Pilihan berat kini Anna hadapi di detik-detik sisa hidupnya. Sungguh ia begitu dilema dengan apa yang menjadi pilihannya, gara-gara penyakit yang di idapnya sejak bangku kuliah membuat ia harus memutuskan antara hidup dan mati. Jika tetap dibiarkan hidup rasanya percuma sebab ia tidak akan bisa menjadi perempuan pada umumnya. ya, ia tidak akan pernah bisa memiliki anak sebab penyakit yang menggerogotinya mengharuskan ia berakhir di meja operasi untuk pengangkatan rahim. sungguh, ini tidak bisa di percaya. "Pikirkan baik-baik nak, sungguh Ayah dan ibumu tidak ingin kehilangan putri kesayangan satu-satunya. Cepat putuskan apa yang akan kamu pilih, ayah harap kamu mau mendengarkan perkataan dokter Darius. tak apa nak, jika kamu tidak bisa memiliki anak. Ayah dan ibumu ridho asalkan kamu kembali sehat" dengan nada bergetar Herman berujar. Matanya kini menatap sendu putri semata wayangnya, membuat Anna tak lagi bisa menahan kesedihan atas apa yang ia alami saat ini. "Tapi Ayah, Anna ingin memiliki anak seperti kebanyakan orang. Apalagi Mario, calon suami Anna itu selalu mengidam-idamkan anak yang lucu-lucu dariku. Bagaiman jika Mario tau? pasti ia akan kecewa dan meninggalkanku" rasa sesak kini menyelimuti rongga dadanya, ya tuhan ujian apa ini? "Lupakan Mario, fokuslah pada kesembuhanmu. Kita bisa cari solusinya nanti, jika dia benar-benar mencintaimu tanpa syarat, dia pasti akan tetap memilih bersamamu tapi jika tidak? ayah sudah siapkan calon suami yang lebih baik dari dia, dan insyaallah ia akan lebih menerima keadaanmu" bak di sambar petir siang bolong, kini yang Anna rasakan saat ini. Apa yang dikatakaan ayahnya sungguh menyayat luka dihatinya, batinnya seakan terasa tersiksa. Dadanya sesak, kepalanya kian terasa pening. Sekali lagi, pilihan mana yang harus dia ambil? menuruti kata dokter untuk di operasi dan menikah dengan laki-laki yang sudah ayahnya pilihkan atau tetap merasakan sakit dan menikah dengan Mario, kekasih tercintanya meski harapan hidupnya tidak akan lama lagi?
Lihat lebih banyakSuara kumandang adzan subuh terdengar saling bersahutan dibeberapa mesjid yang tak jauh dari kediaman rumah megah tiga lantai itu yang mereka sebut dengan mansion itu berdiri paling mewah disekitaran perumahan warga. Didalamnya, gemericik suara air keran berjatuhan membelah kesunyian. Nampak, seorang wanita yang sudah mengenakan mukena berwarna putih itu bersandar di ambang pintu. Menatap remang-remang cahaya dihadapannya, menunggu kehadiran sang suami yang sepertinya tengah berwudhu.Seorang pria dewasa, berkoko putih lengkap dengan sarung hitamnya keluar dari kamar mandi dengan pandangan menunduk membuat rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menetes. Tangannya cukup sibuk menurunkan lengan baju kokonya yang tersingkap. Matanya memindai kearah lemari, hendak mencari kopiah yang akan dikenakannya untuk shalat subuh hari ini. Setelah menemukannya, ia kenakan rapih kopiah ke kepalanya dengan sedikit menunduk, ia mendongak. Lantas terperanjat kaget saat melihat siluet berwarna puti
"Assalamualaikum, bu. Saya MUA yang dipesan bapak Adrian, bolehkah saya masuk"Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungannya. "Waalaikumsalam," jawabnya akhirnya, sambil membuka pintu untuk MUA yang datang.Seorang wanita muda dengan riasan wajah profesional dan perlengkapan lengkap memasuki kamar. "Selamat pagi, Bu Anna. Kita akan mulai dengan riasan dan hijab stylish. Bapak Adrian sudah memesan semua perlengkapan yang dibutuhkan."Anna mengangguk, berusaha tenang. "Silakan, mari kita mulai."Selama proses riasan, hai Anna mulai tidak enak pasalnya riasan yang sedang MUA itu lakukan padanya seperi riasan untuk seorang pengantin dan itu membuat Anna terus-menerus memikirkan apa yang akan terjadi. Masa iya Anna akan menjadi pengantin lagi? Ia kan hanya mengajukan syarat agar Adrian melakukan ijab kabul saja didepan orang tua dan saksi. Udah itu aja, bukan meminta mengadakan pesta besar-besaran. Saat MUA menyelesaikan riasan dan Anna berdiri di
Seminggu telah berlalu, Adrian kini masih berada di kediamannya Anna. Ia masih dalam proses penyembuhan, dan dalam seminggu ini Adrian hanya tidur sendiri di ranjang besar milik istrinya itu. Sementara Anna memilih untuk tidur disofa yang lumayan besar disudut kamarnya. Cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Seperti malam ini, Anna baru saja memasuki kamarnya dan terkejut saat menoleh pada Adrian yang kini tengah merebahkan tubuhnya disofa yang biasa Anna tempati sembari menonton beberapa siaran berita seputaran bisnis minggu ini. "Awas," usir Anna dengan cepat. Adrian mendongak, "mau tidur sekarang?" tanyanya bangkit dari pembaringan. Anna mengangguk, berjalan mengambil bantal dan selimut didalam lemari. "Jangan tidur dulu ya, mas mau ngobrol." pinta Adrian lembut. Anna mendengus sebal, ia meletakan bantal yang dibawanya keatas sofa. "Ngapain? Udah malam, aku ngantuk" tolak Anna halus.Anna malah merebahkan tubuhnya diatas sofa, padahal Adrian masih duduk disana.Adrian melihat ra
Anna duduk di tepi tempat tidur, menatap hujan yang terus menerpa jendela kamar. Suasana di luar yang dingin dan suram mencerminkan perasaannya saat ini. Suara tetesan hujan yang monoton dan gelegar petir membuat suasana hatinya semakin berat. Ia merasa terombang-ambing antara harapan dan ketidakpastian.Hujan ini seolah memberikan penekanan pada kebingungan dan rasa sakit yang ia rasakan. Hujan diluar nampaknya mulai agak mereda, membuat Anna bangkit untuk membuka jendela sekedar untuk menghirup udara pagi ini. Ia harap bau basah tanahnya yang menguar akan mampu menenangkan pikirannya dan berharap Adrian segera pergi dari rumahnya setelah ia menolak untuk bertemu dengannya.Jujur saja, Anna masih merasakan sakit hati atas perbuatan Adrian padanya tapi ia juga merindukananya namun logika Anna kali ini sedang berjalan, ia tidak akan luluh begitu saja saat ibunya bilang jika Adrian tidak memberikan surat yang Anna maksud melainkan Adrian datang ingin memperbaiki hubungan mereka. Jujur s
Sesubuh ini, hujan deras sudah melanda kota Surabaya. Sesekali petir menyambar bumi, dan Anna kini tengah memanfaatkan keadaan, seusai shalat subuh ia masih setia duduk diatas sejadah dengan menengadah berdoa sebanyak mungkin. Anna percaya, salah satu waktu mustajabnya doa ialah diwaktu hujan turun, dan Anna yakin Allah akan mendengar segala keluh kesah serta doa-doa dirinya.Anna memejamkan matanya, membiarkan suara hujan dan petir mengisi kesunyian sekelilingnya. Dalam kegelapan pagi itu, pikirannya melayang jauh, menelusuri berbagai harapan dan impian yang belum terwujud. Ia berdoa untuk kesehatan orang-orang tercintanya, untuk ketenangan dalam hidupnya, dan untuk petunjuk yang jelas dalam menghadapi jalan hidup yang penuh ketidakpastian, terutama untuk keutuhan rumahtangganya. Anna harap, Adrian tidak sungguh-sungguh dengan perceraian itu. Tak lama setelah ia berdoa, samar-samar ia mendengar bell rumah berbunyi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini. Anna membuka matanya perlahan d
Setelah kepergian Aruni beberapa menit yang lalu, Adrian masih setia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kepala yang menengadah, menatap langit-langit. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ucapan Aruni seperti perintah baginya, namun apakah harus secepat ini? Bahkan Adrian belum memiliki persiapan untuk bertemu dengan Anna beserta mertuanya. Tiba-tiba tubuh Adrian bergidik ngeri saat mengingat wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tegas nan berwibawa. Ia begitu malu, jika harus menghadap Dirgantara malam itu juga. Entahlah, nyali Adrian selalu menciut jika dirinya tau sudah melakukan kesalahan. Ah, memikirkan hal itu membuat kepalanya pening. Lebih baik ia sekarang bergegas pulang, menemui anak-anaknya. Rindu sekali ia bercanda dengan mereka. Ia pun bergegas pulang, mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani Rama. Sengaja beberapa minggu ini Adrian membiarkan Rama untuk menjaga Aruni, menemani adik kesayangannya itu agar traumanya cepat sembuh. Seper
1 bulan kemudian ...Tepat satu bulan pertengkaran itu, rupanya Anna benar-benar pergi dari kehidupan Adrian dan kedua anaknya. Dengan terpaksa Anna tidak menuruti permintaan Raja kala itu, Anna benar-benar sakit mengingat Adrian mengajaknya bercerai kala itu. Padahal secara logika, Anna tidak salah dalam hal apa pun justru Anna hanya membantu agar emosi Adrian tidak menambah permasalahan kala itu. Namun, Adriaj terlalu emosi, ia mengartikan semua pembelaan dan kalimat penenangnya hanya untuk Mario, demi kebaikan mantan pacarnya itu.Dan sudah satu bulan ini hidup Adrian dan anak-anaknya begitu menyedihkan. Raja tak ingin berbicara dengannya sampai saat ini bahkan ia memilih untuk tinggal di pesantren al-anwar bersama jiddah dan jaddunnya sebelum Adrian membawa Anna kembali. Sementara Ratu, sampai sekaran putri kecilnya itu begitu murung, bahkan sering sakit-sakitan menggumamkan nama Anna sebagai bunda kesayangannya.Sudah berkali-kali Melati dan Darius menasehati agar Adrian menemui
"Bunda kenapa? Kok matanya bengkak, nangis ya?" kira-kira begitulah Ratu bertanya ketika menemui bundanya yang tengah melamun sendirian menghadap jendela kamar mereka. Anna tersenyum tipis, ia menyambut hangat putri Adrian yang semakin hari semakin cantik dan menggemaskan."Bunda ih katanya dirumah nenek, tapi pas kita kesana gak ada" kesal Raja yang tiba-tiba datang ke kamar mereka. Wajah tampannya menyiratkan kekesalan. Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan."maaf ya, tiba-tiba kepala bunda pusing. Makannya bunda pulang duluan darisana, oh iya padahal disana masih ada ayah kalian loh kenapa malah buru-buru pulang?"Ratu dan Raja saling bertukar pandang, tampak bingung sekaligus khawatir. Raja yang biasanya tegas kini menunjukkan sisi lembutnya ketika melihat ekspresi Anna."Bunda pusing kenapa? Udah minum obat atau mau abang ambilkan sesuatu buat bunda?" tanyanya Raja dengan penuh khawatir dan perhatian, ia mendekat kearah Anna dan mengulu
Aruni terduduk dan termenung di kamarnya sejak sejam yang lalu. Meratapi nasibnya sekarang ini. Apakah ia akan sanggup menjalani hidup setelah ini? Apakah ia akan sanggup mengurus bayi tidak berdosa diperutnya itu? Entahlah, Aruni hilang arah. Dia marah, terluka, kecewa. Kalau saja malam itu ia tidak menolong Mario, mungkin sekarang Aruni akan baik-baik saja atau bahkan ia sudah berada di Surabaya menyusul pria yang dicintainya. "ARGHHHH!" teriakan amarah dari dalam kamar itu terdengar begitu memilukan, Melati dan Anna berusaha untuk mencoba memasuki kamar Aruni kembali namun tidak bisa. Sejam yang lalu, Aruni mengusir keduanya saat dokter Tia menyarankan agar Aruni dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Aruni menolak. Ia sudah tau hasilnya dan ia yang merasakannya, bahkan gelagat dokter Tia yang mencurigakan itu membuatnya gampang ditebak. Brak ... Prang ...Suara barang pecah dan berjatuhan membuat Melati dan Aruni panik, keduanya memutuskan untuk menghubung
Kebahagiaan itu terlahir pada setiap manusia, tergantung manusianya itu sendiri yang akan menyikapi rasa bahagia yang telah Allah berikan.Jika manusianya bersyukur, maka ia kan merasakan kebahagian yang telah di beri namun jika tidak kebahagian yang telah diberikan tidak akan pernah ia rasa.Sebab hanya penderitaanlah yang selalu ada dalam pikirannya. 🍃🍃🍃"Mia, laporannya sudah selesaikan? Saya minta segera letakan di meja saya ya, oh iya jika stok obat-obatan datang. Segera laporkan pada saya""Siap bu, katanya nanti sore stok obat-obatan datang dan seseorang juga akan menemui ibu untuk menawarkan produk obat-obatannya" ucap suster Mia."Oke, nanti kabari saya. Saya masih ada urusan di dalam" Mia mengangguk, lalu membiarkan gadis tersebut meninggalkan ruang apoteker dengan santai."Sayang!"Terdengar suara seseorang yang tak asing lagi, memanggil dirinya dengan sebutan sayang. Ia terse
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen