"Kamu masih aja curiga sama Saya. Maunya kamu, saya gimana?" tanya Jevano sembari menikmati makan malamnya.
"Mau Aku, kamu baik Mas," timpal Anna namun dalam hatinya. "Terserah maunya gimana," jawab Anna. Jevano hanya manggut-manggut sembari menikmati makan malamnya. Setelahnya meminta Anna untuk menyiapkan kopi tanpa gula dan diantarnya ke ruangan kerja. Sementara dirinya akan berganti pakaian lebih dulu di kamar. Anna dengan santainya masuk ke ruangan kerja. Ia taruh kopinya di atas meja kerja sang suami lalu menoleh pada majalah yang ada di meja kerja suaminya. "ini kan cewek yang Mas Jevano gandeng kemarin di rumah sakit," gumam Anna. Dengan rasa penasarannya, ia mulai membuka majalah pakaian itu. "Astaghfirullah!! Pacar Mas Jevano model kayak beginian? Kok bisa?" Anna masih sibuk dengan obrolannya di dalan hati. Wanita itu hanya tidak menyangka pada wanita yang kini dirumorkan sebagai kekasih suaminya. Jevano masuk ke ruangan kerjanya, ia berdiri di belakang istrinya, "lagi ngapain kamu?" tanyanya membuat Anna terkejut setengah mati lalu berbalik begitu saja. Tatapan mereka bertemu, tangan Anna mengepal gugup di meja kerja suaminya. Begitupun dengan Jevano yang terdiam menatap netra istrinya. Anna mendorong tubuh kekar suaminya lalu keluar dari ruangan itu sembari mengontrol detak jantungnya yang kini masih terdengar memburu. Wanita itu masuk ke kamarnya, lalu berbaring sembari memikirkan hal yang baru saja terjadi. "Kalau aja kita menikah dengan cinta, apa tidak akan seperti rumah tangga kita, Mas?" "Astaghfirullah Anna! Lo berpikir apa? Pernikahan kita ada karena hutang Ayah. Jangan berlebihan deh!" gumam Anna pelan lalu memilih untuk segera tidur. Tengah malamnya, Anna mendengar suara bising di dapur. Wanita itu terbangun lalu keluar kamar dengan sapu yang ia raih di samping pintu kamarnya. Anna menghela napasnya ketika melihat sang suami sedang bergulat dengan kompor dan sayuran yang ia keluarkan dari kulkas. "Lagi ngapain sih tengah malem juga berisik di dapur?" tanya Anna dengan wajah kesalnya. "Saya lapar, Anna," jawabnya. Anna membuka mulutnya tidak menyangka, "ini baru 4 jam dari makan malam tadi loh. Udah laper lagi kamu?" "Ya iya, masa bohong," jawab Jevano. Anna melirik wajan yang terisi begitu banyak minyak. Wanita itu terkejut ketika Jevano akan menuangkan kocokan telur pada minyak yang sudah panas. "ehh mau ngapain ini?" tanya Anna menghentikan tangannya. "Mau dadar telur, Anna," jawabnya. Anna menahan senyumannya, "dadar telur juga gak bisa?" Jevano hanya terdiam. Memang benar dirinya tidak bisa sedikitpun memasak. Sejak kecil saja, sudah disiapkan oleh pembantu di rumahnya. "Minyaknya gak perlu sebanyak ini, kamu mau bikin dadar telur atau goreng wajannya sekalian," ujar Anna sembari menaruh kembali minyaknya pada mangkuk yang disediakan untuk minyak. Pada akhirnya, Anna yang menyiapkan makanan untuk suaminya. Sekalipun matanya sudah merasa ngantuk sekarang. Ia berulang kali mencuci wajahnya pada wastafel agar mengurangi rasa kantuknya. Beberapa menit kemudian, Anna menyajikannya di meja makan, lalu kembali ke kamarnya begitu saja karena sudah sangat mengantuk. Jevano menikmati telur dadar buatan istrinya, ia juga bahkan sampai menambah nasi tanpa sepengetahuan Anna kali ini. Setelahnya, laki-laki itu mengelus perutnya, belum pernah sebelumnya ia merasakan kenyang seperti ini. Jevano menghela napasnya, ia taruh piringnya pada wastafel lalu mengambil kotak p3k ke kamar sang istri. Laki-laki itu membuka pintu kamarnya dengan pelan, untungnya Anna tidak pernah mengunci pintunya itu. Jevano berjongkok di hadapan istrinya, ia keluarkan salep untuk mengobati luka bakar. Dia olesi dengan lembut jari anna yang terlihat memerah sekarang. Tanpa sadar, senyumannya terulas ketika melihat wajah cantik sang istri sembari menyibak pelan rambut yang menghalangi wajahnya. Setelahnya, ia kembali ke ruang kerjanya. Takut jika sampai ketahuan oleh istrinya sendiri. Keesokan paginya, Anna menyiapkan sarapan untuknya dan sang suami. Tidak lupa sembari bersih-bersih di rumah suaminya yang cukup besar ini. Wanita itu mendongak pada lantai 2 rumahnya, kedua pintu ruangan itu masih terlihat menutup. Langkahnya perlahan membawa diri mungilnya itu ke depan pintu kamar sang suami. Dengan ragu ia mengetuk pintu lalu sesekali menempelkan telinganya pada pintu kamar. "Kok dia gak ada jawaban ya?" gumam Anna. Wanita itu terus mengetuk hingga ada suara langkah kaki yang ia dengar menuju pintu kamar. Pintu kamar itu sontak dibuka langsung oleh Jevano tanpa menyahuti panggilan dari istrinya lebih dulu. Anna yang masih menempelkan telinganya pada pintu itupun tersungkur pada tubuh jevano yang ada di hadapannya. Jevano menahan pinggang istrinya agar tidak terjatuh. Netranya menatap lekat sang istri yang masih memasang wajah terkejutnya. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya, ia cium bibir mungil Anna. Hingga Anna kini terbelalak lalu memutus tautannya bersama sang suami. "Laki-laki gila!" cerca Anna dengan napasnya yang terengah-engah lalu pergi turun ke bawah kembali. Jevano hanya mendecak dengan senyumannya lalu masuk ke kamar dan memakaikan pakaian kerjanya. Setelahnya, tidak ada perbincangan diantara mereka. Hanya saling menikmati sarapan yang disiapkan Anna. "Aku hari ini mau ke rumah sakit, ada panggilan kerja di sana," celetuk Anna seolah meminta izin pada suaminya. "Saya baru tau kalau kamu lulusan radiologi," ucap Jevano. "Emangnya perlu tau?" Jevano mengangguk, "sebelumnya saya gak liat di riwayat hidup kamu." "Itu udah lama, Aku juga udah lulus lama dan gak sempet kerja. Makanya kamu gak tau," jawab Anna membuat suaminya itu mengangguk. "Ya sudah saya antar aja ya!" ucapnya. "Gak usah, Aku juga punya uang dari kamu," tolak Anna lalu menyelesaikan sarapannya. Jevano menghela napasnya sembari menggelengkan kepala, "dia gak mau gw anter karena takut sama gw atau takut sama media kalau ketahuan?" gumamnya. Setelah menikmati sarapannya, Jevano pergi dengan Gio yang sudah menunggunya beberapa menit lalu. "Pak, saya barusan liat Mbak Anna pergi," ucap Gio. "Iya, dia ada panggilan di rumah sakit buat kerja," jawab Jevano dengan senyumannya. Gio yang melihat hal aneh itu menautkan alisnya, "bos kenapa sih?" gumamnya di dalam hati. Jevano melihat ke arah jalanan, ia tatap kosong jalanan yang lumayan penuh itu dengan senyumannya. Bayangan saat mencium istrinya tadi pagi masih terukir di kepalanya. Setibanya di perusahaan, Jevano menghela napasnya ketika melihat Elin yang sudah menunggunya di Lobi perusahaan. Wanita seksi itu menggandeng tangan Jevano yang baru saja keluar dari mobil. Sontak fotonya langsung tersebar dengan gosip-gosip aneh. Anna yang melihatnya itu meremas kuat ponselnya, "tadi pagi cium gw sekarang malah mesra-mesraan sama cewek seksi itu? Awas kamu, Mas," gerutu Anna dalam hatinya. "Anna gimana kerjaan kamu?" tanya Arkan yang baru saja menemui Anna setelah wawancara ke-2 selesai.Anna menoleh lalu menjawab, "baik kok Mas. Keterima kerja juga, jadi besok udah bisa mulai kerja." "Wah selamat ya!" ungkapnya dengan senyuman. "Makasih Mas!" ungkap Anna membuat Arkan mengangguk lalu memintanya untuk menikmati kopi yang ia pesan. Cukup lama Anna mengobrol dengan Arkan ini, apalagi memang Arkan sedang ada waktu sebelum jadwal kerjanya dimulai. Siangnya, Anna mendapat pesan dari sang suami. Laki-laki itu meminta Anna untuk segera pulang dan menyerahkan berkas yang tertinggal di ruangan kerjanya pada Gio yang akan ke rumah. Anna bergegas pulang setelah berpamitan pada Arkan. Sekalipun wanita itu sebenarnya malas untuk segera pulang, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menolak jika itu Jevano. Setibanya di rumah, Anna naik ke ruangan kerja suaminya. Ia cari berkas yang dikatakan sang suami itu. Beberapa waktu setelah mencarinya, Anna menemukan berkas dengan map biru yang berad
"Kamu pura-pura gak ngerti kan Mas?" tanya Anna. Jevano menghela napasnya, "anna, saya sama sekali gak mengerti tentang surat jaminan dan hal yang kamu sebutkan. Kamu tau sendiri kalau kita berdua hanya dijadikan korban atas orang tua kita, kenapa malah jadi nyalahin saya?" tukasnya. Anna mengangguk lalu keluar dari kamarnya. Ia pergi ke ruangan kerja sang suami, mengambil berkas yang ia baca kemarin lalu melemparkannya pada wajah sang suami. "Mas baca sendiri! Kalau kamu gak tau hal ini, kenapa berkasnya ada di ruangan kamu, Mas," pungkas Anna. Dengan wajah mengantuknya, Jevano membuka berkasnya itu. Ia baca setiap kalimat yang tertera sampai tandatangan sang ayah dan mertua yang sekaligus adalah orang bersangkutan dengan hutang dan jaminan yang disiapkan. "Anna, saya bener-bener gak tau tentang hal ini. Bahkan berkas ini juga saya gak tau ada di ruangan saya. Sepertinya ini terbawa dari rumah Ayah w
Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal lalu menoleh pada beberapa rekan kerjanya. "lebih baik kita sudahi dulu meeting nya sampai di sini ya!" ucapnya diangguki oleh rekan-rekannya itu. Berikut Jevano yang memilih untuk masuk ke ruangannya, disusul Gio yang kini membawa banyak berkas untuk ditandatangani oleh atasannya. Jevano terperanjat, "apa-apaan ini? Kamu kenapa bawa banyak berkas seperti ini?" tanyanya. "Ya itu kan salah Bapak tadi gak dengerin meeting nya, jadi berkasnya Bapak baca sendiri aja nanti tinggal bicarain sama yang lain," ucap Gio langsung memilih pergi setelahnya dibanding harus kena marah Jevano yang sudah mengeluarkan tanduknya itu. Jevano menghela napasnya, namun ia sedikit lega juga karena Anna akan pulang malam hari ini. Di tengah-tengah pekerjaannya itu, Jevano mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Namun nampaknya itu bukan dari seseorang yang ia nantikan,
"Saya mau nonton bola dulu," ucap Jevano sembari melengos pergi ke ruang tengah. Anna menggerutu kesal sembari membersihkan udang yang baru saja dikeluarkan kulkas. Wanita itu mulai memasak nasi gorengnya hingga jarinya terkena wajan yang cukup panas. Ringisannya bahkan terdengar oleh Jevano hingga laki-laki itu berlari ke dapur menghampiri Anna. "Kamu bisa gak sih hati-hati!" omelnya sembari meniup tangan Anna yang mulai memerah. "Ya kan gak sengaja namanya juga Mas," timpal Anna. "Ya udah sini Mas obatin dulu! matiin dulu kompornya," ucap Jevano mematikan kompornya lalu membawa Anna untuk duduk pada kursi meja makan. Jevano membawa kotak p3k-nya, lalu duduk di kursi meja makan tepat di samping sang istri. Ia olesi salep sembari meniupnya perlahan agar Anna tidak terlalu meringis saat diobati. "Mas pelan-pelan ih perih!" protes An
"Katanya barusan gak mau balik lagi kan?" tanya Jevano diangguki oleh istrinya, "jadi gak usah kemana-mana kalau kamu gak mau balik. Di sini aja sama saya." "Jadi budak Mas?" tanya Anna. Jevano mendongakkan wajah ramping istrinya, "saya tanya sama kamu, emangnya selama 2 minggu ini kamu tinggal sama saya, saya jadikan kamu budak?" tanyanya. Anna menggelengkan kepalanya. "Jadi tidak usah pergi kemana-mana dan juga kamu tenang saja, selama kamu di pihak saya. Saya gak akan menyakiti kamu ataupun rela kamu disakiti," ucap Jevano lalu meraih jas abunya dan keluar dari kamarnya. Sedangkan Anna masih mencerna omongan suaminya. Pikiran dan hatinya benar-benar berpacu aneh pada sang suami. Apalagi ketika Jevano berucap menjamin keselamatan dirinya. Anna mengulas senyumannya lalu menyusul Jevano turun untuk sarapan bersama suaminya. "Kamu kerja bagian shift apa sekarang?" tanya Jevano. "Bagian pagi
Jevano menoleh pada istrinya, "saya mau putusin hubungan sama Elin." "Kenapa?" tanya Anna membuat Jevano menoleh padanya, "udah cinta sama saya? Sebulan juga belum loh Mas!" ledek Anna. "Anna lama-lama kamu kurang ajar ya! Harus saya berikan hukuman," ucap Jevano dengan tatapan lekatnya. Anna langsung melipat kedua tangannya di dada, "mas jangan kurang ajar ya!" Jevano terkekeh melihat wajah merah istrinya sekarang. Anna langsung masuk ke kamarnya karena gugup melihat tatapan suaminya. "Jevano udah gila." "Tapi dia beneran suka sama gw?" "Masa cuman 2 minggu udah bisa bikin luluh hatinya?" "Atau dia sengaja bikin gw baper biar bisa dimanfaatin?" "Iya pasti kayak gitu." Anna memilih untuk mengganti pakaiannya lalu beralih ke dapur untuk memasak sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang. Tidak butuh waktu lama, masakannya sud
Sesampainya di Perusahaan, Jevano langsung masuk ke ruangannya, membawa kotak bekal yang diberikan Anna tadi. Laki-laki itu mengulas senyumannya, sungguh tampan jika dilihat oleh siapapun. Seseorang mengetuk pintu ruangannya, Jevano langsung merubah ekspresinya kembali. Padahal itu hanya karyawannya yang memerlukan tandatangan darinya. Setelahnya Jevano menyantap sandwich yang menjadi kesukaannya setelah menikah dengan Anna. Di sisi lain, Karyawan yang baru saja keluar dari ruangan atasannya itu mulai bergosip dengan rekan-rekannya termasuk Gio yang ikut mendengarkan. Laki-laki yang usianya lebih muda dibanding Jevano itu ikut tersenyum mendengarnya. Tentu saja, dia lebih mendukung atasannya dengan Anna dibanding dengan model yang seperti wanita jalang itu. Seharian itu, Jevano lebih menikmati harinya. Entah mengapa suasana menjadi lebih baik sekalipun pekerjaannya masih cukup banyak untuk ia selesaik
"Mas lagi ngapain?" tanya Anna, "jangan kurang ajar ya Mas!" "Terserah kamu kayak gimanapun, saya bakalan tetep peluk kamu kayak begini," timpalnya sembari mengeratkan pelukan. Anna menghela napasnya, melepaskan tangan sang suami lalu berbalik menghadapnya. "Minta maaf buat apa?" tanya Anna. "Minta maaf karena buat kamu nunggu dan kecewa karena kelakuan saya. Padahal saya kemarin sudah bilang akan meninggalkan Elin tapi nyatanya malah makan malam sama dia dan membiarkan kamu di sini sendirian," jelasnya. Anna mengedarkan pandangannya, "mas gak perlu minta maaf. Anna yang salah udah berharap jauh sama Mas. Padahal Mas juga udah punya pacar yang lama dan lebih mengenal Mas." Jevano menggelengkan kepalanya. Ia angkat tubuh istrinya pada tempat di samping kompor. Tatapannya begitu lekat pada Anna kali ini. "Kenapa? Anna salah bicara?" tanya Anna. Jevano mal
"Memangnya gak apa-apa Ayah?" tanya Jevano merasa tidak enak, "ayah kan sudah ingin menikmati masa tua sejak kemarin. Tapi Jevano harus kembali membebani Ayah sekarang." Sang Ayah tersenyum mendengarnya, "kamu udah benar-benar berubah sekarang. Ayah suka Jevano yang seperti ini, gak sia-sia Ayah ambil dia dari Ayahnya." "Makasih ya Ayah atas bantuannya," ungkap Jevano. Sang Ayah mengangguk, "sekarang kamu fokus dengan kesembuhan menantu ayah, biar Ayah sama Gio yang menangani kerjaan kamu di kantor." Jevano mengangguk mengiyakan mendengarnya. Keesokan paginya, Anna terbangun dengan rasa pusing pada kepalanya. Wanita itu menoleh pada samping ranjang, dimana sang suami tertidur dengan tumpuan tangannya pada ranjang pasien. Anna mengulas senyumannya. Wanita itu perlahan beranjak dari posisi berbaringnya, menatap sang suami yang wajah tampannya itu tersorot matahari sekarang.
Jevano menatap istrinya dengan lekat, "tapi kamu diem di jalan masuknya Sayang. Atau emang mau mandi lagi bareng Mas?" godanya. Anna menyunggingkan bibirnya, "enggak ya!" tolaknya langsung pergi menjauh dari sang suami. Jevano terkekeh mendengarnya. Hari sudah mulai siang, Jevano sendiri yang mengantar istrinya ke rumah sakit karena dirinya memutuskan untuk tidak pergi ke Perusahaan di hari libur ini. Laki-laki itu menoleh pada istrinya setelah sampai di parkiran rumah sakit, melepaskan sabuk pengamannya pada sang istri. "Mas jangan sedih gitu dong!" bujuk Anna, "nanti Anna gak bisa konsen kerjanya." "Ya abisnya masa Mas nanti di rumah berduaan sama Ayah. Kayak bujang sama duda aja," jawabnya membuat Anna terkekeh pelan. "Iya sabar ya!" ucap Anna dengan senyumannya lalu mengecup pipi sang suami. Jevano masih meneku
Anna terkekeh ketika tangan suaminya itu langsung terlepas karena terkejut dengan teriakan Bi Ani pada ambang pintu kamarnya. "Tuh kan apa Aku bilang, jadinya ketauan sama orang lain. Malu kan kamu?" ledek Anna sembari menahan senyumannya melihat ekspresi sang suami kali ini. "Bibi sejak kapan ada di sini?" tanya Jevano, "perasaan tadi belum ada." "Bibi baru dateng kok Tuan," jawabnya dengan senyuman. Jevano mengangguk paham lalu kembali menoleh pada asisten rumah tangganya, "bibi panggilnya Mas aja. Kan sama istri saya aja manggilnya Mbak." "Saya makin gak enak Tuan kalau gitu," tolak Bi Ani canggung. Jevano menghela napasnya, "ya udah Bi gak apa-apa, seenaknya bibi aja lah." Setelah mengangguk paham, Bi Ani memilih untuk kembali masuk dan membereskan barang yang dibawanya. Karena Anna yang memasak makan malam hari ini. Beberapa waktu kemudian, Anna sudah menyajikan masakannya di meja maka
Anna mendelik dengan tatapan sinisnya, "gak usah modus," tukasnya lalu masuk ke kamar mandi. Jevano hanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh dengan kelakuan sang istri. Beberapa menit kemudian, Anna keluar dengan pakaian dinasnya. Sedangkan Jevano entah kemana dia karena tidak ada di kamar saat ini. Anna asik berdandan di kamar suaminya. Tidak lama setelah itu, Jevano membawa nampan dengan isi roti panggang dan susu cokelat kesukaan sang istri. "Mas darimana?" tanya Anna sembari menoleh pada sang suami yang baru saja masuk ke kamar. "Abis siapin ini buat kamu," jawabnya dengan menaruh nampan pada meja rias di hadapan sang istri. Anna mengulas senyumannya, "kok dibawa ke sini?" "Ya kan takutnya kamu mogok makan karena ada Ayah di sini," timpalnya membuat Ann
"Ceritanya Ibu masih gadis atau enggak?" tanya Jevano dengan gurauannya. Anna memukul dada bidang suaminya, "ih tau ah Aku marah beneran," ucapnya. Jevano terkekeh mendengarnya, "iya, iya bercanda Sayangku." "Mas pilih kamu," sambungnya. Anna mendongak pada suaminya. Dengan cepat Jevano mengecup bibir mungil istrinya itu, "udah ayo tidur udah malem tuh!" ajaknya langsung, sebelum istrinya itu protes kembali. Jevano terlihat begitu nyenyak sembari mendekap istrinya. Namun tidak dengan Anna, tengah malamnya Jevano terbangun mendengar igauan sang istri. Tangisan dari Anna bahkan membuatnya bertanya-tanya dengan kejadian sesakit apa setelah sepeninggal ibunya. "Anna ini Mas, Sayang," ucap Jevano membangunkan istrinya. Dengan wajah penuh keringat, wanita itu terbangun lalu menangis sembari memeluk suaminya dengan erat. Piyama Jevano bahkan digenggam erat oleh tangan mungilnya.
Anna masuk ke mobil suaminya, "mas tau gak?" tanyanya dengan semangat. Jevano malah mendekat pada istrinya, memasangkan sabuk pengaman lalu mengecup bibir istrinya ketika wanita itu memundurkan wajahnya dengan tutupan mata. "Enggak Anna, apa memangnya?" tanya Jevano sembari melajukan mobilnya dengan santai keluar dari parkiran rumah sakit. Anna mendelik pada suaminya, "mas pasangin sabuknya sambil modus." Jevano terkekeh, "abisnya suruh siapa merem gitu." "Ya kan Aku kira kamu ngapain," timpalnya. "Tuh kan kamu juga udah berpikiran ke sana, sekalian aja kalau gitu," ucap Jevano. Anna menekuk wajahnya sembari mengedarkan pandangannya dari sang suami yang sangat tampan ketika menyetir dengan lengan kemejanya yang ia gulung. Jevano terkekeh, "barusan mau kasih tau apa? Kok kayaknya semangat banget," tanya Jevano
Jevano membuka pintu kamar mandinya ketika mendengar sang istri sudah menangis. Laki-laki itu membawa Anna pada pelukan hangatnya. "Anna sudah ya!" bujuknya, "saya gak marah sama kamu. Saya tadi hanya berusaha mengontrol napsu saya." Anna mendongak dengan wajah merah dan sisa air mata pada wajahnya, "beneran?" Jevano terkekeh lalu menghapus air mata di wajah istrinya, "iya Anna." "Sekarang kita tidur aja ya! Mas udah ngantuk pengen peluk Anna," ajaknya membuat Anna terkejut kembali. Anna mendongak setelah Jevano mendekapnya, "bukannya Mas dingin ya? Kok malah clingy kayak gini?" tanyanya. "Ya emangnya kenapa? Saya dingin sama yang lain, beda lagi kalau sama istri," jawabnya. "Dulu Mas dingin tuh, sampe suruh Anna tidur di gudang sama bekal makan siang Anna sampe tumpah di depan perusahaan," ujar Anna mengungkitnya. Jevano menunduk menatap istrinya,
"Kamu gak bisa baca?" tanya Jevano. "Saya mau memutuskan kontrak kerjasama dengan kamu," "Kenapa?" tanya Elin. Jevano mendecak dengan senyuman remehnya, "kenapa, kamu bilang? Harusnya saya gak perlu jelasin hal ini lagi." "Tapi Mas, Aku merasa dirugikan dengan pembatalan ini," protes Elin. Jevano manggut-manggut lalu mengambil berkas di meja kerjanya, "kamu bisa lihat kerugian yang saya tanggung karena berita yang tidak benar itu. Kamu mau ganti rugi? Atau kamu terima saja pembatalan kontrak kita?" tanyanya menggunakan pilihan. Elin menatap Jevano dengan kepalan tangannya kesal. Tidak ingin berlama-lama mengurusi Elin, Jevano meminta Gio untuk menyiapkan surat pemutusan kontrak kerjasama antara perusahaan dan Elin sebagai modelnya. Dengan kesalnya, Elin terpaksa menandatangani surat itu dibanding hartanya akan terkuras untuk mengganti kerugian yang Jevano tanggung. Wanita
Gio menggelengkan kepalanya, "masih dalam proses Pak. Apalagi memang beritanya sudah tersebar luas," jawabnya. "Ya sudah kalian tangani hal ini sampai besok, saya akan mengupayakan agar saham tidak turun lebih banyak," ucap Jevano langsung keluar dari ruangan begitu saja. Laki-laki itu kembali ke ruangannya. Ia tatap sang istri yang sudah tertidur pada sofanya itu. Jevano duduk pada lantai di hadapan istrinya. Ia benarkan rambut Anna yang menghalangi wajahnya, "anna terima kasih sudah percaya sama saya. Mau bagaimanapun hasilnya nanti, saya tidak akan pernah melepaskan kamu." Selepasnya, Jevano memasangkan jas miliknya untuk menutup tubuh Anna. Sedangkan ia akan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Keesokan paginya, Anna baru saja terbangun dari tidurnya. Wanita itu langsung menoleh pada sang suami yang masih sibuk dengan kerjaannya.