“Lama banget belanjanya, ma?”
Intan menatap Andi yang fokus dengan tabletnya “Ngobrol sama tetangga sebelah jadi lupa waktu.” “Faisal itu belum nikah, kan?” tanya Andi menghentikan kegiatannya dengan menatap sang istri. “Papa nggak ada niatan buat jodohin Luna sama Faisal, kan? Mereka itu beda jauh, pa. Faisal itu kalau nggak salah seumuran sama Raka.” “Daripada Audrey meratapi hubungannya yang kandas. Papa heran cowok model begitu masih aja ditangisi, lagian anak kok ngeyel sama orang tua.” Andi menggelengkan kepalanya. “Luna itu papa banget, keras.” Luna yang mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepalanya, melangkahkan kakinya mendekati meja makan tidak lupa mencium pipi Andi sebelum duduk disalah satu meja. Menatap hidangan yang ada dihadapannya, tidak ada yang membuatnya lapar atau lebih tepatnya sedang melakukan puasa yang sedang trend saat ini. “Kemana hari ini?” tanya Intan yang duduk dihadapan Luna. “Toko roti, kenapa? Harusnya sih subuh tapi masih ada yang harus dilakukan.” Luna menjawab sambil menghabiskan minumannya “Mama ada perlu?” “Kamu nggak ada keinginan membuka hati? Mencari pengganti cowok itu.” Intan mengatakan dengan sedikit keraguan. “Kamu harus membuka hati, biar nggak sedih terus.” Andi menambahkan kalimat Intan. “Memang aku terlihat menyedihkan? Papa dan mama, aku malah pengen nggak nikah aja.” Luna mengatakan dengan santai. “APA?!” teriak kedua orang tuanya bersamaan. “Mana ada begitu? Mama nggak setuju!” “Papa juga! Papa pengen jadi wali kamu mumpung masih hidup.” Luna menatap tidak percaya atas kompaknya kedua orang tua jika berhubungan dengan pilihan anaknya dan tidak sesuai dengan keinginan mereka, bayangan di masa tua seakan selalu bermain di kepalanya setelah kegagalan itu. “Kamu trauma?” tanya Intan hati-hati. Luna menggelengkan kepalanya “Malas saja berhubungan sama cowok.” “Faisal gimana? Kalian sudah saling kenal, lagian Faisal juga masih single.” Andi kembali mengatakan hal yang sama. “Nggak mau! Aku nggak mau sama Faisal.” Luna menolak langsung. Faisal, tetangga sebelah rumah. Mereka sudah mengenal dari kecil, Faisal berteman dengan Raka yang tidak lain kakaknya. Luna sendiri berteman dengan adiknya Faisal, Nuri. Hubungan mereka sangat dekat, bahkan Nuri selalu meminta Luna menemani dalam hal apapun tapi sekarang sudah menikah karena memang memutuskan menikah muda. “Papa kan pengen gendong cucu.” “Papa sama mama sudah punya dua cucu, masih kurang? Kalau kurang minta Mas Raka hamilin istrinya lagi. Luna mau siap-siap, kalau dengerin mama sama papa bisa pusing. Papa nggak berangkat ke kampus?” “Gara-gara kamu! Papa hampir telat.” Luna membuka mulutnya tidak percaya mendengar kalimat papanya, menggelengkan kepalanya ketika Andi mencium kening Luna, memilih masuk kedalam kamar untuk menyiapkan dirinya. Toko roti adalah toko yang dibuat sejak kuliah, awalnya hanya membuka pesanan semakin lama pesanannya semakin banyak, membuat Luna memutuskan membuka toko kecil. Menyewa ruko yang letaknya tidak jauh dari rumah, dekat dengan perkantoran membuat tokonya semakin ramai. Letaknya yang strategis, tidak hanya itu dukungan dari keluarga adalah faktor utama. Menatap aktivitas karyawannya saat ini seketika senyum lebar tampak di wajahnya, langkah kakinya langsung menuju tempat produksi. “Banyak yang beli?” Intan menatap seluruh toko. “Alhamdulillah. Mama ada apa kesini?” tanya Luna menatap sang mama yang secara tiba-tiba datang. “Memang nggak boleh datang kesini?” Intan menatap tidak suka pada Luna yang hanya bisa meringis “Mama mau ambil beberapa roti buat dibawa acara PKK ya.” Luna memilih menganggukkan kepalanya, kebiasaan sang mama yang datang ke toko untuk mengambil roti setiap ada acara. Setidaknya sudah mempersiapkan kemungkinan semalam ini, bahkan kalau masih ada sisa pastinya Luna akan bagi ke karyawan atau kasih ke orang yang nggak mampu dimanapun dia temuin. “Mbak Eni bilang kalau kesel sama Faisal, masa belum ada hilal bawa cewek ke rumah. Raka bilang Faisal cuman butuh waktu aja, mama penasaran cewek macam apa yang disukai sama Faisal.” “Kenapa harus buru-buru nikah sih? Siapa tahu Mas Faisal belum menemukan yang sreg atau mau fokus sama pekerjaannya.” “Kamu pernah bicara sama Faisal?” Intan menatap penuh selidik. “Nggak sama sekali! Kenapa mama jadi kepo banget sama urusan mereka?” Luna menggelengkan kepalanya. “Kita itu penasaran wanita seperti apa yang disukai Faisal karena sama sekali nggak pernah dibawa kerumah, bahkan mas kamu aja nggak tahu model cewek yang disukai Faisal.” “Mas Raka malas ribet.” Luna berjalan meninggalkan sang mama yang masih berpikir. Luna sangat tahu jika kakaknya itu sangat tahu tentang rahasia Faisal, tapi malas berhadapan dengan orang tua mereka. Luna pernah bertemu sama Faisal dengan ceweknya kapan itu, ketika dirinya masih menjalin hubungan dengan mantan laknatnya. “Kamu nggak pulang?” tanya Intan ketika melihat Luna masih terlihat sibuk. “Mama pulang dulu, aku masih ada yang harus dilakukan.” Luna menjawab tanpa menatap sang mama. Hembusan napas panjang dikeluarkan saat mendengar suara langkah menjauh, keberadaan mamanya akan membuatnya tidak fokus. Menatap beberapa pesanan yang sudah masuk membuat Luna harus memastikan semuanya, bukan hanya bahan tapi mental pegawainya. “Mbak, ada yang mau ketemu.” “Siapa?” Luna mengingat rasanya tidak pernah membuat janji dengan siapapun. “Mas ganteng yang kapan itu.” Luna paham siapa yang dimaksud pegawainya, memilih menutup pekerjaannya dengan mendatangi sang tamu. Tamu yang menjadi bahan pembicaraan orang tuanya dari pagi, ralat bukan pagi saja tapi setiap hari, dimana membahas tentang Faisal tidak ada habisnya. “Ada apa, mas?” tanya Luna menatap Faisal yang langsung berbalik badan. “Stok roti kamu habis?” “Memang mas butuh buat apa? Di belakang ada, tapi nggak tahu cocok sama mas atau nggak.” Faisal menggaruk kepalanya yang tidak gatal “Mau kasih cewek aku, lagi ngambek soalnya aku lupa kalau ada janji.” Luna menggelengkan kepalanya “Apa aja ya? Kalau yang sesuai sama ceweknya mas belum tentu ada.” Luna masuk kedalam menatap roti yang masih ada, mengambil beberapa dan membawa kedepan. Faisal yang melihat Luna keluar seketika tersenyum lebar, mengeluarkan uang karena tampaknya transaksi sudah selesai. Luna menghitung dan membungkusnya dengan cepat, tidak ada pembicaraan saat Luna melakukan pekerjaannya. “Mas nggak bilang kalau ada cewek?” Luna membuka pembicaraan. “Nggak, orang tua nggak akan setuju. Kamu tahu gimana mama, belum papa.” Faisal menggelengkan kepalanya “Kamu udah baik-baik saja?” Luna mengerutkan keningnya “Baiklah, mas. Aku nggak mungkin meratapi hubungan yang belum jelas. Beda cerita kalau hubungan ini pernikahan dan ada anak didalam sana. Mas memang nggak mau serius sama Mbak Rachel?” “Banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Kamu sendiri kapan membuka hati?” “Jalanin aja sekarang, mas. Lagian aku nggak ada target menikah sekarang, kalau dapat yang cocok mungkin bisa langsung.” “Makasih, kamu memang bisa diandalkan.” “Harusnya kasih bayaran lebih, mas.” “Nanti aku traktir makanan kesukaan kamu. Aku pergi dulu, keburu Rachel makin marah.” “Good luck, mas.”“Memang kamu nggak mau kasih ibu dan bapak cucu? Raka aja udah ada anak, masa kamu masih mau sendiri?” “Ibu sudah ada cucu dari Nuri, kurang?” “Bukan dari kamu, mas!” “Apa bedanya, bu?” Faisal menatap malas mendengar perdebatan yang sama.“Beda! Ibu bilang beda ya pasti beda!” Eni menatap kesal pada Faisal “Kamu cari cewek kaya gimana? Apa mau sama Luna?” “Ibu yang benar aja? Luna udah aku anggap kaya Nuri, Luna juga baru patah hati masa harus begini?” Faisal menggelengkan kepalanya.“Bagus kalau dia jadi istri kamu, Nuri pasti senang. Raka bisa percaya kamu menjaga Luna dengan baik. Apa yang kurang dari dia? Pandang Luna sebagai wanita bukan adik seperti Nuri.” Eni memberikan gambaran yang hanya ditanggapi dengan gelengan kepalanya.“Aku berangkat.” Faisal mencium punggung tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat.Tatapan Faisal beralih ke tetangga samping, mobil Luna dan papanya masih ada dan itu artinya mereka masih betah didalam. Faisal sangat tahu pastinya Luna masih dala
“Mobil kenapa?” Luna menghentikan langkahnya ketika melihat papanya sudah siap dengan pakaian olahraga “Papa mau kemana? Olahraga sama siapa?” “Faisal dan papanya, Raka bentar lagi datang. Mobil kenapa? Kamu telat service?” Andi menatap penuh selidik yang diangguki Luna dengan senyum bersalah “Kamu naik apa ke toko?”“Mobil papa memang dipakai? Papa kan pergi sama tetangga dan Mas Raka, jadi aku pakai mobil papa aja.” Andi menggelengkan kepalanya “Mama kamu mau pakai, ketemuan sama teman-temannya. Kamu pakai punya Raka aja.” “Naik kendaraan online aja.” Luna malas jika meminjam mobil kakaknya, Raka. Sebenarnya enak, tapi Raka akan minta segera balik karena harus menghabiskan waktu dengan istri dan anaknya di rumah orang tua istrinya. Menikmati sarapannya dalam diam, tanpa ada gangguan siapapun sampai suara yang sangat dikenal masuk kedalam rumah.“Kamu ngapain kesini?” Luna mengerutkan keningnya menatap Nuri duduk dihadapannya.“Aku udah minta ijin sama Mas Ali buat ke tokomu, me
“Kamu apanya Faisal?” Luna mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan wanita yang menjadi kekasih, ralat mantan kekasih tetangganya yang juga sahabat kakaknya. Hubungan mereka memang membingungkan, tapi lebih membingungkan ketika wanita datang ke toko hanya bertanya hubungan mereka berdua.“Kenapa, mbak?” tanya Luna sopan.“Kalian berdua itu ada hubungan apa? Faisal sering beli roti disini, pasti kalian punya hubungan lebih karena nggak mungkin bisa beli di satu toko terlalu sering bahkan pakai promosiin segala.” Rachel berkata sambil menatap sekitar.“Kenapa mbak nggak tanya sama orangnya sendiri?” tanya Luna masih dengan nada sopan sambil menahan emosi.“Apa sulitnya jawab pertanyaan yang saya berikan?” Rachel menatap tajam pada Luna.“Saya juga nggak ada kewajiban menjawab pertanyaan anda. Anda yang mempunyai hubungan dengan dia, harusnya bisa tanya secara langsung. Disini hanya toko kue, melayani orang-orang yang membeli kue bukan masalah percintaan. Kalau tidak ada yang dibeli m
“Kamu mencari aku selama ini, apa ada hubungan sama kehamilan ini?” Rachel menganggukkan kepalanya penuh kepastian “Aku mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Faisal menatap tidak suka dan seakan paham dengan arah pembicaraan Rachel “Aku nggak pernah melakukan itu sama kamu.” Rachel menghembuskan napas panjangnya “Kita pernah...”“Nggak! Ciuman adalah batas maksimal yang...”“Pegang alat aset? Lupa?” potong Rachel “Kita manusia dewasa jadi...”“Memang tapi nggak sampai...lagian kenapa kamu nggak Minta sama pria kemarin?” Faisal memotong kalimat Rachel dengan tatapan tajam.“Bukan dia.” Rachel menundukkan kepalanya.“Lalu? Berapa banyak pria yang melakukan sama kamu?” Faisal menatap tidak percaya.“Mertuanya kakakku,” jawab Rachel tanpa menatap Faisal yang membelalakkan matanya “Makanya aku nggak bisa minta dinikahin, pernikahan hanya status dihadapan orang tua dan keluarga.” “Kamu nggak lupa kalau masih ada permasalahan lain? Kita berbeda keyakinan, orang tua aku pasti nggak aka
“Kamu mencari aku selama ini, apa ada hubungan sama kehamilan ini?” Rachel menganggukkan kepalanya penuh kepastian “Aku mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Faisal menatap tidak suka dan seakan paham dengan arah pembicaraan Rachel “Aku nggak pernah melakukan itu sama kamu.” Rachel menghembuskan napas panjangnya “Kita pernah...”“Nggak! Ciuman adalah batas maksimal yang...”“Pegang alat aset? Lupa?” potong Rachel “Kita manusia dewasa jadi...”“Memang tapi nggak sampai...lagian kenapa kamu nggak Minta sama pria kemarin?” Faisal memotong kalimat Rachel dengan tatapan tajam.“Bukan dia.” Rachel menundukkan kepalanya.“Lalu? Berapa banyak pria yang melakukan sama kamu?” Faisal menatap tidak percaya.“Mertuanya kakakku,” jawab Rachel tanpa menatap Faisal yang membelalakkan matanya “Makanya aku nggak bisa minta dinikahin, pernikahan hanya status dihadapan orang tua dan keluarga.” “Kamu nggak lupa kalau masih ada permasalahan lain? Kita berbeda keyakinan, orang tua aku pasti nggak aka
“Kamu apanya Faisal?” Luna mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan wanita yang menjadi kekasih, ralat mantan kekasih tetangganya yang juga sahabat kakaknya. Hubungan mereka memang membingungkan, tapi lebih membingungkan ketika wanita datang ke toko hanya bertanya hubungan mereka berdua.“Kenapa, mbak?” tanya Luna sopan.“Kalian berdua itu ada hubungan apa? Faisal sering beli roti disini, pasti kalian punya hubungan lebih karena nggak mungkin bisa beli di satu toko terlalu sering bahkan pakai promosiin segala.” Rachel berkata sambil menatap sekitar.“Kenapa mbak nggak tanya sama orangnya sendiri?” tanya Luna masih dengan nada sopan sambil menahan emosi.“Apa sulitnya jawab pertanyaan yang saya berikan?” Rachel menatap tajam pada Luna.“Saya juga nggak ada kewajiban menjawab pertanyaan anda. Anda yang mempunyai hubungan dengan dia, harusnya bisa tanya secara langsung. Disini hanya toko kue, melayani orang-orang yang membeli kue bukan masalah percintaan. Kalau tidak ada yang dibeli m
“Mobil kenapa?” Luna menghentikan langkahnya ketika melihat papanya sudah siap dengan pakaian olahraga “Papa mau kemana? Olahraga sama siapa?” “Faisal dan papanya, Raka bentar lagi datang. Mobil kenapa? Kamu telat service?” Andi menatap penuh selidik yang diangguki Luna dengan senyum bersalah “Kamu naik apa ke toko?”“Mobil papa memang dipakai? Papa kan pergi sama tetangga dan Mas Raka, jadi aku pakai mobil papa aja.” Andi menggelengkan kepalanya “Mama kamu mau pakai, ketemuan sama teman-temannya. Kamu pakai punya Raka aja.” “Naik kendaraan online aja.” Luna malas jika meminjam mobil kakaknya, Raka. Sebenarnya enak, tapi Raka akan minta segera balik karena harus menghabiskan waktu dengan istri dan anaknya di rumah orang tua istrinya. Menikmati sarapannya dalam diam, tanpa ada gangguan siapapun sampai suara yang sangat dikenal masuk kedalam rumah.“Kamu ngapain kesini?” Luna mengerutkan keningnya menatap Nuri duduk dihadapannya.“Aku udah minta ijin sama Mas Ali buat ke tokomu, me
“Memang kamu nggak mau kasih ibu dan bapak cucu? Raka aja udah ada anak, masa kamu masih mau sendiri?” “Ibu sudah ada cucu dari Nuri, kurang?” “Bukan dari kamu, mas!” “Apa bedanya, bu?” Faisal menatap malas mendengar perdebatan yang sama.“Beda! Ibu bilang beda ya pasti beda!” Eni menatap kesal pada Faisal “Kamu cari cewek kaya gimana? Apa mau sama Luna?” “Ibu yang benar aja? Luna udah aku anggap kaya Nuri, Luna juga baru patah hati masa harus begini?” Faisal menggelengkan kepalanya.“Bagus kalau dia jadi istri kamu, Nuri pasti senang. Raka bisa percaya kamu menjaga Luna dengan baik. Apa yang kurang dari dia? Pandang Luna sebagai wanita bukan adik seperti Nuri.” Eni memberikan gambaran yang hanya ditanggapi dengan gelengan kepalanya.“Aku berangkat.” Faisal mencium punggung tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat.Tatapan Faisal beralih ke tetangga samping, mobil Luna dan papanya masih ada dan itu artinya mereka masih betah didalam. Faisal sangat tahu pastinya Luna masih dala
“Lama banget belanjanya, ma?” Intan menatap Andi yang fokus dengan tabletnya “Ngobrol sama tetangga sebelah jadi lupa waktu.” “Faisal itu belum nikah, kan?” tanya Andi menghentikan kegiatannya dengan menatap sang istri.“Papa nggak ada niatan buat jodohin Luna sama Faisal, kan? Mereka itu beda jauh, pa. Faisal itu kalau nggak salah seumuran sama Raka.” “Daripada Audrey meratapi hubungannya yang kandas. Papa heran cowok model begitu masih aja ditangisi, lagian anak kok ngeyel sama orang tua.” Andi menggelengkan kepalanya.“Luna itu papa banget, keras.” Luna yang mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepalanya, melangkahkan kakinya mendekati meja makan tidak lupa mencium pipi Andi sebelum duduk disalah satu meja. Menatap hidangan yang ada dihadapannya, tidak ada yang membuatnya lapar atau lebih tepatnya sedang melakukan puasa yang sedang trend saat ini.“Kemana hari ini?” tanya Intan yang duduk dihadapan Luna.“Toko roti, kenapa? Harusnya sih subuh tapi mas