“Tadi itu Dewi? Dewi mantan terindah, mas?”
Faisal memilih menganggukkan jawaban atas pertanyaan Luna, pertemuan yang sangat mengejutkan. Luna mengatakan jika bukan keluarga dari Ismi, artinya saudara dari calonnya Ismi, tidak menyangka akan bertemu di tempat tersebut.“Cantik ya?”“Cantik kamu.”Luna mencebik kalimat Faisal “Lagian mas itu aneh. Dewi secantik itu move on cepat sedangkan sama aku...”“Kamu special.” Faisal memotong kalimat Luna.“Nasi goreng kali special.” Luna mencibir Faisal yang langsung memegang tangan Luna “Apa ini pegang-pegang?”“Nggak boleh? Mau kemana ini? Masa pulang langsung, memang nggak mau menghabiskan waktu dulu?” Faisal menggenggam erat tangan Luna dibawa ke bibir dengan dicium lembut punggungnya “Hubungan sama Dewi sudah berakhir, kami berakhir baik-baik.”Faisal tidak mungkin mengatakan“Serius itu mantannya Mas Faisal?” Luna menganggukkan kepalanya “Udah lama sih, mungkin ada setahun kita pisah. Hubungannya juga lumayan lama, tapi pas mereka putus aku jadian sama Zaki.” “Mbak Dewi itu sepupu dekatnya Akbar, belum nikah keknya.” Ismi mencoba mengingat Dewi, tapi mengatakan sedikit ragu. Luna menatap tidak percaya “Masa?” “Mas Faisal nggak cerita?” Luna menggelengkan kepalanya “Nggak penting, mungkin.” Ismi mungkin benar, Dewi tampaknya tidak penting bagi Faisal. Pertemuan kemarin tampak biasa saja, mereka berbicara selayaknya teman dimana seakan tidak pernah terjadi hal pribadi diantara mereka. Pemikiran Luna adalah hubungan mereka itu hanya pelarian, menggelengkan kepalanya dimana tampak tidak mungkin Faisal melakukan ini semua. “Udah nikah,” ucap Ismi sambil memukul lengan Luna yang membuatnya terkejut “Akbar bilang kalau suaminya di laut.”
“Makasih udah kasih harga diskon, Lun.” “Apa sih yang nggak buat ibu, apalagi ini untuk ulang tahun anaknya Nuri. Kita udah Kaya keluarga sendiri, bu.” “Kamu belum jadi mantu ibu, jadi belum kaya keluarga.” Eni mengatakan dengan santai. Luna menata kotak roti yang dibawanya dari toko, pesanan ibunya Faisal yang akan merayakan ulang tahun anak Nuri. Mereka merayakan di panti asuhan, lebih tepatnya hanya mengirimkan saja tanpa perayaan disana. Mengalihkan fokus dari kalimat ibunya Faisal, Luna tidak mau pembahasan akan semakin lebar. “Mau dibawa kedalam mobil, bu?” tanya Faisal yang keluar dari kamar. Eni menganggukkan kepalanya “Ibu siap-siap dulu, nanti ketemu langsung di restoran siap saji udah ditunggu Nuri disana.” “Ya, bu.” Luna menatap Faisal yang membawa kotak rotinya kedalam mobil, melihat itu membuat Luna melakukan hal yang sama. Men
“Makasih ya, aku nggak tahu kalau nggak ada kamu.” “Kaya sama siapa aja, Nur.” Luna menata hadiah yang didapat anaknya Nuri dari acara ulang tahunnya, tidak hanya Luna tapi juga Faisal. Raka, kakaknya? Jelas sudah pulang. Orang tua? Mereka masih ada didalam. Pembicaraan mereka tidak akan ada habisnya, terkadang mereka suka geleng kepala atas kelakuan para orang tua. “Langsung pulang, Nur? Nggak kerumah?” tanya Luna setelah memastikan tidak ada lagi hadiah atau barang yang tertinggal. “Ya, besok mau tidur. Capek juga ya ulang tahun gini.” Nuri menggelengkan kepalanya sambil menatap sekitar “Kamu tahu? Mbak Dewi katanya ketemu mas ya?” “Tahu, ketemu pas acara lamarannya Ismi.” “Benar?” Luna menganggukkan kepalanya “Mas kok nggak kaya orang galau ya?” Mengikuti arah pandang Nuri dimana Faisal sedang berbicara dengan adik iparnya yang tidak lain
“Tumben kok pada kumpul?” “Memang nggak boleh aku pulang ke rumah orang tua sendiri?” Raka menatap malas pada Luna yang hanya memutar bola matanya malas. “Maksud Luna itu kita pulang terus Nuri juga pulang, tumben.” Risa menjelaskan detail pada Raka yang hanya menganggukkan kepalanya “Nuri berdua aja, suaminya nggak ikut. Nuri bilang ada jadwal piket, jadinya dia milih pulang dulu.” “Faisal lagi bangun rumah, artinya dia mau nikah berarti.” Raka memberikan informasi. Luna yang mendengarnya pura-pura mendengarkan tanpa ada niat membuka suara, membuka rahasia dirinya dengan Faisal. Pembicaraan terakhir di toko, Luna akhirnya ikut mendatangi insinyur yang membangun rumah, memberitahu apa yang diinginkan dan lain-lain. Belanja bahan-bahan pembangunan rumah, dimana semuanya adalah uang Faisal. Selain itu Faisal membicarakan tentang perjanjian pra nikah, Luna awalnya menolak tapi ternya
“Hubungan kita sudah berakhir.” “Kamu nggak bisa kembali sama Zaky, sayang?” mamanya Zaky menggenggam tangan Luna dengan tatapan penuh harap. Luna menggelengkan kepalanya “Zaky sudah punya wanita yang dicintai, tante. Tolong restuin mereka.” “Kamu tahu wanita itu, kan? Bagaimana kita bisa merestui?” mamanya Zaky, Warti. Luna menghembuskan napasnya panjang “Tante sudah kenal sama Rena? Dia nggak kalah baik kok.” “Luna, wanita yang status janda itu imagenya jelek. Masa Zaky sama wanita itu, Lun. Dia udah gagal rumah tangga, kamu tahu kalau menikah itu selamanya? Nah ini...janda cerai, kalau janda mati mungkin tante bisa terima.” “Tante sudah tahu cerainya kenapa?” “Buat apa! Nggak mau tahu dan nggak penting!” Warti menatap kesal mendengar pertanyaan Luna. Pertemuan dengan orang tua Zaky bukan pertama kali, mungkin ini adala
“Apa maksudnya ini? Papa capek kalau apa yang kamu katakan tadi hanya untuk membantu Luna.” Kejadian yang sama terjadi kembali, kali ini tidak hanya orang tua mereka tapi juga ada Raka dan Nuri yang bersama keluarganya. Luna tidak tahu jika mereka memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang permasalahan dirinya atau Faisal. Orang tua Zaky? Tentu saja pulang, melihat Faisal seketika tidak berani mengeluarkan suara kembali. Luna sendiri tidak menyadari jika Faisal berdiri tidak jauh dari pertemuan mereka, lebih tepatnya mengikuti permintaan Raka yang penasaran dengan pembicaraan mereka. “Memang benar kalau kami merencanakan pernikahan.” Faisal menjawab tanpa keraguan. “Sejak kapan?” Raka menatap Faisal tidak percaya “Bukannya kamu...” “Udah selesai sama dia, Rak.” Faisal memotong kalimat Raka yang akan keluar membuatnya langsung menutup mulut. “Jadi kamu nolak perjo
“Calon mantu udah siap aja.” Faisal tersenyum sambil menganggukkan kepalanya melihat Intan berada di dapur, bukan hal baru melihat pemandangan seperti ini. Pemandangan dimana orang tua Luna berada di dapur, pastinya sedang membicarakan sesuatu atau menemukan resep baru. Melihat ekspresi kedua wanita sudah bisa dipastikan pembicaraan mereka pastinya tentang hubungan anak-anaknya saat ini, memilih tidak menghiraukan dengan melakukan aktivitas seperti biasanya. “Kalian rencana menikah kapan?” Faisal menatap sang ibu yang mengeluarkan pertanyaan sama dari semalam. “Belum bicarakan lagi, ma.” Faisal menjawab pelan. “Pakai lamaran nggak, mas?” Faisal mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ibu “Lamaran resmi gitu, walaupun tetangga tetap harus dipersiapkan.” “Semalam bukan lamaran memang?” tanya Faisal bingung. Eni menepuk keningnya pelan “Bukan, lamaran itu ka
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap
“Ibu sama mamanya Luna sudah bahas tentang acara lamaran kalian. Kapan rencananya?” “Aku belum bicara sama Luna, bu.” Eni menggelengkan kepalanya melihat Faisal yang tampak santai “Uang kamu habis buat bangun rumah? Bapak sama ibu masih ada uang kalau buat biaya pernikahan kamu.” Faisal menghembuskan napas panjangnya “Masih ada uangnya, bu. Ibu dan bapak tenang saja kalau masalah itu.” “Lalu?” Eni memberikan tatapan menyelidik “Kamu nggak lagi main-main sama kalimat kemarin, kan?” “Nggaklah! Kalau main-main ngapain bangun rumah, bu.” Faisal membantah sambil menggelengkan kepalanya. Tujuannya memang menikah dengan Luna, tapi pertemuan dengan Dewi memberikan rasa penasaran lebih dalam. Hubungan mereka memang berakhir, mengetahui pernikahannya dan harusnya memang sudah selesai. Memilih mengambil berlalu dari hadapan orang tuanya menuju kamar, menatap langit kamar
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap
“Calon mantu udah siap aja.” Faisal tersenyum sambil menganggukkan kepalanya melihat Intan berada di dapur, bukan hal baru melihat pemandangan seperti ini. Pemandangan dimana orang tua Luna berada di dapur, pastinya sedang membicarakan sesuatu atau menemukan resep baru. Melihat ekspresi kedua wanita sudah bisa dipastikan pembicaraan mereka pastinya tentang hubungan anak-anaknya saat ini, memilih tidak menghiraukan dengan melakukan aktivitas seperti biasanya. “Kalian rencana menikah kapan?” Faisal menatap sang ibu yang mengeluarkan pertanyaan sama dari semalam. “Belum bicarakan lagi, ma.” Faisal menjawab pelan. “Pakai lamaran nggak, mas?” Faisal mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ibu “Lamaran resmi gitu, walaupun tetangga tetap harus dipersiapkan.” “Semalam bukan lamaran memang?” tanya Faisal bingung. Eni menepuk keningnya pelan “Bukan, lamaran itu ka
“Apa maksudnya ini? Papa capek kalau apa yang kamu katakan tadi hanya untuk membantu Luna.” Kejadian yang sama terjadi kembali, kali ini tidak hanya orang tua mereka tapi juga ada Raka dan Nuri yang bersama keluarganya. Luna tidak tahu jika mereka memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang permasalahan dirinya atau Faisal. Orang tua Zaky? Tentu saja pulang, melihat Faisal seketika tidak berani mengeluarkan suara kembali. Luna sendiri tidak menyadari jika Faisal berdiri tidak jauh dari pertemuan mereka, lebih tepatnya mengikuti permintaan Raka yang penasaran dengan pembicaraan mereka. “Memang benar kalau kami merencanakan pernikahan.” Faisal menjawab tanpa keraguan. “Sejak kapan?” Raka menatap Faisal tidak percaya “Bukannya kamu...” “Udah selesai sama dia, Rak.” Faisal memotong kalimat Raka yang akan keluar membuatnya langsung menutup mulut. “Jadi kamu nolak perjo
“Hubungan kita sudah berakhir.” “Kamu nggak bisa kembali sama Zaky, sayang?” mamanya Zaky menggenggam tangan Luna dengan tatapan penuh harap. Luna menggelengkan kepalanya “Zaky sudah punya wanita yang dicintai, tante. Tolong restuin mereka.” “Kamu tahu wanita itu, kan? Bagaimana kita bisa merestui?” mamanya Zaky, Warti. Luna menghembuskan napasnya panjang “Tante sudah kenal sama Rena? Dia nggak kalah baik kok.” “Luna, wanita yang status janda itu imagenya jelek. Masa Zaky sama wanita itu, Lun. Dia udah gagal rumah tangga, kamu tahu kalau menikah itu selamanya? Nah ini...janda cerai, kalau janda mati mungkin tante bisa terima.” “Tante sudah tahu cerainya kenapa?” “Buat apa! Nggak mau tahu dan nggak penting!” Warti menatap kesal mendengar pertanyaan Luna. Pertemuan dengan orang tua Zaky bukan pertama kali, mungkin ini adala
“Tumben kok pada kumpul?” “Memang nggak boleh aku pulang ke rumah orang tua sendiri?” Raka menatap malas pada Luna yang hanya memutar bola matanya malas. “Maksud Luna itu kita pulang terus Nuri juga pulang, tumben.” Risa menjelaskan detail pada Raka yang hanya menganggukkan kepalanya “Nuri berdua aja, suaminya nggak ikut. Nuri bilang ada jadwal piket, jadinya dia milih pulang dulu.” “Faisal lagi bangun rumah, artinya dia mau nikah berarti.” Raka memberikan informasi. Luna yang mendengarnya pura-pura mendengarkan tanpa ada niat membuka suara, membuka rahasia dirinya dengan Faisal. Pembicaraan terakhir di toko, Luna akhirnya ikut mendatangi insinyur yang membangun rumah, memberitahu apa yang diinginkan dan lain-lain. Belanja bahan-bahan pembangunan rumah, dimana semuanya adalah uang Faisal. Selain itu Faisal membicarakan tentang perjanjian pra nikah, Luna awalnya menolak tapi ternya
“Makasih ya, aku nggak tahu kalau nggak ada kamu.” “Kaya sama siapa aja, Nur.” Luna menata hadiah yang didapat anaknya Nuri dari acara ulang tahunnya, tidak hanya Luna tapi juga Faisal. Raka, kakaknya? Jelas sudah pulang. Orang tua? Mereka masih ada didalam. Pembicaraan mereka tidak akan ada habisnya, terkadang mereka suka geleng kepala atas kelakuan para orang tua. “Langsung pulang, Nur? Nggak kerumah?” tanya Luna setelah memastikan tidak ada lagi hadiah atau barang yang tertinggal. “Ya, besok mau tidur. Capek juga ya ulang tahun gini.” Nuri menggelengkan kepalanya sambil menatap sekitar “Kamu tahu? Mbak Dewi katanya ketemu mas ya?” “Tahu, ketemu pas acara lamarannya Ismi.” “Benar?” Luna menganggukkan kepalanya “Mas kok nggak kaya orang galau ya?” Mengikuti arah pandang Nuri dimana Faisal sedang berbicara dengan adik iparnya yang tidak lain
“Makasih udah kasih harga diskon, Lun.” “Apa sih yang nggak buat ibu, apalagi ini untuk ulang tahun anaknya Nuri. Kita udah Kaya keluarga sendiri, bu.” “Kamu belum jadi mantu ibu, jadi belum kaya keluarga.” Eni mengatakan dengan santai. Luna menata kotak roti yang dibawanya dari toko, pesanan ibunya Faisal yang akan merayakan ulang tahun anak Nuri. Mereka merayakan di panti asuhan, lebih tepatnya hanya mengirimkan saja tanpa perayaan disana. Mengalihkan fokus dari kalimat ibunya Faisal, Luna tidak mau pembahasan akan semakin lebar. “Mau dibawa kedalam mobil, bu?” tanya Faisal yang keluar dari kamar. Eni menganggukkan kepalanya “Ibu siap-siap dulu, nanti ketemu langsung di restoran siap saji udah ditunggu Nuri disana.” “Ya, bu.” Luna menatap Faisal yang membawa kotak rotinya kedalam mobil, melihat itu membuat Luna melakukan hal yang sama. Men
“Serius itu mantannya Mas Faisal?” Luna menganggukkan kepalanya “Udah lama sih, mungkin ada setahun kita pisah. Hubungannya juga lumayan lama, tapi pas mereka putus aku jadian sama Zaki.” “Mbak Dewi itu sepupu dekatnya Akbar, belum nikah keknya.” Ismi mencoba mengingat Dewi, tapi mengatakan sedikit ragu. Luna menatap tidak percaya “Masa?” “Mas Faisal nggak cerita?” Luna menggelengkan kepalanya “Nggak penting, mungkin.” Ismi mungkin benar, Dewi tampaknya tidak penting bagi Faisal. Pertemuan kemarin tampak biasa saja, mereka berbicara selayaknya teman dimana seakan tidak pernah terjadi hal pribadi diantara mereka. Pemikiran Luna adalah hubungan mereka itu hanya pelarian, menggelengkan kepalanya dimana tampak tidak mungkin Faisal melakukan ini semua. “Udah nikah,” ucap Ismi sambil memukul lengan Luna yang membuatnya terkejut “Akbar bilang kalau suaminya di laut.”