Home / Pendekar / Pendekar Pedang Naga / 4. Pertarungan Dengan Bandit

Share

4. Pertarungan Dengan Bandit

last update Last Updated: 2025-02-03 14:55:53

Latihan hari itu berlangsung lebih intens daripada biasanya. Kakek Ling membawa Kael melalui serangkaian gerakan yang jauh lebih rumit, menggabungkan teknik pedang dengan pengendalian napas dan konsentrasi batin. Setiap kali Kael mengayunkan pedangnya, dia harus memusatkan seluruh energinya pada satu titik, membiarkan tenaga dalamnya mengalir melalui gagang pedang dan menyatu dengan bilahnya.

Awalnya, Kael merasa kesulitan. Tenaga dalamnya tidak selalu mengalir dengan lancar, dan terkadang emosinya masih menghalangi konsentrasinya. Tetapi dengan setiap latihan, ia mulai merasakan perubahan. Perlahan, dia mulai memahami bagaimana mengalirkan energinya ke dalam Pedang Naga. Setiap serangan menjadi lebih kuat, setiap gerakan lebih halus dan tepat. Pedang itu mulai merespons dengan lebih baik, seolah-olah ia dan pedang itu menjadi satu kesatuan.

Ujian sesungguhnya datang ketika Kakek Ling memutuskan untuk menyerang Kael secara serius. Tanpa peringatan, Kakek Ling melancarkan serangan cepat yang membuat Kael terkejut. Serangan itu begitu kuat dan tepat hingga Kael hampir kehilangan keseimbangan. Namun, kali ini dia tidak hanya bertahan dengan kekuatan fisiknya saja. Dia memusatkan tenaga dalamnya, membiarkan aliran energi itu mengalir ke dalam Pedang Naga. Dengan satu tebasan, dia berhasil menangkis serangan Kakek Ling, bahkan membuat sang pendekar tua mundur beberapa langkah.

Kakek Ling tersenyum puas. “Bagus, Kael. Kau mulai memahami kekuatan Pedang Naga. Tapi ingat, ini baru permulaan. Masih banyak yang harus kau pelajari.”

Kael tersenyum tipis, meski napasnya masih tersengal-sengal. Dia merasakan bahwa ada lebih banyak kekuatan di dalam dirinya yang belum sepenuhnya ia sadari.

“Kau masih memikirkan tentang orang itu, bukan?” Suara Kakek Ling memecah keheningan malam saat mereka duduk di depan api unggun.

Kael menatap api yang berkobar di depannya. “Ya, Kek. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Dia yang membunuh keluargaku. Dia yang menghancurkan desaku. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?”

Kakek Ling menatap Kael dengan penuh kebijaksanaan. “Aku tidak mengatakan bahwa kau harus melupakan. Tetapi ingatlah, Kael, bahwa kekuatan yang kau dapatkan sekarang bukan hanya untuk balas dendam. Kau telah tumbuh menjadi seorang pendekar yang kuat, tetapi kekuatan sejati datang untuk melindungi.”

"Baik, Kek. Aku akan berusaha menggunakan kekuatan ini untuk kebaikan," ucap Kael dengan keyakinan akan kekuatannya sekarang.

***

Siang itu, Kael berjalan menyusuri jalanan pasar yang ramai di pusat Kerajaan Zarkan. Hari ini, dia memanfaatkan waktu luangnya untuk mencari informasi tentang para bandit.

Kael merasa tidak bisa hanya berdiam diri. Ia tahu, untuk menghadapi ancaman besar ini, dia perlu mengetahui lebih banyak tentang musuhnya.

Pasar menjadi tempat yang strategis bagi Kael untuk mencari petunjuk. Di tempat ini, banyak orang berlalu-lalang, para pedagang dari berbagai desa berkumpul untuk menjajakan barang-barang mereka, dan gosip beredar dengan cepat. Di antara hiruk-pikuk pasar, Kael bisa mendengar percakapan orang-orang tentang ketidakpuasan terhadap kerajaan dan ketakutan akan aliran hitam.

"Dengar-dengar, mereka menyerang lagi di desa sebelah," gumam seorang pria di salah satu sudut pasar.

"Benar. Mereka tidak hanya merampok, tapi juga membunuh tanpa belas kasihan. Siapa yang bisa menghentikan mereka sekarang? Pemerintah sepertinya tak peduli," jawab pria lain dengan nada putus asa.

Kael semakin serius mendengarkan. Dari percakapan itu, dia mulai mendapatkan gambaran bahwa para bandit sudah merajalela, tidak hanya menyerang desa-desa di dalam Kerajaan Zarkan, tetapi juga desa-desa di luar perbatasan kerajaan. Mereka sudah menjadi ancaman yang meluas, semakin meresahkan dan membawa kehancuran di mana-mana. Sayangnya, informasi yang didapatkan Kael di pasar masih belum lengkap.

Setelah berjam-jam berkeliling pasar, Kael melangkah pulang dengan langkah yang terasa berat. Pikiran tentang para bandit aliran hitam terus menghantuinya. Bagaimana mungkin kerajaan tidak mengambil tindakan tegas untuk menghentikan mereka?

Tiba-tiba, sebuah benturan keras mengejutkannya. Seorang pria paruh baya menabraknya dengan tubuh terhuyung-huyung. Kael menoleh dan melihat pria itu dalam keadaan panik dengan napas tersengal-sengal.

“Tolong... tolong aku,” kata pria itu dengan suara terputus-putus. “Mereka... mereka mengejarku.”

Kael dengan cepat menyadari bahwa pria itu sedang dikejar oleh sekelompok bandit. Matanya menyapu sekeliling dan melihat beberapa pria berpakaian lusuh dengan wajah garang berjalan cepat mendekati mereka.

“Para bandit sialan," bisik Kael dalam hati. Seketika, darahnya mendidih. Dia merasakan kemarahan dan dorongan untuk bertindak. Kael tidak akan membiarkan pria ini menjadi korban berikutnya.

Dengan cepat, Kael berdiri di depan pria paruh baya itu, melindunginya dari para bandit yang semakin mendekat. Dia meraba gagang pedangnya dan menghunus Pedang Naga dengan tekad bulat.

“Pergi dari sini jika kalian ingin hidup,” ujar Kael dengan suara dingin dan mantap.

Para bandit menghentikan langkah mereka sejenak, menatap Kael dengan tatapan penuh penghinaan. Salah satu dari mereka menyeringai dan berkata, “Kau pikir kau bisa menghalangi kami?"

Kael tidak menggubris ancaman itu. Dia hanya mempererat cengkeramannya pada Pedang Naga, merasakan energi yang mengalir melalui senjata kuno tersebut. Ketika para bandit menyerang, Kael bergerak dengan kecepatan luar biasa. Gerakannya halus, seperti aliran air, tetapi mematikan seperti petir.

Pertarungan pun terjadi. Kael yang belum pernah bertarung melawan banyak musuh sekaligus mulai mengatur strategi.

Tanpa rasa takut, Kael mengayunkan pedangnya, menebas satu per satu musuh yang ada di hadapannya. Jumlah musuh yang banyak mulai membuatnya kesulitan. Ia mempercepat gerakannya dan mencoba menghindari serangan. Satu per satu musuh berhasil dikalahkan. Meskipun jumlah mereka lebih banyak, mereka tidak memiliki koordinasi dan kekuatan seperti Kael.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan, bandit yang tersisa mencoba melarikan diri. Salah satu dari mereka berhasil kabur, berlari dengan cepat.

Setelah situasi aman, Kael menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdegup cepat. Aroma besi dari darah yang menempel di bilah Pedang Naga terasa samar di udara. Dia melangkah mendekati pria paruh baya yang masih terduduk di tanah dengan napas tersengal-sengal.

"Apa kau tidak apa-apa, Pak Tua?" tanyanya, suaranya masih diliputi sisa ketegangan pertempuran.

Pria itu mengangkat wajahnya, sorot matanya penuh rasa syukur dan kelegaan. "Tidak apa-apa, Anak Muda. Kau hebat. Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan suara serak.

Kael mengangguk, menyarungkan kembali pedangnya. "Sudah jadi kewajibanku, Pak," ujarnya, meski dalam hati dia tahu masih banyak yang harus dia pelajari. Meskipun menang, pertarungan tadi membuatnya sadar bahwa jumlah bisa menjadi ancaman besar. Jika saja lawannya lebih terorganisir, hasilnya mungkin berbeda.

Pria tua itu bangkit perlahan, menepuk-nepuk debu di jubahnya. Matanya memperhatikan Kael dengan penuh ketertarikan. "Aku melihat kehebatan pedangmu. Aku dengar Akademi Kerajaan sedang menerima siswa baru. Apa kau tidak tertarik untuk masuk ke sana?" tanyanya.

Kael sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Akademi Kerajaan? Tempat para pendekar terbaik dilatih? Itu bukan pertama kalinya dia mendengar tentang tempat itu, tetapi dia tak pernah benar-benar memikirkannya.

"Aku akan membicarakannya nanti dengan Kakekku. Terima kasih atas informasinya," jawab Kael, meskipun dalam hatinya, rasa penasaran mulai tumbuh.

Pria tua itu tersenyum tipis. "Iya. Aku juga berterima kasih. Aku hanya merasa bakat pedangmu akan sia-sia jika kau tetap tinggal di desa terpencil ini," katanya sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Kael yang masih termenung di tempatnya.

Angin sore berembus lembut, membawa aroma rempah dari pasar yang mulai sepi. Langit mulai berubah jingga keemasan, menandakan matahari perlahan tenggelam di cakrawala.

Kael berbalik dan mulai berjalan pulang, tetapi pikirannya terus berputar. Kata-kata pria tua itu terngiang di kepalanya.

Dia menatap tangannya yang masih terasa hangat setelah pertarungan tadi. Sorot matanya menajam, mencengkeram gagang pedangnya dengan lebih erat.

"Apa aku harus turun gunung dan berlatih di akademi?" batin Kael yang masih bingung dengan keputusannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar Pedang Naga   5. Akademi Pedang Kerajaan

    Ketika Kael tiba di rumah Kakek Ling, matahari sudah mulai tenggelam, menandakan hari yang panjang telah berlalu. Kael masih merasakan kegelisahan dalam hatinya, terutama setelah mengalahkan bandit, ia tahu belum cukup kuat. Pikiran itu terus menghantuinya sepanjang perjalanan pulang.Saat membuka pintu pondok, Kael disambut oleh Kakek Ling yang duduk di depan perapian. Wajah tua itu tetap tenang, tapi Kael tahu bahwa kakek itu bisa merasakan ada yang mengganggu pikirannya."Bagaimana pencarianmu hari ini, Kael?" tanya Kakek Ling dengan lembut, namun penuh perhatian.Kael duduk di seberang Kakek Ling, berusaha menenangkan dirinya sebelum mulai berbicara. "Aku menemukan beberapa informasi tentang para bandit. Mereka tidak hanya menyerang desa-desa di kerajaan Zarkan, tapi juga desa-desa di luar perbatasan.”Kakek Ling menaikkan alisnya, menunggu Kael melanjutkan."Aku bertemu dengan seorang pria yang sedang dikejar oleh bandit aliran hitam. Aku melindunginya dan berhasil melawan mereka

    Last Updated : 2025-02-03
  • Pendekar Pedang Naga   6. Surat Rekomdasi asli atau palsu

    Rasa penasaran Kael membawanya mendekat. Matanya menajam saat melihat sekelompok bandit bertarung dengan dua pemuda berpakaian bangsawan. Ia tak peduli apa yang mereka perebutkan, yang ia tahu hanyalah bahwa ia membenci bandit. Tanpa ragu, ia menghunus pedangnya dan menerjang ke dalam pertempuran. Kael bergerak cepat, setiap ayunan pedangnya membawa kehancuran bagi para bandit. Kekacauan melingkupi tempat itu, namun Kael tetap tenang, setiap langkahnya penuh keyakinan. Ia bukan satu-satunya yang tangguh, kedua pemuda bangsawan itu pun menunjukkan keterampilan bertarung yang luar biasa. Dalam waktu singkat, para bandit berhasil dikalahkan. Salah satu dari mereka, seorang pemuda dengan sorot mata tajam dan postur tegap, mendekat dan berkata, "Terima kasih atas bantuannya." Kael mengembalikan pedangnya ke sarungnya. "Aku hanya sedang lewat dan sedikit membantu. Melihat bandit, aku jadi geram." Pemuda itu tersenyum tipis. "Kau boleh tahu, hendak ke mana?" "Akademi kerajaan," jawa

    Last Updated : 2025-02-22
  • Pendekar Pedang Naga   7. Izin Masuk

    Keheningan itu pecah saat Guru Besar mulai bicara, "Kalian tidak perlu takut, masuklah. Surat ini asli."Suasana yang tegang akhirnya mencair. Kael pun masuk setelah Guru Besar mengizinkannya. Melihat itu, keramaian mulai terurai, dan orang-orang kembali berbaris untuk diperiksa. Namun, ketegangan masih terasa di udara, seperti sisa-sisa badai yang enggan menghilang sepenuhnya.Saat Farel hendak ikut masuk, tiba-tiba penjaga menghentikannya. "Maaf, tapi sepertinya kau belum menunjukkan surat rekomendasimu."Penjaga yang berbicara lebih lembut membuat Farel menunjukkan suratnya dengan tenang. Ia tak lagi terpancing emosi dan masuk menyusul Arsel serta Kael yang sudah lebih dulu ada di dalam. Mereka bertiga berjalan mengikuti Guru Besar, langkah mereka bergema di lorong panjang dengan cahaya obor yang berkelip samar."Aku kenal dengan Ling. Lain kali, kalau ada waktu, aku ingin mendengar cerita tentangnya," ucap Guru Besar, membuat Kael kaget. Ia tak menyangka bahwa Kakek Ling bukan oran

    Last Updated : 2025-02-23
  • Pendekar Pedang Naga   8. Tingkat Kekuatan

    Saat para murid baru akademi pedang berkumpul di aula utama untuk pembagian kelas, suasana penuh dengan harapan dan ketegangan. Mata-mata berbinar menatap para instruktur yang berdiri di atas panggung, menunggu keputusan yang akan menentukan nasib mereka. Bisik-bisik memenuhi ruangan, beberapa murid berdiri dengan percaya diri, sementara yang lain tampak gelisah.Di tengah lautan murid, Kael berdiri dengan tenang. Berbeda dengan yang lain, matanya tidak menyala penuh semangat atau gugup. Tangannya terlipat di dada, ekspresinya datar saat memperhatikan satu per satu murid lain yang tampak antusias. Ujian kali ini akan mengukur tingkat roh pedang mereka, membagi mereka ke dalam kelas berdasarkan kekuatan dari yang paling rendah hingga yang paling hebat.Saat para murid lain berbicara tentang harapan dan ambisi mereka, Kael diam. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi. Sejak pertama kali menemukan roh pedangnya, ia menyadari sesuatu yang aneh—roh itu tidak pernah merespons. Saat yang lain

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar Pedang Naga   9. Pembagian Kelas

    Begitu tangan Farel menyentuh Batu Roh Pedang, ruangan yang sebelumnya penuh bisikan mendadak sunyi. Kilatan cahaya muncul, lebih terang dari yang dihasilkan sebagian besar murid sebelumnya, membuat beberapa orang menahan napas. Cahaya itu tiba-tiba meredup begitu saja, seolah disedot kembali ke dalam batu. Tidak padam sepenuhnya, tapi juga tidak bersinar terang seperti seharusnya. Kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan para instruktur tampak saling bertukar pandang dengan raut bingung. "Kenapa begitu?" bisik salah satu murid. "Seharusnya kalau sudah menyala, itu tandanya roh pedangnya aktif, kan?" sahut yang lain. Kael mengerutkan kening. Arsel, di sebelahnya, menyilangkan tangan dan mendecak pelan. "Ini menarik," gumamnya. Instruktur yang bertanggung jawab akhirnya berdeham, mencoba mengembalikan suasana aula yang mulai penuh spekulasi. Meski terlihat ragu, ia akhirnya mencatat sesuatu di daftar murid. "Farel," panggilnya, suaranya tetap tegas. "Kelas mene

    Last Updated : 2025-03-01
  • Pendekar Pedang Naga   10. Tantangan Duel

    Pembagian kelas telah usai, dan kini saatnya para murid memasuki kelas mereka untuk pertama kalinya. Kael berjalan memasuki ruang kelas bersama Arsel, yang meskipun berada di sisinya, tetap terasa seperti sosok asing. Saat keduanya melewati ambang pintu, suara bisik-bisik segera memenuhi ruangan."Dia yang tidak punya roh pedang, kan?""Kenapa dia ada di akademi ini?""Buang-buang tempat saja."Kael sudah menduga ini akan terjadi. Dari awal, dia tahu keberadaannya di sini akan menjadi bahan pembicaraan. Akademi Pedang adalah tempat bagi mereka yang memiliki roh pedang, kekuatan yang menjadi fondasi para pendekar. Kael—seseorang yang gagal membangkitkan roh pedangnya—berdiri di antara mereka seolah ia pantas berada di sini.Ia mengabaikan tatapan merendahkan yang diarahkan kepadanya dan melangkah menuju tempat duduk yang kosong. Sebelum ia bisa duduk, sebuah kaki tiba-tiba menghadang jalannya.Kael tersentak dan nyaris tersandung.Tawa kecil terdengar dari arah sekelompok murid di dek

    Last Updated : 2025-03-02
  • Pendekar Pedang Naga   11. Hubungan Rumit

    Farel terjatuh ke tanah, napasnya terengah-engah, tetapi alih-alih kesal, ia malah tersenyum lebar."Seperti biasa… Aku belum pernah bisa melawanmu, Kakak," katanya, masih tersengal. "Tapi serius… kenapa kau malah di kelas rendah?"Dia menoleh ke Arsel, yang masih berdiri tegak, nyaris tanpa tanda-tanda kelelahan setelah duel sengit barusan. Mata Arsel tetap dingin, tetapi ada kilatan sesuatu di sana—sesuatu yang tidak bisa Kael pahami sepenuhnya."Jangan panggil aku seperti itu di sini," ujar Arsel pelan, nadanya tenang namun penuh ketegasan.Kael membelalakkan mata, terkejut dengan kata-kata Arsel. Ia baru sadar kalau selama ini Farel tak pernah memanggil Arsel Kakak.Farel tertawa kecil, mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. "Baiklah, baiklah. Tapi itu tidak mengubah fakta, kan? Dengan kekuatanmu, kau seharusnya ada di kelas atas."Dia menatap Arsel dengan penuh pertanyaan, tetapi Arsel hanya menghela napas pelan sebelum berbalik, berjalan menjauh seolah duel tadi tidak ada art

    Last Updated : 2025-03-03
  • Pendekar Pedang Naga   12. Kekuatan Yang Tersembunyi

    Arsel berhenti sejenak, menoleh sekilas ke arah Farel, lalu mendengus pelan sebelum kembali berjalan. Arsel menghela napas panjang, jelas kesal. Biasanya, Farel bukan tipe yang bawel atau terlalu ikut campur, tapi hari ini dia terus menempel seperti lintah. Ia berhenti tiba-tiba, membuat Kael yang berjalan di sebelahnya ikut berhenti. Farel, yang masih bersikap santai, nyaris menabraknya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan, Farel?" suara Arsel terdengar lebih dingin dari biasanya. "Biasanya kau tidak sepeduli ini." Farel tetap tersenyum, tapi kali ini ada sesuatu di balik senyumnya—sesuatu yang sulit ditebak. "Aku hanya penasaran," katanya, suaranya lebih tenang dari sebelumnya. "Kau selalu menyembunyikan sesuatu, dan aku ingin tahu apa yang kau rencanakan." Arsel menatapnya tajam. "Aku tidak merencanakan apa pun." Farel mendengus. "Aku tidak percaya." Ketegangan di antara mereka semakin terasa. Kael hanya berdiri di tengah, merasa seperti orang luar dalam pertengkaran du

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Naga   33. Ketegangan di Akademi

    Kael menegang. Pertanyaan itu langsung menusuk ke inti pikirannya. Bagaimana Asmar tahu? Dengan sisa tenaganya, Kael mencoba duduk tegak, meski tubuhnya masih terasa lemah. Matanya menatap tajam ke arah lelaki paruh baya itu. "Apa maksudmu?" Asmar hanya tersenyum tipis. "Aku sudah lama mengamati akademimu, Nak. Dan serangan tadi malam bukan sekadar serangan acak. Itu adalah ujian." Kael mengernyit. "Ujian?" Asmar mengangguk. "Para penyerang itu tidak datang untuk menghancurkan akademimu. Mereka datang untuk mengukur kekuatan murid-murid di sana… dan mencari seseorang yang cukup kuat untuk tujuan mereka." Jantung Kael berdegup lebih cepat. "Mereka… sedang mencari seseorang?" "Ya," jawab Asmar dengan tenang. "Dan kau salah satu yang mereka incar." Ruangan terasa semakin sunyi. Kael ingin menyangkal, tapi semuanya mulai masuk akal. Serangan mendadak, cara musuh menghilang begitu cepat, pengkhianat di dalam akademi… semuanya terasa seperti bagian dari rencana yang lebih b

  • Pendekar Pedang Naga   32. Akademi di Serang

    Kael dan Arsel berdiri diam di tengah kegelapan, mencoba mencari tanda-tanda kehadiran sosok yang mereka kejar. Namun, bayangan itu benar-benar menghilang—seolah-olah ditelan oleh malam. "Tidak mungkin," bisik Arsel. "Aku yakin dia ada di sini beberapa detik yang lalu." Kael menggenggam pedangnya lebih erat. "Ini bukan pertama kalinya seseorang menghilang begitu saja. Kita sedang berhadapan dengan seseorang yang tidak biasa." Arsel mengangguk. "Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati." Mereka berdua mundur perlahan, memutuskan untuk kembali ke kamar sebelum seseorang menyadari keberadaan mereka di luar asrama. Namun, tepat saat mereka berbalik, sesuatu menarik perhatian Kael. Di tanah, di tempat bayangan itu menghilang, ada secarik kain hitam tersangkut di ranting semak. Kael berlutut dan mengambilnya. Kain itu terasa kasar, seolah berasal dari jubah berat yang sering digunakan untuk perjalanan jauh atau penyamaran. Namun, yang membuatnya lebih menarik adalah bau samar

  • Pendekar Pedang Naga   31. Pesan Misterius

    Di akademi, persiapan untuk Kompetisi Antar Akademi semakin intens. Setiap tingkat diharuskan mengajukan perwakilan terbaik mereka untuk bertanding dalam berbagai cabang—pertarungan, strategi, dan kecepatan berpikir. Para murid sibuk berlatih, aula utama dipenuhi suara dentingan senjata, percikan energi sihir, serta diskusi serius tentang taktik dan strategi.Kael, yang sebelumnya terganggu oleh pikirannya tentang para bandit, mencoba fokus. Ia tahu bahwa kompetisi ini adalah kesempatan besar—bukan hanya untuk membuktikan kemampuannya, tetapi juga untuk menjadi lebih kuat."Baiklah, semua berkumpul!" suara Guru Besar menggema di halaman akademi, memanggil para murid terbaik dari setiap tingkat. "Kami akan mengumumkan siapa saja yang terpilih untuk mewakili akademi dalam kompetisi tahun ini!"Kerumunan langsung hening. Semua menahan napas, menunggu pengumuman itu.Kael mengepalkan tangannya. Apakah ia cukup layak untuk dipilih? Atau justru harus menonton dari pinggir lapangan?Guru Bes

  • Pendekar Pedang Naga   30. Pencarian Yang Sia-sia

    Malam itu, mereka kembali ke asrama. Mereka tidak banyak bicara, hanya beristirahat setelah hari yang melelahkan. Kael berdiri di dekat jendela, menatap bulan. Pertandingan Antar Akademi sudah dekat. Latihan mereka mungkin telah berakhir, tetapi pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai.Guru besar memberikan waktu untuk bersiap. Kael memanfaatkan waktu luang untuk kembali mencari informasi tentang para bandit. Sudah lama ia tidak pergi ke tempat itu, dan pikirannya terus dipenuhi rasa penasaran. Saat ia bersiap untuk pergi, Arsel, sahabatnya, memperhatikannya dengan curiga. "Kau mau ke mana, Kael?" tanyanya, menyilangkan tangan di dada. "Ke tempat kemarin, di gang dekat pasar," jawab Kael sambil menyesuaikan sarung pedangnya. Arsel mengerutkan kening. "Apa kau masih menyelidiki para bandit?" Kael mengangguk. "Iya. Aku penasaran, jadi aku akan kembali ke sana." Arsel mendesah, lalu tersenyum tipis. "Aku ikut." Tanpa menunggu persetujuan, ia sudah menyambar senjatanya

  • Pendekar Pedang Naga   29. Persiapan Pertandingan

    Hari-hari berikutnya menjadi neraka bagi Kael dan timnya. Setiap pagi, mereka harus berlari melintasi gunung di belakang akademi. Siang hari dihabiskan dengan latihan fisik brutal, mengangkat batu besar, menahan postur bertarung selama berjam-jam, dan serangan tanpa henti ke balok kayu hingga tangan mereka mati rasa. Sore harinya, latihan teknik dimulai. Guru Besar menghadapkan mereka pada berbagai skenario pertempuran—melawan banyak musuh, menghadapi tekanan tanpa istirahat, bahkan pertarungan dalam kegelapan. "Dalam Pertandingan Antar Akademi, tidak ada yang akan menyesuaikan diri dengan kelemahan kalian," kata Guru Besar. "Jika ingin menang, kalian harus bisa bertarung dalam kondisi apa pun." Di hari kelima, Kael mulai merasakan batas fisiknya. Kakinya nyaris tidak bisa berdiri, tangannya gemetar, dan napasnya terasa berat. Guru Besar tidak membiarkannya berhenti. "Bangun, Kael. Lawanmu belum tumbang." Kael terhuyung, tetapi ia memaksa tubuhnya berdiri. Lawan di depa

  • Pendekar Pedang Naga   28. Latihan dibawah Guru Besar

    Saat sorakan kemenangan masih menggema, Guru Besar berdiri dari tempat duduknya. Tatapannya terfokus pada Kael dan timnya. Para murid lain mungkin hanya melihat sekelompok anak berbakat yang memenangkan kompetisi, tetapi Guru Besar melihat lebih dari itu. Mereka bukan hanya kuat—mereka memiliki potensi yang luar biasa. Terutama Kael. "Aku harus mengawasi mereka lebih dekat," gumamnya. Tanpa menunggu lama, Guru Besar turun ke arena. Kael dan timnya baru saja selesai merayakan kemenangan mereka ketika suasana tiba-tiba menjadi hening. Semua murid menunduk hormat saat Guru Besar berjalan mendekati mereka. Kael menegakkan tubuhnya, bersiap menghadapi apa pun yang akan dikatakan. "Kael. Arsel. Rael. Daren." Suara Guru Besar menggema di seluruh arena. "Kalian telah menunjukkan sesuatu yang tidak dimiliki murid lain—kerja sama, strategi, dan tekad yang kuat." Kael dan yang lainnya saling berpandangan, tidak yakin ke mana arah pembicaraan ini. Lalu, Guru Besar menatap me

  • Pendekar Pedang Naga   27. Kemenangan Tak Terduga

    Sebelum Kael bisa mengatakan apa pun, Guru Besar menarik napas panjang dan mengurangi tekanannya. "Aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan… tapi ingat satu hal." Ia menatap Kael dengan serius. "Jika kekuatanmu bukan berasal dari akademi, maka cepat atau lambat… seseorang akan datang mencarimu." Kael menelan ludah. Ia tidak tahu apakah ini peringatan… atau ancaman. Satu hal yang pasti—Guru Besar mulai curiga. Dan itu berarti… Kael harus lebih berhati-hati mulai sekarang.Kael berjalan kembali ke ruang istirahat dengan pikiran yang penuh. Percakapan dengan Guru Besar tadi masih terngiang di kepalanya. "Jika kekuatanmu bukan berasal dari akademi, maka cepat atau lambat… seseorang akan datang mencarimu." Apa maksud dari peringatan itu? Saat ia masuk ke ruangan, Arsel langsung menghampirinya. "Hei, apa yang Guru Besar inginkan?" tanyanya penasaran. Rael dan Daren juga menoleh, menunggu jawaban. Kael menghela napas dan duduk di kursinya. "Tidak banyak. Dia hanya pena

  • Pendekar Pedang Naga   26. Kekuatan Naga Hitam

    Pemimpin Serigala Hitam terhuyung setelah serangan Kael menghantamnya dengan telak. Teknik bayangan yang menjadi andalan mereka mulai menghilang! Sorakan penonton menggema di seluruh arena. Pertarungan belum sepenuhnya selesai. Dua anggota Serigala Hitam masih berdiri, meskipun mereka kini kehilangan keunggulan taktik mereka. Kael tidak memberi mereka kesempatan untuk pulih! Dengan kecepatan luar biasa, ia menyusul salah satu lawan yang mencoba kabur ke belakang. "Kau tidak bisa lari!" Kael melompat, mendaratkan serangan keras ke dada lawannya! BRUGH! Lawan itu terpental keluar arena. "Peserta Serigala Hitam tereliminasi!" seru wasit. Kini hanya tersisa satu lawan terakhir. Sisa anggota tim Serigala Hitam menggertakkan giginya, matanya penuh ketakutan. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa seluruh timnya telah tumbang. "Tsk… Aku tidak akan kalah tanpa perlawanan!" teriaknya sambil menghunus senjatanya, sebelum ia sempat bergerak—Kael sudah ada di hadapannya! "Te

  • Pendekar Pedang Naga   25. Kekuatan Bayangan

    Serangan tim Serigala Hitam semakin intens! Mereka menggunakan ilusi, serangan bayangan, dan kecepatan luar biasa untuk mengacaukan formasi tim Kael. Kael merasa kesulitan—lawannya terus muncul dan menghilang, membuatnya sulit membaca arah serangan berikutnya. "Jika terus seperti ini, kita akan kalah tanpa sempat menyerang balik!" pikir Kael. Arsel menghindari serangan yang datang dari belakangnya dan berteriak, "Jangan terpancing! Mereka ingin kita menyerang asal-asalan!" Daren tetap tenang, matanya fokus membaca pola serangan musuh. "Ada jeda setengah detik setiap kali mereka berteleportasi… itu celahnya." Kael langsung menangkap maksud Daren. "Baik, kita ubah strategi!" Saat salah satu anggota Serigala Hitam muncul untuk menyerang, Kael berpura-pura terpojok. Lawan itu tertipu dan langsung maju untuk menyelesaikan serangan—tapi itu kesalahan fatal. Rael, yang sudah bersembunyi di bayangan, langsung menyerang dengan cepat! "Kena kau!" Serangan Rael menghantam tel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status