Dibawah bentangan langit senja, kini kedua sejoli itu tengah berdiri, menyenderkan tubuhnya pada mobil yang sengaja di parkir di belakangnya.
Hembusan angin sore, begitu menenangkan membuat Anna dan Mario hanyut dalam perasaannya masing-masing.
"Jika diibaratkan senja, aku ingin terbit dan tenggelam membawa sejuta kesan yang mendalam" Mario berujar tanpa menoleh pada Anna. Ia begitu menikmati pemandangan langit senja yang kian menawan.
Anna menoleh, "Senja itu memang lukisan tuhan yang paling indah, namun aku tak begitu menyukainya. Sebab ia selalu saja pergi tanpa kepastian"
Kini, giliran Mario yang menoleh. Tubuhnya berbalik kehadapan Anna yang kini merasakan debaran jantung yang berpacu begitu dahsyatnya. Ah, jika bunyi debaran itu terdengar oleh Mario. Mungkin saat ini, kekasihnya itu akan tertawa puas.
"Tidak akan! aku tidak akan pergi, menghilang begitu saja tanpa kepastian" ucap Mario. Kedua tangannya kini meraih tangan Anna, di kecupnya tangan wanita yang sejak lama menjadi kekasihnya dengan lembut.
Rasanya oksigen di muka bumi ini berkurang drastis, Anna tak bisa bernapas lega saat di perlakukan masih seperti itu oleh Mario.
"Anna, mulai hari ini kamu bukan lagi hanya sekedar kekasihku saja melainkan juga menjadi calon istri untuk menjadi ibu dari anak-anakku. Apa kamu mau menikah denganku?"
Deg!
Rasa senang tak kepalang, kini Anna rasakan. Sedari dulu yang ia impi-impikan kini telah terwujudkan. Mario, kekasihnya. Hari ini, dengan langit senja sebagai saksi. Ia mengutarakan niat baiknya dengan lantang.
"Will you mary me?" tanya Mario sekali lagi dengan memberikan sebuah kotak terbuka yang berisikan cincin berlian.
"Yes, i will" dengan anggukan Anna menjawab haru tanpa ragu. Kedua matanya bahkan kini kembali berkaca-kaca saat sebuah cincin berlian Mario semangatkan di jari manisnya.
"Tidak lama lagi, kamu akan menjadi nyonya Mario. Istri sekaligus ibu dari anak-anakku" ucap Mario seraya memeluknya hangat.
"Dan kamu akan menjadi suami sekaligus ayah untuk anak-anakku kelak" lirih Anna.
Keduanya saling melepaskan pelukan, manatap lekat satu sama lain dengan senyum yang tak terlepas di wajah mereka.
Hahaha ...
Tawa mereka pecah, seakan saling tatap yang mereka lakukan itu mengeluarkan pemikiran yang sama."Lucu ya, Mas kira hubungan kita tidak akan sejauh ini" ungkap Mario. Kedua kakinya melangkah kedepan, netranya kembali memandang semburat jingga dilangit senja.
"Iya Mas, Anna juga gak nyangka. Ternyata komitmen yang kita buat itu akan berakhir indah seperti ini" jawab Anna dengan mensejajarkan tubuhnya pada Mario. Netranya sama-sama menatap semburat jingga.
"Semoga saja kita tidak hanya di persatukan untuk hari ini saja, melainkan untuk besok dan selamnya" ungkapan penuh harap Mario keluarkan. Matanya terpejam, seolah ia sungguh-sungguh menginginkan harapannya di dengar oleh sang maha kuasa.
"Aamiin Mas, semoga saja"
"Ayo pulang, lagi pula senja juga sudah kian memudar" ajak Mario menuntun Anna berjalan memasuki mobilnya.
***
Rasa bahagia masih saja menyelimuti hati Anna, kejutan demi kejutan di hidupnya masih saja datang silih berganti."Ciee, putri ayah bahagia nih" goda Herman Dirgantara saat melihat putri semata wayangnya tengah melamun sambil senyam-senyum sendiri menatap cincin berlian di jari manisnya.
"Eh, ayah" kaget Anna mendongak kearah Dirgantara yang berdiri di sampingnya.
"Habis di lamar ya?" tebak Dirgantara.
"Kok ayah tau?" heran Anna dengan semburat merah merona tampak di pipinya.
"Taulah, sebelum Mario melamar kamu dia telah lebih dulu mengutarakan niatnya sama ayah" jawab Dirgantara dengan sombongnya.
"Ck. Pantesan aja, ayah sama ibu biasa-biasa saat aku pulang"
"Hahaha, memangnya ayah harus bagaimana? Tertawa hahahihi menyambut kedatangan putri ayah yang habis dilamar ini?"
Tawa Dirgantara pecah saat melihat wajah putri semata wayangnya itu kini memerah bak tomat rebus.
"Ish, gak gitu juga kali Yah. Ucapin selamat kek, apa kek" kesal Anna.
"Iya sayang, selamat ya. Selamat, karena akhirnya cinta yang kamu pertahankan akan berakhir indah di pelaminan. Satu pesan ayah, jadilah istri yang taat serta anak yang baik. Jangan lupakan kami selagi kamu bersamanya"
"Makasih Yah,Anna janji tidak akan pernah melupakan ayah dan ibu meski Anna telah sah menjadi nyonya Mario. Lagi pula ayah sama ibu itu orangtua kandung Anna, gak mungkinlah Anna lupain kali. Nanti jadi anak yang berdosa lagi"
"Duh duh, lagi pada asik ngapain sih. Kok kelihatannya bahagia sekali" seru Ajeng, ibu dari Anna yang menghampiri mereka dengan membawa cemilan serta tiga cangkir teh madu untuk menikmati suasana malam ini.
"Ini loh bu, putri kita lagi bahagia. Mario udah melamar Anna tadi sore" cerita Dirgantara dengan kekehan. Tangannya mengambil secangkir teh madu yang baru saja Ajeng letakan di hadapannya."Apa?" kaget Ajeng yang sama sekali belum mengetahui kabar menggembirakan ini.
"Loh, kok kaget? Jangan-jangan ayah belum cerita ya sama ibu" tuduh Anna yang keheranan melihat ekspresi kaget sang ibu di hadapannya.
"Belum nak," ucap Dirgantara dengan cengiran.
"Terus gimana? Kapan Mario dan keluarganya datang kesini?" tanya Ajeng antusias. Bagaimana tidak, hubungan Mario dan Anna yang sudah terjalin lama membuatnya resah. Ya, resah! Namanya juga seorang ibu, hati mana sih yang tak merasakan keresahan saat putri semata wayangnya bertahun-tahun menjalin hubungan tanpa ada kejelasan.
"Belum tahu sih bu, cuma kayanya tidak lama lagi deh" jawab Anna santai.
"Loh, kamu ini gimana sih Na? Kalau cuma lamaran sekedar ngasih cincin gitu doang belum tentu Mario serius. Ayah kamu aja dulu, kalau memang benar-benar serius datang kerumah sama keluarganya. Langsung lamar ibu dihadapan keluarga besar, gak gitu. Kalau cuma gitu, itu belum benar-benar dia serius" kesal Ajeng yang melihat Anna begitu santainya menjawab pertanyaan darinya.
"Bu, dia sudah bilang sama ayah. Dia janji akan segera membawa keluarganya kerumah setelah urusan rumah sakit yang ia kelola selesai. Tidak lama lagi kok bu, paling dua mingguan" jelas Dirgantara yang paham akan perasaan istrinya itu.
"Dua minggu itu bukan waktu yang sebentar Mas. Lama! Ibu gak mau tau, kalau Mario benar-benar serius sama Anna cepat segera datang sama keluarganya ke sini. Lagi pula ngapain coba nungguin urusan rumah sakit selesai? Kita tuh gak butuh hartanya dia tapi butuh kejelasannya!" ucap Ajeng penuh tekanana.
Anna terdiam, melihat wajah ibunya yang merah padam membuat rasa ragu dihatinya kini menyapa. Ibu benar, lamaran yang belum resmi itu belum tentu menandakan keseriusan.
Ah, harus bagaimana ia sekarang? Kembali meragukan cintanya Mario atau berusaha meyakinkah hati ibunya yang begitu khawatir dengan kejelasan hubungan mereka seperti ini?
Kedua mata Rama menatap tak sopan kearah sang majikan. Bagaimana tidak, majikannya itu kali ini nampak begitu kerepotan saat memasuki ruang kerjanya.Si kembar yang masih merengek di pangkuan Adrian membuat Rama melihatnya dengan iba. Duda dua anak itu sungguh benar-benar terlihat berantakan malam ini."Pak, kok si kembar di bawa? Sudah malam loh" ucap Rama heran dengan cepat mengambil alih Ratu kepangkuannya. Sementara Raja masih saja asik di punggung Adrian."Saya mau ajak anak-anak keluar kota. Ibu sudah gak mau lagi ngurus mereka Ram" curhat Adrian dengan menidurkan Raja di sofa ruangan kerjanya."Hemm ... Bapak berantem ya sama ibu?" tebak Rama. Adrian mengangguk mantap, sepertinya Rama memang sudah benar-benar mengerti dirinya."Begitulah Ram,namanya juga ngurus dua cucu. Mana mungkin ibu terus-terusan sabar menghadapi mereka, apalagi di tahun ketiga ini mereka lagi aktif-aktifnya" Adrian menceritakan semua perasaannya pada Rama. Bagi Adrian,
Kadang pertemuan yang tidak disengaja bisa menjadi awal dari pertemanan atau pun awal dari permusuhan🍃🍃🍃Alunan lagi crisye yang berjudul "Badai pasti berlalu" mengalun lembut siang ini di sebuah cafe ternama dengan beberapa pengunjung mulai saling berdatangan untuk menikmati makan siang.Tak terkecuali dengan sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta, keduanya nampak begitu menikmati alunan musik yang diputar serta menu hidangan yang tersedia di cafe ini."Sayang cobain deh, asli ini enak banget, seger! Pasti selama di canada kamu gak pernah nemuin makanan penutup yang kaya gini" sangat antusiasnya Anna kala menyodorkan makanan penutup miliknya. Sebuah hidangan khas indonesia banget namun di kemas semodern mungkin, apalagi kalau bukan es doger dengan berbagai macam toping yang di hidangkan."Masa sih, sini Mas coba" ujar Mario melahap suapan es doger dari tangan Anna."Enakan sayang?" tanya Anna, bibir tipisnya merekah sempu
Surga bagiku, ketika engkau teramat menyayangi anak kecil sama sepertiku. Tenyata aku tak salah memilihmu sebagai calon imamku, engkau suami idaman. Penyuka anak kecil, jika anak orang saja kamu sayangi apa jadinya jika dengan anak kita? Pasti lebih menyayangi bukan!👟👟👟Anna tak henti-hentinya tersenyum hangat saat Mariolah yang begitu telaten membersihkan luka di lutut anak kecil yang tak sengaja ia tubruk tadi."Perih ya sayang, maaf ya. Om benar-benar gak sengaja" ungkap Mario, tangannya mengelus lembut puncak kepala Raja dengan begitu hangat.Raja menggeleng keras, ditatapnya Mario dengan lekat. "Tidak Om, Raja kuat. Ayah bilang anak lelaki itu gak boleh cengeng"Mario mengangguk, menahan tawa. Mengacak rambut Raja dengan lembut. "Pintar sekali kamu nak""Katanya gak boleh cengeng, tapi tadi malah nangis" seru Rama."Kaget tadi Om," Raja mengeles dengan delikan sebal ke arah Rama yang sontak membuat Anna dan Mario
Usai pertemuannya dengan pemilik rumah sakit terbesar di kota Surabaya, kini Adrian memutuskan untuk menemui kedua anak mereka yang saat ini masih di jaga oleh orang asing.Sungguh, ia benar-benar sangat marah saat Rama mengatakan jika si kembar tidaklah di kunci dalam mobil melainkan di titipkan pada sahabat SMAnya tadi.Rasa khawatirnya kini kian membesar kala mengingat jika Rama dan sahabatnya itu baru saja bertemu kembali setelah enam tahun lamanya tak jumpa. Bagaiman Rama bisa yakin jika sahabatnya itu orang baik-baik sementara dirinya baru bertemu dengannya kembali, apa dia lupa jika sikap seseorang itu bisa berubah-ubah setiap waktunya."Maaf pak, tapi saya sungguh gak tega jika harus meninggalkan mereka dalam mobil. Saya takut terjadi apa-apa pada mereka" berkali-kali Rama berusaha menjelaskan dengan gerak kaki di buat secepat mungkin untuk berjalan menyusul Adrian yang selangkah lebih cepat darinya."Sudah saya katakan Ram, mereka akan baik-baik
Jangan pernah menjadi budak dunia, yang tidak pernah memikirkan urusan akhirat.🍃🍃🍃Brak!Di tutupnya dengan keras pintu mobil saat Adrian bersama kedua anaknya telah memasuki mobil tersebut. Wajah Adrian begitu ditekuk sempurna membuat Rama yang hendak protes akan kekagetannya akibat ulah Adrian kini mengurungnkan niatnya dan membiarkan bos besarnya itu untuk tenang terlebih dulu."Jalan!" perintah Adrian. Rama mengangguk, ia mulai menancapkan gas meski ia tak tau arah tujuan mereka saat ini akan kemana."Kita gak usah pulang ke hotel, tapi ke rumah om Darius" ucap Adrian kembali memecahkan keheningan di antara keduanya sedangkan si kembar kini tengah asik pada dunianya masing-masing."Baik pak," jawab Rama. Ia jelas tahu alamat rumah Om Darius, paman dari bosnya itu sebab sudah hampir kesekian kalinya Adrian mengajak Rama untuk ikut menemui pamannya itu.Tak butuh waktu lama, mobil pazero hitam itu telah terparkir rapi
Mario nampak mengerinyitkan dahinya kala melihat wajah Anna yang sedari tadi tertekuk kesal."Kamu kenapa yang, ih kok kaya kesal gitu?" tanya Mario hati-hati takut kekasihnya itu lebih kesal lagi.Anna menoleh, diletakannya ponsel di atas meja kerjanya. "Aku tuh masih sebal, kesal!" geram Anna.Mario hanya mengangguk, menunggu kekasihnya itu untuk bercerita. Ya, tanpa Mario minta Anna akan bercerita setiap keluh kesah padanya hanya karena satu pertanyaan saja yang Mario lontarkan padanya."Tau gak, tadi ayahnya si kembar tuh marah-marah gak jelas. Banting pintu segala lagi, gimana aku gak kesal Mas" cerita Anna bersungut-sungut."Mung-" baru saja Mario hendak berbicara namun Anna dengan cepat memotongnya sehingga membuat Mario terpaksa mengatupkan kedua bibirnya kembali."Kok bisa ya sahabat Mas itu tahan punya bos kaya dia" heran Anna."Jadi gara-gara ini, mas dicuekin?" tanya Mario. Ditatapnya wajah Anna dengan lekat, hampir
Seminggu berlalu ...Hari ini Anna seperti kembali menuliskan alur hidupnya sendiri. Untuk setahun kedepan ia akan kembali melewati hidupnya dengan begitu banyak kesepian yang mungkin akan melibatkan air mata kerinduan.Masa depannya telah kembali ia terawang, menerka-nerka apa yang akan terjadi nantinya. Ah, rupanya ia tak sadar jika takdir hidupnya hanya Allah lah yang berkuasa.Terduduk memandang langit malam kini ia lakukan sebagai bentuk pengenangan atas kepergian Mario ke Bandung untuk beberapa bulan kedepan."Jika rindu, pandanglanglah langit malam. Aku akan hadir dalam kesunyian malam, menjadi bentangan langit yang luas sebagai penampung gemerlapnya cahaya bintang dan purnama dan aku akan menjadikan kamu sebagai awan yang begitu setia menemaniku" ujar Mario sebelum kepergiannya seminggu yang lalu.Anna tersenyum, mengingat perlakuan manis Mario yang tak berubah sedari dulu. Romantis dan begitu humoris."Aku akan menjadi awan yang sel
Masih sepagi ini namun langit Surabaya sudah dilanda mendung tak terkira, mungkin sebentar lagi hujan akan turun membasahi bumi dengan membawa segala ingatan tentang orang-orang dimasa lalu setiap anak manusia."Ayah bangun, ayo kita solat subuh" kedua tangan mungil milik Raja kini tengah berusaha menyibakkan selimut di tubuh Ayahnya. Berusaha keras ia membangunkan Rian dengan berbagai cara dilakukan, salah satunya menarik selimut pada tubuh Adrian dan Ratu, adik kembarnya bertugas untuk memainkan telinga Adrian serta membisikan kata-kata padanya."Hemmm," gumam Adrian, berusaha membuka kedua matanya yang terasa berat."Ih ayah ayo bangun, subuhnya nanti kelewat lagi. Mamah udah nungguin pasti," seru Ratu di telinga Adrian. Mendengar kata Mamah membuat Adrian seketika membuka kedua matanya, buru-buru ia bangun menghadap Ratu yang menatapnya tak berkedip."Siapa yang nungguin kita sayang?" tanya Adrian memastikan kembali jika ia tadi mendengar kata mamah y
Suara kumandang adzan subuh terdengar saling bersahutan dibeberapa mesjid yang tak jauh dari kediaman rumah megah tiga lantai itu yang mereka sebut dengan mansion itu berdiri paling mewah disekitaran perumahan warga. Didalamnya, gemericik suara air keran berjatuhan membelah kesunyian. Nampak, seorang wanita yang sudah mengenakan mukena berwarna putih itu bersandar di ambang pintu. Menatap remang-remang cahaya dihadapannya, menunggu kehadiran sang suami yang sepertinya tengah berwudhu.Seorang pria dewasa, berkoko putih lengkap dengan sarung hitamnya keluar dari kamar mandi dengan pandangan menunduk membuat rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menetes. Tangannya cukup sibuk menurunkan lengan baju kokonya yang tersingkap. Matanya memindai kearah lemari, hendak mencari kopiah yang akan dikenakannya untuk shalat subuh hari ini. Setelah menemukannya, ia kenakan rapih kopiah ke kepalanya dengan sedikit menunduk, ia mendongak. Lantas terperanjat kaget saat melihat siluet berwarna puti
"Assalamualaikum, bu. Saya MUA yang dipesan bapak Adrian, bolehkah saya masuk"Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungannya. "Waalaikumsalam," jawabnya akhirnya, sambil membuka pintu untuk MUA yang datang.Seorang wanita muda dengan riasan wajah profesional dan perlengkapan lengkap memasuki kamar. "Selamat pagi, Bu Anna. Kita akan mulai dengan riasan dan hijab stylish. Bapak Adrian sudah memesan semua perlengkapan yang dibutuhkan."Anna mengangguk, berusaha tenang. "Silakan, mari kita mulai."Selama proses riasan, hai Anna mulai tidak enak pasalnya riasan yang sedang MUA itu lakukan padanya seperi riasan untuk seorang pengantin dan itu membuat Anna terus-menerus memikirkan apa yang akan terjadi. Masa iya Anna akan menjadi pengantin lagi? Ia kan hanya mengajukan syarat agar Adrian melakukan ijab kabul saja didepan orang tua dan saksi. Udah itu aja, bukan meminta mengadakan pesta besar-besaran. Saat MUA menyelesaikan riasan dan Anna berdiri di
Seminggu telah berlalu, Adrian kini masih berada di kediamannya Anna. Ia masih dalam proses penyembuhan, dan dalam seminggu ini Adrian hanya tidur sendiri di ranjang besar milik istrinya itu. Sementara Anna memilih untuk tidur disofa yang lumayan besar disudut kamarnya. Cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Seperti malam ini, Anna baru saja memasuki kamarnya dan terkejut saat menoleh pada Adrian yang kini tengah merebahkan tubuhnya disofa yang biasa Anna tempati sembari menonton beberapa siaran berita seputaran bisnis minggu ini. "Awas," usir Anna dengan cepat. Adrian mendongak, "mau tidur sekarang?" tanyanya bangkit dari pembaringan. Anna mengangguk, berjalan mengambil bantal dan selimut didalam lemari. "Jangan tidur dulu ya, mas mau ngobrol." pinta Adrian lembut. Anna mendengus sebal, ia meletakan bantal yang dibawanya keatas sofa. "Ngapain? Udah malam, aku ngantuk" tolak Anna halus.Anna malah merebahkan tubuhnya diatas sofa, padahal Adrian masih duduk disana.Adrian melihat ra
Anna duduk di tepi tempat tidur, menatap hujan yang terus menerpa jendela kamar. Suasana di luar yang dingin dan suram mencerminkan perasaannya saat ini. Suara tetesan hujan yang monoton dan gelegar petir membuat suasana hatinya semakin berat. Ia merasa terombang-ambing antara harapan dan ketidakpastian.Hujan ini seolah memberikan penekanan pada kebingungan dan rasa sakit yang ia rasakan. Hujan diluar nampaknya mulai agak mereda, membuat Anna bangkit untuk membuka jendela sekedar untuk menghirup udara pagi ini. Ia harap bau basah tanahnya yang menguar akan mampu menenangkan pikirannya dan berharap Adrian segera pergi dari rumahnya setelah ia menolak untuk bertemu dengannya.Jujur saja, Anna masih merasakan sakit hati atas perbuatan Adrian padanya tapi ia juga merindukananya namun logika Anna kali ini sedang berjalan, ia tidak akan luluh begitu saja saat ibunya bilang jika Adrian tidak memberikan surat yang Anna maksud melainkan Adrian datang ingin memperbaiki hubungan mereka. Jujur s
Sesubuh ini, hujan deras sudah melanda kota Surabaya. Sesekali petir menyambar bumi, dan Anna kini tengah memanfaatkan keadaan, seusai shalat subuh ia masih setia duduk diatas sejadah dengan menengadah berdoa sebanyak mungkin. Anna percaya, salah satu waktu mustajabnya doa ialah diwaktu hujan turun, dan Anna yakin Allah akan mendengar segala keluh kesah serta doa-doa dirinya.Anna memejamkan matanya, membiarkan suara hujan dan petir mengisi kesunyian sekelilingnya. Dalam kegelapan pagi itu, pikirannya melayang jauh, menelusuri berbagai harapan dan impian yang belum terwujud. Ia berdoa untuk kesehatan orang-orang tercintanya, untuk ketenangan dalam hidupnya, dan untuk petunjuk yang jelas dalam menghadapi jalan hidup yang penuh ketidakpastian, terutama untuk keutuhan rumahtangganya. Anna harap, Adrian tidak sungguh-sungguh dengan perceraian itu. Tak lama setelah ia berdoa, samar-samar ia mendengar bell rumah berbunyi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini. Anna membuka matanya perlahan d
Setelah kepergian Aruni beberapa menit yang lalu, Adrian masih setia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kepala yang menengadah, menatap langit-langit. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ucapan Aruni seperti perintah baginya, namun apakah harus secepat ini? Bahkan Adrian belum memiliki persiapan untuk bertemu dengan Anna beserta mertuanya. Tiba-tiba tubuh Adrian bergidik ngeri saat mengingat wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tegas nan berwibawa. Ia begitu malu, jika harus menghadap Dirgantara malam itu juga. Entahlah, nyali Adrian selalu menciut jika dirinya tau sudah melakukan kesalahan. Ah, memikirkan hal itu membuat kepalanya pening. Lebih baik ia sekarang bergegas pulang, menemui anak-anaknya. Rindu sekali ia bercanda dengan mereka. Ia pun bergegas pulang, mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani Rama. Sengaja beberapa minggu ini Adrian membiarkan Rama untuk menjaga Aruni, menemani adik kesayangannya itu agar traumanya cepat sembuh. Seper
1 bulan kemudian ...Tepat satu bulan pertengkaran itu, rupanya Anna benar-benar pergi dari kehidupan Adrian dan kedua anaknya. Dengan terpaksa Anna tidak menuruti permintaan Raja kala itu, Anna benar-benar sakit mengingat Adrian mengajaknya bercerai kala itu. Padahal secara logika, Anna tidak salah dalam hal apa pun justru Anna hanya membantu agar emosi Adrian tidak menambah permasalahan kala itu. Namun, Adriaj terlalu emosi, ia mengartikan semua pembelaan dan kalimat penenangnya hanya untuk Mario, demi kebaikan mantan pacarnya itu.Dan sudah satu bulan ini hidup Adrian dan anak-anaknya begitu menyedihkan. Raja tak ingin berbicara dengannya sampai saat ini bahkan ia memilih untuk tinggal di pesantren al-anwar bersama jiddah dan jaddunnya sebelum Adrian membawa Anna kembali. Sementara Ratu, sampai sekaran putri kecilnya itu begitu murung, bahkan sering sakit-sakitan menggumamkan nama Anna sebagai bunda kesayangannya.Sudah berkali-kali Melati dan Darius menasehati agar Adrian menemui
"Bunda kenapa? Kok matanya bengkak, nangis ya?" kira-kira begitulah Ratu bertanya ketika menemui bundanya yang tengah melamun sendirian menghadap jendela kamar mereka. Anna tersenyum tipis, ia menyambut hangat putri Adrian yang semakin hari semakin cantik dan menggemaskan."Bunda ih katanya dirumah nenek, tapi pas kita kesana gak ada" kesal Raja yang tiba-tiba datang ke kamar mereka. Wajah tampannya menyiratkan kekesalan. Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan."maaf ya, tiba-tiba kepala bunda pusing. Makannya bunda pulang duluan darisana, oh iya padahal disana masih ada ayah kalian loh kenapa malah buru-buru pulang?"Ratu dan Raja saling bertukar pandang, tampak bingung sekaligus khawatir. Raja yang biasanya tegas kini menunjukkan sisi lembutnya ketika melihat ekspresi Anna."Bunda pusing kenapa? Udah minum obat atau mau abang ambilkan sesuatu buat bunda?" tanyanya Raja dengan penuh khawatir dan perhatian, ia mendekat kearah Anna dan mengulu
Aruni terduduk dan termenung di kamarnya sejak sejam yang lalu. Meratapi nasibnya sekarang ini. Apakah ia akan sanggup menjalani hidup setelah ini? Apakah ia akan sanggup mengurus bayi tidak berdosa diperutnya itu? Entahlah, Aruni hilang arah. Dia marah, terluka, kecewa. Kalau saja malam itu ia tidak menolong Mario, mungkin sekarang Aruni akan baik-baik saja atau bahkan ia sudah berada di Surabaya menyusul pria yang dicintainya. "ARGHHHH!" teriakan amarah dari dalam kamar itu terdengar begitu memilukan, Melati dan Anna berusaha untuk mencoba memasuki kamar Aruni kembali namun tidak bisa. Sejam yang lalu, Aruni mengusir keduanya saat dokter Tia menyarankan agar Aruni dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Aruni menolak. Ia sudah tau hasilnya dan ia yang merasakannya, bahkan gelagat dokter Tia yang mencurigakan itu membuatnya gampang ditebak. Brak ... Prang ...Suara barang pecah dan berjatuhan membuat Melati dan Aruni panik, keduanya memutuskan untuk menghubung