Kadang pertemuan yang tidak disengaja bisa menjadi awal dari pertemanan atau pun awal dari permusuhan
🍃🍃🍃Alunan lagi crisye yang berjudul "Badai pasti berlalu" mengalun lembut siang ini di sebuah cafe ternama dengan beberapa pengunjung mulai saling berdatangan untuk menikmati makan siang.Tak terkecuali dengan sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta, keduanya nampak begitu menikmati alunan musik yang diputar serta menu hidangan yang tersedia di cafe ini."Sayang cobain deh, asli ini enak banget, seger! Pasti selama di canada kamu gak pernah nemuin makanan penutup yang kaya gini" sangat antusiasnya Anna kala menyodorkan makanan penutup miliknya. Sebuah hidangan khas indonesia banget namun di kemas semodern mungkin, apalagi kalau bukan es doger dengan berbagai macam toping yang di hidangkan.
"Masa sih, sini Mas coba" ujar Mario melahap suapan es doger dari tangan Anna.
"Enakan sayang?" tanya Anna, bibir tipisnya merekah sempurna. Entahlah, ia seperti kembali merasakan debaran-debaran asmara setelah empat tahun lamanya terpisah dari Mario, laki-laki yang sangat ia cintai.
Mario mengangguk dengan masih merasakan sensasi rasa es doger yang baru ia coba kembali.
"Enak banget yang, tukeran ya" pinta Mario dengan pupy eyesnya.
"Aku bilang apa Mas, menu es doger disini tuh paling enak. Paling laris, kamu sih malah gak mau" oceh Anna, namun tangannya dengan ikhlas menukar es doger miliknya dengan jus jeruk milik kekasihnya itu.
"Yaudah sih yang, kalau gak mau tukeran Mas pesen aja. Gampangkan," kekeh Mario.
"Tidak usah yang, nanti kalau gak habis mubazir lagi" ungkap Anna, sesekali ia dengan santainya meneguk jus jeruk milik Mario.
Ya, Anna tau. Jika kebiasaan Mario sedari dulu ialah memesan makanan atau minuman yang ia suka untuk kedua kalinya namun makanan atau minuman itu tak pernah ia habiskan. Bahkan dulu sewaktu masih kuliah bersama, pertengkaran hebat terjadi di antara keduanya hanya gara-gara Mario memesan makanan untuk kedua kalinya namun tak sedikit pun ia makan.
Bukan mengapa, hanya saja Anna tak suka dengan sikap buruk Mario satu itu. Selain menghamburkan uang, makanan yang ia pesan itu menjadi mubazir. Ya, mubazir salah satu sikap tidak terpuji. Bahkan Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang pemboros adalah saudara setan di dalam SURAH AL-ISRA' AYAT 27. Alasan mengapa Allah menyatakan demikian adalah karena seseungguhnya pemboros itu adalah orang-orang yang ingkar pada nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Maka dari itulah, mengapa Anna tak suka dengan kebiasaan buruk Mario yang satu ini. Selain dinamakan pemborosan juga ya karena ia tau diluar sana banyak sekali orang-orang yang masih hidup dalam kelaparan.
"Iya deh enggak, aku mau minum punya kamu aja" kekeh Mario mengambil cepat es doger milik Anna yang sudah berada di hadapannya.
"Oh iya Mas, ibu nanyain tuh. Katanya kapan kamu mau kerumah sama keluarga kamu?"
Uhuk ... Uhuk ...
Pertanyaan Anna sontak membuat Mario tersedak, bagaimana tidak? Ini baru pertama kali dalam hidupnya. Ibunya Anna bertanya serius mengenai hubungan mereka, ya memang sedari dulu hubungan Mario dan ibunya Anna bisa di katakan kurang baik. Itu sebabnya Mario lebih memilih, melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi sebagai bukti keseriusannya pada Anna, agar ibunya Anna percaya jika ia bisa membahagiakan putri semata wayangnya."Kenapa? Kaget?" tanya Anna heran.
"Eh, enggak sayang. Justru Mas senang, akhirnya mamah kamu nanyain soal itu" sahut Mario cepat, takut kesalah pahaman terjadi hanya gara-gara ia tersedak mendengar pertanyaan yang terlontar.
Anna menghela napas panjang. Kini kedua tangannya meraih tangan Mario. "Maaf ya Mas, jika selama ini sikap ibu ke kamu kurang baik. Ibu begitu karena ia gak mau putri satu-satunya di permainkan sama lelaki mana pun, termasuk kamu. Maaf ya,"
"Tidak mengapa sayang, Mas paham. Yang namanya ibu, pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan Mas beruntung, berkat dorongan dari ibu kamu Mas jadi bisa seperti sekarang ini. Sukses! Dan Mas sangat berterimakasih sekali, karena kamu selalu mendukung Mas dari nol sampai sesukses ini" ucap Mario tulus.
Kedua mata Anna berbinar, lelaki dihadapannya ini sungguh baik bahkan ia tak pernah sekali pun di perlakukan kasar olehnya meski pertengkaran hebat kerap kali terjadi. Pacaran hampir enam tahun lamanya membuat Anna yakin jika Mario ialah jodohnya.
"Jangan baper kaya gitu ah yang, Mas gak suka" tegur Mario menangkup kedua pipi Anna.
"Hehe, Maaf"
****
Mentari siang ini nampak begitu tak menginginkan sang awan menghalangi keberadaannya, buktinya terik panasnya kini melanda bumi dengan tak semestinya. Terasa begitu menyengat, membuat siapa pun enggan untuk pergi keluar barang sebentar saja. Kecuali pekerjaan yang mengharuskannya.
"Ram, titip anak-anak ya. Biar gue sendiri aja yang bertemu dengan klien" ujar Adrian siang ini. Rama yang masih fokus membereskan berkas-berkasnya menoleh dengan helaan napas panjang pada Adrian.
Bagaimana tidak, bosnya ini kadang tak mengerti keadaan asistennya yang masih lajang. Boro-boro mau direpotin sama dua bocah yang lagi aktif-aktifnya, direpotin sama pacar sendiri pun masih ogah-ogahan. Ya dengan alasan, masih jadi anak orang belum menjadi milik dia seutuhnya. Aneh memang, tapi seperti itulah pemikirannya dan makannya sampai saat ini Rama masih setia dengan kejombloannya.
"Loh bos, katanya mau di titipin sama keluarga Om Darius?" tanya Rama basa-basi. Ingin sekali ia menolak, namun rasanya tak enak ketika melihat wajah tuan ri hadapannya yang masih saja murung sedari semalam.
"Om Darius sama istrinya masih sibuk. Gak enaklah kalau datang-datang langsung nitipin mereka" ucap Adrian dengan kedua bola mata tak terlepas memperhatikan si kembar yang sedang aktif bermain, hingga kamar hotel pun terlihat begitu acak-acakan akibat ulah mereka.
"Iya juga sih, tapi bos"
"Kenapa kamu nolak?" sewot Adrian menatap tajam kearah Rama.
"Eh enggak gitu bos, cuma ..." ucap Rama menggantung. Dirinya berkali-kali menghela napas panjang dengan sesekali melirik kearah si kembar yang sedang asik menggambar.
"Yasudah kamu juga ikut, tapi tetap kamu awasi Raja dan Ratu. Biar saya yang tangani pekerjaan ini" putus Adrian.
"Beneran bos?" tanya Rama begitu kegirangan.
Adrian mengangguk malas, dengan segera ia bersiap dan menyuruh si kembar untuk membereskan semua mainan ketempat semula. Meski Adrian tak pernah sepenuhnya mengurusi Raja dan Ratu namun ia begitu keras mendidik kedisiplinan pada keduanya. Menanamkan nilai-nilai agama serta sosial sejak dini, baginya hal yang paling penting.
Perjalanan menuju rumah sakit ternama di kota Surabaya membuat Adrian tak henti-hentinya bersyukur. Usahanya di bidang Farmasi kini berkembang pesat, bahkan beberapa rumah sakit ternama pun kini mempercayai obatan-obatan pada perusahaannya. Sebuah nikmat yang mesti di syukuri, tenyata di balik duka tuhan malah merencanakan kehidupan yang begitu lebih baik."Ayah, kok kita kerumah sakit sih? Ibu masih sakit ya?" tanya Ratu, matanya berkaca-kaca kala ia mengikuti dua orang dewasa di sebelahnya berjalan memasuki rumah sakit Dirgantar.
"Sayang, ayah ada kerjaan sebentar. Kalian sama om Rama tunggu di taman, gak papakan?" jawab Adrian dengan membungkukan badannya untuk menyetarakan ketinggian dengan putrinya tersebut.
Ratu menggeleng, bibirnya bahkan telah mengerucut kesal. "Kok tunggu di taman? Enggak, Ratu pengen ikut. Katanya mau jemput ibu, ratu udah kangen sama ibu!" tegas Ratu.
Adrian dan Rama saling bersitatap kaget, heran dengan sikap Ratu yang sudah bisa berbicara panjang lebar di usianya yang baru saja menginjak tiga tahun.
"Ratu sayang, sama Om Rama dulu yuk. Kita jajan eskrim di taman sana, enak loh" bujuk Rama.
"Om gak usah bohongin adek saya deh" sewot Raja mendekati Ratu, bahkan kini tangannya tertaut pada tangan Ratu.
"Om gak bohong, nih Om bawa uangnya kok" Rama kembali membujuk, kali ini ia memperlihatkan beberapa lembar uang seratus ribuan di dompetnya pada si kembar.
"Asik, Om banyak duitnya" girang Raja dan Ratu bersamaan. Rama mengangguk, melirik Adrian seakan memberi isyarat jika ia akan berhasil membujuk kedua bocah di hadapannya.
"Banyakkan? Yuk kita jajan eskrim di taman,"
"Gak! Kami maunya jajan ke super market!" tegas Raja dengan menunjuk ke arah pintu keluar yang dimana letak super market ini berada di sebrang rumah sakit.
Rama tersenyum hangat dengan anggukan, ingin menuntun keduanya untuk pergi namun mereka malah terlebih dulu berlari membuat Rama dengan cepat mengejarnya tanpa berpamitan pada Adrian.
"Ram, jagain mereka!" teriak Adrian. Kejaran Rama terhenti, ia berbalik untuk menjawab teriakan Adrian.
Brugh ...
"Awww ... Ayah ... Sakit ..." pekik Raja yang sontak membuat Adrian dan Rama menghampirinya.
"Aduh dek, maafin om ya. Gak sengaja" cicit seseorang dengan cepat membantu Raja yang tengah tersungkur untuk berdiri.
Raja tak henti-hentinya menangis, apalagi saat mengetahui jika kini lututnya tengah berdarah.
"Ya ampun nak, kenapa?" khawatir Adrian saat menemui Raja dan Ratu yang sudah berada di luar.
"Aduh Mas, maafin pacar saya ya. Dia gak sengaja," cicit seorang wanita yang tengah membersihkan pakaian Raja yang telah kotor akibat terjatuh.
"Loh, Mario?" kaget Rama dengan mata menatap serius pada lelaki di samping Anna, seolah memastikan jika yang ia lihat adalah sahabat dari masa SMAnya dulu.
"Rama?" tanya Mario memastikan. Rama mengangguk, mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Apa kabar bro?" tanya Mario menerima uluran tangan dari Rama. Sementara Adrian dan Anna masih saja fokus membersihkan baju Raja dan membujuk Raja untuk terdiam dari tangisnya. Keduanya saling beradu pandang beberapa kali, apalagi ketika Anna tak sengaja menyentuh tangan Adrian ketika keduanya sama-sama membersihkan celana Raja yang begitu kotor kena tanah.
"Maaf," cicit Anna namun Adrian nampak begitu cuek, dengan cepat ia menggendong Raja.
"Aduh maaf ya Ram, ponakan lo gak sengaja gue tabrak" ungkap Mario dengan tak enak hati.
"Kalian saling kenal?" tanya Anna dengan berdiri dari duduk jongkoknya. Mario mengangguk dengan senyuman hangatnya.
"Iniloh yang, yang sering Mas ceritain ke kamu dulu"
"Rama?" tanya Anna menunjuk Rama.
"Hai, pasti kamu Anna kan?" tebak Rama.
"Tepat sekali, haha" jawab Anna, ia begitu tertawa renyah kala Rama menebaknya dengan tepat.
"Om, tante! Tanggung jawab dong, ini lutut kakak Ratu berdarah!" kesal Ratu menarik kemeja Anna.
"Eh sayang," kaget Anna menoleh kearah Ratu.
"Sayang, gak boleh gitu nak." tegur Adrian lembut, Raja yang masih terisak pun kini perlahan-lahan terdiam kala melihat Ayahnya menegur Ratu.
"Tapi Ayah, tante sama Om itu jahat. Gak bertanggung jawab, udah bikin lutut kakak Ratu berdarah,"
"Ayah gak pernah ya ajarin kamu buat ngelawan!" Adrian kembali menegur, namun kali ini nada bicaranya terdengar sedikit meninggi.
"Gak papa, maaf ya Mas. Gara-gara kami, dia jadi jatuh" ucap Anna. Tubuhnya kembali berjongkok, memperhatikan wajah Ratu sekilas.
"Kalian kembar?" tanya Anna penasaran saat memperhatikan kedua wajah anak tersebut begitu mirip.
Ratu mengangguk, "iya, tante obatin luka kak Raja dong. Kan pacar tente yang udah bikin kaya gitu"
Anna menggangguk, menangkup kedua pipi Ratu dengan gemas. "Iya tante obatin, tapi di dalam ya. Di ruangan tante, biar gak panas" ujarnya.
Ratu kembali mengangguk, melihat kearah Raja dan ayahnya yang kini menatapnya dingin.
"Tante izin dulu sama ayah, dia suka marah kalau aku dan Raja dekat sama orang baru" bisik Ratu ketelinga Anna.
Anna mengangguk, ia kembali berdiri tepat di hadapan Adrian dan Raja di gendongannya.
"Gimana Mas, apa boleh saya obatin dulu lutunya adek ini?" izin Anna. Adrian nampak berpikir, sesekali menoleh ke arah Rama yang masih asik berbincang dengan Mario, teman lamanya itu.
"Ram, jagain mereka. Saya harus segera masuk ke dalam," ucap Adrian dingin. Dirinya baru keingat jika saat ini mereka sedang di kejar waktu untuk segera presentasi dihadapan orang-orang penting di rumah sakit ini.
Rama segera menoleh, mengambil alih Raja dari gendongan Adrian.
"Sukses terus pak bos!" ucap Rama melepas kepergian Adrian sementara Anna masih berdiri mematung, merasakan gondok yang teramat saat izinnya tadi tak Adrian respon. Ah, awal pertemuan yang buruk rupanya.
Surga bagiku, ketika engkau teramat menyayangi anak kecil sama sepertiku. Tenyata aku tak salah memilihmu sebagai calon imamku, engkau suami idaman. Penyuka anak kecil, jika anak orang saja kamu sayangi apa jadinya jika dengan anak kita? Pasti lebih menyayangi bukan!👟👟👟Anna tak henti-hentinya tersenyum hangat saat Mariolah yang begitu telaten membersihkan luka di lutut anak kecil yang tak sengaja ia tubruk tadi."Perih ya sayang, maaf ya. Om benar-benar gak sengaja" ungkap Mario, tangannya mengelus lembut puncak kepala Raja dengan begitu hangat.Raja menggeleng keras, ditatapnya Mario dengan lekat. "Tidak Om, Raja kuat. Ayah bilang anak lelaki itu gak boleh cengeng"Mario mengangguk, menahan tawa. Mengacak rambut Raja dengan lembut. "Pintar sekali kamu nak""Katanya gak boleh cengeng, tapi tadi malah nangis" seru Rama."Kaget tadi Om," Raja mengeles dengan delikan sebal ke arah Rama yang sontak membuat Anna dan Mario
Usai pertemuannya dengan pemilik rumah sakit terbesar di kota Surabaya, kini Adrian memutuskan untuk menemui kedua anak mereka yang saat ini masih di jaga oleh orang asing.Sungguh, ia benar-benar sangat marah saat Rama mengatakan jika si kembar tidaklah di kunci dalam mobil melainkan di titipkan pada sahabat SMAnya tadi.Rasa khawatirnya kini kian membesar kala mengingat jika Rama dan sahabatnya itu baru saja bertemu kembali setelah enam tahun lamanya tak jumpa. Bagaiman Rama bisa yakin jika sahabatnya itu orang baik-baik sementara dirinya baru bertemu dengannya kembali, apa dia lupa jika sikap seseorang itu bisa berubah-ubah setiap waktunya."Maaf pak, tapi saya sungguh gak tega jika harus meninggalkan mereka dalam mobil. Saya takut terjadi apa-apa pada mereka" berkali-kali Rama berusaha menjelaskan dengan gerak kaki di buat secepat mungkin untuk berjalan menyusul Adrian yang selangkah lebih cepat darinya."Sudah saya katakan Ram, mereka akan baik-baik
Jangan pernah menjadi budak dunia, yang tidak pernah memikirkan urusan akhirat.🍃🍃🍃Brak!Di tutupnya dengan keras pintu mobil saat Adrian bersama kedua anaknya telah memasuki mobil tersebut. Wajah Adrian begitu ditekuk sempurna membuat Rama yang hendak protes akan kekagetannya akibat ulah Adrian kini mengurungnkan niatnya dan membiarkan bos besarnya itu untuk tenang terlebih dulu."Jalan!" perintah Adrian. Rama mengangguk, ia mulai menancapkan gas meski ia tak tau arah tujuan mereka saat ini akan kemana."Kita gak usah pulang ke hotel, tapi ke rumah om Darius" ucap Adrian kembali memecahkan keheningan di antara keduanya sedangkan si kembar kini tengah asik pada dunianya masing-masing."Baik pak," jawab Rama. Ia jelas tahu alamat rumah Om Darius, paman dari bosnya itu sebab sudah hampir kesekian kalinya Adrian mengajak Rama untuk ikut menemui pamannya itu.Tak butuh waktu lama, mobil pazero hitam itu telah terparkir rapi
Mario nampak mengerinyitkan dahinya kala melihat wajah Anna yang sedari tadi tertekuk kesal."Kamu kenapa yang, ih kok kaya kesal gitu?" tanya Mario hati-hati takut kekasihnya itu lebih kesal lagi.Anna menoleh, diletakannya ponsel di atas meja kerjanya. "Aku tuh masih sebal, kesal!" geram Anna.Mario hanya mengangguk, menunggu kekasihnya itu untuk bercerita. Ya, tanpa Mario minta Anna akan bercerita setiap keluh kesah padanya hanya karena satu pertanyaan saja yang Mario lontarkan padanya."Tau gak, tadi ayahnya si kembar tuh marah-marah gak jelas. Banting pintu segala lagi, gimana aku gak kesal Mas" cerita Anna bersungut-sungut."Mung-" baru saja Mario hendak berbicara namun Anna dengan cepat memotongnya sehingga membuat Mario terpaksa mengatupkan kedua bibirnya kembali."Kok bisa ya sahabat Mas itu tahan punya bos kaya dia" heran Anna."Jadi gara-gara ini, mas dicuekin?" tanya Mario. Ditatapnya wajah Anna dengan lekat, hampir
Seminggu berlalu ...Hari ini Anna seperti kembali menuliskan alur hidupnya sendiri. Untuk setahun kedepan ia akan kembali melewati hidupnya dengan begitu banyak kesepian yang mungkin akan melibatkan air mata kerinduan.Masa depannya telah kembali ia terawang, menerka-nerka apa yang akan terjadi nantinya. Ah, rupanya ia tak sadar jika takdir hidupnya hanya Allah lah yang berkuasa.Terduduk memandang langit malam kini ia lakukan sebagai bentuk pengenangan atas kepergian Mario ke Bandung untuk beberapa bulan kedepan."Jika rindu, pandanglanglah langit malam. Aku akan hadir dalam kesunyian malam, menjadi bentangan langit yang luas sebagai penampung gemerlapnya cahaya bintang dan purnama dan aku akan menjadikan kamu sebagai awan yang begitu setia menemaniku" ujar Mario sebelum kepergiannya seminggu yang lalu.Anna tersenyum, mengingat perlakuan manis Mario yang tak berubah sedari dulu. Romantis dan begitu humoris."Aku akan menjadi awan yang sel
Masih sepagi ini namun langit Surabaya sudah dilanda mendung tak terkira, mungkin sebentar lagi hujan akan turun membasahi bumi dengan membawa segala ingatan tentang orang-orang dimasa lalu setiap anak manusia."Ayah bangun, ayo kita solat subuh" kedua tangan mungil milik Raja kini tengah berusaha menyibakkan selimut di tubuh Ayahnya. Berusaha keras ia membangunkan Rian dengan berbagai cara dilakukan, salah satunya menarik selimut pada tubuh Adrian dan Ratu, adik kembarnya bertugas untuk memainkan telinga Adrian serta membisikan kata-kata padanya."Hemmm," gumam Adrian, berusaha membuka kedua matanya yang terasa berat."Ih ayah ayo bangun, subuhnya nanti kelewat lagi. Mamah udah nungguin pasti," seru Ratu di telinga Adrian. Mendengar kata Mamah membuat Adrian seketika membuka kedua matanya, buru-buru ia bangun menghadap Ratu yang menatapnya tak berkedip."Siapa yang nungguin kita sayang?" tanya Adrian memastikan kembali jika ia tadi mendengar kata mamah y
Adrian menatap lekat punggung putra kesayangannya dengan sendu, naik turunnya bahu sang putra membuat hatinya merasa menyesal. Sekejam inikah ia padanya selama ini? Tapi ini juga demi kebaikannya, inilah cara mendidik Adrian pada sikembar selama ini."Berbalik, hadap ayah sini" titah Adrian dingin. Raja tersentak, buru-buru ia menyeka air matanya dan menuruti perintah Adrian."Tahu kesalahan kamu apa?" tanyanya dengan melipat kedua tangan di dada.Raja mengangguk lemah, masih dengan menunduk."Coba sebutkan" perintahnya."Abang usilin adek, gak nurut apa kata ayah dan abang yang menjadi penyebab adek menumpahkan secangkir wedang jahe hingga berkas-berkas ayah basah" akunya Raja menatap sekilas Adrian dengan ketakutan."Mau ulangi lagi?" tanya Adrian setengah berjongkok, menatap tajam putranya."Tidak ayah, Raja menyesal" geleng Raja berusaha menghindari tatapan tajam tersebut."Bagus, apa yang harus kamu lakukan setelah ini?" t
Tubuh terpaku seorang Adrian kini kembali normal saat kedua pria setengah ,paruhbaya itu kembali memasuki kamar Anna."Apa dia sudah tidur?" tanya Darius pada Ajeng yang senantiasa menemani Anna. disampingnya."Sudah Mas," jawab Ajeng mendongak kearahnya."Baiklah, Rian bisa kamu bantu om sekarang?" tanya Darius menatap sang keponakan itu penuh harap."Bantu apa Om?" Adrian bertanya sembari mendekat kearah Darius."Tolong kamu gendong dia kemobil, kita akan membawanya kerumah sakit" titah Darius membuat Adrian tercengang."Saya Om?" Adrian bertanya memastikan jika perintah Darius itu benar untuknya."Iya kamulah Ri, kuatkan?""Tapi Om, diakan bukan-""Jangan protes, kamu masih muda pasti kuat. Apa kamu tega membiarkan sahabt Om ini mengendong putrinya dari lantai dua ke halaman rumah denga kondisi begini bahkan dia sudah tua sama seperti Om, apa kamu tega?" potong Darius begitu cepat sebelum Adria menolak dengan berbagai
Suara kumandang adzan subuh terdengar saling bersahutan dibeberapa mesjid yang tak jauh dari kediaman rumah megah tiga lantai itu yang mereka sebut dengan mansion itu berdiri paling mewah disekitaran perumahan warga. Didalamnya, gemericik suara air keran berjatuhan membelah kesunyian. Nampak, seorang wanita yang sudah mengenakan mukena berwarna putih itu bersandar di ambang pintu. Menatap remang-remang cahaya dihadapannya, menunggu kehadiran sang suami yang sepertinya tengah berwudhu.Seorang pria dewasa, berkoko putih lengkap dengan sarung hitamnya keluar dari kamar mandi dengan pandangan menunduk membuat rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menetes. Tangannya cukup sibuk menurunkan lengan baju kokonya yang tersingkap. Matanya memindai kearah lemari, hendak mencari kopiah yang akan dikenakannya untuk shalat subuh hari ini. Setelah menemukannya, ia kenakan rapih kopiah ke kepalanya dengan sedikit menunduk, ia mendongak. Lantas terperanjat kaget saat melihat siluet berwarna puti
"Assalamualaikum, bu. Saya MUA yang dipesan bapak Adrian, bolehkah saya masuk"Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungannya. "Waalaikumsalam," jawabnya akhirnya, sambil membuka pintu untuk MUA yang datang.Seorang wanita muda dengan riasan wajah profesional dan perlengkapan lengkap memasuki kamar. "Selamat pagi, Bu Anna. Kita akan mulai dengan riasan dan hijab stylish. Bapak Adrian sudah memesan semua perlengkapan yang dibutuhkan."Anna mengangguk, berusaha tenang. "Silakan, mari kita mulai."Selama proses riasan, hai Anna mulai tidak enak pasalnya riasan yang sedang MUA itu lakukan padanya seperi riasan untuk seorang pengantin dan itu membuat Anna terus-menerus memikirkan apa yang akan terjadi. Masa iya Anna akan menjadi pengantin lagi? Ia kan hanya mengajukan syarat agar Adrian melakukan ijab kabul saja didepan orang tua dan saksi. Udah itu aja, bukan meminta mengadakan pesta besar-besaran. Saat MUA menyelesaikan riasan dan Anna berdiri di
Seminggu telah berlalu, Adrian kini masih berada di kediamannya Anna. Ia masih dalam proses penyembuhan, dan dalam seminggu ini Adrian hanya tidur sendiri di ranjang besar milik istrinya itu. Sementara Anna memilih untuk tidur disofa yang lumayan besar disudut kamarnya. Cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Seperti malam ini, Anna baru saja memasuki kamarnya dan terkejut saat menoleh pada Adrian yang kini tengah merebahkan tubuhnya disofa yang biasa Anna tempati sembari menonton beberapa siaran berita seputaran bisnis minggu ini. "Awas," usir Anna dengan cepat. Adrian mendongak, "mau tidur sekarang?" tanyanya bangkit dari pembaringan. Anna mengangguk, berjalan mengambil bantal dan selimut didalam lemari. "Jangan tidur dulu ya, mas mau ngobrol." pinta Adrian lembut. Anna mendengus sebal, ia meletakan bantal yang dibawanya keatas sofa. "Ngapain? Udah malam, aku ngantuk" tolak Anna halus.Anna malah merebahkan tubuhnya diatas sofa, padahal Adrian masih duduk disana.Adrian melihat ra
Anna duduk di tepi tempat tidur, menatap hujan yang terus menerpa jendela kamar. Suasana di luar yang dingin dan suram mencerminkan perasaannya saat ini. Suara tetesan hujan yang monoton dan gelegar petir membuat suasana hatinya semakin berat. Ia merasa terombang-ambing antara harapan dan ketidakpastian.Hujan ini seolah memberikan penekanan pada kebingungan dan rasa sakit yang ia rasakan. Hujan diluar nampaknya mulai agak mereda, membuat Anna bangkit untuk membuka jendela sekedar untuk menghirup udara pagi ini. Ia harap bau basah tanahnya yang menguar akan mampu menenangkan pikirannya dan berharap Adrian segera pergi dari rumahnya setelah ia menolak untuk bertemu dengannya.Jujur saja, Anna masih merasakan sakit hati atas perbuatan Adrian padanya tapi ia juga merindukananya namun logika Anna kali ini sedang berjalan, ia tidak akan luluh begitu saja saat ibunya bilang jika Adrian tidak memberikan surat yang Anna maksud melainkan Adrian datang ingin memperbaiki hubungan mereka. Jujur s
Sesubuh ini, hujan deras sudah melanda kota Surabaya. Sesekali petir menyambar bumi, dan Anna kini tengah memanfaatkan keadaan, seusai shalat subuh ia masih setia duduk diatas sejadah dengan menengadah berdoa sebanyak mungkin. Anna percaya, salah satu waktu mustajabnya doa ialah diwaktu hujan turun, dan Anna yakin Allah akan mendengar segala keluh kesah serta doa-doa dirinya.Anna memejamkan matanya, membiarkan suara hujan dan petir mengisi kesunyian sekelilingnya. Dalam kegelapan pagi itu, pikirannya melayang jauh, menelusuri berbagai harapan dan impian yang belum terwujud. Ia berdoa untuk kesehatan orang-orang tercintanya, untuk ketenangan dalam hidupnya, dan untuk petunjuk yang jelas dalam menghadapi jalan hidup yang penuh ketidakpastian, terutama untuk keutuhan rumahtangganya. Anna harap, Adrian tidak sungguh-sungguh dengan perceraian itu. Tak lama setelah ia berdoa, samar-samar ia mendengar bell rumah berbunyi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini. Anna membuka matanya perlahan d
Setelah kepergian Aruni beberapa menit yang lalu, Adrian masih setia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kepala yang menengadah, menatap langit-langit. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ucapan Aruni seperti perintah baginya, namun apakah harus secepat ini? Bahkan Adrian belum memiliki persiapan untuk bertemu dengan Anna beserta mertuanya. Tiba-tiba tubuh Adrian bergidik ngeri saat mengingat wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tegas nan berwibawa. Ia begitu malu, jika harus menghadap Dirgantara malam itu juga. Entahlah, nyali Adrian selalu menciut jika dirinya tau sudah melakukan kesalahan. Ah, memikirkan hal itu membuat kepalanya pening. Lebih baik ia sekarang bergegas pulang, menemui anak-anaknya. Rindu sekali ia bercanda dengan mereka. Ia pun bergegas pulang, mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani Rama. Sengaja beberapa minggu ini Adrian membiarkan Rama untuk menjaga Aruni, menemani adik kesayangannya itu agar traumanya cepat sembuh. Seper
1 bulan kemudian ...Tepat satu bulan pertengkaran itu, rupanya Anna benar-benar pergi dari kehidupan Adrian dan kedua anaknya. Dengan terpaksa Anna tidak menuruti permintaan Raja kala itu, Anna benar-benar sakit mengingat Adrian mengajaknya bercerai kala itu. Padahal secara logika, Anna tidak salah dalam hal apa pun justru Anna hanya membantu agar emosi Adrian tidak menambah permasalahan kala itu. Namun, Adriaj terlalu emosi, ia mengartikan semua pembelaan dan kalimat penenangnya hanya untuk Mario, demi kebaikan mantan pacarnya itu.Dan sudah satu bulan ini hidup Adrian dan anak-anaknya begitu menyedihkan. Raja tak ingin berbicara dengannya sampai saat ini bahkan ia memilih untuk tinggal di pesantren al-anwar bersama jiddah dan jaddunnya sebelum Adrian membawa Anna kembali. Sementara Ratu, sampai sekaran putri kecilnya itu begitu murung, bahkan sering sakit-sakitan menggumamkan nama Anna sebagai bunda kesayangannya.Sudah berkali-kali Melati dan Darius menasehati agar Adrian menemui
"Bunda kenapa? Kok matanya bengkak, nangis ya?" kira-kira begitulah Ratu bertanya ketika menemui bundanya yang tengah melamun sendirian menghadap jendela kamar mereka. Anna tersenyum tipis, ia menyambut hangat putri Adrian yang semakin hari semakin cantik dan menggemaskan."Bunda ih katanya dirumah nenek, tapi pas kita kesana gak ada" kesal Raja yang tiba-tiba datang ke kamar mereka. Wajah tampannya menyiratkan kekesalan. Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan."maaf ya, tiba-tiba kepala bunda pusing. Makannya bunda pulang duluan darisana, oh iya padahal disana masih ada ayah kalian loh kenapa malah buru-buru pulang?"Ratu dan Raja saling bertukar pandang, tampak bingung sekaligus khawatir. Raja yang biasanya tegas kini menunjukkan sisi lembutnya ketika melihat ekspresi Anna."Bunda pusing kenapa? Udah minum obat atau mau abang ambilkan sesuatu buat bunda?" tanyanya Raja dengan penuh khawatir dan perhatian, ia mendekat kearah Anna dan mengulu
Aruni terduduk dan termenung di kamarnya sejak sejam yang lalu. Meratapi nasibnya sekarang ini. Apakah ia akan sanggup menjalani hidup setelah ini? Apakah ia akan sanggup mengurus bayi tidak berdosa diperutnya itu? Entahlah, Aruni hilang arah. Dia marah, terluka, kecewa. Kalau saja malam itu ia tidak menolong Mario, mungkin sekarang Aruni akan baik-baik saja atau bahkan ia sudah berada di Surabaya menyusul pria yang dicintainya. "ARGHHHH!" teriakan amarah dari dalam kamar itu terdengar begitu memilukan, Melati dan Anna berusaha untuk mencoba memasuki kamar Aruni kembali namun tidak bisa. Sejam yang lalu, Aruni mengusir keduanya saat dokter Tia menyarankan agar Aruni dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Aruni menolak. Ia sudah tau hasilnya dan ia yang merasakannya, bahkan gelagat dokter Tia yang mencurigakan itu membuatnya gampang ditebak. Brak ... Prang ...Suara barang pecah dan berjatuhan membuat Melati dan Aruni panik, keduanya memutuskan untuk menghubung