“Kamu mencari aku selama ini, apa ada hubungan sama kehamilan ini?”
Rachel menganggukkan kepalanya penuh kepastian “Aku mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Faisal menatap tidak suka dan seakan paham dengan arah pembicaraan Rachel “Aku nggak pernah melakukan itu sama kamu.” Rachel menghembuskan napas panjangnya “Kita pernah...” “Nggak! Ciuman adalah batas maksimal yang...” “Pegang alat aset? Lupa?” potong Rachel “Kita manusia dewasa jadi...” “Memang tapi nggak sampai...lagian kenapa kamu nggak Minta sama pria kemarin?” Faisal memotong kalimat Rachel dengan tatapan tajam. “Bukan dia.” Rachel menundukkan kepalanya. “Lalu? Berapa banyak pria yang melakukan sama kamu?” Faisal menatap tidak percaya. “Mertuanya kakakku,” jawab Rachel tanpa menatap Faisal yang membelalakkan matanya “Makanya aku nggak bisa minta dinikahin, pernikahan hanya status dihadapan orang tua dan keluarga.” “Kamu nggak lupa kalau masih ada permasalahan lain? Kita berbeda keyakinan, orang tua aku pasti nggak akan setuju dan aku nggak mau tanggung jawab hal yang tidak aku lakukan.” Faisal menggelengkan kepalanya. Rachel menghembuskan napas panjangnya “Aku bisa ikut sama kamu, bantu aku.” “Nggak! Maaf. Aku nggak bisa melakukan itu, kamu cari pria lain. Aku rasa nggak ada lagi yang harus kita bicarakan. Ah...satu lagi jangan datangi Luna karena dia nggak ada hubungan apapun denganku.” Faisal memberikan peringatan sebelum meninggalkan Rachel. Pertemuan yang sia-sia, tidak menebak sama sekali atas apa yang menjadi bahan pembicaraan. Perbuatan Rachel yang dilihatnya pada saat itu tidak ada apa-apanya dibanding pengakuan yang dibuat, wanita yang terlihat dewasa dan diharapkan bisa dikenalkan pada orang tuanya nanti ternyata wanita haus akan belaian. Tujuannya saat ini adalah bertemu dengan wanita pilihan ibunya, memilih mengikuti kata ibunya lagi-lagi karena Luna. Mereka tidak dekat, berbicara hanya seperlunya bukan seperti dirinya dengan Rama atau Nuri dengan Luna. Pertemuan mereka juga secara tidak sengaja di rumah, kalaupun diluar ketemu lebih karena dirinya mampir ke toko untuk membeli kue buat orang lain. Wanita yang ditemuinya adalah anak dari teman ibunya, bukan anak teman ibunya tapi ibunya punya teman dan temannya itu punya teman atau sahabat, wanita ini adalah anak dari sahabat teman ibunya. Ibunya sendiri tidak tahu wanita seperti apa sebenarnya, tidak berharap apapun dari pertemuan ini. “Rena, maaf kalau mengganggu waktu kamu.” Faisal menatap wanita dihadapannya, wanita bernama Rena. Penampilannya ok, cantik dan anggun. Ibunya jika bertemu dengan Rena pasti suka, tapi tidak ingin menilai terlebih dahulu sebelum berbicara. “Kamu kerja di mall?” Rena menganggukkan kepalanya “Leader.” “Libur?” tanya Faisal penasaran yang diangguki Rena “Lama berarti?” “Nggak juga, baru lima tahun. Sebenarnya aku malas ikut begini, tapi orang tua maksa ya sudah.” “Nggak punya cowok?” tanya Faisal penasaran. “Baru putus, biasa selingkuh. Lebih tepatnya di selingkuhi.” Rena meralat perkataannya “Kamu sendiri udah punya pacar?” “Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan.” Faisal memberikan jawaban aman. “Kerja disana ketemu sama orang bermasalah sama kejiwaan, nggak stress?” tanya Rena penasaran. Pembicaraan mereka berdua mengalir begitu saja, pertemuan mereka bukan seperti pertemuan pertama, melainkan dua orang yang sudah lama tidak bertemu. Faisal menyukai pembawaan dari Rena, caranya berbicara dan membuat orang nyaman dalam berbicara. Menyadari latar belakang pekerjaannya disadari adalah faktor utama. “Apa kamu akan menikah cepat?” “Pertemuan ini berakhir dengan pernikahan?” tanya Rena mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Faisal. Faisal seketika menggelengkan kepalanya “Aku hanya berjaga jika orang tua itu bertanya sampai sejauh itu.” Rena menganggukkan kepalanya paham “Mama harusnya tahu kalau aku ingin mencari uang terlebih dahulu. Aku mau menikah kalau pria yang menjadi suamiku bisa menghidupiku secara keseluruhan, aku ingin tetap bekerja karena nggak mungkin mengandalkan uang suami saja. Kamu sendiri?” Faisal tersenyum tipis “Aku nggak masalah kalau istri bekerja, dengan catatan tidak meninggalkan tanggung jawabnya.” Rena memajukan tubuhnya dengan meletakkan tangannya mendekat kearah Faisal, melihat itu hanya menatap dengan menunggu kalimat keluar dari bibirnya “Kita sepemahaman tentang konsep pernikahan, tapi sayangnya aku belum memikirkan kearah sana.” “Kita memiliki pemahaman yang sama,” ucap Faisal dengan senyum tipis. Rena menganggukkan kepalanya “Kita bisa menjadi teman.” Faisal menganggukkan kepalanya dengan mengulurkan tangan “Teman.” Pertemuan yang berakhir dengan menambah teman, tapi mereka tidak saling bertukar nomer pribadi. Faisal bisa melihat jika wanita dihadapannya memang layak sebagai leader, tapi hubungan dengan dirinya jelas tidak. Sekarang jika ibunya bertanya tentang pertemuan ini bisa dijawab tanpa ragu, mereka tidak cocok dan hanya sebagai teman. Faisal mengerutkan keningnya melihat keberadaan Zaky, tidak lain adalah mantan kekasih Luna. Informasi yang didapat adalah hubungan mereka telah berakhir, tapi melihat Zaky berada disini membuat isi kepalanya tidak percaya jika mereka berakhir, menganggukkan kepalanya sebagai tanda sapa sebelum masuk kedalam rumah. “Ada apa kesini?” suara Luna menghentikan langkah Faisal dengan menatap kearah mereka berdua dan tidak ada niat menguping. “Aku minta tolong, kasih tahu mama kalau hubungan kita sudah berakhir.” “Aku sudah bilang sama tante, bahkan meminta maaf. Memang masih kurang?” “Lun, mama nggak setuju sama Rena. Mama bilang Rena nggak cocok sama aku, tapi kamu tahu sendiri kalau aku...” “Itu urusan kamu, Zak. Hubungan kita sudah berakhir, jadi ajh nggak mau ada hubungan apapun lagi sama kamu atau keluargamu.” Luna memotong kalimat Zaky dengan tatapan malas “Kamu kasih tahu Rena cara agar tante mau setuju, bukan minta sama aku bicara sama tante.” Faisal mengerutkan kening mendengar nama Rena, tidak mungkin Rena yang sama dengan ditemuinya tadi. Langkah kakinya secara tidak sadar semakin dekat dengan mereka berdua, membuat keduanya menatap kearah Faisal dengan tatapan tanda tanya. “Sorry,” ucap Faisal dengan mengangkat kedua tangannya “Suara kalian keras, jadi aku datang kesini buat...” “Nguping,” potong Luna dengan tatapan malas yang hanya ditanggapi Faisal senyuman tipis. “Kalian tadi sebut nama Rena, boleh tanya? Kerjanya apa?” tanya Faisal memberanikan diri. “Kenapa, mas?” tanya Luna penasaran. “Nggak papa, hanya mau tahu aja.” Faisal menatap Luna sambil menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri. “Mall, dia leader disalah satu toko.” Zaky menjawab pertanyaan yang membuat tatapan Faisal tidak percaya. “Kenapa nggak disetujui? Masalah pekerjaannya?” Faisal kembali bertanya karena penasaran. “Mas!” Luna membentak Faisal agar berhenti. “Sorry, cuman pengen tahu.” Faisal menatap tidak enak. “Janda cerai dengan anak satu,” jawab Zaky sambil menundukkan kepalanya. “Janda?” Faisal tidak percaya dengan pendengarannya yang diangguki Zaky “Makanya kamu nyesal putus sama Luna dan minta dia kembali?” Zaky menggelengkan kepalanya “Nggak! Aku hanya minta bantuan agar Luna bicara sama....” “Mulai sekarang jangan ganggu Luna, kami akan menikah..” Faisal mengatakan tanpa dipikir dan melupakan keberadaannya. “Kalian akan menikah?”“Jelaskan!” Luna menatap kesal kearah Faisal mendengar kalimat yang keluar dari bibirnya, tidak tahu alasan apa yang membuat pria dihadapannya ini berkata hal gila. Gila, memang gila. Sekarang mereka berdua harus menjelaskan pada kedua wanita yang melahirkan mereka dan juga suami-suaminya, maksudnya adalah orang tua mereka berdua. “Luna bisa jelaskan?” suara Eni keluar dengan lembut beserta tatapannya. “Ibu tanya langsung sama Mas Faisal, Luna nggak ada hubungan apa-apa. Zaky tadi datang dan...minta bantuan buat...” “Bantuan apa?” potong Intan yang mendapatkan tepukan pelan dari Andi agar diam “Mama nggak suka aja udah dilepas malah datang minta bantuan, pa.” Intan menatap Andi dengan penuh kekesalan. “Bantuan buat yakinin mamanya kalau pasangannya sekarang itu baik...” “Pasangan dia namanya Re
“Gara-gara mulut kamu!” “Kenapa sih pagi-pagi udah marah aja, bu?” “Anakmu ini!” Faisal mengangkat alisnya mendengar tuduhan ibunya “Memang aku ngapain, bu?” “Tetangga sebelah ada yang dengar kalau Faisal mau nikah sama Luna.” Eni mengatakan sambil menatap tajam pada Faisal. “Faisal waktu itu ngomongnya juga pelan, ibu sama mama aja teriak sampai ada yang dengar.” Faisal mengatakan tanpa bersalah. “Kita kan kaget, mas. Wajar teriak.” Eni membelai dirinya yang hanya dijawab gelengan kepala Faisal. “Kamu memang ada perasaan sama Luna?” tanya Herman menatap dalam Faisal. “Luna sudah aku anggap kaya Nuri, Pak.” Faisal memberikan jawaban yang memang sebenarnya. “Ibu kemarin kirim foto Rena ke mamanya Raka, Luna bilang orang yang sama. Waktu kamu ketemu memang nggak ada yang beda?” Eni menatap penasaran.
“Kita nggak ada hubungan apa-apa, lagian tumben pada dengerin tetangga? Biasanya mama dan ibu termasuk cuek kalau ada gosip-gosip begitu.” Faisal menatap kedua wanita bergantian. “Beda, gosip itu nggak ada hubungan sama keluarga kita.” Eni menanggapi Faisal yang diangguki Intan. Faisal mengusap wajahnya kasar, menatap Luna yang memilih diam padahal tadi dia yang meminta agar masalah ini cepat selesai. “Ibu dan mama tersayang. Kita berdua nggak ada hubungan apa-apa, aku anggap Luna sudah kaya Nuri dan pastinya Luna juga menganggap aku kaya Raka. Bener kan, Lun?” Luna menganggukkan kepalanya cepat dan tampak bersungguh-sungguh. “Ma, gosip akan berlalu dengan sendirinya. Ngapain diambil hati? Luna banyak pesanan, belum lagi harus buat menu baru, mau akhir bulan jadi harus hitung semua. Luna nggak ada waktu bahas beginian! Kita berdua udah kasih tahu kalau nggak ada apa-apa, hubungannya sama kaya dulu dan sa
“Kalian dekat sekarang?” Faisal mengerutkan kening mendengar pertanyaan Heri, seketika mengangkat bahu “Antar jemput saja, nggak ada hubungan lebih. Memang salah? Lagian satu jalanan, aku juga nggak antar sampai pagar.” Heri menggelengkan kepalanya “Nggak salah, masalahnya adalah kalian jadi bahan pembicaraan satu kantor, satu lagi Nisa itu diam-diam suka sama kamu.” “Aku udah bilang kalau apa yang terjadi sekarang hanya sebatas teman, lagian kalau aku nggak bisa juga nggak antar jemput.” Faisal melakukan pembelaan. “Kamu nggak jemput kasih tahu dia?” Faisal menganggukkan kepalanya tanpa keraguan “Kamu berhenti deh, takutnya Nisa semakin berharap sama kamu.” Heri memang benar, tapi bukannya membantu orang lain tidak ada yang salah. Menatap Heri yang menggelengkan kepalanya tanpa ragu, hembusan napas panjang dikeluarkan Faisal ketika memang harus menghentikan semuanya.
“Cari penyakit memang.” “Siapa yang cari penyakit Mas Faisal atau Zaky?” tanya Luna menatap Raka yang berbaring di ranjangnya. “Dua-duanya.” Raka memutar bola matanya malas “Faisal belum pulang?” menatap kamar yang ada di seberang kamar Luna “Suka pulang malam sekarang?” “Punya cewek baru nggak sih, mas?” tanya Luna menatap Raka penuh selidik. “Putus sama Rachel karena selingkuh dan hamil anaknya mertua kakaknya.” Raka mengatakan tanpa beban dengan Luna membelalakkan matanya “Kapan itu cerita sambil ngomel.” “Nasib percintaan dia nggak ada yang bagus,” ucap Luna menatap sedih kearah kamar Faisal. “Kamu sendiri gimana? Kapan mau move on dari Zaky?” Luna menatap kesal kearah Raka “Nggak usah bahas begituan, aku mau senang-senang dulu. I’m single and happy, banyak yang mau aku lakuin.” “Ingat umur! Mama pusing itu mikir kamu
“Beneran?” Luna memijat kepalanya yang mulai terasa pusing, kedatangan tetangga sebelah atau lebih tepatnya ketika sang mama langsung menghubungi mereka setelah kalimat yang keluar dari kakak iparnya. Tersangka hanya menahan tawa melihat dirinya tersiksa, tidak hanya Luna yang ada disana tapi juga Faisal diminta datang. “Kenapa?” bisik Faisal tepat di telinga Luna. “Mas tanya aja langsung sama istri soulmatemu.” Luna melirik Risa yang masih menahan tawa. “Apa yang Risa bilang?” tanya Faisal lagi. “Kapan enaknya acara tunangan? Tapi belum lamaran juga kita, enaknya kapan?” Eni mengatakan dengan nada senang kearah Intan yang terlihat berpikir. “Bu, jangan heboh dulu! Faisal sama Luna belum bicara apapun.” Herman menghentikan kehebohan yang membuat suasana menjadi hening “Kalian jelaskan! Dua kali buat kehebohan dan bapak rasa semua ini nggak main-main.”
“Toko kamu makin besar aja.” Melepaskan pelukan Ismi yang menatap tokonya seakan menyelidiki sesuatu, menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya. Mereka tidak bertemu hampir tiga tahun, Ismi memilih melanjutkan pendidikan di luar negeri setelah mendapatkan beasiswa, sedangkan Luna tetap berada di tempat. “Mana calon kamu?” Luna menatap Ismi sambil melihat sekitar. “Nanti dia jemput, aku udah cerita banyak tentang dia. Nuri gimana? Anaknya berapa? Dia beneran nikah?” Ismi bertanya sambil menimati roti buatan Luna “Enak ini, ada? Aku mau beli.” “Nuri udah punya anak, jarak nikahnya sama Mas Raka nggak beda jauh. Sekarang dia tinggal di Yogyakarta ngikut suaminya. Mau rotinya? Free, produk baru itu. Kasih review jujur nanti ya.” Luna mengatakan dengan tatapan senang melihat ekspresi puas dari Ismi ketika menikmati roti buatannya. “Tinggal kamu sama Mas Faisal? Hubungan kalian gima
“Nggak papa aku ikut?” “Mas tanya lagi dapat piring cantik.” Luna menatap kesal kearah Faisal yang hanya tertawa “Mas nggak ada jadwal kencan? Cewek kemarin?” “Rekan kerja, Lun. Nggak percaya tanya aja sama Heri.” “Dia suka sama mas.” Faisal menganggukkan kepalanya “Mas tahu?” “Dia bilang, salah aku juga sih kasih tebengan jadi dia makin salah paham.” Faisal menatap sekilas kearah Luna. Melihat penampilan Luna sudah pastinya banyak berubah dibandingkan dulu, tapi bagi Faisal tetap sama seperti dulu yang menggemaskan, walaupun begitu tetap saja terkadang di mata Faisal terlihat dewasa, seperti sekarang. “Kenapa nggak komen?” Faisal penasaran ketika tidak mendapatkan tanggapan dari Luna. “Mas sudah tahu kesalahan jadi buat apa kasih tahu.” Luna mengatakan dengan sangat santai “Mas yakin nggak suka sama dia? Cantik loh, mas.”
“Ibu sama mamanya Luna sudah bahas tentang acara lamaran kalian. Kapan rencananya?” “Aku belum bicara sama Luna, bu.” Eni menggelengkan kepalanya melihat Faisal yang tampak santai “Uang kamu habis buat bangun rumah? Bapak sama ibu masih ada uang kalau buat biaya pernikahan kamu.” Faisal menghembuskan napas panjangnya “Masih ada uangnya, bu. Ibu dan bapak tenang saja kalau masalah itu.” “Lalu?” Eni memberikan tatapan menyelidik “Kamu nggak lagi main-main sama kalimat kemarin, kan?” “Nggaklah! Kalau main-main ngapain bangun rumah, bu.” Faisal membantah sambil menggelengkan kepalanya. Tujuannya memang menikah dengan Luna, tapi pertemuan dengan Dewi memberikan rasa penasaran lebih dalam. Hubungan mereka memang berakhir, mengetahui pernikahannya dan harusnya memang sudah selesai. Memilih mengambil berlalu dari hadapan orang tuanya menuju kamar, menatap langit kamar
“Dia bilang gitu? Terus kamu?” “Diam.” Heri membuka mulutnya tidak percaya mendengar jawaban Faisal “Harusnya kamu bilang apa gitu...” “Apa? Bilang kalau aku menyesal juga?” Faisal menatap Heri yang memilih diam. “Aku tahu kamu pacaran sama Dewi biar bisa move on dari Luna, tapi selamat kalian bersama aku lihat kalau dia bukan pelarian...” “Dia memang bukan pelarian,” potong Faisal mengoreksi kalimat Heri. Heri berdecih pelan mendengarnya “Kamu ngajak dia pacaran kenapa? Cinta? Iseng? Apa biar kelihatan move on?” Mendengar pertanyaan Heri seketika mengingat alasannya bersama dengan Dewi dulu, semua itu memang tidak ada tapi berjalannya waktu rasa itu hadir. Hubungan mereka belum sampai jauh, tapi saling kenal orang tua. Saat itu sudah cukup bagi Faisal, mungkin bisa dikatakan sama dengan hubungan Luna dan Zaky. “Jadi...ap
“Calon mantu udah siap aja.” Faisal tersenyum sambil menganggukkan kepalanya melihat Intan berada di dapur, bukan hal baru melihat pemandangan seperti ini. Pemandangan dimana orang tua Luna berada di dapur, pastinya sedang membicarakan sesuatu atau menemukan resep baru. Melihat ekspresi kedua wanita sudah bisa dipastikan pembicaraan mereka pastinya tentang hubungan anak-anaknya saat ini, memilih tidak menghiraukan dengan melakukan aktivitas seperti biasanya. “Kalian rencana menikah kapan?” Faisal menatap sang ibu yang mengeluarkan pertanyaan sama dari semalam. “Belum bicarakan lagi, ma.” Faisal menjawab pelan. “Pakai lamaran nggak, mas?” Faisal mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ibu “Lamaran resmi gitu, walaupun tetangga tetap harus dipersiapkan.” “Semalam bukan lamaran memang?” tanya Faisal bingung. Eni menepuk keningnya pelan “Bukan, lamaran itu ka
“Apa maksudnya ini? Papa capek kalau apa yang kamu katakan tadi hanya untuk membantu Luna.” Kejadian yang sama terjadi kembali, kali ini tidak hanya orang tua mereka tapi juga ada Raka dan Nuri yang bersama keluarganya. Luna tidak tahu jika mereka memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang permasalahan dirinya atau Faisal. Orang tua Zaky? Tentu saja pulang, melihat Faisal seketika tidak berani mengeluarkan suara kembali. Luna sendiri tidak menyadari jika Faisal berdiri tidak jauh dari pertemuan mereka, lebih tepatnya mengikuti permintaan Raka yang penasaran dengan pembicaraan mereka. “Memang benar kalau kami merencanakan pernikahan.” Faisal menjawab tanpa keraguan. “Sejak kapan?” Raka menatap Faisal tidak percaya “Bukannya kamu...” “Udah selesai sama dia, Rak.” Faisal memotong kalimat Raka yang akan keluar membuatnya langsung menutup mulut. “Jadi kamu nolak perjo
“Hubungan kita sudah berakhir.” “Kamu nggak bisa kembali sama Zaky, sayang?” mamanya Zaky menggenggam tangan Luna dengan tatapan penuh harap. Luna menggelengkan kepalanya “Zaky sudah punya wanita yang dicintai, tante. Tolong restuin mereka.” “Kamu tahu wanita itu, kan? Bagaimana kita bisa merestui?” mamanya Zaky, Warti. Luna menghembuskan napasnya panjang “Tante sudah kenal sama Rena? Dia nggak kalah baik kok.” “Luna, wanita yang status janda itu imagenya jelek. Masa Zaky sama wanita itu, Lun. Dia udah gagal rumah tangga, kamu tahu kalau menikah itu selamanya? Nah ini...janda cerai, kalau janda mati mungkin tante bisa terima.” “Tante sudah tahu cerainya kenapa?” “Buat apa! Nggak mau tahu dan nggak penting!” Warti menatap kesal mendengar pertanyaan Luna. Pertemuan dengan orang tua Zaky bukan pertama kali, mungkin ini adala
“Tumben kok pada kumpul?” “Memang nggak boleh aku pulang ke rumah orang tua sendiri?” Raka menatap malas pada Luna yang hanya memutar bola matanya malas. “Maksud Luna itu kita pulang terus Nuri juga pulang, tumben.” Risa menjelaskan detail pada Raka yang hanya menganggukkan kepalanya “Nuri berdua aja, suaminya nggak ikut. Nuri bilang ada jadwal piket, jadinya dia milih pulang dulu.” “Faisal lagi bangun rumah, artinya dia mau nikah berarti.” Raka memberikan informasi. Luna yang mendengarnya pura-pura mendengarkan tanpa ada niat membuka suara, membuka rahasia dirinya dengan Faisal. Pembicaraan terakhir di toko, Luna akhirnya ikut mendatangi insinyur yang membangun rumah, memberitahu apa yang diinginkan dan lain-lain. Belanja bahan-bahan pembangunan rumah, dimana semuanya adalah uang Faisal. Selain itu Faisal membicarakan tentang perjanjian pra nikah, Luna awalnya menolak tapi ternya
“Makasih ya, aku nggak tahu kalau nggak ada kamu.” “Kaya sama siapa aja, Nur.” Luna menata hadiah yang didapat anaknya Nuri dari acara ulang tahunnya, tidak hanya Luna tapi juga Faisal. Raka, kakaknya? Jelas sudah pulang. Orang tua? Mereka masih ada didalam. Pembicaraan mereka tidak akan ada habisnya, terkadang mereka suka geleng kepala atas kelakuan para orang tua. “Langsung pulang, Nur? Nggak kerumah?” tanya Luna setelah memastikan tidak ada lagi hadiah atau barang yang tertinggal. “Ya, besok mau tidur. Capek juga ya ulang tahun gini.” Nuri menggelengkan kepalanya sambil menatap sekitar “Kamu tahu? Mbak Dewi katanya ketemu mas ya?” “Tahu, ketemu pas acara lamarannya Ismi.” “Benar?” Luna menganggukkan kepalanya “Mas kok nggak kaya orang galau ya?” Mengikuti arah pandang Nuri dimana Faisal sedang berbicara dengan adik iparnya yang tidak lain
“Makasih udah kasih harga diskon, Lun.” “Apa sih yang nggak buat ibu, apalagi ini untuk ulang tahun anaknya Nuri. Kita udah Kaya keluarga sendiri, bu.” “Kamu belum jadi mantu ibu, jadi belum kaya keluarga.” Eni mengatakan dengan santai. Luna menata kotak roti yang dibawanya dari toko, pesanan ibunya Faisal yang akan merayakan ulang tahun anak Nuri. Mereka merayakan di panti asuhan, lebih tepatnya hanya mengirimkan saja tanpa perayaan disana. Mengalihkan fokus dari kalimat ibunya Faisal, Luna tidak mau pembahasan akan semakin lebar. “Mau dibawa kedalam mobil, bu?” tanya Faisal yang keluar dari kamar. Eni menganggukkan kepalanya “Ibu siap-siap dulu, nanti ketemu langsung di restoran siap saji udah ditunggu Nuri disana.” “Ya, bu.” Luna menatap Faisal yang membawa kotak rotinya kedalam mobil, melihat itu membuat Luna melakukan hal yang sama. Men
“Serius itu mantannya Mas Faisal?” Luna menganggukkan kepalanya “Udah lama sih, mungkin ada setahun kita pisah. Hubungannya juga lumayan lama, tapi pas mereka putus aku jadian sama Zaki.” “Mbak Dewi itu sepupu dekatnya Akbar, belum nikah keknya.” Ismi mencoba mengingat Dewi, tapi mengatakan sedikit ragu. Luna menatap tidak percaya “Masa?” “Mas Faisal nggak cerita?” Luna menggelengkan kepalanya “Nggak penting, mungkin.” Ismi mungkin benar, Dewi tampaknya tidak penting bagi Faisal. Pertemuan kemarin tampak biasa saja, mereka berbicara selayaknya teman dimana seakan tidak pernah terjadi hal pribadi diantara mereka. Pemikiran Luna adalah hubungan mereka itu hanya pelarian, menggelengkan kepalanya dimana tampak tidak mungkin Faisal melakukan ini semua. “Udah nikah,” ucap Ismi sambil memukul lengan Luna yang membuatnya terkejut “Akbar bilang kalau suaminya di laut.”