“Mobil kenapa?”
Luna menghentikan langkahnya ketika melihat papanya sudah siap dengan pakaian olahraga “Papa mau kemana? Olahraga sama siapa?” “Faisal dan papanya, Raka bentar lagi datang. Mobil kenapa? Kamu telat service?” Andi menatap penuh selidik yang diangguki Luna dengan senyum bersalah “Kamu naik apa ke toko?” “Mobil papa memang dipakai? Papa kan pergi sama tetangga dan Mas Raka, jadi aku pakai mobil papa aja.” Andi menggelengkan kepalanya “Mama kamu mau pakai, ketemuan sama teman-temannya. Kamu pakai punya Raka aja.” “Naik kendaraan online aja.” Luna malas jika meminjam mobil kakaknya, Raka. Sebenarnya enak, tapi Raka akan minta segera balik karena harus menghabiskan waktu dengan istri dan anaknya di rumah orang tua istrinya. Menikmati sarapannya dalam diam, tanpa ada gangguan siapapun sampai suara yang sangat dikenal masuk kedalam rumah. “Kamu ngapain kesini?” Luna mengerutkan keningnya menatap Nuri duduk dihadapannya. “Aku udah minta ijin sama Mas Ali buat ke tokomu, menghabiskan waktu disana.” Nuri menjawab tanpa beban. “Aku kerja disana, bukan main loh.” Luna memberikan peringatan. “Tahu, boleh nggak? Jahat banget nggak boleh ke tokomu.” Nuri mengerucutkan bibirnya yang membuat Luna memutar bola matanya malas. “Pakai mobil aku aja, mobil Luna lagi di bengkel.” Faisal meletakkan kunci mobil diatas meja “Raka nggak akan buat kamu nyaman, nanti aku ambil sekalian pulang bareng.” “Kalian nggak lagi ada hubungan, kan?” Nuri menatap penuh selidik. “Nggak usah mikir aneh-aneh.” Luna menatap tajam ke Nuri yang tidak peduli. Berangkat ke toko dengan Nuri, sahabat dari kecil sampai dewasa membuat mengenal luar dalam. Nuri yang dulu masih kekanakan harus ditemani kemana dia pergi, nyatanya berani memutuskan menikah dengan cepat. Luna yang mempunyai banyak teman dekat pria harusnya paham dengan pemikiran pria tapi nyatanya tidak sama sekali, mereka sebenarnya berpisah dengan baik-baik tapi satu hal yang disyukuri hubungan mereka belum sampai memikirkan pernikahan. “Azka benar nggak lagi hubungi kamu?” Nuri membuka pembicaraan yang serius setelah beberapa waktu tidak Luna hiraukan. “Buat apa dia hubungi? Kita sudah berakhir dan dia sibuk sama pekerjaannya. Wanita kaya aku nggak akan bisa membuat karirnya naik, dia butuh wanita yang luwes terutama nanti berhubungan sama istri atasannya. Kita berpisah dengan baik-baik, walaupun kedua orang tua menyayangkan keputusan yang diambil.” “Memang kamu kurang luwes apa?” tanya Nuri penasaran. “Kamu tahu sendiri kalau aku ini cuek dan nggak peduli sama sekitar.” Luna menatap malas pada Nuri yang hanya menganggukkan kepalanya. “Ibu dari aku datang nyuruh Mas Faisal mau ketemu sama anak teman-temannya. Aku yakin kalau apa yang aku katakan tentang ini nggak akan dilakukan, lagian aku tahu kalau Mas Faisal ini nggak mau sembarangan menikah setelah pengkhiantan pacarnya dulu. Kamu bisa bicara sama Mas Faisal buat ikutin permintaan ibu?” Luna langsung menggelengkan kepalanya “Aku nggak mau masuk terlalu dalam di keluarga kamu, kita memang dekat tapi ini terlalu personal. Ibu juga beberapa kali cerita sama mama tentang Mas Faisal, mungkin butuh waktu untuk menyembuhkan luka.” Kekasih Faisal memang hanya diketahui Raka dan dirinya, melihat keadaan semalam membuat pikiran negatif datang. Luna berharap tidak ada hubungan dengan pengkhiantan, sesuatu yang akan membuat lukanya kembali terbuka. Hembusan napas panjang dikeluarkan Luna dengan pelan, takut jika Nuri berpikir tidak-tidak. “Pernikahan kamu sama Mas Ali tampaknya berjalan lancar, kamu sangat beruntung dapatin Mas Ali.” Luna memilih mengalihkan pembicaraan. “Ngarang! Mas Ali yang beruntung dapatin aku.” Pembicaraan beralih pada kehidupan pernikahan Nuri, wanita dihadapannya memang mudah untuk dialihkan dari pembahasan utama. Luna yang mendengar kehidupan pernikahan Nuri membuatnya belajar jika nanti menikah, harapannya adalah menikah dengan pria yang tepat. Azka, salah satu standard yang dibuat Luna, walaupun sadar jika tidak mungkin mendapatkan pria seperti Azka kembali. “Mbak, mas ganteng kemarin sudah datang dan nunggu diluar.” “Mas ganteng?” Nuri mengerutkan keningnya. “Mas Faisal, kamu temuin sana. Aku beres-beres, lagian kamu hubungi tadi minta dijemput.” “Kamu pulang sama kita, kan?” “Menurutmu?” Luna menatap malas. Memberikan instruksi pada pegawainya sebelum pulangbersama dengan mereka, langkah kakinya menuju luar dimana pemandangan yang sering dilihatnya yaitu perlakuan Faisal pada Nuri. Setidaknya bentuk kasih sayang dirinya dengan Raka bukan seperti mereka, Nuri memang manja bahkan tidak malu menunjukkan depan banyak orang, melupakan usia yang sedang berjalan. “Aku belum kasih tahu kamu ya?” Nuri menatap ke belakang dimana Luna duduk “Aku hamil!” “Serius?” Luna menatap tidak percaya yang diangguki Nuri “Selamat! Dijaga kehamilannya, udah mau jadi ibu jangan manja-manja.” Nuri mengerucutkan bibirnya. “Bagian manja sulit dihilangkan, Lun.” Faisal membuka suaranya sambil tersenyum. “Mas Ali itu di rumah orang tuanya sekarang, katanya ngidam masakan ibunya. Aku ngidam ketemu kamu, menghabiskan waktu sama kamu.” “Kamu nggak lagi bodohin Mas Ali, kan? Alasan datang kesini dengan alasan ngidam, padahal melarikan diri dari orang tua.” “Ngarang!” Nuri menatap kesal pada Luna yang langsung menjulurkan lidahnya. Faisal hanya menggelengkan kepala mendengar perdebatan mereka berdua, persahabatan dari kecil bahkan sampai sekarang, belum lagi orang tua mereka yang suka kemana bersama-sama. Suara kedua wanita yang masih dianggapmya kecil masih mendominasi, Faisal hanya mendengarkan sambil fokus menyetir. “Mas kenapa nggak mau ketemu sama cewek-cewek yang ibu pilih?” Nuri menatap Faisal yang mulai membahas hal pribadi. “Nggak tertarik,” jawab Faisal singkat. “Mas, bukannya lebih baik ketemu? Ibu kan cuman minta ketemu, bukan dinikahin? Mas ketemu anggap aja ketemu calon pegawai, siapa tahu ada yang cocok. Hitung-hitung senengin ibu lah, dapat pahala, mas.” Luna membuka suara memberikan pendapat. “Betul.” Nuri mengangguk setuju. “Kamu disuruh Nuri?” tembak Faisal mengarahkan kepalanya ke belakang untuk menatap Luna yang seketika menggelengkan kepalanya. “Nggak ada aku suruh Luna! Jangan galak-galak!” Nuri memukul lengan Faisal cukup keras. Luna meringis melihatnya, tampaknya memang salah terlihat dalam masalah keluarga orang lain, seharusnya tadi diam saja. Memilih mengalihkan pandangan kesamping, tidak mendengar pembicaraan mereka berdua. “Mas Raka nggak tidur dirumah?” suara Nuri menghentikan lamunan Luna. “Mas Raka mana mau tidur di rumah lagi, katanya nggak bebas ngapa-ngapain nanti.” Luna menjawab sambil menggelengkan kepalanya. “Mas Raka imajinasinya besar juga, kamu nanti kalau nikah pasti kaya gitu. Rumah orang tua itu nggak bebas, rumah sendiri bisa melakukan di setiap sudut...” “Kamu ini ngomongnya makin ngawur, sana keluar udah ditunggu Ali.” Faisal menghentikan kalimat Nuri. Melihat jika sudah sampai rumah, Nuri langsung keluar dari mobil membuat Luna dan Faisal hanya menggelengkan kepalanya, Luna menatap Faisal yang entah sengaja atau tidak mereka saling menatap satu sama lain. “Aku minta maaf sudah langsung memberikan pendapat, mas.” Luna memberikan tatapan penyesalan. “Usul kamu benar, mungkin aku akan menyetujui permintaan ibu. Keluar! Mereka nanti mikir kita ngapa-ngapain.” Keluar dari mobil langsung mendatangi tetangganya yang sedang bercanda satu sama lain, mencium punggung tangan orang tua Nuri dan Faisal, menganggukkan kepalanya pada Ali yang juga membalasnya dengan anggukan kepala. “Aku balik dulu, badan udah lengket semua. Duluan, kapan-kapan ketemu.” Luna menepuk bahu Nuri pelan dan langsung melangkah keluar mendapati Faisal sedang menatap ponsel dengan kesal. “Blokir aja kalau mas belum mau ketemu, tapi jangan lama-lama karena bagaimanapun ada yang harus dibicarakan. Duluan, mas.”“Kamu apanya Faisal?” Luna mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan wanita yang menjadi kekasih, ralat mantan kekasih tetangganya yang juga sahabat kakaknya. Hubungan mereka memang membingungkan, tapi lebih membingungkan ketika wanita datang ke toko hanya bertanya hubungan mereka berdua.“Kenapa, mbak?” tanya Luna sopan.“Kalian berdua itu ada hubungan apa? Faisal sering beli roti disini, pasti kalian punya hubungan lebih karena nggak mungkin bisa beli di satu toko terlalu sering bahkan pakai promosiin segala.” Rachel berkata sambil menatap sekitar.“Kenapa mbak nggak tanya sama orangnya sendiri?” tanya Luna masih dengan nada sopan sambil menahan emosi.“Apa sulitnya jawab pertanyaan yang saya berikan?” Rachel menatap tajam pada Luna.“Saya juga nggak ada kewajiban menjawab pertanyaan anda. Anda yang mempunyai hubungan dengan dia, harusnya bisa tanya secara langsung. Disini hanya toko kue, melayani orang-orang yang membeli kue bukan masalah percintaan. Kalau tidak ada yang dibeli m
“Kamu mencari aku selama ini, apa ada hubungan sama kehamilan ini?” Rachel menganggukkan kepalanya penuh kepastian “Aku mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Faisal menatap tidak suka dan seakan paham dengan arah pembicaraan Rachel “Aku nggak pernah melakukan itu sama kamu.” Rachel menghembuskan napas panjangnya “Kita pernah...”“Nggak! Ciuman adalah batas maksimal yang...”“Pegang alat aset? Lupa?” potong Rachel “Kita manusia dewasa jadi...”“Memang tapi nggak sampai...lagian kenapa kamu nggak Minta sama pria kemarin?” Faisal memotong kalimat Rachel dengan tatapan tajam.“Bukan dia.” Rachel menundukkan kepalanya.“Lalu? Berapa banyak pria yang melakukan sama kamu?” Faisal menatap tidak percaya.“Mertuanya kakakku,” jawab Rachel tanpa menatap Faisal yang membelalakkan matanya “Makanya aku nggak bisa minta dinikahin, pernikahan hanya status dihadapan orang tua dan keluarga.” “Kamu nggak lupa kalau masih ada permasalahan lain? Kita berbeda keyakinan, orang tua aku pasti nggak aka
“Jelaskan!” Luna menatap kesal kearah Faisal mendengar kalimat yang keluar dari bibirnya, tidak tahu alasan apa yang membuat pria dihadapannya ini berkata hal gila. Gila, memang gila. Sekarang mereka berdua harus menjelaskan pada kedua wanita yang melahirkan mereka dan juga suami-suaminya, maksudnya adalah orang tua mereka berdua. “Luna bisa jelaskan?” suara Eni keluar dengan lembut beserta tatapannya. “Ibu tanya langsung sama Mas Faisal, Luna nggak ada hubungan apa-apa. Zaky tadi datang dan...minta bantuan buat...” “Bantuan apa?” potong Intan yang mendapatkan tepukan pelan dari Andi agar diam “Mama nggak suka aja udah dilepas malah datang minta bantuan, pa.” Intan menatap Andi dengan penuh kekesalan. “Bantuan buat yakinin mamanya kalau pasangannya sekarang itu baik...” “Pasangan dia namanya Re
“Gara-gara mulut kamu!” “Kenapa sih pagi-pagi udah marah aja, bu?” “Anakmu ini!” Faisal mengangkat alisnya mendengar tuduhan ibunya “Memang aku ngapain, bu?” “Tetangga sebelah ada yang dengar kalau Faisal mau nikah sama Luna.” Eni mengatakan sambil menatap tajam pada Faisal. “Faisal waktu itu ngomongnya juga pelan, ibu sama mama aja teriak sampai ada yang dengar.” Faisal mengatakan tanpa bersalah. “Kita kan kaget, mas. Wajar teriak.” Eni membelai dirinya yang hanya dijawab gelengan kepala Faisal. “Kamu memang ada perasaan sama Luna?” tanya Herman menatap dalam Faisal. “Luna sudah aku anggap kaya Nuri, Pak.” Faisal memberikan jawaban yang memang sebenarnya. “Ibu kemarin kirim foto Rena ke mamanya Raka, Luna bilang orang yang sama. Waktu kamu ketemu memang nggak ada yang beda?” Eni menatap penasaran.
“Kita nggak ada hubungan apa-apa, lagian tumben pada dengerin tetangga? Biasanya mama dan ibu termasuk cuek kalau ada gosip-gosip begitu.” Faisal menatap kedua wanita bergantian. “Beda, gosip itu nggak ada hubungan sama keluarga kita.” Eni menanggapi Faisal yang diangguki Intan. Faisal mengusap wajahnya kasar, menatap Luna yang memilih diam padahal tadi dia yang meminta agar masalah ini cepat selesai. “Ibu dan mama tersayang. Kita berdua nggak ada hubungan apa-apa, aku anggap Luna sudah kaya Nuri dan pastinya Luna juga menganggap aku kaya Raka. Bener kan, Lun?” Luna menganggukkan kepalanya cepat dan tampak bersungguh-sungguh. “Ma, gosip akan berlalu dengan sendirinya. Ngapain diambil hati? Luna banyak pesanan, belum lagi harus buat menu baru, mau akhir bulan jadi harus hitung semua. Luna nggak ada waktu bahas beginian! Kita berdua udah kasih tahu kalau nggak ada apa-apa, hubungannya sama kaya dulu dan sa
“Kalian dekat sekarang?” Faisal mengerutkan kening mendengar pertanyaan Heri, seketika mengangkat bahu “Antar jemput saja, nggak ada hubungan lebih. Memang salah? Lagian satu jalanan, aku juga nggak antar sampai pagar.” Heri menggelengkan kepalanya “Nggak salah, masalahnya adalah kalian jadi bahan pembicaraan satu kantor, satu lagi Nisa itu diam-diam suka sama kamu.” “Aku udah bilang kalau apa yang terjadi sekarang hanya sebatas teman, lagian kalau aku nggak bisa juga nggak antar jemput.” Faisal melakukan pembelaan. “Kamu nggak jemput kasih tahu dia?” Faisal menganggukkan kepalanya tanpa keraguan “Kamu berhenti deh, takutnya Nisa semakin berharap sama kamu.” Heri memang benar, tapi bukannya membantu orang lain tidak ada yang salah. Menatap Heri yang menggelengkan kepalanya tanpa ragu, hembusan napas panjang dikeluarkan Faisal ketika memang harus menghentikan semuanya.
“Cari penyakit memang.” “Siapa yang cari penyakit Mas Faisal atau Zaky?” tanya Luna menatap Raka yang berbaring di ranjangnya. “Dua-duanya.” Raka memutar bola matanya malas “Faisal belum pulang?” menatap kamar yang ada di seberang kamar Luna “Suka pulang malam sekarang?” “Punya cewek baru nggak sih, mas?” tanya Luna menatap Raka penuh selidik. “Putus sama Rachel karena selingkuh dan hamil anaknya mertua kakaknya.” Raka mengatakan tanpa beban dengan Luna membelalakkan matanya “Kapan itu cerita sambil ngomel.” “Nasib percintaan dia nggak ada yang bagus,” ucap Luna menatap sedih kearah kamar Faisal. “Kamu sendiri gimana? Kapan mau move on dari Zaky?” Luna menatap kesal kearah Raka “Nggak usah bahas begituan, aku mau senang-senang dulu. I’m single and happy, banyak yang mau aku lakuin.” “Ingat umur! Mama pusing itu mikir kamu
“Beneran?” Luna memijat kepalanya yang mulai terasa pusing, kedatangan tetangga sebelah atau lebih tepatnya ketika sang mama langsung menghubungi mereka setelah kalimat yang keluar dari kakak iparnya. Tersangka hanya menahan tawa melihat dirinya tersiksa, tidak hanya Luna yang ada disana tapi juga Faisal diminta datang. “Kenapa?” bisik Faisal tepat di telinga Luna. “Mas tanya aja langsung sama istri soulmatemu.” Luna melirik Risa yang masih menahan tawa. “Apa yang Risa bilang?” tanya Faisal lagi. “Kapan enaknya acara tunangan? Tapi belum lamaran juga kita, enaknya kapan?” Eni mengatakan dengan nada senang kearah Intan yang terlihat berpikir. “Bu, jangan heboh dulu! Faisal sama Luna belum bicara apapun.” Herman menghentikan kehebohan yang membuat suasana menjadi hening “Kalian jelaskan! Dua kali buat kehebohan dan bapak rasa semua ini nggak main-main.”
“Suami Bu Dewi?” “Bukan, saya temannya.” “Dimana suaminya?” “Tugas diluar kota, memang ada apa dengan Dewi?” Faisal menatap perawat yang ada dihadapannya. Faisal mendatangi rumah sakit karena panggilan yang didapatnya dari Dewi, awalnya tidak ingin mengangkat tapi panggilan dilakukan secara terus menerus membuatnya mengangkat dan sekarang dirinya berada di rumah sakit dengan ditemani Heri. Dalam pikirannya adalah kenapa malah menghubungi dirinya bukan sang suami, pastinya mereka lebih membutuhkan suami Dewi dibandingkan dirinya. “Bu Dewi tadi hampir saja mengalami tabrakan, tapi kondisinya baik-baik saja hanya saja hampir saja kehilangan janin yang sedang didalam kandungannya.” Perawat dihadapannya menjelaskan semuanya “Maaf kami hubungi anda karena nama anda dalam panggilan pertama dengan nama lovely, jadi kami menganggap anda adalah suaminya.” Faisal dan Heri s
“Astaga! Kenapa dadakan toh? Luna nggak hamil, kan?” “Ibu mana bisa mikir begituan! Faisal tahu lah gimana caranya nggak hamil duluan! Aw...sakit, bu.” Faisal mengusap lengannya yang mendapatkan cubitan dari sang ibu. “Kamu itu nggak malu sama mamanya Luna?” Eni menatap tajam kearah Faisal yang seketika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Memang kalian sudah melakukan itu?” tanya Intan setelah meredakan rasa shocknya. “Belum, ma.” Faisal membohongi kedua wanita agar tidak semakin menjadi “Faisal jaga Luna kaya Nuri, kalaupun mau ya tunggu nikah.” “Bagus itu! Jangan sampai kalian menikah karena kecolongan.” Eni menatap tajam kearah Faisal yang menelan saliva kasar “Jadi kapan ini acaranya?” “Minggu depan, gimana?” tanya Faisal yang membuat kedua orang tua mereka berdua membelalakkan matanya “Kita udah bicara sama WO buat urus semuanya, kita tinggal duduk tenang
“Udah semua itu, Lun?” Luna menatap belanjaan yang baru saja dibeli tadi bersama dengan Nuri, barang-barang yang dibeli tadi adalah barang-barang yang dipakai setiap hari. Faisal mengeluarkan uang banyak untuk acara lamaran, pembangunan rumah dan nantinya pernikahan. “Udah, kasihan Mas Faisal kalau begini.” Nuri berdecih mendengar kalimat Luna “Mas Faisal itu punya tabungan jadi kamu tenang aja.” “Tetap aja, Nur. Aku belum jadi istrinya masa udah belanja yang mahal-mahal, jaga image lah nanti kalau udah nikah baru minta mahal.” “Dasar, kamu! Tapi nanti jangan lupain aku ya kalau habisin duit mas.” Nuri mengedipkan matanya yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala. Luna tahu jika Nuri tidak akan melakukan itu, walaupun setiap kali datang pastinya akan merampok Faisal minta dibelikan makanan. Langkah kaki mereka menuju food court, kondisi Nuri yang hamil membua
“Kalian itu serius menikah nggak? Masa ditanya masalah lamaran nggak ada yang jawab!” Faisal hampir saja menyemburkan minuman mendengar suara ibunya, menatap sang ibu yang memberikan tatapan tajam. Mereka berdua memang tidak mendengarkan semua yang dikatakan kedua wanita kesayangan, kesibukan menyita semua yang harusnya mereka pikirkan. “Aku sudah minta Luna buat list apa saja yang biasa dia pakai, bu. Aku tanya lagi nanti ke Luna sudah list belum.” “Intan udah kasih tadi, Luna baru saja kasih. Luna bilang nanti dia cari sendiri beberapa, kalian udah bicara? Lamarannya mau diadakan kapan? Kita harus bicara sama keluarga lain. Kapan kalian ada waktu kosong?” “Aku nanti bicara sama Luna, bu.” Faisal memilih mengambil jawaban aman. “Sebenarnya kamu serius sama Luna? Kamu punya perasaan sama Luna? Bukan karena masalah Luna dengan mantannya atau kamu yang lelah diminta ketemu cewek-cewek i
“Maaf, harusnya nggak hubungi kamu.” Faisal menatap Rachel yang berada di ranjang, mengantar ke rumah sakit setelah sampai ke apartemen yang mereka pakai dulu. Faisal sama sekali tidak menyangka mendapati Rachel yang sudah tidak berdaya diatas ranjang, tidak ingin terjadi apa-apa langsung membawa ke rumah sakit. “Kamu belum kasih tahu?” tanya Faisal dengan menatap perut Rachel. “Dia tahu, tapi nggak bisa apa-apa.” “Dia nggak tanggung jawab? Biayai atau apa gitu?” Rachel menggelengkan kepalanya “Cowok brengsek!” “Aku juga salah, Sal. Aku masuk dalam permainan dia, harusnya sadar kalau hubungan itu nggak akan berhasil.” Rachel menatap langit ruangan IGD “Setidaknya dia nggak kenapa-kenapa.” Faisal menatap perut Rachel yang sedang dibelai, hembusan napas panjang dikeluarkan melihat keadaan sang mantan. Seburuknya Rachel tetap saja mereka pernah menjalin hubungan d
“Dewi? Kamu ketemu sama dia dan bilang sama Luna?” “Ya, memang salah? Aku nggak mau ada yang ditutupi, lagian udah selesai juga.” Faisal menjawab santai pertanyaan Heri setelah dirinya bercerita tentang kejadian semalam. “Kamu itu bodoh atau polos? Kamu udah tua, Sal. Hal begituan wanita nggak perlu tahu, mereka pasti berpikir yang nggak-nggak.” “Kita nggak melakukan hal gila, Her.” Faisal tidak terima dengan kalimat Heri yang menuduh dirinya melakukan hal gila dengan Dewi “Hubungan kami berakhir dan benar-benar berakhir.” “Kamu cerita isi pertemuan sama Luna?” Faisal menganggukkan kepalanya “Terus?” “Diam, bahkan masuk rumah juga nggak ngonong apa-apa.” Heri menghembuskan napas panjang “Kamu itu paling pintar disini, tapi urusan asmara itu nol.” Faisal memberikan tatapan tajam “Maksudmu apa? Kamu masih menuduh aku ngapa-ngapain sama Dewi?”
“Aku sama sekali nggak menyangka kalau kamu bakal datang.” “Apa maksud kamu?” Dewi tersenyum tipis “Aku cuman mau mengucapkan terima kasih waktu itu bantuin, aku sama sekali nggak membayangkan kalau nggak ada kamu pas itu.” “Kamu bahagia dengan pernikahan ini?” Faisal menatap dalam ketika memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pernikahan sang mantan dihadapannya, melihat reaksinya jawaban sudah didapat. Pertanyaan yang memang seharusnya tidak keluar dari mulutnya, tapi mengingat perkataan Dewi ketika pertemuan mereka di tempat mobilnya yang berhenti. “Hubungan kita sudah berakhir, keputusan kamu menerima dia adalah yang terbaik. Semua sudah ada jodohnya masing-masing dan harus menerima bagaimana dengan jodoh kita, meskipun kita melakukannya dengan terpaksa di awal.” Faisal melanjutkan kalimatnya ketika melihat Dewi tidak membuka mulutnya. “Kamu sendiri
“Ibu sama mamanya Luna sudah bahas tentang acara lamaran kalian. Kapan rencananya?” “Aku belum bicara sama Luna, bu.” Eni menggelengkan kepalanya melihat Faisal yang tampak santai “Uang kamu habis buat bangun rumah? Bapak sama ibu masih ada uang kalau buat biaya pernikahan kamu.” Faisal menghembuskan napas panjangnya “Masih ada uangnya, bu. Ibu dan bapak tenang saja kalau masalah itu.” “Lalu?” Eni memberikan tatapan menyelidik “Kamu nggak lagi main-main sama kalimat kemarin, kan?” “Nggaklah! Kalau main-main ngapain bangun rumah, bu.” Faisal membantah sambil menggelengkan kepalanya. Tujuannya memang menikah dengan Luna, tapi pertemuan dengan Dewi memberikan rasa penasaran lebih dalam. Hubungan mereka memang berakhir, mengetahui pernikahannya dan harusnya memang sudah selesai. Memilih mengambil berlalu dari hadapan orang tuanya menuju kamar, menatap langit kamar
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap