BAHAGIA SETELAH BERPISAH

BAHAGIA SETELAH BERPISAH

last updateLast Updated : 2022-04-16
By:  AirinNashCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
8 ratings. 8 reviews
98Chapters
118.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Yuni adalah seorang istri yang belanjanya di jatah oleh Hamdan, suaminya. Hamdan beralasan sudah memenuhi segala kebutuhan untuk keluarga mereka. Kesabaran Yuni sebagai istri juga terus diuji dengan sikap pilih kasih sang suami. Hamdan juga suka berkata kasar dan membandingkan dirinya dengan wanita lain. Yuni tidak pernah hidup akur dengan Ibu mertua dan adik Iparnya. Kesabaran Yuni seakan habis tinggal dengan Hamdan. Bagaimana Yuni keluar dari keluarga toxic itu. Ada hal yang tidak Hamdan ketahui. Yuni memiliki rahasia besar yang di tutupi nya selama ini. Yuk mampir teman-teman.

View More

Chapter 1

Ini Uangmu, Mas

Bahagia setelah berpisah 1

**

 

"Mas, beras habis," ucapku pada suamiku yang sedang asyik memainkan gawainya. 

 

"Loh kok cepat sekali," kata nya santai.

 

"Ya ialah inikan sudah mau akhir bulan. Dua hari lagi akhir bulan. Sekalian belikan semua kebutuhan buat keperluan dapur. Sudah pada habis," kataku memberikan dia catatan. Dia mengambilnya dengan kasar. 

 

"Kamu harus hemat-hemat kalau masak, Yuni. Beras 15 kilo di tambah 5 kilo kok habis dalam sebulan. Harusnya masih bersisa pasti anak kamu si Fatih banyak makannya!" kata suamiku ketus. Aku hanya mencibirnya, dia selalu mengungkit masalah Fatih. Ya, Fatih adalah anak bawaan ku. 

 

Aku adalah janda ketika menikah dengan Mas Hamdan. Aku menikah pertama kali setelah lulus SMA dengan ayahnya Fatih. Pernikahan yang sebentar karena saat Fatih berusia dua tahun ayahnya meninggal tersengat listrik saat bekerja.

 

Suamiku dulu pekerja konstruksi istilah kerennya. Istilah lainnya adalah kuli bangunan. Naas jodoh kami hanya sebentar. Sepeninggalan ayahnya Fatih, aku harus berjuang menghidupi anakku. Semua kulakukan mulai dari jadi kuli cuci, gosok dan pembantu orang. Namun uang yang ku peroleh relatif kecil hanya bisa buat makan kami sehari-hari. 

 

Yang paling membuat aku ngenes, Bapak ku sakit keras dan tidak bisa membiayai sekolah Wira adik lelakiku. Hidupku benar-benar diuji saat itu. Ku katakan pada Ibu kalau aku mau jadi TKW saja buat membantu perekonomian keluarga.

 

Ibu tercengang dan tidak setuju pada saat itu. Namun, tekat ku sudah bulat demi kesejahteraan kami semua dan biaya berobat Bapak. Akhirnya Ibu setuju. Berangkatlah aku menjadi TKW ke Hongkong. 

 

"Heh, kamu dengar gak, sih! Malah melamun!" bentak suamiku dengan wajah masam. Aku tersentak mengingat masa laluku kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. 

 

"Kamu kok perhitungan sama, Fatih. Dia itu anak yatim. Ingat, Mas. Kamu dulu janji kalau mau menikahiku, kamu juga mau menerima anakku," kataku mengingatkan dia. 

 

"Itu dulu, sekarang zaman sudah susah ditambah kita sudah punya anak. Aku sebenarnya keberatan ngurus si Fatih. Ngasi makan dia kau kira enak," katanya menunjuk wajahku. 

 

"Astagfirullah, sadar, Mas. Berpahala mengasuh anak yatim." 

 

"Ah, diam lah kamu. Ceramah lagi." Mas Hamdan melengos begitu saja dari hadapanku. 

 

**

 

Aku sedang menidurkan Sesil anak ku dengan Mas Hamdan. Usia Sesil masih 6 bulan dan sedang aktif-aktifnya sebagai bayi. Aku dan Mas Hamdan sudah menikah kurang lebih dua tahun. Kami sekarang mengontrak rumah tak jauh dari rumah Ibunya. Aku yang meminta supaya tidak serumah lagi dengan mertua. Karena Ibunya suka mencampuri urusan kami.

 

Ku dengar pintu rumah dibuka, Mas Hamdan pulang membawa belanjaan. Selama menikah Mas Hamdan yang membeli segala kebutuhan dapur. Bila sudah masuk awal bulan seperti sekarang. Aku tak di perkenankan pegang uang yang banyak. Dia hanya menjatahi ku 10 ribu perhari buat keperluan pribadiku seperti membeli pembalut bila aku datang bulan dan membeli sabun buat mencuci pakaian. 

 

Semua keperluan rumah tangga sudah di penuhinya. Kalau aku meminta uang buat keperluan mendadak seperti mengirimi adikku di kampung, pasti Mas Hamdan marah. Apalagi aku minta uang buat keperluan sekolah anakku. Dia sudah dipastikan marah. 

 

"Yuni, ini belanjaan yang kamu minta!" katanya memanggilku. Aku mendatanginya dan bergegas membuka dua buah bungkusan plastik. Semua sudah dibeli seperti gula, garam, minyak sayur, cabai, tomat, bawang dan segala yang ku tuliskan namun dahiku mengernyit ada yang tidak di beli. 

 

"Mas, dimana diapers dan susu Sesil?" tanyaku mengecek lagi belanjaan itu. Dia mendengkus padaku. 

 

"Yuni, selama hampir enam bulan aku tekor beli susu dan diapers. Kamu mau merampokku ya. Asi mu saja buat susu si Sesil dan dia tak perlu pakai diapers. Pakai kan saja celana biasa dan cuci kering saja celana nya buat menghemat pengeluaran. Kau kira gampang cari uang, Ha!" Dia malah membentakku. 

 

"Asi ku gak banyak, Mas. Kamu kan tahu aku makan juga menghemat sehingga Asi ku sedikit. Sedangkan kalau gak pakai diapers Ibumu sendiri akan marah," 

 

"Banyak alasan. Itu dulu waktu kita masih serumah sama Ibu sekarang kita sudah pisah rumah, masalah Asi dan susu, aku gak mau tahu. Yang kutahu banyak perempuan gak perlu beli susu buat anaknya. Mereka juga bisa kerja sambil momong anak gak kayak kamu cuma bisa menadah ke aku aja. Seharusnya kamu contoh Mbak Lia atau Mbak Astri tetangga kita. Mbak Lia itu keren sekali bisa kerja dan menghasilkan," katanya sambil tersenyum ringan membuat aku curiga. Suamiku memang suka curi pandang ke Mbak Lia. Dia Janda tanpa anak dan memang pekerja kantor. 

 

"Kamu ini lucu sekali. Mbak Lia itu pegawai kantoran dan Mbak Astri itu Dokter. Mereka punya banyak uang, Mas. Beda lah dengan aku. Aku kan cuma Ibu rumah tangga yang di jatahi kamu. Kalau aku kerja bagaimana Sesil? Dia masih enam bulan?" protes ku kesal ke Mas Hamdan. 

 

"Makanya kalau gak punya pilihan legowo saja. Turuti kata suami. Masih nadah aku aja kamu pula yang mau ngatur aku. Kecuali kamu bisa menghasilkan duit sendiri. Barulah aku gak mandang kamu sebelah mata," ujarnya sinis. Aku diam memandang nya dengan wajah datar. Kesal dengan kesombongan suamiku. 

 

"Mana uang harian aku, Mas?" kataku menadahkan tangan padanya. Dengan menggerutu dia mengeluarkan uang lima ribu rupiah dari kantongnya.

 

"Nih." Aku tergelak melihat selembar uang lima ribu itu. 

 

"Kok segini, Mas. Biasanya sepuluh ribu!" Aku kembali protes. 

 

"Aku sudah hitung biaya sabun hanya 500 rupiah yang saset, pembalut kamu juga gak sampai 100 ribu harganya. Jadi selama ini aku terlalu banyak ngasih sepuluh ribu sama kamu. Kamu emang pintar uang itu kamu sembunyikan sendiri pasti buat anak kamu si Fatih. Mulai sekarang aku potong uang kamu supaya lebih hemat karena aku sudah membelikan segala keperluan rumah tangga kita." Aku terkaget mendengarnya tak sangka suamiku setega ini padaku dan Fatih. Apa salahnya membantu anak yatim. Lagian uang sepuluh ribu tak sebanding dengan gajinya sebulan di pabrik tekstil ternama.

 

"Tega kamu, Mas!" 

 

"Harus supaya kamu berpikir dan gak terlalu menuntut aku," ujarnya. 

 

"Assalamualaikum, Hamdan ... Hamdan ...," Ibu mertua datang. Aku menghela napasku. Dia selalu datang di saat seperti ini. Ibu masuk begitu saja dan melihat kantung plastik berisi belanjaan. 

 

"Eh, baru pulang belanja ya," kata Ibu melihat-lihat kantung belanjaan. 

 

"Ya begini Bu kalau lagi awal bulan," jawab Mas Hamdan. 

 

"Oh, kebetulan ada beras 5 kilo. Buat Ibu ya, Nak. Sekalian uang jatah buat Ibu," kata Ibu ke Mas Hamdan sekaligus melirikku. Mas Hamdan berlalu mengambil uang dari kamar dan keluar menyerahkan uang kepada Ibu. Beberapa lembar uang yang aku tak tahu nominalnya namun kelihatan banyak. 

 

"Terima kasih, Nak. Sekalian Ibu bawa beras ini ya," ucap Ibu. 

 

"Mas, mana cukup buat sebulan kita makan hanya 15 kilo. Kalau kurang kamu marah. Kita makan sehari 3 kali Mas. Dan kamu kalau makan banyak-banyak." 

 

"Pelit banget kamu sama Ibu! Kamu ajari istrimu supaya jangan pelit sama orang tua!" kata Ibu sengit padaku. Aku mendesah perlahan, bukan maksudnya aku pelit tetapi keuangan di pegang Mas Hamdan dan bila kebutuhan kurang maka dia akan marah besar padaku sedangkan Ibunya terkadang suka datang ke sini dan seenaknya sendiri mengambil apa saja. Seperti beras dan lain-lain. 

 

"Udahlah, Yuni. Coba aja dulu beras 15 kilo dicukupkan dong. Benar kata Ibu kamu pelit sekali sama Ibu." Mas Hamdan justru membela perkataan Ibu.

 

"Pelit? Gak sadar ya? Kamu yang pelit, Mas. Buat makan aja kamu perhitungan apalagi ngasi duit ke aku." 

 

"Berani kamu ngatai aku. Dasar gak bersyukur kamu. Sebenarnya beras itu cukup kalau anak kamu gak ikut makan!" ketusnya lagi padaku. 

 

Terdengar suara Sesil menangis, aku mendengkus melihat mereka kemudian berlalu melihat dia terbangun dari ayunannya. Lantai basah karena dia ngompol.

 

"Astaga, Yuni! Kamu kok jorok amat, sih. Anak ngompol di lantai. Pakai diapers dong!" protes Ibu melihat ku sedang membersihkan lantai lalu ku gendong Sesil buat diganti celananya. 

 

"Tanyakan sama Mas Hamdan. Katanya rugi buat beli diapers nya Sesil!" sungut ku pada Ibu mertua. Dia mencibirku. 

 

"Makanya kamu kerja. Kamu selalu nadah sama anakku aja. Kebutuhan yang mau di tanggung nya banyak termasuk ngasi makan anak kamu juga," ucapnya asal bicara. Mengesalkan, gak dia dan anaknya sama saja memojokkan ku. 

 

"Hamdan Ibu pulang dulu. Ruwet ngelihat kelakuan istrimu." Ibu mertua berlalu sekaligus menatap aku sinis. 

 

"Yuni, aku mau tidur dulu. Dengar jangan ganggu aku, ngerti!" kata Mas Hamdan melengos ke kamar. 

 

Mengesalkan benar-benar mereka sekeluarga. Aku kesal dan marah dengan sikap suamiku yang perhitungan. Menyuruh aku kerja padahal dia tahu aku punya bayi. Mengungkit-ungkit apa yang di makan Fatih padahal dia anak yatim dan membandingkan aku dengan Mbak Lia yang seorang pekerja kantoran. Aku tahu ketika menatap Mbak Lia sang janda matanya gak berkedip. 

 

Lihat saja Mas, kamu gak tahu siapa aku. Aku akan balas kamu. Aku bisa jadi seperti Mbak Lia bahkan lebih kalau aku mau. Selama ini kamu gak bersyukur menikahi aku. 

 

Suamiku gak tahu kalau aku punya uang banyak. Saat aku menjadi TKW di Hongkong. Majikan ku menghibahkan sebagian hartanya padaku karena katanya hanya aku yang mau merawat dia di hari tuanya. Majikan ku wanita tua yang tidak punya siapa-siapa lagi. Sebagian hartanya di hibahkan ke yayasan sosial dan sebagian diberikannya padaku. Uang itu sudah ku pakai sebagian buat membangun rumah Bapakku di kampung dan buat usaha ternak sapi dan kambing Bapakku dan Wira. 

 

Aku sama sekali gak memberi tahu suamiku karena aku tak sangka dia sangat pelit, begitupun keluarganya. Selama ini aku masih bersabar dan kupikir dia akan berubah. Namun, dia malah menganiaya anakku Fatih. Kesabaran ku sirna, biar dia tahu siapa aku dan Fatih. 

 

**

 

Pagi hari, aku sudah menyiapkan anakku Sesil dan Fatih juga sudah rapi mau pergi sekolah. Sebentar lagi anakku akan masuk SMP. Dia menungguku di luar karena kukatakan aku akan mengantarnya ke sekolah. Aku sedang menatap diriku di cermin. Kulitku terlihat kusam karena kurang di rawat. 

 

"Mau kemana kamu, Yuni. Pagi-pagi tumben sudah rapi. Biasanya kamu masih molor alasan Sesil gak bisa tidur malam," ucap suamiku. Aku mendengkus kesal mendengarnya. Dia tak pernah membantuku mengurus Sesil malam hari. 

 

"Mau kerja," ketus ku padanya.

 

"Ha. Gak salah dengar aku, tunggu, lihat kamu pakai bedak segala. Ngapain sih pakai bedak segala. Yang ada kamu ngabisin bedak, wajah kamu tetap aja jelek dan hitam." Aku benar-benar marah mendengar ucapan suamiku. Aku meliriknya tajam. Dia malah terkekeh menertawakan ku. 

 

"Nih!" Aku memberikan uang lima ribu diatas meja padanya.

 

"Apa ini?" 

 

"Duit yang kamu kasih. Aku bakal kerja dan gak butuh uang lima ribu perak yang kamu kasih," aku tersenyum melihat reaksinya. Mas Hamdan mendumel padaku.

 

Bersambung.

 

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
yanti yunus
Ceritanya bagus
2023-05-01 13:48:16
0
user avatar
Indri saputra
good.. good...
2023-03-08 18:26:38
0
user avatar
Indri saputra
good... ceritanya bagus bgt Thor ......
2023-03-08 18:26:13
1
user avatar
RUSH EV
baguss sih
2023-01-29 12:59:32
0
user avatar
Indri saputra
baguuss... banyak pelajaran yg dapat kita ambil dalam cerita ini.........
2023-01-06 19:29:49
0
user avatar
Rani Hermansyah
yok mampir juga di buku saya Istri yang Tak Dirindukan
2022-03-31 16:52:16
1
user avatar
Masandra
yuk baca novel saya pria tampan terdahsyat yang legendaris pemuda yang tidak terduga arti sebuah perbedaan
2022-03-15 23:11:54
0
user avatar
Airin Nash
mampir yuk teman-teman ...... dijamin seru loh ceritanya
2022-02-14 23:47:35
1
98 Chapters
Ini Uangmu, Mas
Bahagia setelah berpisah 1 ** "Mas, beras habis," ucapku pada suamiku yang sedang asyik memainkan gawainya.  "Loh kok cepat sekali," kata nya santai. "Ya ialah inikan sudah mau akhir bulan. Dua hari lagi akhir bulan. Sekalian belikan semua kebutuhan buat keperluan dapur. Sudah pada habis," kataku memberikan dia catatan. Dia mengambilnya dengan kasar.  "Kamu harus hemat-hemat kalau masak, Yuni. Beras 15 kilo di tambah 5 kilo kok habis dalam sebulan. Harusnya masih bersisa pasti anak kamu si Fatih banyak makannya!" kata suamiku ketus. Aku hanya mencibirnya, dia selalu mengungkit masalah Fatih. Ya, Fatih adalah anak bawaan ku.  Aku adalah janda ketika menikah dengan Mas Hamdan. Aku menikah pertama kali setelah lulus SMA dengan ayahnya Fatih. Pernikahan yang sebentar karena saat
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
Keluarga Toxic
Bahagia Setelah Berpisah 2. ** "Ngapain kamu pakai bedak segala. Tetap aja wajahmu gak berubah, dekil dan hitam," ucap Mas Hamdan terkekeh menertawakan ku. Aku hanya diam melihatnya dengan wajah datar. Yah, hina saja dulu sesuka hati.  "Nih." Aku meletakkan uang lima ribu yang dia beri buat jatah harian ku. Dia menghentikan tawanya.  "Apa maksudmu?" "Kamu gak lihat aku kembalikan uang lima ribu perak yang kamu kasih. Aku gak butuh uang itu," kataku melihatnya sebentar. Aku kembali memoles bedak ke wajahku tak peduli dengan ocehan Mas Hamdan.  "Dasar sombong. Emang kamu punya du
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
Wajah Iri
Bahagia Setelah Berpisah 3. **Aku mengantar anakku sekolah menaiki Bus. Sesil terlihat ceria dengan mainan 'gigitan bayi' ditangannya. "Bunda, tembus sejuta lima ratus. Fatih mau beli laptop sekalian ganti Handphone," ujarnya sumringah. Aku menatap bocah yang usianya hampir 12 tahun ini. Dia sebentar lagi masuk SMP, bocah yang seharusnya mendapat kasih sayang penuh itu sudah pandai mencari duit sendiri. Anakku diam-diam menjadi kreator konten di aplikasi merah dan yang menyukai videonya belum banyak masih sekitar 1k subscriber. Konten yang di masukkan selalu ku awasi. Dia membuat konten tentang pelajaran di sekolahnya. Bagaimana menyelesaikan persoalan matematika. Bagaimana cara mengajari anak usia 5 tahun membaca. Bagaimana mengaji dengan baik, tentu dia mengambil konten
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
Jangan Mengatur Aku
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 4 **  "Kamu di tanyain kok malah senyum-senyum gak jelas. Kamu ngejek atau bagaimana!" Ibu memasang wajah garang.  "Yang pasti ya Bu. Duit membeli ini semua bukan dari Mas Hamdan," aku berkata santai sambil membuka makanan di depanku.  "Terus duit siapa? secara kamu kere dan miskin, gak pernah di kasih duit sama anakku!" ujarnya dengan cibiran seakan senang aku diperlakukan tak adil. Lihat saja ya, Bu. Berkata lah seenak mu sekarang.  "Aku sudah kerja dan majikanku baik. Aku dapat makanan ini dari dia. Soal laptop Fatih, dapat dari adikku di kampung," kataku santai. Ibu hanya sinis melihatku. Bibirnya di monyong kan ke depan buat mengejekku.  "Kerja a
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
Mati Kutu
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 5 **PoV Yuni "Aku kayaknya gak bisa masak lagi siang hari buat kamu, Mas," ucapku dengan wajah datar. Dahi Mas Hamdan berkerut. "Kenapa?" "Aku mulai besok sudah bekerja. Dan aku akan fokus ke pekerjaan aku," kataku dengan tenang. Dia menarik kursi dan duduk di sebelahku. "Kerja? Emang kamu udah kerja? Kerja apa? Jadi pembantu ya?" Pertanyaan secara bertubi-tubi dia katakan padaku. "Kerja yang halal lah, mau jadi babu atau gak yang penting aku bekerja secara halal supaya bisa beli susu dan diapers Sesil," sergahku ke arahnya. Wajahnya memerah, Mas Hamdan memajukan bibirnya seperti mengejekku. "Kalau gak mau kerja juga gak apa. Pak
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
6. Beli Mobil
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 6  **PoV Yuni Aku teringat tadi pagi saat aku meninggalkan Mas Hamdan ketika dia hendak sarapan. Rasanya aku begitu puas. Puas melihat wajah kecewanya. Biasanya dia yang selalu mengecewakanku. Ini ku anggap belum apa-apa karena masih banyak sekali kejutan-kejutan manis untuknya dan keluarganya. Aku membuka gawaiku dan duduk manis di ruang kerjaku. Aku merasa bahagia bisa menjadi bos. Ternyata menjadi bos itu menyenangkan. Aku tak pernah berpikir buat membuka usaha karena uang itu kubiarkan mengendap di bank. Hanya sebagian kuberikan buat usaha Bapakku dan Wira di kampung. Aku tidak bekerja lagi di Hongkong karena Ibuku sudah tiada sehingga aku harus ambil alih buat mengurus anak ku, Fatih. Lagi pula majikan ku sudah meninggal dan me
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
7. Masih Singgle
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 7 **  Netraku membola membaca pesan dari Mas Hamdan. Apa maksudnya? Sudah berani dia mengirim pesan pribadi lewat inboks. [Terima kasih, boleh aja] balas ku sambil mencibirnya. [Kamu keren sekali. Nama kamu siapa, sih?] balasnya lagi. [Nama aku seperti yang tertera di profil] [Nama kamu unik juga ya. Kamu orang luar ya?] [Asli negara ini dong. Cuma keluargaku pernah tinggal di luar negeri] [Oh, pantas kamu kayak unik gimana, gitu. Emangnya kamu dulu pernah tinggal dimana?] [Di dekat-dekat China lah] jawabku asal. Dasar kepo.&
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
8. Aku Pria Sholeh Tapi Boong
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 8.  * Suara adzan berkumandang. Aku terbangun dan mendapati Mas Hamdan sedang tidur sambil memelukku. Ih, entah mengapa melihatnya aku langsung merasa kesal. Segera ku lepas kasar tangannya. Dia menggeliat dan beralih membelakangi ku. Netraku teralih ke Sesil. Aku menciumi gadis kecil yang masih enam bulan itu. Aku keluar sambil merenggangkan otot-otot tubuhku karena habis bangun tidur. Ku dapati anakku sudah rapi dengan peci dan baju Koko. "Bun, hari ini jadikan temani aku ke masjid. Fatih sudah minta izin mau ambil video Pak Ustadz yang lagi ceramah di sesi tanya jawab." Fatih berdiri berharap aku mau menemani dia membuat konten. Sungguh anak ini semangat sekali setelah ada gawai dan laptop baru. "Di masjid sini, kan?" tanyaku sa
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
9. Baik Buat Orang Lain
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 9.    ** "Kamu mau beli apa dengan uang sepuluh juta?" tanya Mas Hamdan saat aku sedang di kamar dan menggendong anakku sekaligus mengambil tas. "Apa sih kamu, uang itu buat Fatih," kataku mencebik padanya. "Yun, aku sebenarnya butuh uang buat modal usaha. Kapan-kapan aku bisa pinjam ya. Nanti kalau usahaku berjalan lancar dan uang nya kembali banyak ke kamu," dia mendekati dan duduk di kasur. Aku menatapnya tajam, Mas Hamdan benar-benar keterlaluan. Bila aku ada uang maka dia akan sibuk untuk menguasai. "Gak bisa. Fatih mau khitan dan aku mau buat acara untuknya sekaligus buat biaya sekolahnya!" kudengar Mas Hamdan menarik napas panjang. "Ka
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
10. Tidak Pulang
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 10.  **   Aku tertegun melihat undangan yang di berikan Pak Irsyad. Dia adalah Bos Mas Hamdan. Aku sama sekali tak tahu. Aku tak pernah diajak berinteraksi dengan rekan-rekan kerjanya. Sudah dua tahun menikah namun baru sekali dua kali aku diajak ke resepsi pernikahan temannya itupun saat pengantin baru. Pergi ke acara kantor sama sekali tak pernah. "Insya Allah saya datang, Pak," kataku ke Pak Irsyad. "Saya tunggu Yuni," kata Pak Irsyad mengulas senyum. "Maaf, Pak. Boleh saya tanya, hmm … Apakah Hamdan Irawan karyawan Bapak?" tanyaku dengan ragu. Dahi Pak Irsyad mengernyit. "Sepertinya saya pernah dengar nama itu. Oh, Hamdan Irawan ya
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status