Jevano mengedarkan pandangannya, "ya gak baik aja buat reputasi saya kalau semua orang tau kamu adalah istri saya dan dekat-dekat dengan laki-laki lain."
"Tapi kan nyatanya gak ada yang tau kalau Aku istri kamu. Lagipula bukannya aku cuman istri di atas kertas? Kenapa harus kayak gini kalau pernikahan kita aja gak pernah kita inginkan?" tanya Anna, "kamu tenang aja. Aku gak akan pernah membiarkan media tau tentang pernikahan ini." Anna kembali keluar dari mobil Jevano. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan wajah kesal. "Kamu harus buat dia bekerja di Perusahaan saya. Jangan pernah ada Perusahaan yang bisa menerima selain Perusahaan saya," pinta Jevano pada sekretaris sekaligus supirnya itu. Laki-laki itu hanya mengangguk mengiyakan. Setibanya di Perusahaan, Jevano langsung masuk ke ruangan kerjanya. Laki-laki itu menatap sinis wanita seksi yang kini duduk di sofa. "Ngapain kamu di ruangan saya?" tanyanya. Wanita itu berdiri di hadapan Jevano, sembari memainkan trik menyentuh dada bidang Jevano yang kini menunduk menatapnya. Jevano menggenggam erat tangan wanita itu, "saya emang menyukai kamu, tapi bukan berarti kamu bebas masuk ke ruangan saya gitu aja." "Mas kenapa sih? Biasanya lembut sama Aku, tadi juga malah ninggalin Aku di rumah sakit gitu aja," rajuk Elin, wanita seksi yang menjadi model 4 tahun lamanya di Perusahaan Jevano dan mulai memiliki kedekatan bahkan hubungan spesial dengan atasannya sendiri 1 tahun lalu. "Saya cuman gak suka kamu masuk gitu aja tanpa izin ke ruangan ini. Lebih baik kamu pulang kalau sudah tidak kerjaan, Saya lagi sibuk," ucap Jevano lalu meminta wanita itu untuk keluar dari ruangannya. Wanita seksi itu mengepalkan tangannya, "awas aja ya Mas!" ungkapnya dalam hati lalu pergi begitu saja. Sekretaris Jevano yang baru saja duduk di meja kerjanya itu bergidik ngeri melihatnya, "kok bisa Pak Jevano suka sama wanita begitu." Malamnya, Jevano baru saja pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya yang begitu banyak sekaligus pikirannya harus terbagi dengan kelakuan Anna yang tiba-tiba berubah menjadi acuh padanya. Padahal waktu pertama kali dirinya dibawa ke rumah Jevano, wanita itu nampak seperti wanita lemah yang bisa ditindas oleh Jevano kapan saja. Bi Ani menyapanya dengan bungkukan. "Anna kemana Bi?" tanya Jevano. "Mbak Anna daritadi belum pulang, Tuan," jawabnya membuat Jevano semakin kesal apalagi setelah mengingat sikap Anna tadi padanya. "Ya sudah Bi, saya mau naik dulu!" Bi Ani mengangguk mengiyakan. "Heran banget sama Tuan Jevano, kayanya gak peduli terus pernikahannya juga di atas kertas. Tapi kalau gak ada nanyain terus," ucapnya dalam hati lalu masuk ke kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Anna baru saja kembali setelah menemui Ibunya di pemakaman yang cukup jauh dan dia tidak punya uang sama sekali untuk naik kendaraan umum hingga harus berjalan untuk sampai ke rumah Jevano. Jevano menatapnya sinis di ruang tengah, "abis darimana kamu?" tanyanya. "Peduli apa kamu Mas?" tanya Anna berdiri dengan kakinya yang sudah pucat karena kedinginan. Jevano beranjak, "saya peduli karena saya-" "Suami kamu, Anna." "Itu kan yang mau kamu bilang? Suami? Kamu bilang suami Mas?" cecar Anna dengan emosinya. "Mas sendiri yang bilang kalau kita hidup masing-masing aja. Walaupun serumah, pernikahan kita juga hanya di atas kertas bukan di dalam hati, Mas. Jadi gak usah dan gak perlu pedulikan Aku," sambung Anna lalu berlalu akan masuk ke kamarnya. Tangan Jevano dengan cepat menarik Anna masuk ke dalam kamarnya itu. Sontak Anna membuka matanya sempurna, ketika Jevano kini merungkuhnya di atas tempat tidur. "Mas kamu ini apa-apaan sih?" tanya Anna. "Kamu mau jadi istri saya seutuhnya?" tanya Jevano membuat Anna menautkan alisnya kebingungan. "HAH? Maksudnya?" tanya Anna. Jevano mendengus, "gak usah so polos Anna. Saya tau kamu mau jadi istri saya yang diakui semua orang bukan?" tanyanya. Anna mendorong tubuh kekar suaminya, "gila kamu Mas. Sejak kapan Aku berpikir kayak gitu? Gak sudi aku," ucapnya lalu beranjak dari tempat tidur dan pergi ke ruang tengah. Wanita itu mengatur napasnya, sedangkan Jevano hanya terkekeh pelan melihat wajah istrinya yang merona. "Kamu mulai menarik perhatian saya Anna," ungkap Jevano lalu keluar dari kamarnya. Anna mendelik melihat laki-laki itu keluar dari kamarnya lalu masuk ke kamar Jevano sendiri. "laki-laki sialan!" kutuk Anna sembari masuk ke kamarnya kembali. Anna melihat wajahnya yang masih merona pada cermin lemarinya. Hatinya tidak karuan dengan perlakuan Jevano tadi. Keduanya bahkan tidak bisa tidur malam ini. Jevano berguling kesana-kemari, masih terpikirkan wajah Anna yang begitu cantik bisa ia lihat dari dekat. "Udah gila gw, ini kenapa sih jadi mikirin dia? Mending gw tidur sekarang," gerutu Jevano lalu mulai memejamkan matanya. "Mas," panggil Anna dengan lembut sembari menangkup pipi Jevano. "Sayangku ayo bangun!" panggil Anna lagi. Jevano membuka matanya perlahan, ia tatap sang istri yang kini berbaring di sampingnya. "Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Jevano dengan wajah terkejutnya. "Loh kok Mas malah tanya sih, kan Aku istri kamu Mas," jawab Anna. Anna membuka selimut yang menutupi tubuhnya itu. Jevano terdiam melihat tubuh seksi Anna yang terpampang nyata dengan lingerie yang pakainya. "Anna kamu-" "Mas, Anna ingin jadi istri Mas seutuhnya," ucap Anna. Jevano mendekatkan wajahnya pada Anna. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar hingga Jevamo terbangun dari mimpinya tadi. Jantungnya tidak karuan mengingat mimpi yang baru saja dialaminya. Laki-laki itu melirik jam dinding di kamarnya. "Tuan sudah bangun?" tanya Bi Ani. "Sudah Bi," jawab Jevano dengan napasnya yang terengah-engah. "Kenapa gw mimpiin dia? Kenapa cantik banget," gumam Jevano sembari menaruh tangannya pada dada yang berdegup kencang itu. Setelahnya dibanding mengurusi mimpi itu, Jevano memilih bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu turun setelah memakai setelan kemejanya. Terlihat Anna sudah menyiapkan sarapan untuknya dan Jevano di meja makan. Wanita itu memakai dress motif bunga dengan rambut yang ia gelung hingga terlihat semakin cantik. "Kamu mau kemana hari ini?" tanya Jevano sembari duduk pada kursi meja makannya. Anna menoleh pada Jevano. "Kalau saya gak boleh tau gak apa-apa," sambung Jevano. "Gak kemana-mana. Cuman mau jalan-jalan aja sekitar rumah ini sama Bi Ani," jawab Anna. "Sama saya aja, Yuk!" ajaknya membuat Anna mengangkat alisnya bingung. "Gak usah geer, Saya cuman mau kenal sama tetangga sekitar," sambung Jevano. "Katanya gak mau ketauan media. Bisa repot kalau ketauan udah punya istri kan? Kenapa sekarang mau nemenin jalan-jalan?" tanya Anna. Baru saja Jevano membuka mulutnya akan menjawab. "Mending gak usah deh! Aku gak mau repot ngurusinnya, belum lagi hujatannya, udah lah males," ucapku menolaknya."Yuk Bi!" ajak Anna menggandeng tangan Bi Ani keluar dari rumah. Jevano menghela napasnya sembari menikmati makanan yang disajikan sang istri. Pikirannya terus terbayang Anna saat di mimpinya tadi. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, lalu meraih jas abu-abu tua di kursi dengan tas kerjanya. Setelahnya, ia pergi mengendarai mobilnya. Seharian ini, Anna memilih untuk tidak bepergian kemana-mana, apalagi uangnya saja sudah tidak tersisa. "Mbak kemarin malam kemana?" tanya Bi Ani, "tuan sampe nungguin Mbak loh di ruang tengah." "Dia nungguin saya karena emang mau marahin saya, Bi. Saya kemarin dari makam Ibu saya, udah lama saya gak ke sana," jawab Anna diangguki paham oleh Bi Ani. Siangnya, Jevano kembali ke rumah. Dengan langkah gagahnya ia masuk ke rumah, celingukan mencari seseorang. Langkahnya berhenti di ruang tengah dimana Anna berada. Anna mendelik pada laki-la
"Kamu masih aja curiga sama Saya. Maunya kamu, saya gimana?" tanya Jevano sembari menikmati makan malamnya. "Mau Aku, kamu baik Mas," timpal Anna namun dalam hatinya. "Terserah maunya gimana," jawab Anna. Jevano hanya manggut-manggut sembari menikmati makan malamnya. Setelahnya meminta Anna untuk menyiapkan kopi tanpa gula dan diantarnya ke ruangan kerja. Sementara dirinya akan berganti pakaian lebih dulu di kamar. Anna dengan santainya masuk ke ruangan kerja. Ia taruh kopinya di atas meja kerja sang suami lalu menoleh pada majalah yang ada di meja kerja suaminya. "ini kan cewek yang Mas Jevano gandeng kemarin di rumah sakit," gumam Anna. Dengan rasa penasarannya, ia mulai membuka majalah pakaian itu. "Astaghfirullah!! Pacar Mas Jevano model kayak beginian? Kok bisa?" Anna masih sibuk dengan obrolannya di dalan hati. Wanita itu hanya tidak menyangka pada wanita yang kini dir
Anna menoleh lalu menjawab, "baik kok Mas. Keterima kerja juga, jadi besok udah bisa mulai kerja." "Wah selamat ya!" ungkapnya dengan senyuman. "Makasih Mas!" ungkap Anna membuat Arkan mengangguk lalu memintanya untuk menikmati kopi yang ia pesan. Cukup lama Anna mengobrol dengan Arkan ini, apalagi memang Arkan sedang ada waktu sebelum jadwal kerjanya dimulai. Siangnya, Anna mendapat pesan dari sang suami. Laki-laki itu meminta Anna untuk segera pulang dan menyerahkan berkas yang tertinggal di ruangan kerjanya pada Gio yang akan ke rumah. Anna bergegas pulang setelah berpamitan pada Arkan. Sekalipun wanita itu sebenarnya malas untuk segera pulang, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menolak jika itu Jevano. Setibanya di rumah, Anna naik ke ruangan kerja suaminya. Ia cari berkas yang dikatakan sang suami itu. Beberapa waktu setelah mencarinya, Anna menemukan berkas dengan map biru yang berad
"Kamu pura-pura gak ngerti kan Mas?" tanya Anna. Jevano menghela napasnya, "anna, saya sama sekali gak mengerti tentang surat jaminan dan hal yang kamu sebutkan. Kamu tau sendiri kalau kita berdua hanya dijadikan korban atas orang tua kita, kenapa malah jadi nyalahin saya?" tukasnya. Anna mengangguk lalu keluar dari kamarnya. Ia pergi ke ruangan kerja sang suami, mengambil berkas yang ia baca kemarin lalu melemparkannya pada wajah sang suami. "Mas baca sendiri! Kalau kamu gak tau hal ini, kenapa berkasnya ada di ruangan kamu, Mas," pungkas Anna. Dengan wajah mengantuknya, Jevano membuka berkasnya itu. Ia baca setiap kalimat yang tertera sampai tandatangan sang ayah dan mertua yang sekaligus adalah orang bersangkutan dengan hutang dan jaminan yang disiapkan. "Anna, saya bener-bener gak tau tentang hal ini. Bahkan berkas ini juga saya gak tau ada di ruangan saya. Sepertinya ini terbawa dari rumah Ayah w
Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal lalu menoleh pada beberapa rekan kerjanya. "lebih baik kita sudahi dulu meeting nya sampai di sini ya!" ucapnya diangguki oleh rekan-rekannya itu. Berikut Jevano yang memilih untuk masuk ke ruangannya, disusul Gio yang kini membawa banyak berkas untuk ditandatangani oleh atasannya. Jevano terperanjat, "apa-apaan ini? Kamu kenapa bawa banyak berkas seperti ini?" tanyanya. "Ya itu kan salah Bapak tadi gak dengerin meeting nya, jadi berkasnya Bapak baca sendiri aja nanti tinggal bicarain sama yang lain," ucap Gio langsung memilih pergi setelahnya dibanding harus kena marah Jevano yang sudah mengeluarkan tanduknya itu. Jevano menghela napasnya, namun ia sedikit lega juga karena Anna akan pulang malam hari ini. Di tengah-tengah pekerjaannya itu, Jevano mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Namun nampaknya itu bukan dari seseorang yang ia nantikan,
"Saya mau nonton bola dulu," ucap Jevano sembari melengos pergi ke ruang tengah. Anna menggerutu kesal sembari membersihkan udang yang baru saja dikeluarkan kulkas. Wanita itu mulai memasak nasi gorengnya hingga jarinya terkena wajan yang cukup panas. Ringisannya bahkan terdengar oleh Jevano hingga laki-laki itu berlari ke dapur menghampiri Anna. "Kamu bisa gak sih hati-hati!" omelnya sembari meniup tangan Anna yang mulai memerah. "Ya kan gak sengaja namanya juga Mas," timpal Anna. "Ya udah sini Mas obatin dulu! matiin dulu kompornya," ucap Jevano mematikan kompornya lalu membawa Anna untuk duduk pada kursi meja makan. Jevano membawa kotak p3k-nya, lalu duduk di kursi meja makan tepat di samping sang istri. Ia olesi salep sembari meniupnya perlahan agar Anna tidak terlalu meringis saat diobati. "Mas pelan-pelan ih perih!" protes An
"Katanya barusan gak mau balik lagi kan?" tanya Jevano diangguki oleh istrinya, "jadi gak usah kemana-mana kalau kamu gak mau balik. Di sini aja sama saya." "Jadi budak Mas?" tanya Anna. Jevano mendongakkan wajah ramping istrinya, "saya tanya sama kamu, emangnya selama 2 minggu ini kamu tinggal sama saya, saya jadikan kamu budak?" tanyanya. Anna menggelengkan kepalanya. "Jadi tidak usah pergi kemana-mana dan juga kamu tenang saja, selama kamu di pihak saya. Saya gak akan menyakiti kamu ataupun rela kamu disakiti," ucap Jevano lalu meraih jas abunya dan keluar dari kamarnya. Sedangkan Anna masih mencerna omongan suaminya. Pikiran dan hatinya benar-benar berpacu aneh pada sang suami. Apalagi ketika Jevano berucap menjamin keselamatan dirinya. Anna mengulas senyumannya lalu menyusul Jevano turun untuk sarapan bersama suaminya. "Kamu kerja bagian shift apa sekarang?" tanya Jevano. "Bagian pagi
Jevano menoleh pada istrinya, "saya mau putusin hubungan sama Elin." "Kenapa?" tanya Anna membuat Jevano menoleh padanya, "udah cinta sama saya? Sebulan juga belum loh Mas!" ledek Anna. "Anna lama-lama kamu kurang ajar ya! Harus saya berikan hukuman," ucap Jevano dengan tatapan lekatnya. Anna langsung melipat kedua tangannya di dada, "mas jangan kurang ajar ya!" Jevano terkekeh melihat wajah merah istrinya sekarang. Anna langsung masuk ke kamarnya karena gugup melihat tatapan suaminya. "Jevano udah gila." "Tapi dia beneran suka sama gw?" "Masa cuman 2 minggu udah bisa bikin luluh hatinya?" "Atau dia sengaja bikin gw baper biar bisa dimanfaatin?" "Iya pasti kayak gitu." Anna memilih untuk mengganti pakaiannya lalu beralih ke dapur untuk memasak sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang. Tidak butuh waktu lama, masakannya sud
Tidak lama setelah itu, Rezkiano juga sudah kembali dan menyelesaikan semua pelajaran yang diikutinya hari ini. Dengan senyumannya yang merekahnya, ia berlari pada sang ayah sembari memanggilnya. Sontak ibu-ibu yang sempat menyebutnya sebagai supir tadi menoleh terkejut, "jadi kamu ayahnya?" "Aduh maaf ya Pak! Saya kurang tau soalnya," ungkapnya. Jevano tersenyum dengan anggukannya, "iya Bu, tidak apa-apa. Kalau gitu saya pamit duluan." Ibu itu mengangguk dengan senyumannya. Sesampainya di rumah, Jevano memeluk istrinya yang sedang duduk di ruang tengah sembari memakan buah potong yang disediakan Bi Ani. Semenjak rasa mualnya parah pagi tadi, Anna memilih untuk diam di ruang tengah. Apalagi sembari menunggu anak dan suaminya datang. Wanita itu terkekeh ketika sang suami dan anaknya berebutan ingin memeluk ibu hamil ini, "kalian bisa gak sih akur sebentar. Kayaknya akurnya kalau gak ada Ibu ya?" Jevano dan anaknya
Anna menggelengkan kepala dengan tangisannya, ia sudah tidak kuat menahan rasa mual yang terasa kuat pagi ini. Setelah merasa baikan, Jevano memapah istrinya untuk sekedar duduk di tepian kasur. Sembari menatapnya lekat, ia bersimpuh di hadapan istrinya. "Kamu yakin gak mau sesuatu?" tanya Jevano lagi. Anna menggelengkan kepalanya, "anna kan baru aja bangun tidur. Barusan juga kebangun gara-gara mualnya Mas." "Ya ampun... Kalau gitu Mas bawain dulu air hangat ya! Kamu tunggu sini," pinta Jevano beranjak dari kamar. Ia tuangkan air hangat lalu kembali ke kamarnya, membantu Anna untuk minum agar lebih lega rasa mualnya. "Tidur lagi aja ya! Nanti sarapannya dimasak Bi Ani aja. Kamu istirahat aja kalau mual," ucap Jevano. Jevano baru saja akan beranjak untuk membangunkan anaknya, namun tangannya segera ditahan oleh Anna. "Kenapa Sayang?" tanya Jevano. "Mas mau kemana?" tanya Anna.
Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak Sayang." "Terus kenapa itu mulut anaknya ditutup segala?" tanya Anna. Jevano sedikit menggeser posisi kursinya, menghadap sang istri dengan tatapan lembutnya, "nanti Mas yang cerita." "Beneran?" Jevano mengangguk, "nanti habis makan siang ya!" Anna hanya mengangguk setelahnya. Makan siang susah selesai, Anna juga sudah membereskan kembali piring-piring yang kotor tadi, berikut dengan Rezkiano yang sudah bermain bersama sang ayah di ruang tengah. Anna datang menghampiri keduanya, "kayaknya kalian emang harus main bareng terus biar akur. Dibanding kalau salah satu deketan sama aku, satunya merajuk." Jevano terkekeh mendengarnya, "bang, ibu marah tuh!" "Ya kan Ayah yang suka manja sama Ibu," Anna terkekeh mendengarnya apalagi ketika melihat ekspresi sang suami pada anaknya. S
Jevano menoleh pada pria paru baya yang ada di dekatnya, sedangkan Rezkiano malah bersembunyi dibalik kaki sang ayah, "ayah itu yang kemarin mau culik ibu." Laki-laki itu menatap sinis orang tua istrinya. Ia berjongkok menghadap sang anak, memintanya untuk masuk ke kelas lebih dulu. Setelahnya, Jevano meminta Ayah anna untuk mengikutinya, menuju bangku taman yang sedikit lebih jauh dari taman kanak-kanak anaknya. "Mau ada urusan apalagi?" tanya Jevano. "Jev, Ayah cuman mau tau siapa nama dia," jawab Ayah anna. "Untuk apa? Saya sudah tidak mau ada sangkut paut apapun sama kamu," ucap Jevano. "Bagaimanapun Ayah tetap kakeknya, Jev," Jevano malah menyeringai, "kakek? Kakek yang bagaimana maksudnya?" "Yang tega bunuh besannya sendiri? Yang tega bikin ibunya keguguran? Yang tega kasih obat perangsang buat menantunya, biar rumah tangga anaknya hancur?" "Yang mana?" tanya Jevano mencerca. "T
Dokter itu malah tersenyum, "selamat ya Pak, Bu."Jevano menautkan alisnya bingung, "dok... masa istri saya sakit dokter malah bilang selamat." Dokter itu terkekeh pelan, "saya belum selesai bicara Pak," jawabnya.Anna menahan senyumannya melihat ekspresi malu sang suami. Wanita itu kembali bertanya tentang keadaannya. "Ibu Anna positif hamil, usia kandungannya baru 5 minggu. Jadi harus dijaga dengan ekstra hati-hati ya!" pesan dokternya. Anna dan Jevano saling menoleh, keduanya memang merencanakan untuk menambah anak. Tapi tidak menyangka, Anna akan hamil secepat ini. Ucapan selamat dari dokter itu membuat Anna mengangguk dengan senyumannya. Setelah pemeriksaan selesai, Anna berjalan menuju apotek untuk menebus obat dan vitamin yang diresepkan dokternya. Apalagi Anna sedang berada di fase mual. Anna menoleh pada suaminya yang sejak tadi terdiam. Pikirannya begitu jauh hingga ia tidak berani berbicara deng
Anna menggelengkan kepalanya, "gak usah Mas. Anna mau istirahat aja dulu, nanti kalau masih gak enak, mau." "Ya udah pulangnya diantar aja ya!" tawar Jevano. Baru saja Anna membuka mulutnya, Jevano langsung menyela, "mas gak terima penolakan."Anna mengulas senyuman, "iya kalau gitu boleh." Setelah menikmati makan siang, Jevano langsung mengantar istri dan anaknya lebih dulu. Laki-laki itu berpesan pada Bi Ani untuk menjaga istrinya. Begitupun pada sang anak, untuk segera memberitahunya jika terjadi sesuatu. "Rezki tau kan nomor Ayah?" tanya Jevano sebelum kembali berangkat. Rezki mengangguk mengiyakan dengan senyumannya. Jevano kembali ke Perusahaannya, sekalipun dirinya masih terus kepikiran sang istri yang tiba-tiba sakit tadi. Laki-laki itu berpikir bahwa mungkin karena ayahnya kembali, Anna menjadi banyak pikiran dengan rasa takut yang kembali menghantuinya. Setibanya di Perusahaan, Gio sudah menungg
Jevano yang sedang menuntun anaknya itu menoleh pada sang istri yang terdiam dan menghentikan langkahnya, "sayang kenapa malah melamun gitu sih?" Anna menoleh pada suaminya, ia masukkan kembali ponselnya lalu berjalan dengan senyuman menghampiri suami dan anaknya. "Gak ada Mas. Yuk!" ajaknya sembari menggandeng tangan sang suami. Jevano hanya mengangguk mengiyakan, laki-laki itu sebenarnya tahu ada yang terjadi dengan istrinya. Namun sekarang yang terpenting adalah menikmati makan siang bersama sang anak. Rezkiano memesan beberapa makanan yang disukainya, hingga Anna menegurnya untuk tidak serakah. Di sela-sela makan siangnya, panggilan masuk terus-menerus pada ponsel Anna membuatnya sedikit risih. Begitupun dengan Jevano yang terus meliriknya. "Udah kamu angkat dulu aja," pungkas Jevano. "Nomornya gak dikenal Mas," "Siapa tau penting Sayang, makanya dia telepon terus," timpal kembali sang suami.
Wanita itu tadinya akan masuk ke mobil namun tangannya ditahan oleh seseorang yang menyapanya. "Tolong jangan pergi dulu! Ayah mau bicara sama kamu," ucap pria paru baya itu. Anna sedikit ketakutan padanya, kekejaman yang dilakukannya kembali terngiang di kepala anna. Sedangkan tangannya masih berusaha menggenggam kuat tangan sang anak. Taksi saja sudah kembali ditutup oleh Anna dan pergi begitu saja. Ayahnya sempat menarik Anna untuk berbicara sebentar dengannya. Namun Rezkiano dengan ketakutannya berteriak hingga beberapa ibu-ibu yang masih di sekolahnya itu keluar dan mencegah pria yang tidak dikenal oleh Rezkiano sendiri. Anak itu menangis hingga ibu-ibu juga mencegah dan memarahi Ayah Anna hingga mengancamnya untuk dibawa ke kantor polisi. Dengan dandanan selusuh itu, bagaimana ada yang percaya jika itu adalah ayah dari anna sendiri. Ayahnya kembali pergi, apalagi sudah ada petugas keamanan menghampirinya. Ia
"Mas cuman pengen kamu selalu bahagia sekalipun gak direpotin sama Mas," jawabnya. Anna mengulas senyumannya, lalu memeluk sang suami, "makasih ya Mas." "Kok kamu malah bilang makasih? Kan harusnya Mas yang bilang kayak gitu," tanya Jevano. Anna mendongak pada suaminya, "ya gak apa-apa. Kan Mas udah selalu mengusahakan apapun untuk aku." Jevano mengecup istrinya dengan senyuman, "mas sayang sama kamu." Suara ketukan pintu dengan teriakan dari Rezkiano membuat Jevano kembali menghela napas. Anna terkekeh, "udah deh gak usah merajuk lagi gitu." "Ya abisnya anak kamu heran, romantis sebentar aja Mas sama kamu susah banget," pungkasnya. "Udah yuk ah! Nanti anaknya gedor-gedor lagi," ajak Anna menarik tangan suaminya keluar dari kamar. Rezkiano melipat kedua tangannya sembari duduk di meja makan, "ibu sama ayah lama banget. Katanya tadi takut terlambat, tapi kalau udah berduaan lama," protesnya.