“Kita nggak ada hubungan apa-apa, lagian tumben pada dengerin tetangga? Biasanya mama dan ibu termasuk cuek kalau ada gosip-gosip begitu.” Faisal menatap kedua wanita bergantian.
“Beda, gosip itu nggak ada hubungan sama keluarga kita.” Eni menanggapi Faisal yang diangguki Intan.Faisal mengusap wajahnya kasar, menatap Luna yang memilih diam padahal tadi dia yang meminta agar masalah ini cepat selesai.“Ibu dan mama tersayang. Kita berdua nggak ada hubungan apa-apa, aku anggap Luna sudah kaya Nuri dan pastinya Luna juga menganggap aku kaya Raka. Bener kan, Lun?” Luna menganggukkan kepalanya cepat dan tampak bersungguh-sungguh.“Ma, gosip akan berlalu dengan sendirinya. Ngapain diambil hati? Luna banyak pesanan, belum lagi harus buat menu baru, mau akhir bulan jadi harus hitung semua. Luna nggak ada waktu bahas beginian! Kita berdua udah kasih tahu kalau nggak ada apa-apa, hubungannya sama kaya dulu dan sa“Kalian dekat sekarang?” Faisal mengerutkan kening mendengar pertanyaan Heri, seketika mengangkat bahu “Antar jemput saja, nggak ada hubungan lebih. Memang salah? Lagian satu jalanan, aku juga nggak antar sampai pagar.” Heri menggelengkan kepalanya “Nggak salah, masalahnya adalah kalian jadi bahan pembicaraan satu kantor, satu lagi Nisa itu diam-diam suka sama kamu.” “Aku udah bilang kalau apa yang terjadi sekarang hanya sebatas teman, lagian kalau aku nggak bisa juga nggak antar jemput.” Faisal melakukan pembelaan. “Kamu nggak jemput kasih tahu dia?” Faisal menganggukkan kepalanya tanpa keraguan “Kamu berhenti deh, takutnya Nisa semakin berharap sama kamu.” Heri memang benar, tapi bukannya membantu orang lain tidak ada yang salah. Menatap Heri yang menggelengkan kepalanya tanpa ragu, hembusan napas panjang dikeluarkan Faisal ketika memang harus menghentikan semuanya.
“Cari penyakit memang.” “Siapa yang cari penyakit Mas Faisal atau Zaky?” tanya Luna menatap Raka yang berbaring di ranjangnya. “Dua-duanya.” Raka memutar bola matanya malas “Faisal belum pulang?” menatap kamar yang ada di seberang kamar Luna “Suka pulang malam sekarang?” “Punya cewek baru nggak sih, mas?” tanya Luna menatap Raka penuh selidik. “Putus sama Rachel karena selingkuh dan hamil anaknya mertua kakaknya.” Raka mengatakan tanpa beban dengan Luna membelalakkan matanya “Kapan itu cerita sambil ngomel.” “Nasib percintaan dia nggak ada yang bagus,” ucap Luna menatap sedih kearah kamar Faisal. “Kamu sendiri gimana? Kapan mau move on dari Zaky?” Luna menatap kesal kearah Raka “Nggak usah bahas begituan, aku mau senang-senang dulu. I’m single and happy, banyak yang mau aku lakuin.” “Ingat umur! Mama pusing itu mikir kamu
“Beneran?” Luna memijat kepalanya yang mulai terasa pusing, kedatangan tetangga sebelah atau lebih tepatnya ketika sang mama langsung menghubungi mereka setelah kalimat yang keluar dari kakak iparnya. Tersangka hanya menahan tawa melihat dirinya tersiksa, tidak hanya Luna yang ada disana tapi juga Faisal diminta datang. “Kenapa?” bisik Faisal tepat di telinga Luna. “Mas tanya aja langsung sama istri soulmatemu.” Luna melirik Risa yang masih menahan tawa. “Apa yang Risa bilang?” tanya Faisal lagi. “Kapan enaknya acara tunangan? Tapi belum lamaran juga kita, enaknya kapan?” Eni mengatakan dengan nada senang kearah Intan yang terlihat berpikir. “Bu, jangan heboh dulu! Faisal sama Luna belum bicara apapun.” Herman menghentikan kehebohan yang membuat suasana menjadi hening “Kalian jelaskan! Dua kali buat kehebohan dan bapak rasa semua ini nggak main-main.”
“Toko kamu makin besar aja.” Melepaskan pelukan Ismi yang menatap tokonya seakan menyelidiki sesuatu, menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya. Mereka tidak bertemu hampir tiga tahun, Ismi memilih melanjutkan pendidikan di luar negeri setelah mendapatkan beasiswa, sedangkan Luna tetap berada di tempat. “Mana calon kamu?” Luna menatap Ismi sambil melihat sekitar. “Nanti dia jemput, aku udah cerita banyak tentang dia. Nuri gimana? Anaknya berapa? Dia beneran nikah?” Ismi bertanya sambil menimati roti buatan Luna “Enak ini, ada? Aku mau beli.” “Nuri udah punya anak, jarak nikahnya sama Mas Raka nggak beda jauh. Sekarang dia tinggal di Yogyakarta ngikut suaminya. Mau rotinya? Free, produk baru itu. Kasih review jujur nanti ya.” Luna mengatakan dengan tatapan senang melihat ekspresi puas dari Ismi ketika menikmati roti buatannya. “Tinggal kamu sama Mas Faisal? Hubungan kalian gima
“Nggak papa aku ikut?” “Mas tanya lagi dapat piring cantik.” Luna menatap kesal kearah Faisal yang hanya tertawa “Mas nggak ada jadwal kencan? Cewek kemarin?” “Rekan kerja, Lun. Nggak percaya tanya aja sama Heri.” “Dia suka sama mas.” Faisal menganggukkan kepalanya “Mas tahu?” “Dia bilang, salah aku juga sih kasih tebengan jadi dia makin salah paham.” Faisal menatap sekilas kearah Luna. Melihat penampilan Luna sudah pastinya banyak berubah dibandingkan dulu, tapi bagi Faisal tetap sama seperti dulu yang menggemaskan, walaupun begitu tetap saja terkadang di mata Faisal terlihat dewasa, seperti sekarang. “Kenapa nggak komen?” Faisal penasaran ketika tidak mendapatkan tanggapan dari Luna. “Mas sudah tahu kesalahan jadi buat apa kasih tahu.” Luna mengatakan dengan sangat santai “Mas yakin nggak suka sama dia? Cantik loh, mas.”
“Tadi itu Dewi? Dewi mantan terindah, mas?” Faisal memilih menganggukkan jawaban atas pertanyaan Luna, pertemuan yang sangat mengejutkan. Luna mengatakan jika bukan keluarga dari Ismi, artinya saudara dari calonnya Ismi, tidak menyangka akan bertemu di tempat tersebut. “Cantik ya?” “Cantik kamu.” Luna mencebik kalimat Faisal “Lagian mas itu aneh. Dewi secantik itu move on cepat sedangkan sama aku...” “Kamu special.” Faisal memotong kalimat Luna. “Nasi goreng kali special.” Luna mencibir Faisal yang langsung memegang tangan Luna “Apa ini pegang-pegang?” “Nggak boleh? Mau kemana ini? Masa pulang langsung, memang nggak mau menghabiskan waktu dulu?” Faisal menggenggam erat tangan Luna dibawa ke bibir dengan dicium lembut punggungnya “Hubungan sama Dewi sudah berakhir, kami berakhir baik-baik.” Faisal tidak mungkin mengatakan
“Serius itu mantannya Mas Faisal?” Luna menganggukkan kepalanya “Udah lama sih, mungkin ada setahun kita pisah. Hubungannya juga lumayan lama, tapi pas mereka putus aku jadian sama Zaki.” “Mbak Dewi itu sepupu dekatnya Akbar, belum nikah keknya.” Ismi mencoba mengingat Dewi, tapi mengatakan sedikit ragu. Luna menatap tidak percaya “Masa?” “Mas Faisal nggak cerita?” Luna menggelengkan kepalanya “Nggak penting, mungkin.” Ismi mungkin benar, Dewi tampaknya tidak penting bagi Faisal. Pertemuan kemarin tampak biasa saja, mereka berbicara selayaknya teman dimana seakan tidak pernah terjadi hal pribadi diantara mereka. Pemikiran Luna adalah hubungan mereka itu hanya pelarian, menggelengkan kepalanya dimana tampak tidak mungkin Faisal melakukan ini semua. “Udah nikah,” ucap Ismi sambil memukul lengan Luna yang membuatnya terkejut “Akbar bilang kalau suaminya di laut.”
“Makasih udah kasih harga diskon, Lun.” “Apa sih yang nggak buat ibu, apalagi ini untuk ulang tahun anaknya Nuri. Kita udah Kaya keluarga sendiri, bu.” “Kamu belum jadi mantu ibu, jadi belum kaya keluarga.” Eni mengatakan dengan santai. Luna menata kotak roti yang dibawanya dari toko, pesanan ibunya Faisal yang akan merayakan ulang tahun anak Nuri. Mereka merayakan di panti asuhan, lebih tepatnya hanya mengirimkan saja tanpa perayaan disana. Mengalihkan fokus dari kalimat ibunya Faisal, Luna tidak mau pembahasan akan semakin lebar. “Mau dibawa kedalam mobil, bu?” tanya Faisal yang keluar dari kamar. Eni menganggukkan kepalanya “Ibu siap-siap dulu, nanti ketemu langsung di restoran siap saji udah ditunggu Nuri disana.” “Ya, bu.” Luna menatap Faisal yang membawa kotak rotinya kedalam mobil, melihat itu membuat Luna melakukan hal yang sama. Men
“Suami Bu Dewi?” “Bukan, saya temannya.” “Dimana suaminya?” “Tugas diluar kota, memang ada apa dengan Dewi?” Faisal menatap perawat yang ada dihadapannya. Faisal mendatangi rumah sakit karena panggilan yang didapatnya dari Dewi, awalnya tidak ingin mengangkat tapi panggilan dilakukan secara terus menerus membuatnya mengangkat dan sekarang dirinya berada di rumah sakit dengan ditemani Heri. Dalam pikirannya adalah kenapa malah menghubungi dirinya bukan sang suami, pastinya mereka lebih membutuhkan suami Dewi dibandingkan dirinya. “Bu Dewi tadi hampir saja mengalami tabrakan, tapi kondisinya baik-baik saja hanya saja hampir saja kehilangan janin yang sedang didalam kandungannya.” Perawat dihadapannya menjelaskan semuanya “Maaf kami hubungi anda karena nama anda dalam panggilan pertama dengan nama lovely, jadi kami menganggap anda adalah suaminya.” Faisal dan Heri s
“Astaga! Kenapa dadakan toh? Luna nggak hamil, kan?” “Ibu mana bisa mikir begituan! Faisal tahu lah gimana caranya nggak hamil duluan! Aw...sakit, bu.” Faisal mengusap lengannya yang mendapatkan cubitan dari sang ibu. “Kamu itu nggak malu sama mamanya Luna?” Eni menatap tajam kearah Faisal yang seketika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Memang kalian sudah melakukan itu?” tanya Intan setelah meredakan rasa shocknya. “Belum, ma.” Faisal membohongi kedua wanita agar tidak semakin menjadi “Faisal jaga Luna kaya Nuri, kalaupun mau ya tunggu nikah.” “Bagus itu! Jangan sampai kalian menikah karena kecolongan.” Eni menatap tajam kearah Faisal yang menelan saliva kasar “Jadi kapan ini acaranya?” “Minggu depan, gimana?” tanya Faisal yang membuat kedua orang tua mereka berdua membelalakkan matanya “Kita udah bicara sama WO buat urus semuanya, kita tinggal duduk tenang
“Udah semua itu, Lun?” Luna menatap belanjaan yang baru saja dibeli tadi bersama dengan Nuri, barang-barang yang dibeli tadi adalah barang-barang yang dipakai setiap hari. Faisal mengeluarkan uang banyak untuk acara lamaran, pembangunan rumah dan nantinya pernikahan. “Udah, kasihan Mas Faisal kalau begini.” Nuri berdecih mendengar kalimat Luna “Mas Faisal itu punya tabungan jadi kamu tenang aja.” “Tetap aja, Nur. Aku belum jadi istrinya masa udah belanja yang mahal-mahal, jaga image lah nanti kalau udah nikah baru minta mahal.” “Dasar, kamu! Tapi nanti jangan lupain aku ya kalau habisin duit mas.” Nuri mengedipkan matanya yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala. Luna tahu jika Nuri tidak akan melakukan itu, walaupun setiap kali datang pastinya akan merampok Faisal minta dibelikan makanan. Langkah kaki mereka menuju food court, kondisi Nuri yang hamil membua
“Kalian itu serius menikah nggak? Masa ditanya masalah lamaran nggak ada yang jawab!” Faisal hampir saja menyemburkan minuman mendengar suara ibunya, menatap sang ibu yang memberikan tatapan tajam. Mereka berdua memang tidak mendengarkan semua yang dikatakan kedua wanita kesayangan, kesibukan menyita semua yang harusnya mereka pikirkan. “Aku sudah minta Luna buat list apa saja yang biasa dia pakai, bu. Aku tanya lagi nanti ke Luna sudah list belum.” “Intan udah kasih tadi, Luna baru saja kasih. Luna bilang nanti dia cari sendiri beberapa, kalian udah bicara? Lamarannya mau diadakan kapan? Kita harus bicara sama keluarga lain. Kapan kalian ada waktu kosong?” “Aku nanti bicara sama Luna, bu.” Faisal memilih mengambil jawaban aman. “Sebenarnya kamu serius sama Luna? Kamu punya perasaan sama Luna? Bukan karena masalah Luna dengan mantannya atau kamu yang lelah diminta ketemu cewek-cewek i
“Maaf, harusnya nggak hubungi kamu.” Faisal menatap Rachel yang berada di ranjang, mengantar ke rumah sakit setelah sampai ke apartemen yang mereka pakai dulu. Faisal sama sekali tidak menyangka mendapati Rachel yang sudah tidak berdaya diatas ranjang, tidak ingin terjadi apa-apa langsung membawa ke rumah sakit. “Kamu belum kasih tahu?” tanya Faisal dengan menatap perut Rachel. “Dia tahu, tapi nggak bisa apa-apa.” “Dia nggak tanggung jawab? Biayai atau apa gitu?” Rachel menggelengkan kepalanya “Cowok brengsek!” “Aku juga salah, Sal. Aku masuk dalam permainan dia, harusnya sadar kalau hubungan itu nggak akan berhasil.” Rachel menatap langit ruangan IGD “Setidaknya dia nggak kenapa-kenapa.” Faisal menatap perut Rachel yang sedang dibelai, hembusan napas panjang dikeluarkan melihat keadaan sang mantan. Seburuknya Rachel tetap saja mereka pernah menjalin hubungan d
“Dewi? Kamu ketemu sama dia dan bilang sama Luna?” “Ya, memang salah? Aku nggak mau ada yang ditutupi, lagian udah selesai juga.” Faisal menjawab santai pertanyaan Heri setelah dirinya bercerita tentang kejadian semalam. “Kamu itu bodoh atau polos? Kamu udah tua, Sal. Hal begituan wanita nggak perlu tahu, mereka pasti berpikir yang nggak-nggak.” “Kita nggak melakukan hal gila, Her.” Faisal tidak terima dengan kalimat Heri yang menuduh dirinya melakukan hal gila dengan Dewi “Hubungan kami berakhir dan benar-benar berakhir.” “Kamu cerita isi pertemuan sama Luna?” Faisal menganggukkan kepalanya “Terus?” “Diam, bahkan masuk rumah juga nggak ngonong apa-apa.” Heri menghembuskan napas panjang “Kamu itu paling pintar disini, tapi urusan asmara itu nol.” Faisal memberikan tatapan tajam “Maksudmu apa? Kamu masih menuduh aku ngapa-ngapain sama Dewi?”
“Aku sama sekali nggak menyangka kalau kamu bakal datang.” “Apa maksud kamu?” Dewi tersenyum tipis “Aku cuman mau mengucapkan terima kasih waktu itu bantuin, aku sama sekali nggak membayangkan kalau nggak ada kamu pas itu.” “Kamu bahagia dengan pernikahan ini?” Faisal menatap dalam ketika memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pernikahan sang mantan dihadapannya, melihat reaksinya jawaban sudah didapat. Pertanyaan yang memang seharusnya tidak keluar dari mulutnya, tapi mengingat perkataan Dewi ketika pertemuan mereka di tempat mobilnya yang berhenti. “Hubungan kita sudah berakhir, keputusan kamu menerima dia adalah yang terbaik. Semua sudah ada jodohnya masing-masing dan harus menerima bagaimana dengan jodoh kita, meskipun kita melakukannya dengan terpaksa di awal.” Faisal melanjutkan kalimatnya ketika melihat Dewi tidak membuka mulutnya. “Kamu sendiri
“Ibu sama mamanya Luna sudah bahas tentang acara lamaran kalian. Kapan rencananya?” “Aku belum bicara sama Luna, bu.” Eni menggelengkan kepalanya melihat Faisal yang tampak santai “Uang kamu habis buat bangun rumah? Bapak sama ibu masih ada uang kalau buat biaya pernikahan kamu.” Faisal menghembuskan napas panjangnya “Masih ada uangnya, bu. Ibu dan bapak tenang saja kalau masalah itu.” “Lalu?” Eni memberikan tatapan menyelidik “Kamu nggak lagi main-main sama kalimat kemarin, kan?” “Nggaklah! Kalau main-main ngapain bangun rumah, bu.” Faisal membantah sambil menggelengkan kepalanya. Tujuannya memang menikah dengan Luna, tapi pertemuan dengan Dewi memberikan rasa penasaran lebih dalam. Hubungan mereka memang berakhir, mengetahui pernikahannya dan harusnya memang sudah selesai. Memilih mengambil berlalu dari hadapan orang tuanya menuju kamar, menatap langit kamar
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap