Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Puncak Gunung Sumbing pagi itu nampak berkabut akibat hujan yang turun cukup lebat tadi malam. Hampir keseluruhan dedaunan pepohonan di gunung itu masih tampak basah dan berembun. Arya yang tengah asyik berlatih, lantas berhenti lalu melangkah ke arah pondok begitu mendapat panggilan sang guru. Pondok itu berukuran tidak terlalu besar, tetapi memiliki anak tangga yang tingginya sekitar 5 kaki. Arya pun menaiki tangga itu di mana di dalam pondok Nyi Konde Perak tengah duduk bersila. Setiba di atas pondok itu Arya pun ikut duduk bersila di depan Nyi Konde Perak, tak lama kedua mata perempuan tua di depannya terbuka setelah beberapa saat yang lalu ia picingkan. “Kenapa tiba-tiba saja Eyang memanggil saya? Padahal saya belum selesai berlatih pagi ini,” tanya Arya. “Saya rasa sudah cukup kamu berlatih, semua ilmu yang saya wariskan sepertinya telah kau kuasai dengan baik. Saya memanggilmu ingin memberi tahu bahwasanya sudah waktunya kamu untuk turun gunung muridku,” tutur Nyi Konde P
Lebat dan luasnya hutan belantara sejak dari lembah di lereng Gunung Sumbing, membuat Arya masih berada di kawasan hutan belantara itu. Saat hari mulai gelap, barulah ia tiba di ujung hutan belantara itu. Namun, sungai besar berair keruh dan deras membuat Arya terdiam. Terlebih, ia menyadari bahwa gerimis telah turun. Hujan lebat akan menyusul. Pemuda itu juga melihat tak satu pun ada bebatuan yang dapat diloncati untuk sampai ke seberang. “Untuk menyeberangi sungai besar, aku membutuhkan rakit," gumam Arya.Melihat situasi yang tak memungkinkan, pemuda itu lantas memutuskan untuk bermalam di pinggir hutan itu.Arya kemudian memilih sebuah pohon yang paling besar dan berdaun rindang untuk tempatnya bermalam. Sebelum hari benar-benar gelap, ia telah mengumpulkan ranting-ranting kering untuk dijadikan api unggun di bawah pohon rindang menyerupai pohon beringin itu. “Hemmm ... di sini, aku akan aman meskipun nanti hujan lebat turun tidak akan mengenai tubuhku dan juga api unggun itu
"Tetapi?" tanya Arya penasaran. "Tetapi, yang menculik salah seorang warga kami itu adalah Gento Ireng, anak buahnya.” Arya kembali terkejut untuk beberapa saat. Dia hanya terdiam belum tahu apa yang musti ia perbuat. Sesekali, ia arahkan pandangannya ke arah lubuk tengkorak lalu kemudian pada rombongan warga Desa Sedayu yang berbaris tak beraturan di depannya. Setelah merenung beberapa saat dan belum menemukan solusi akan kejadian yang secara tiba-tiba itu, Arya kemudian melangkah lebih mendekat pada rombongan warga Desa Sedayu itu. “Saya memang mendengar suara semak dan kayu-kayu kecil tersibak dan patah lalu dentuman di tengah-tengah lubuk itu," ucap Arya lugas, "tetapi, saya tak melihat dengan jelas asal suara. Saat ini, saya sendiri belum bisa membantu Kisanak semuanya untuk membebaskan salah seorang warga yang diculik itu. Karena berbahaya, alangkah sebaiknya kalau para Kisanak memperbolehkan saya untuk bertemu dengan Kepala Desa Sedayu. Demikian, kita dapat membicarakan
Arya terkejut, tetapi dia kembali menormalkan ekspresinya. “Maaf Ki, sedapat mungkin, kita bukan hanya mencegah saja. Kita juga harus berusaha membebaskan beberapa orang warga yang telah diculik itu.”Beberapa warga lantas menunduk. Bahkan ada yang menggelengkan kepala mendengar ucapan pemuda naif itu.“Iya, kami juga inginnya begitu Arya. Akan tetapi, tak ada yang dapat kami lakukan. Seperti yang telah kami bicarakan tadi, kami pernah melakukan ronda secara bergiliran setiap malam untuk menangkap Gento Ireng jika muncul di desa ini,” tutur Ki Darmo, "awalnya, kami pikir akan berhasil, tetapi penculikan justru terjadi siang hari." Arya terdiam. Gento Ireng ternyata memiliki pikiran cerdik, buktinya dia masih saja dapat melakukan aksinya ketika siang hari saat sebagian besar warga desa sibuk di sawah dan di ladang mereka. “Kalau boleh tahu, sudah berapa lama hal ini terjadi Ki?” tanya pemuda itu akhirnya. “Setahun yang lalu, Nak. Gento Ireng sebenarnya salah seorang warga Desa Seda
Sepintas, jika dilihat dari atas tebing, lubuk tengkorak sama dengan lubuk-lubuk yang ada di sungai-sungai besar lainnya. Permukaan airnya juga tenang dan lebih dalam tentunya sulit untuk melihat dasarnya. Terlebih, sungai itu saat ini keruh akibat hujan lebat di hulu yang membuat sungai itu makin besar. Di atas permukaan lubuk itu, sesekali juga terlihat pusaran dan gelembung-gelembung air yang berasal dari dasar. Sejauh ini, memang tak ada seorangpun yang berani melewati lubuk itu menggunakan rakit atau juga perahu karena di samping ada pusaran air yang secara tiba-tiba muncul dapat menyedot benda apa saja di atasnya lubuk itu juga terlihat angker. Terlebih, semua warga Desa Serayu mengetahui jika di lubuk tengkorak itu terdapat Ratu Siluman Buaya Putih yang kerap meneror mereka. Para warga yang juga bermata pencarian mencari ikan di sungai itu, lantas memilih lokasi penangkapan jauh dari lubuk sekitar satu kilometer jaraknya di atas atau di hilir lubuk tengkorak. Ajaibnya, me
Ki Darmo menggeleng. “Tidak Arya, ada juga perempuan. Tapi, memang para warga yang diculik itu laki-laki dan perempuan masih muda atau belum menikah,” jawab Ki Darmo. Arya nampak mengganguk. Sepertinya, dia telah paham penyebab kenapa para warga yang justru kesehariannya mencari ikan di sungai tidak pernah jadi korban. Mereka semuanya laki-laki yang telah berkeluarga. Siluman ini sepertinya tak tertarik dengan mereka. Ia butuh manusia-manusia yang dapat ia manfaatkan tenaganya. “Baiklah Ki, sekarang saya mohon izin ke kawasan lubuk tengkorak itu untuk menyelidiki. Siapa tahu saja, ada petunjuk yang saya dapatkan nanti berupa cara masuk ke dalam lubuk itu membebaskan para warga yang diculik." "Pasti, ada pintu rahasianya hingga Gento Ireng yang dulunya merupakan bagian warga desa ini bisa ke luar masuk dari lubuk tengkorak itu,” jelas Arya lagi. Ki Darmo menarik napas panjang. Ia khawatir dengan keputusan anak muda di depannya itu.Tapi, tak ada yang ia bisa lakukan. Perlahan, w
“Benar, silahkan duduk.” Gento Ireng memberi salam hormat, kemudian duduk di kursi yang ada di depan singasana tempat Dewi Purbalara duduk terlebih dahulu beberapa saat sebelumnya. “Terima kasih, ada apa yang mulia tiba-tiba saja memanggil saya untuk menghadap?” Gento Ireng bertanya demikian bukan tanpa sebab, ia merasa heran saja karena memang Ratu Siluman Buaya Putih tak biasanya memintanya menghadap setelah berhasil menjalankan tugas yaitu menculik salah seorang warga desa untuk dijadikan pengikutnya. Biasanya Dewi Purbalara memberi perintah sebulan atau dua bulan berikutnya untuk melakukan hal yang sama, tapi kali ini baru beberapa hari saja Gento Ireng diminta menghadap lagi. “Hemmm, kamu tentu merasa heran kenapa kamu saya minta menghadap?” “Benar yang mulia, maafkan apabila saya lancang bertanya seperti itu.” “Tidak apa-apa, ini memang terkesan mendadak karena saya melihat ada seorang pemuda di pinggiran lubuk dengan gerak gerik mencurigakan. Saya ingin kamu memeriksanya
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa