Konde memberi nasehat.

“Baik Eyang, ilmu yang Eyang wariskan ini akan saya gunakan untuk membela kebenaran. Terima kasih selama ini saya Eyang asuh dan gembleng menjadi seorang pendekar, saya tidak tahu dengan apa akan membalas budi baik Eyang ini,” ucap Arya.

“Saya tak pernah mengharapkan balas budimu Arya, dengan kamu tetap berpegang teguh menggunakan ilmu yang kau miliki di jalan yang benar itu sudah cukup membuatku senang.”

“Saya pamit Eyang,” ucap Arya seraya membungkuk dan mencium kedua tangan Gurunya, Nyi Konde Perak tersenyum lalu mengusap-usap pundak muridnya itu.

Setelah Arya turun dari pondok ia pun langsung langkahkan kakinya menuruni lereng Gunung Sumbing itu sambil bersiul-siul.

Seperti yang tadi disarankan Gurunya, Arya tak sekalipun menoleh ke belakang ke arah pondok di mana di sana Nyi Konde Perak yang masih duduk bersila memicingkan kedua matanya kembali seperti orang yang sedang bersemedi.

Yang namanya seorang pendekar berilmu tinggi tentu tidak sama cara menuruni lereng gunung dengan manusia biasa pada umumnya, tubuh Arya seperti kapas yang ringan berkelebat dari atas ujung dahan pepohonan ke ujung dahan pepohonan lainnya hingga dalam sekejab saja ia telah tiba di lembah.

*****

Tak lama, Arya pun tiba di lembah Gunung Sumbing.

Anak sungai berbatu-batu membuatnya melompat dan menjejakan kedua kakinya di batu yang satu ke batu yang lainnya Arya pun tiba di seberang.

Seakan tantangan belum berhenti, setelah menyeberangi anak sungai berbatu-batu, Arya dihadapkan dengan hutan belantara, pepopohan di hutan itu sangat rapat dan berdaun rimbun.

Anehnya, dia merasakan hawa tak mengenakan saat menyelusuri hutan belantara itu.

Perkataan sang guru untuk menegakan kebenaran di manapun ia berada tiba-tiba terlintas.

Sebagai Pendekar, ia telah berjanji untuk menyelesaikan semua tugas menumpas segala keangkaramurkaan dari orang-orang jahat atau para pendekar dari golongan hitam yang selalu membuat keonaran di Pulau Jawa. Setelahnya, ia baru akan mencari Ibunya di Pulau Andalas.

Diam-diam, pemuda itu pun berdoa dalam hati. "Semoga perjalananku selancar ketika aku menuruni Gunung Sumbing."

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Zaid Zaza
KEREN BANGET! Rugi kalau nggak baca novel di bawa ini! Hehe, izin promo ya Thor! Mampir yuu, di novel, "ROH KAISAR LEGENDARIS"
2024-02-10 14:13:13
1
default avatar
Mr. K
Semangat, Kak. Aku izin promo, ya. Buat penikmat novel Dewa Perang, yuks mampir ke novelku: Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang. Ditunggu ~ ...
2023-10-22 11:38:43
1
user avatar
Pujiatun NV
makin seru.. ...
2023-06-23 20:36:10
2
user avatar
qirannia qolbi
ditunggu update bab selanjutnya Thor ...
2023-05-12 02:51:15
2
460 Bab
Bab 1. Turun Gunung
Puncak Gunung Sumbing pagi itu nampak berkabut akibat hujan yang turun cukup lebat tadi malam. Hampir keseluruhan dedaunan pepohonan di gunung itu masih tampak basah dan berembun. Arya yang tengah asyik berlatih, lantas berhenti lalu melangkah ke arah pondok begitu mendapat panggilan sang guru. Pondok itu berukuran tidak terlalu besar, tetapi memiliki anak tangga yang tingginya sekitar 5 kaki. Arya pun menaiki tangga itu di mana di dalam pondok Nyi Konde Perak tengah duduk bersila. Setiba di atas pondok itu Arya pun ikut duduk bersila di depan Nyi Konde Perak, tak lama kedua mata perempuan tua di depannya terbuka setelah beberapa saat yang lalu ia picingkan. “Kenapa tiba-tiba saja Eyang memanggil saya? Padahal saya belum selesai berlatih pagi ini,” tanya Arya. “Saya rasa sudah cukup kamu berlatih, semua ilmu yang saya wariskan sepertinya telah kau kuasai dengan baik. Saya memanggilmu ingin memberi tahu bahwasanya sudah waktunya kamu untuk turun gunung muridku,” tutur Nyi Konde P
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 2. Penculikan Warga Desa
Lebat dan luasnya hutan belantara sejak dari lembah di lereng Gunung Sumbing, membuat Arya masih berada di kawasan hutan belantara itu. Saat hari mulai gelap, barulah ia tiba di ujung hutan belantara itu. Namun, sungai besar berair keruh dan deras membuat Arya terdiam. Terlebih, ia menyadari bahwa gerimis telah turun. Hujan lebat akan menyusul. Pemuda itu juga melihat tak satu pun ada bebatuan yang dapat diloncati untuk sampai ke seberang. “Untuk menyeberangi sungai besar, aku membutuhkan rakit," gumam Arya.Melihat situasi yang tak memungkinkan, pemuda itu lantas memutuskan untuk bermalam di pinggir hutan itu.Arya kemudian memilih sebuah pohon yang paling besar dan berdaun rindang untuk tempatnya bermalam. Sebelum hari benar-benar gelap, ia telah mengumpulkan ranting-ranting kering untuk dijadikan api unggun di bawah pohon rindang menyerupai pohon beringin itu. “Hemmm ... di sini, aku akan aman meskipun nanti hujan lebat turun tidak akan mengenai tubuhku dan juga api unggun itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 3. Ki Darmo Terkejut
"Tetapi?" tanya Arya penasaran. "Tetapi, yang menculik salah seorang warga kami itu adalah Gento Ireng, anak buahnya.” Arya kembali terkejut untuk beberapa saat. Dia hanya terdiam belum tahu apa yang musti ia perbuat. Sesekali, ia arahkan pandangannya ke arah lubuk tengkorak lalu kemudian pada rombongan warga Desa Sedayu yang berbaris tak beraturan di depannya. Setelah merenung beberapa saat dan belum menemukan solusi akan kejadian yang secara tiba-tiba itu, Arya kemudian melangkah lebih mendekat pada rombongan warga Desa Sedayu itu. “Saya memang mendengar suara semak dan kayu-kayu kecil tersibak dan patah lalu dentuman di tengah-tengah lubuk itu," ucap Arya lugas, "tetapi, saya tak melihat dengan jelas asal suara. Saat ini, saya sendiri belum bisa membantu Kisanak semuanya untuk membebaskan salah seorang warga yang diculik itu. Karena berbahaya, alangkah sebaiknya kalau para Kisanak memperbolehkan saya untuk bertemu dengan Kepala Desa Sedayu. Demikian, kita dapat membicarakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 4. Ratu Siluman Buaya Putih
Arya terkejut, tetapi dia kembali menormalkan ekspresinya. “Maaf Ki, sedapat mungkin, kita bukan hanya mencegah saja. Kita juga harus berusaha membebaskan beberapa orang warga yang telah diculik itu.”Beberapa warga lantas menunduk. Bahkan ada yang menggelengkan kepala mendengar ucapan pemuda naif itu.“Iya, kami juga inginnya begitu Arya. Akan tetapi, tak ada yang dapat kami lakukan. Seperti yang telah kami bicarakan tadi, kami pernah melakukan ronda secara bergiliran setiap malam untuk menangkap Gento Ireng jika muncul di desa ini,” tutur Ki Darmo, "awalnya, kami pikir akan berhasil, tetapi penculikan justru terjadi siang hari." Arya terdiam. Gento Ireng ternyata memiliki pikiran cerdik, buktinya dia masih saja dapat melakukan aksinya ketika siang hari saat sebagian besar warga desa sibuk di sawah dan di ladang mereka. “Kalau boleh tahu, sudah berapa lama hal ini terjadi Ki?” tanya pemuda itu akhirnya. “Setahun yang lalu, Nak. Gento Ireng sebenarnya salah seorang warga Desa Seda
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 5. Istana Buaya Putih
Sepintas, jika dilihat dari atas tebing, lubuk tengkorak sama dengan lubuk-lubuk yang ada di sungai-sungai besar lainnya. Permukaan airnya juga tenang dan lebih dalam tentunya sulit untuk melihat dasarnya. Terlebih, sungai itu saat ini keruh akibat hujan lebat di hulu yang membuat sungai itu makin besar. Di atas permukaan lubuk itu, sesekali juga terlihat pusaran dan gelembung-gelembung air yang berasal dari dasar. Sejauh ini, memang tak ada seorangpun yang berani melewati lubuk itu menggunakan rakit atau juga perahu karena di samping ada pusaran air yang secara tiba-tiba muncul dapat menyedot benda apa saja di atasnya lubuk itu juga terlihat angker. Terlebih, semua warga Desa Serayu mengetahui jika di lubuk tengkorak itu terdapat Ratu Siluman Buaya Putih yang kerap meneror mereka. Para warga yang juga bermata pencarian mencari ikan di sungai itu, lantas memilih lokasi penangkapan jauh dari lubuk sekitar satu kilometer jaraknya di atas atau di hilir lubuk tengkorak. Ajaibnya, me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 6. Ke Lubuk Tengkorak
Ki Darmo menggeleng. “Tidak Arya, ada juga perempuan. Tapi, memang para warga yang diculik itu laki-laki dan perempuan masih muda atau belum menikah,” jawab Ki Darmo. Arya nampak mengganguk. Sepertinya, dia telah paham penyebab kenapa para warga yang justru kesehariannya mencari ikan di sungai tidak pernah jadi korban. Mereka semuanya laki-laki yang telah berkeluarga. Siluman ini sepertinya tak tertarik dengan mereka. Ia butuh manusia-manusia yang dapat ia manfaatkan tenaganya. “Baiklah Ki, sekarang saya mohon izin ke kawasan lubuk tengkorak itu untuk menyelidiki. Siapa tahu saja, ada petunjuk yang saya dapatkan nanti berupa cara masuk ke dalam lubuk itu membebaskan para warga yang diculik." "Pasti, ada pintu rahasianya hingga Gento Ireng yang dulunya merupakan bagian warga desa ini bisa ke luar masuk dari lubuk tengkorak itu,” jelas Arya lagi. Ki Darmo menarik napas panjang. Ia khawatir dengan keputusan anak muda di depannya itu.Tapi, tak ada yang ia bisa lakukan. Perlahan, w
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Bab 7. Sama-sama Menyelidiki
“Benar, silahkan duduk.” Gento Ireng memberi salam hormat, kemudian duduk di kursi yang ada di depan singasana tempat Dewi Purbalara duduk terlebih dahulu beberapa saat sebelumnya. “Terima kasih, ada apa yang mulia tiba-tiba saja memanggil saya untuk menghadap?” Gento Ireng bertanya demikian bukan tanpa sebab, ia merasa heran saja karena memang Ratu Siluman Buaya Putih tak biasanya memintanya menghadap setelah berhasil menjalankan tugas yaitu menculik salah seorang warga desa untuk dijadikan pengikutnya. Biasanya Dewi Purbalara memberi perintah sebulan atau dua bulan berikutnya untuk melakukan hal yang sama, tapi kali ini baru beberapa hari saja Gento Ireng diminta menghadap lagi. “Hemmm, kamu tentu merasa heran kenapa kamu saya minta menghadap?” “Benar yang mulia, maafkan apabila saya lancang bertanya seperti itu.” “Tidak apa-apa, ini memang terkesan mendadak karena saya melihat ada seorang pemuda di pinggiran lubuk dengan gerak gerik mencurigakan. Saya ingin kamu memeriksanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-09
Baca selengkapnya
Bab 8. Dewi Inginkan Arya
Diam-diam Arya mengamati lelaki yang berdiri di sampingnya, meskipun pria itu tersenyum namun tak dapat ia sembunyikan jika raut wajahnya terkesan bengis. Kulitnya berwarna hitam dan di lehernya melingkar sebuah kalung yang di tengah-tengahnya terdapat bandul berupa kepala buaya berwarna putih, darah Arya langsung berdesir dan menyakini jika pria itu salah seorang dari anak buah Ratu Siluman Buaya Putih. “Apakah dia yang bernama Gento Ireng? Melihat dari ciri-cirinya yang dikatakan Ki Darmo berkulit hitam dan bertampang bengis?” Arya bergumam dalam hati. “Sepertinya benda yang saya cari sulit ditemukan, saya mohon diri saja Kisanak untuk melanjutkan perjalanan,” ujar Arya menghentikan kepura-puraannya mencari sesuatu dengan menyibak semak-semak di pinggiran lubuk tengkorak itu. “Oh, silahkan. Kisanak hendak ke mana?” “Saya ingin melanjutkan perjalanan ke arah sana,” Arya menunjuk ke arah utara. “Apakah Kisanak ingin ke Desa Serayu?” Gento Ireng bertanya kembali. “Desa Serayu? Me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-10
Baca selengkapnya
Bab 9. Rahasia Kalung Buaya Putih
Dewi Purbalara bersegera menemui Gento Ireng yang berada di ruangan di mana di sana terdapat singasananya, tanpa duduk terlebih dahulu Ratu Siluman Buaya Putih itupun berucap. “Pemuda itu berada di Desa Serayu.” “Berarti dia singgah di desa itu sebelum melanjutkan perjalanannya ke utara seperti yang dia katakan.” Gento Ireng terlihat memegang dagunya sendiri, seperti memikirkan sesuatu. “Benar, pemuda itu singgah di rumah Ki Darmo.” “Hah?! Ada keperluan apa dia hingga singgah ke rumah tetua Desa Serayu itu yang mulia?” Dewi Purbalara gelengkan kepalanya, karena memang ia hanya bisa melihat akan tetapi tak bisa mendengar suara atau pun percakapan Arya dengan Ki Darmo yang saat itu duduk di pendopo. “Kalau saat ini yang mulia perintah saya untuk menemui pemuda itu dan mengajaknya ke sini, saya rasa tidak mungkin yang mulia. Sebab pastinya Ki Darmo atau para warga desa yang lain jika melihat saya tidak akan membiarkan saya sampai di rumah tetua desa itu,” tutur Gento Ireng. Dewi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-11
Baca selengkapnya
Bab 10. Arya Diawasi Gento Ireng
Arya bergumam dalam hati menduga jika ada sepasang mata yang saat itu tengah mengamatinya dari kejauhan di kegelapan malam, Arya kemudian berbicara pada Ki Darmo dengan suara pelan setengah berbisik perihal itu. Arya seperti berpamitan untuk meninggalkan pendopo, itu terlihat setelah berbicara sang pendekar berdiri dari duduknya kemudian melangkah meninggalkan Ki Darmo yang masih duduk bersila sembari menikmati sisa kopi di cangkir bambu itu. “Hendak ke mana pemuda itu? Apakah mungkin malam-malam begini melanjutkan perjalanannya?” sosok di kegelapan malam yang diduga Arya mematainya bergumam. “Sebaiknya aku ikuti saja dia, begitu aman dari para warga aku akan menghampirinya.” Kembali sosok itu bergumam dalam hati, lalu dengan perlahan ia melangkah dari tempat ia berdiri memantau Arya di pendopo tadi. Tak jelas hendak ke mana Arya dari pendopo berpamitan dengan Ki Darmo tadi, yang pasti ia melangkah ke arah utara dari pendopo itu. Tepat di tempat sepi di mana tak ada satu orang wa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-12
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status