Anna Safira, gadis 25 tahun yang terpaksa menikah dengan seorang ceo dingin karena hutang orang tua yang harus segera dilunasi kepada orang tua laki-laki itu. Rumah tangga tanpa cinta tentu sulit untuk dijalani Anna. Hingga dirinya memilih untuk menjalani harinya seorang diri. Dibanding harus mengandalkan suaminya itu. Akankah Anna bertahan dengan rumah tangganya? Atau takdir yang berkata lain? Nantikan kisahnya!!
view moreKali ini, Jevano yang melahap bubur buatannya. Tapi ekspresinya berubah setelah menelannya, "kok rasanya beda ya? Apa yang kurang?" tanyanya beruntun, "rasanya beda sama buatan kamu." Anna mengulas senyumannya, "mas ini enak kok. Kenapa beda karena beda tangan pasti beda rasa walaupun resepnya sama." "Emang kayak gitu ngaruh ya Sayang?" tanya Jevano. Anna mengangguk, "awalnya Anna juga gak percaya, tapi kata Ibu, mau bagaimanapun nikmatnya masakan di luar tidak akan sama dengan masakan yang kamu suka dari orang yang kamu suka juga. Terus masakan itu akan beda rasanya ketika dimasak oleh orang lain," jelasnya membuat Anna mengangguk. Wanita itu menghadap pada suaminya, "mas tau gak? Satu hal yang buat Anna selalu inget sama kata-kata ibu dan bertekad buat jadi istri yang selalu memasak untuk suami dan anaknya." "Apa kata Ibu kamu?" tanyanya. "Kata Ibu, mau makan di restoran mahal pun masakan istri akan selalu membuat rindu s
Jevano mengulas senyumnya pada sang istri yang menghampiri. Tangannya sibuk mencari bahan masakan yang sudah berserakan di dekat kompor. Anna berdiri di samping laki-laki gagahnya itu, ia tatap wajah suaminya dengan senyuman. Jevano terlihat begitu sangat tampan ketika fokus, apalagi saat masak, bahunya terlihat lebih tampan dibanding wajahnya. Anna beralih memeluk suaminya dari belakang, sontak Jevano terkekeh pelan ketika tangan mungil istrinya melingkar begitu saja. "Sayang, nanti kecipratan air panasnya loh!" tegur Jevano. Anna sedikit melirik suaminya, "abisnya Mas ditanya gak jawab." Jevano terkekeh, "mas cuman lagi fokus aja takut ada yang kelewat." "Emang Mas lagi bikin apa sih?" tanya Anna lagi, "sampe dapur jadi berantakan begini." Jevano terkekeh, ia lepaskan tangan mungil sang istri lalu memintanya untuk berdiri di samping. Matanya menunjuk buku catatan dengan sebuah resep bubur yang sangat ia sukai.
Anna terkekeh mendengarnya, "ah gak ada yang spesial Bu. Cuman rasa sayang aja." "Ah bisa aja. Tapi kalian emang serasi sih, keliatan banget saling sayangnya," ucap ibunya lagi membuat Anna tersenyum lalu mengangguk dengan rasa syukurnya. Rezkiano masuk ke kelasnya, sedangkan Anna bergabung dengan Ibu-ibu yang lainnya. "Bu Anna ini lagi hamil lagi ya?" tanya salah satu ibunya. Anna mengangguk, "iya Bu." Anna mengobrol cukup lama dengan ibu-ibu yang lainnya, tentang kehamilan dan pertumbuhan anak. Apalagi Anna disini terhitung paling muda karena baru memiliki Rezkiano sebagai anak terbesarnya. Sedangkan Ibu yang lain sudah memiliki anak yang lebih besar dibanding sebaya Rezkiano. Begitupun dengan Ibu yang duduk di samping Anna sekarang. Wanita itu sudah termasuk paru baya bahkan hampir sebaya dengan ibu anna. Setelah mengobrol cukup lama, Rezkiano keluar dengan wajah kesalnya, membuat Anna yang melihatnya itu heran
Jevano mengangguk, tapi ekspresi anaknya itu terlihat kebingungan. "Terus mayatnya diapain nanti Ayah?" tanya Rezkiano lagi. "Ditanya sama Malaikat," jawab Jevano membuat Anna terkekeh.Jevano menoleh pada istrinya, "kenapa?" "Ya kamu jawabnya langsung ditanya sama Malaikat, dia mana ngerti. Maksudnya Rezki itu kalau abis dibakar nanti mayatnya digimanain," jelas Anna. Jevano mengangguk paham sembari cengengesan, "nanti abunya ada yang disimpan, ada juga yang ditabur ke laut." Rezkiano memang anak yang cukup pintar, sekalipun dirinya masih ingin bertanya-tanya tentang hal itu. Namun Jevano sudah tidak ingin menjelaskannya lagi pada sang anak, hingga laki-laki itu memilih untuk mengajak anaknya memasak makan siang bersama. Jujur saja mungkin ini memang kematian mertuanya, harusnya ia berkabung dengan istrinya yang kini beristirahat di kamar. Tapi rasanya ia sudah tidak ingin sedih lagi, sudah cukup ia kehilangan aya
Dokter itu menunduk, "saya turut berduka cita Bu, Pak. Kita juga sudah melakukan yang terbaik untuk pasien tapi tuhan lebih sayang sama dia. Kita juga sudah membicarakan tentang donor ginjal dan akan mencarikannya, namun pasien menolak, dia bilang kalau dia tidak ingin sembuh tapi dia hanya ingin meminta maaf dan menebus kesalahannya pada sang anak." Anna bersimpuh, wanita itu menangis mendengar ucapan dokter tentang sang ayah. Begitupun dengan Jevano yang menenangkan istrinya, laki-laki itu juga sudah kebingungan untuk berbicara. Jevano memutuskan untuk memberikan Gio kepercayaan mengurus pemakaman ayah mertuanya. Sedangkan ia akan menemani Anna yang kini masih menatap kosong ruangan ICU. Wajahnya memucat, serta tangan yang gemetar. Jevano tentu semakin panik, laki-laki itu mengelus punggung istrinya, "sayang jangan melamun terus. Mas gak mau kamu kenapa-napa," pintanya. Anna menoleh pada suaminya dengan wajah yang pucat itu, "mas... Anna ter
Anna menggelengkan kepalanya, "anna lagi gak pengen apa-apa, Anna juga gak lagi banyak pikiran kemarin. Emangnya kenapa?" tanyanya balik. "Kata Bi Ani kemarin kamu muntah parah banget sampe pucet, terus katanya biasanya kalau muntah-muntah sampe parah begitu suka lagi kepengen sesuatu tapi dipendem," jelas Jevano. Anna mengulas senyumannya, "tapi Anna gak kepikiran kepengen apa kemarin, lagi santai-santai aja."Jevano memutar matanya, "masa karena Mas.""Emang Mas lagi kepengen apa kemarin?" tanya Anna. "Mas lagi kepengen lapis legit tapi males keluar kantor terus Gio juga lagi banyak kerjaan, jadi gak tega. Makanya gak jadi aja walaupun kebayang sampe pulang kerja," jawabnya. "Masa iya Aku yang hamil kamu yang ngidam terus kalau gak keturutan aku yang mual," protes Anna membuat Jevano terkekeh pelan. "Ya kan itu baru dugaan aja Sayang. Semoga aja bukan karena itu, repot banget kalau kayak gitu kasian kamunya," timp
Laki-laki itu menghela napasnya berat, kebingungan untuk menyampaikannya darimana. Apalagi ia juga harus pintar-pintar menyampaikan berita ini pada istrinya agar tidak terjadi sesuatu pada ibu hamilnya ini. "Mas ..." Jevano duduk berhadapan dengan istrinya kali ini. Ia menatap wajah istrinya dengan sendu. "Mas mau bilang apa sih?" tanya Anna penasaran. "Sayang maaf ya sebelumnya Mas gak bilang sama kamu karena takut kamu kenapa-napa," ungkapnya. Anna semakin menautkan alisnya bingung, "ya emangnya kenapa Mas?" tanyanya, "mas mau bilang apa?" Jevano sempat terdiam, "sebenernya waktu temen dokter kamu kemarin ke sini bukan cuman pamitan sama kamu ataupun Mas." "Terus?" "Dia bilang sesuatu tentang Ayah," "Ayah?" Jevano mengangguk, "ayah dirawat di rumah sakit," jawabnya. Anna mengedarkan pandangannya, jelas wanita itu tidak mau mendengar kabar apapun lagi tentang iblis di kehid
"Mertua Bapak-"Jevano langsung membisukan panggilan videonya. Laki-laki itu juga tidak akan memberitahu istrinya tentang kabar sang ayah. Terdengar egois tapi jika itu tidak darurat, Jevano tidak akan memberitahunya. Sudah cukup istrinya itu disakiti selama ini, ia tidak ingin melihat Anna kembali merasakan sakit, apalagi wanitanya itu sedang hamil sekarang. Jevano menoleh pada Gio, "kamu tunggu dulu, jangan bicara apapun sama saya. Saya matikan dulu teleponnya." Gio mengangguk paham. Jevano kembali mengaktifkan suaranya, "sayang, maaf ya! Mas kayaknya harus balik kerja dulu." "Tapi barusan Gio bilang mertua, kenapa Mas?" tanya Anna heran. "Itu calon mertuanya ngundang dia ke rumah katanya, terus harus bawa apa. Mas takut dia malu kalau didenger kamu, makanya Mas tutup dulu barusan," "Oh gitu," jawab Anna dengan anggukan pahamnya. Jevano hanya mengangguk lalu menghela napasnya lega setelah dima
Gio yang melihatnya itu hanya menatap Intan dengan penuh penasaran juga. Wanita itu mengulas senyumnya, "ini ada titipan dari Bu Anna, Pak. Tadi yang kirim orang rumah bapak," jawabnya. Jevano mengangguk paham lalu mengambil kotak bekal yang ada di tangan intan, "makasih ya!" Wanita itu hanya mengangguk dengan senyumnya lalu kembali pada tempat duduknya, kembali melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai barusan. Begitupun dengan Jevano yang masuk ke ruangannya lalu duduk pada sofanya itu. Ia buka dengan senangnya makanan dari sang istri, kotak pertama ada buah yang dipotong-potong oleh istrinya, kotak kedua ada beberapa potong kue buatan Anna sendiri ditambah puding dengan pla cokelat kesukaan Jevano, lalu pada kotak terakhir ada seporsi makan siang yang terlihat komplit dengan potongan dada ayam yang cukup besar. Jevano mengulas senyumannya, ia mengambil foto sebelum menghancurkan karya manis istrinya itu. Sekalipun masakannya tidak mewah seperti di
Pria berjas hitam, gagah nan tampan dengan wanita yang cantik dengan balutan gaun pernikahan di sampingnya, masuk ke rumah mewah bernuansa hitam itu. Koper yang cukup besar itu didorong hingga menabrak pintu kamar yang masih tertutup dekat dengan dapur. "Itu kamar kamu," ucap laki-laki berjas hitam itu. Iya, laki-laki itu bernama Jevano Naratama. CEO yang terkenal dengan wajah dingin dan sifat gila kerjanya. Suami dari Anna Safira, gadis 25 tahun yang terpaksa menikah dengannya. "Kamar kita kayaknya kecil, Mas," timpal Anna. Jevano malah mendengus, "kita? Kamu pikir kita akan tidur sekamar?" "Lah terus gimana? Emangnya beda ya Mas?" tanya Anna. Jevano tersenyum remeh, "ya beda lah. Gila banget mau sekamar sama Aku." "Tapi kan kita udah menikah Mas. Udah sepatutnya kita sebagai suami istri tidur sekamar," timpal Anna. Lagi-lagi Jevano terse...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments