Jevano mengedarkan pandangannya, "ya gak baik aja buat reputasi saya kalau semua orang tau kamu adalah istri saya dan dekat-dekat dengan laki-laki lain."
"Tapi kan nyatanya gak ada yang tau kalau Aku istri kamu. Lagipula bukannya aku cuman istri di atas kertas? Kenapa harus kayak gini kalau pernikahan kita aja gak pernah kita inginkan?" tanya Anna, "kamu tenang aja. Aku gak akan pernah membiarkan media tau tentang pernikahan ini." Anna kembali keluar dari mobil Jevano. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan wajah kesal. "Kamu harus buat dia bekerja di Perusahaan saya. Jangan pernah ada Perusahaan yang bisa menerima selain Perusahaan saya," pinta Jevano pada sekretaris sekaligus supirnya itu. Laki-laki itu hanya mengangguk mengiyakan. Setibanya di Perusahaan, Jevano langsung masuk ke ruangan kerjanya. Laki-laki itu menatap sinis wanita seksi yang kini duduk di sofa. "Ngapain kamu di ruangan saya?" tanyanya. Wanita itu berdiri di hadapan Jevano, sembari memainkan trik menyentuh dada bidang Jevano yang kini menunduk menatapnya. Jevano menggenggam erat tangan wanita itu, "saya emang menyukai kamu, tapi bukan berarti kamu bebas masuk ke ruangan saya gitu aja." "Mas kenapa sih? Biasanya lembut sama Aku, tadi juga malah ninggalin Aku di rumah sakit gitu aja," rajuk Elin, wanita seksi yang menjadi model 4 tahun lamanya di Perusahaan Jevano dan mulai memiliki kedekatan bahkan hubungan spesial dengan atasannya sendiri 1 tahun lalu. "Saya cuman gak suka kamu masuk gitu aja tanpa izin ke ruangan ini. Lebih baik kamu pulang kalau sudah tidak kerjaan, Saya lagi sibuk," ucap Jevano lalu meminta wanita itu untuk keluar dari ruangannya. Wanita seksi itu mengepalkan tangannya, "awas aja ya Mas!" ungkapnya dalam hati lalu pergi begitu saja. Sekretaris Jevano yang baru saja duduk di meja kerjanya itu bergidik ngeri melihatnya, "kok bisa Pak Jevano suka sama wanita begitu." Malamnya, Jevano baru saja pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya yang begitu banyak sekaligus pikirannya harus terbagi dengan kelakuan Anna yang tiba-tiba berubah menjadi acuh padanya. Padahal waktu pertama kali dirinya dibawa ke rumah Jevano, wanita itu nampak seperti wanita lemah yang bisa ditindas oleh Jevano kapan saja. Bi Ani menyapanya dengan bungkukan. "Anna kemana Bi?" tanya Jevano. "Mbak Anna daritadi belum pulang, Tuan," jawabnya membuat Jevano semakin kesal apalagi setelah mengingat sikap Anna tadi padanya. "Ya sudah Bi, saya mau naik dulu!" Bi Ani mengangguk mengiyakan. "Heran banget sama Tuan Jevano, kayanya gak peduli terus pernikahannya juga di atas kertas. Tapi kalau gak ada nanyain terus," ucapnya dalam hati lalu masuk ke kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Anna baru saja kembali setelah menemui Ibunya di pemakaman yang cukup jauh dan dia tidak punya uang sama sekali untuk naik kendaraan umum hingga harus berjalan untuk sampai ke rumah Jevano. Jevano menatapnya sinis di ruang tengah, "abis darimana kamu?" tanyanya. "Peduli apa kamu Mas?" tanya Anna berdiri dengan kakinya yang sudah pucat karena kedinginan. Jevano beranjak, "saya peduli karena saya-" "Suami kamu, Anna." "Itu kan yang mau kamu bilang? Suami? Kamu bilang suami Mas?" cecar Anna dengan emosinya. "Mas sendiri yang bilang kalau kita hidup masing-masing aja. Walaupun serumah, pernikahan kita juga hanya di atas kertas bukan di dalam hati, Mas. Jadi gak usah dan gak perlu pedulikan Aku," sambung Anna lalu berlalu akan masuk ke kamarnya. Tangan Jevano dengan cepat menarik Anna masuk ke dalam kamarnya itu. Sontak Anna membuka matanya sempurna, ketika Jevano kini merungkuhnya di atas tempat tidur. "Mas kamu ini apa-apaan sih?" tanya Anna. "Kamu mau jadi istri saya seutuhnya?" tanya Jevano membuat Anna menautkan alisnya kebingungan. "HAH? Maksudnya?" tanya Anna. Jevano mendengus, "gak usah so polos Anna. Saya tau kamu mau jadi istri saya yang diakui semua orang bukan?" tanyanya. Anna mendorong tubuh kekar suaminya, "gila kamu Mas. Sejak kapan Aku berpikir kayak gitu? Gak sudi aku," ucapnya lalu beranjak dari tempat tidur dan pergi ke ruang tengah. Wanita itu mengatur napasnya, sedangkan Jevano hanya terkekeh pelan melihat wajah istrinya yang merona. "Kamu mulai menarik perhatian saya Anna," ungkap Jevano lalu keluar dari kamarnya. Anna mendelik melihat laki-laki itu keluar dari kamarnya lalu masuk ke kamar Jevano sendiri. "laki-laki sialan!" kutuk Anna sembari masuk ke kamarnya kembali. Anna melihat wajahnya yang masih merona pada cermin lemarinya. Hatinya tidak karuan dengan perlakuan Jevano tadi. Keduanya bahkan tidak bisa tidur malam ini. Jevano berguling kesana-kemari, masih terpikirkan wajah Anna yang begitu cantik bisa ia lihat dari dekat. "Udah gila gw, ini kenapa sih jadi mikirin dia? Mending gw tidur sekarang," gerutu Jevano lalu mulai memejamkan matanya. "Mas," panggil Anna dengan lembut sembari menangkup pipi Jevano. "Sayangku ayo bangun!" panggil Anna lagi. Jevano membuka matanya perlahan, ia tatap sang istri yang kini berbaring di sampingnya. "Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Jevano dengan wajah terkejutnya. "Loh kok Mas malah tanya sih, kan Aku istri kamu Mas," jawab Anna. Anna membuka selimut yang menutupi tubuhnya itu. Jevano terdiam melihat tubuh seksi Anna yang terpampang nyata dengan lingerie yang pakainya. "Anna kamu-" "Mas, Anna ingin jadi istri Mas seutuhnya," ucap Anna. Jevano mendekatkan wajahnya pada Anna. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar hingga Jevamo terbangun dari mimpinya tadi. Jantungnya tidak karuan mengingat mimpi yang baru saja dialaminya. Laki-laki itu melirik jam dinding di kamarnya. "Tuan sudah bangun?" tanya Bi Ani. "Sudah Bi," jawab Jevano dengan napasnya yang terengah-engah. "Kenapa gw mimpiin dia? Kenapa cantik banget," gumam Jevano sembari menaruh tangannya pada dada yang berdegup kencang itu. Setelahnya dibanding mengurusi mimpi itu, Jevano memilih bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu turun setelah memakai setelan kemejanya. Terlihat Anna sudah menyiapkan sarapan untuknya dan Jevano di meja makan. Wanita itu memakai dress motif bunga dengan rambut yang ia gelung hingga terlihat semakin cantik. "Kamu mau kemana hari ini?" tanya Jevano sembari duduk pada kursi meja makannya. Anna menoleh pada Jevano. "Kalau saya gak boleh tau gak apa-apa," sambung Jevano. "Gak kemana-mana. Cuman mau jalan-jalan aja sekitar rumah ini sama Bi Ani," jawab Anna. "Sama saya aja, Yuk!" ajaknya membuat Anna mengangkat alisnya bingung. "Gak usah geer, Saya cuman mau kenal sama tetangga sekitar," sambung Jevano. "Katanya gak mau ketauan media. Bisa repot kalau ketauan udah punya istri kan? Kenapa sekarang mau nemenin jalan-jalan?" tanya Anna. Baru saja Jevano membuka mulutnya akan menjawab. "Mending gak usah deh! Aku gak mau repot ngurusinnya, belum lagi hujatannya, udah lah males," ucapku menolaknya."Yuk Bi!" ajak Anna menggandeng tangan Bi Ani keluar dari rumah. Jevano menghela napasnya sembari menikmati makanan yang disajikan sang istri. Pikirannya terus terbayang Anna saat di mimpinya tadi. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, lalu meraih jas abu-abu tua di kursi dengan tas kerjanya. Setelahnya, ia pergi mengendarai mobilnya. Seharian ini, Anna memilih untuk tidak bepergian kemana-mana, apalagi uangnya saja sudah tidak tersisa. "Mbak kemarin malam kemana?" tanya Bi Ani, "tuan sampe nungguin Mbak loh di ruang tengah." "Dia nungguin saya karena emang mau marahin saya, Bi. Saya kemarin dari makam Ibu saya, udah lama saya gak ke sana," jawab Anna diangguki paham oleh Bi Ani. Siangnya, Jevano kembali ke rumah. Dengan langkah gagahnya ia masuk ke rumah, celingukan mencari seseorang. Langkahnya berhenti di ruang tengah dimana Anna berada. Anna mendelik pada laki-la
"Kamu masih aja curiga sama Saya. Maunya kamu, saya gimana?" tanya Jevano sembari menikmati makan malamnya. "Mau Aku, kamu baik Mas," timpal Anna namun dalam hatinya. "Terserah maunya gimana," jawab Anna. Jevano hanya manggut-manggut sembari menikmati makan malamnya. Setelahnya meminta Anna untuk menyiapkan kopi tanpa gula dan diantarnya ke ruangan kerja. Sementara dirinya akan berganti pakaian lebih dulu di kamar. Anna dengan santainya masuk ke ruangan kerja. Ia taruh kopinya di atas meja kerja sang suami lalu menoleh pada majalah yang ada di meja kerja suaminya. "ini kan cewek yang Mas Jevano gandeng kemarin di rumah sakit," gumam Anna. Dengan rasa penasarannya, ia mulai membuka majalah pakaian itu. "Astaghfirullah!! Pacar Mas Jevano model kayak beginian? Kok bisa?" Anna masih sibuk dengan obrolannya di dalan hati. Wanita itu hanya tidak menyangka pada wanita yang kini dir
Anna menoleh lalu menjawab, "baik kok Mas. Keterima kerja juga, jadi besok udah bisa mulai kerja." "Wah selamat ya!" ungkapnya dengan senyuman. "Makasih Mas!" ungkap Anna membuat Arkan mengangguk lalu memintanya untuk menikmati kopi yang ia pesan. Cukup lama Anna mengobrol dengan Arkan ini, apalagi memang Arkan sedang ada waktu sebelum jadwal kerjanya dimulai. Siangnya, Anna mendapat pesan dari sang suami. Laki-laki itu meminta Anna untuk segera pulang dan menyerahkan berkas yang tertinggal di ruangan kerjanya pada Gio yang akan ke rumah. Anna bergegas pulang setelah berpamitan pada Arkan. Sekalipun wanita itu sebenarnya malas untuk segera pulang, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menolak jika itu Jevano. Setibanya di rumah, Anna naik ke ruangan kerja suaminya. Ia cari berkas yang dikatakan sang suami itu. Beberapa waktu setelah mencarinya, Anna menemukan berkas dengan map biru yang berad
"Kamu pura-pura gak ngerti kan Mas?" tanya Anna. Jevano menghela napasnya, "anna, saya sama sekali gak mengerti tentang surat jaminan dan hal yang kamu sebutkan. Kamu tau sendiri kalau kita berdua hanya dijadikan korban atas orang tua kita, kenapa malah jadi nyalahin saya?" tukasnya. Anna mengangguk lalu keluar dari kamarnya. Ia pergi ke ruangan kerja sang suami, mengambil berkas yang ia baca kemarin lalu melemparkannya pada wajah sang suami. "Mas baca sendiri! Kalau kamu gak tau hal ini, kenapa berkasnya ada di ruangan kamu, Mas," pungkas Anna. Dengan wajah mengantuknya, Jevano membuka berkasnya itu. Ia baca setiap kalimat yang tertera sampai tandatangan sang ayah dan mertua yang sekaligus adalah orang bersangkutan dengan hutang dan jaminan yang disiapkan. "Anna, saya bener-bener gak tau tentang hal ini. Bahkan berkas ini juga saya gak tau ada di ruangan saya. Sepertinya ini terbawa dari rumah Ayah w
Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal lalu menoleh pada beberapa rekan kerjanya. "lebih baik kita sudahi dulu meeting nya sampai di sini ya!" ucapnya diangguki oleh rekan-rekannya itu. Berikut Jevano yang memilih untuk masuk ke ruangannya, disusul Gio yang kini membawa banyak berkas untuk ditandatangani oleh atasannya. Jevano terperanjat, "apa-apaan ini? Kamu kenapa bawa banyak berkas seperti ini?" tanyanya. "Ya itu kan salah Bapak tadi gak dengerin meeting nya, jadi berkasnya Bapak baca sendiri aja nanti tinggal bicarain sama yang lain," ucap Gio langsung memilih pergi setelahnya dibanding harus kena marah Jevano yang sudah mengeluarkan tanduknya itu. Jevano menghela napasnya, namun ia sedikit lega juga karena Anna akan pulang malam hari ini. Di tengah-tengah pekerjaannya itu, Jevano mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Namun nampaknya itu bukan dari seseorang yang ia nantikan,
"Saya mau nonton bola dulu," ucap Jevano sembari melengos pergi ke ruang tengah. Anna menggerutu kesal sembari membersihkan udang yang baru saja dikeluarkan kulkas. Wanita itu mulai memasak nasi gorengnya hingga jarinya terkena wajan yang cukup panas. Ringisannya bahkan terdengar oleh Jevano hingga laki-laki itu berlari ke dapur menghampiri Anna. "Kamu bisa gak sih hati-hati!" omelnya sembari meniup tangan Anna yang mulai memerah. "Ya kan gak sengaja namanya juga Mas," timpal Anna. "Ya udah sini Mas obatin dulu! matiin dulu kompornya," ucap Jevano mematikan kompornya lalu membawa Anna untuk duduk pada kursi meja makan. Jevano membawa kotak p3k-nya, lalu duduk di kursi meja makan tepat di samping sang istri. Ia olesi salep sembari meniupnya perlahan agar Anna tidak terlalu meringis saat diobati. "Mas pelan-pelan ih perih!" protes An
"Katanya barusan gak mau balik lagi kan?" tanya Jevano diangguki oleh istrinya, "jadi gak usah kemana-mana kalau kamu gak mau balik. Di sini aja sama saya." "Jadi budak Mas?" tanya Anna. Jevano mendongakkan wajah ramping istrinya, "saya tanya sama kamu, emangnya selama 2 minggu ini kamu tinggal sama saya, saya jadikan kamu budak?" tanyanya. Anna menggelengkan kepalanya. "Jadi tidak usah pergi kemana-mana dan juga kamu tenang saja, selama kamu di pihak saya. Saya gak akan menyakiti kamu ataupun rela kamu disakiti," ucap Jevano lalu meraih jas abunya dan keluar dari kamarnya. Sedangkan Anna masih mencerna omongan suaminya. Pikiran dan hatinya benar-benar berpacu aneh pada sang suami. Apalagi ketika Jevano berucap menjamin keselamatan dirinya. Anna mengulas senyumannya lalu menyusul Jevano turun untuk sarapan bersama suaminya. "Kamu kerja bagian shift apa sekarang?" tanya Jevano. "Bagian pagi
Jevano menoleh pada istrinya, "saya mau putusin hubungan sama Elin." "Kenapa?" tanya Anna membuat Jevano menoleh padanya, "udah cinta sama saya? Sebulan juga belum loh Mas!" ledek Anna. "Anna lama-lama kamu kurang ajar ya! Harus saya berikan hukuman," ucap Jevano dengan tatapan lekatnya. Anna langsung melipat kedua tangannya di dada, "mas jangan kurang ajar ya!" Jevano terkekeh melihat wajah merah istrinya sekarang. Anna langsung masuk ke kamarnya karena gugup melihat tatapan suaminya. "Jevano udah gila." "Tapi dia beneran suka sama gw?" "Masa cuman 2 minggu udah bisa bikin luluh hatinya?" "Atau dia sengaja bikin gw baper biar bisa dimanfaatin?" "Iya pasti kayak gitu." Anna memilih untuk mengganti pakaiannya lalu beralih ke dapur untuk memasak sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang. Tidak butuh waktu lama, masakannya sud
"Kata istri saya, kalau kamu suka sama dia atau mau memulai mengenal dia lebih dulu gak ada yang salah buat ketemu dulu, sekedar ngobrol dulu. Toh dia juga udah kenal kamu, jadi kayaknya gak masalah kalau kamu mau temuin dia dulu," jelas Jevano. Gio terdiam mendengarnya. "Gi kesempatan gak akan datang 2 kali. Setau saya dia juga baik dan ramah sama orang lain, bukannya kamu yang lebih berpengalaman sama dia dibanding saya? Kamu juga lebih banyak interaksi sama dia kan?" Gio mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu juga mulai memikirkan pendapat dari istri atasannya ini. Selama dirinya mencoba aplikasi kencan ini, memang dia tidak pernah merespon wanita lain kecuali Intan ini. Siang harinya, Gio memutuskan untuk tidak makan siang bersama dengan sang atasan. Kebetulan juga, Jevano akan diantarkan makan siang oleh istrinya. Anna berjalan dengan santainya menuju ruangan sang suami. Wanita itu mendorong stroller dengan sang anak yang tertidur dan kotak bekal yang Anna simpan di bawahnya.
"Loh kenapa?" tanya Anna. Jevano kembali menceritakan kembali alasan mengapa sekretarisnya itu membatalkan janji kencannya. Anna terkekeh pelan, "dia batalin cuman karena temen sekantornya?" "Iya Sayang. Padahal anaknya ramah, terus kayak interaksi banyak banget sama Gio. Kalaupun udah merasa cocok menurut Mas pantes aja mereka kalau saling suka juga," jelas Jevano. "Cantik, mas?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "lebih cantik kamu." Anna mendelik, "bohong banget." "Loh kok bohong?" tanya Jevano, "beneran loh Sayang." "Iya deh iya," timpal Anna dengan senyumannya. Setelah makan malam selesai, Anna dan Jevano memilih untuk masuk ke kamar. Sekalipun memang keduanya belum mengantuk setelah kenyang menyantap masakan Anna. Jevano merangkul pinggang sang istri yang sedang memainkan ponselnya di kasur, "sayang.""Iya Mas?" tanya Anna menoleh pada suaminya. "Kamu mau tas-nya?" tanya Jevano, "perasaan dari kemarin Mas liat kamu liatin tas itu terus." Anna tersenyum, "mau si
"Kenapa Pak?" tanya Gio. "Anna udah bilang kalau dia mau bawain makan siang tadi pagi. Tapi saya malah makan siang sama kamu," jawabnya. "Hayoh loh Pak! Mbak Anna pasti marah itu, kesel karena Bapak udah makan siang sendirian," ucapnya. Jevano mendelik pada sekretarisnya, ia menarik tangan Gio untuk ke ruangannya juga. Laki-laki itu berpura-pura belum mengetahui sang istri sudah berada di ruangannya. Jevano tersenyum ketika membuka pintu ruangannya. "Dikira Mas belum sampai," pungkas Jevano lalu duduk di samping istri dan anaknya. Rezkiano yang sudah mulai aktif itu sudah terlihat senang melihat Jevano yang baru saja duduk. Anak itu sudah merentangkan tangannya untuk dipangku oleh sang ayah. Jevano dengan senang hati memangkunya, Bercanda dengan sang anak memang waktunya yang paling berharga kali ini. Apalagi jika dirinya sedang merindukan sang ayah yang sudah meninggalkannya setahun yang lalu. Sekalipun semasa kecilnya, Jevano tidak pernah merasakan hal seperti ini. Setidakn
Gio menggelengkan kepalanya. "Terus kenapa bisa gagal?" tanya Jevano lagi. "Saya kenal sama dia," jawab Gio. "Kenal? Siapa?" tanya Jevano beruntun. Gio sempat terdiam sebelumnya. Laki-laki itu menghela napasnya lalu menjawab, "Intan." "Intan yang kerja di sebelah kamu?" tanya Jevano. Gio mengangguk mengiyakan. "Kok bisa?" tanya Jevano, "emang sebelumnya gak pernah lihat foto atau apapun?" Gio menggelengkan kepalanya, "di aplikasinya gak nunjukin foto juga gak apa-apa Pak. Makanya saya awalnya tertarik karena emang gak harus keluarin foto saya," jelasnya. "Ya terus kenapa gak jadi kencannya?" tanya Jevano lagi, "kan bisa aja kalian pacaran nantinya karena nyambung dan cocok. Syukur-syukur kalau sampai menikah." Gio menggelengkan kepalanya, "enggak deh Pak. Mending saya cari yang lain aja." "Emangnya kenapa?" tanya Jevano heran. Intan kerjaannya baik kok." "Iya sih Pak. Cuman dia suka ngeselin aja," jawab Gio. Jevano terkekeh mendengarnya. Ia menggelengkan kepalanya heran p
"Ya enggak sih, cuman kadang suka gemes aja kalau kamu kelakuannya kayak bayi begini. Badan aja gede," jawab Anna sembari mencubit pipi suaminya. "Biarin yang penting Mas bisa manja sama kamu," timpal sang suami. Anna manggut-manggut, "ya udah awas dulu! Anna bawain dulu makanan buat Mas." "Makannya bareng aja," jawabnya. "Katanya tadi mau di kamar!" "Iya di kamar, maksudnya kamu sambil makan sambil suapin Mas," jelasnya.Anna mengangguk, "ya udah tunggu ya!" Jevano mengangguk dengan senyumannya. Dengan cepat Anna kembali ke kamar dengan masakan makan malam yang sudah dimasaknya tadi. Ia menyuapi suaminya dengan telaten hingga makanan yang ada di piring itu habis dimakan bersama. Jevano meminum obatnya kembali lalu mengganti pakaiannya dan segera beristirahat. Begitupun dengan Anna yang segera menidurkan sang anak yang mulai aktif itu, lalu tidur di samping suaminya. Keesokan paginya, syukurnya Jevano tidak sampai demam. Mungkin laki-laki itu pusing karena kerjaan yang selalu
"Bukan gitu Sayang," "maksudnya gimana dong Mas?" tanya Anna, "kan kamu yang bilang barusan kayak begitu." Jevano terus membujuk istrinya hingga Anna menahan senyuman melihat wajah suaminya yang menggemaskan itu. "Bukan maksud Mas begitu loh Sayang. Maafin ya!" pintanya. Anna mengangguk, "iya deh iya. Anna maafin." "Tapi kalau ada yang ngajakin kencan mau?" tanya Anna dengan gurauannya. "Kalau kamu yang ngajakin Mas terima," jawabnya membuat Anna terkekeh. Hari-hari berikutnya,Gio nampak terlihat biasa-biasanya sebelumnya, hingga akhirnya Anna dan Jevano mendapati laki-laki itu sedang berdandan seolah akan bertemu dengan seseorang yang penting. "kamu mau ketemu sama siapa Gi?" tanya Jevano, "perasaan sekarang gak ada jadwal ketemu client." "emang gak ada Pak. Saya cuman pengen rapih aja," jawab Gio membuat Jevano menatapnya curiga. Begitupun dengan Anna. "Ada apa Pak?" tanya Gio. Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak deh. Yuk berangkat," ajaknya lalu masuk ke mobil dan m
"Mungkin itu privasinya kali Mas," jawab Anna. "Tapi jangan lama-lama ya!" pinta Jevano. Anna mendecak lalu mengangguk mengiyakan. Setelah suaminya makan siang, Anna keluar untuk mengobrol dengan Gio, sedangkan anaknya dititipkan pada sang ayah. Gio mengajaknya untuk mengobrol di pantry sembari menyajikan teh hangat untuk Anna. "Makasih ya Gi," "Sama-sama Mbak," jawab Gio sembari terlihat gugup untuk berbicara. "Gak usah gugup sampe celingukan begitu, Mas Jevano jagain Rezky gak bakal ke sini," ucap Anna. Gio terkekeh, "bukan Mbak. Saya takut ada yang dengerin aja." "Emangnya mau ngobrol apa?" tanya Anna penasaran. Gio menjelaskan bahwa dirinya sedang mendekati seorang wanita dari aplikasi kencan. Namun dirinya sedikit kebingungan ketika sang pasangan memintanya untuk bertemu dan lebih dalam untuk berkomunikasi. Anna menautkan alisnya, mengapa hal ini saja Gio menanyakan padanya. Padahal Gio juga bukan lagi laki-laki yang baru saja menginjak usia remaja. "Menurut Mbak gima
Seharian itu Jevano dan Gio berada di butiknya, mengurus beberapa pekerjaan hingga waktu berlalu begitu cepat. Jevano melirik jam di tangannya. Laki-laki itu memilih untuk mengajak sang sekretaris untuk pulang sekarang. Anna yang menunggunya sejak tadi itu sudah berada di depan teras. Jevano mengulas senyumannya melihat sang istri terlihat khawatir sekarang. "Mas baik-baik aja kan?" tanya Anna. "Baik kok Sayang. Mas gak kenapa-napa," jawab Jevano sembari membawa sang istri pada pelukannya. "Terus butiknya? apa yang terjadi Mas?" tanya Anna penasaran. Jevano terkekeh, "ya udah yuk masuk dulu! Mas jelasin di kamar nanti." Anna mengangguk mengiyakan, begitupun dengan Gio yang berpamitan setelahnya. Padahal laki-laki itu membawa motornya tadi, tapi harus pulang mengantar sang atasan membuat Gio harus membawa mobil atasannya ke apartemen miliknya yang tentu tidak terlalu jauh dari rumah Jevano.
Pak Surya kembali menceritakan apa yang terjadi pada hari dimana ibu anna pernah di kurung pada ruangan yang sama dengan ayah dari suaminya sendiri tepat sebelum pernikahan dengan Pak Surya terjadi. Memang Pak Surya juga menghamili Ibu anna sebelum pernikahan, karena dia memang ingin merebut ibu Anna dari cinta pertamanya yaitu ayah dari suami anna itu sendiri. Sebelumnya, Ibu Anna dan Ayah Jevano itu menjalin hubungan yang cukup lama. Hingga perjodohan itu terjadi karena dendam Pak Surya pada pesaing bisnisnya. Ibu dan Ayah Anna menikah, begitupun dengan Ayah Jevano dan Ibunya. Pada awalnya, Pak Surya tidak mengetahui tentang istrinya yang di kurung seseorang dengan mantan kekasihnya pada ruangan semalaman. Dan apa yang terjadi pun tidak ada yang tahu hingga Ibu anna meninggal karena disiksa sang ayah. Begitupun dengan Ibu Jevano yang meninggal karena sebuah penyakit. "Jadi sampai sekarang hal itu juga Ayah gak tau gimana