RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata

RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-01
Oleh:  Yhantlies92Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
6Bab
20Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

“Halah! Kamu pikir saya ini bego apa. Mana duit lembur kamu! Pokoknya malam ini aku harus menang!” Demi berbakti kepada orang tua, Riyanti menerima perjodohan dari Ibunya untuk menikah dengan Hendra, anak juragan sembako di pasar. Riyanti mengira pernikahannya dengan Hendra sangat indah dan bahagia. Karena Hendra memperlakukannya dengan sangat baik. Ternyata semua itu hanya kedok semata. Seiring berjalannya waktu, ternyata perangai Hendra tidak sebaik yang ia duga. Riyanti selalu mendapat perlakuan tidak pantas. Mulai dari dibentak, diselingkuhi, bahkan sampai melukai fisik dan mentalnya. Hendra juga dengan tega menyuruhnya bekerja banting tulang demi mendapatkan uang untuk berfoya-foya dan senang-senang dengan selingkuhannya. Bagaimana nasib Riyanti selanjutnya? Akankah Riyanti bertahan dengan hubungan ini? Akankah Riyanti menemukan kebahagiaannya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Semua Karena Judi

“Ya Allah. Kenapa rumah berantakan begini?” 

Riyanti baru saja pulang dari bekerja selepas Adzan Isya dan terkejut mendapati kondisi rumahnya yang sangat berantakan. Bola matanya terbelalak lebar melihat rumahnya seperti habis digondol maling. 

“Ibu ….”

“Putri!”

Terdengar samar-samar suara tangisan kecil. Pikiran Riyanti mengawang kemana-mana dan tanpa pikir panjang dia langsung bergegas mencari sumber suara itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sang anak tengah meringkuk menangis di sudut kamar sambil memeluk lututnya. Riyanti langsung memeluk sang anak yang sedang ketakutan.

“Putri! Kamu nggak apa-apa, ‘kan, Nak?” tanya Riyanti panik. Air matanya mulai membanjiri pelupuk matanya dan perlahan jatuh membasahi pipi.

“Ayah, Bu. A-Ayah ….” 

“Kenapa sama Ayah, Sayang?”

Suara Putri bergetar, kedua manik indah milik sang anak membengkak. Pandangannya kosong menatap pintu yang terbuka. Riyanti memeluk erat putri satu-satunya itu, mendekapnya penuh dengan kasih sayang. Tapi, dalam hati Riyanti menangis meratapi apa yang mereka alami.

‘Maafkan ayahmu, Sayang. Gara-gara kami kamu jadi seperti ini. Maafkan Ibumu, Sayang.’  Riyanti bersedih dalam hati. Ibu berhati baja itu merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada puteri tunggalnya.

“Ta-tadi A-ayah pulang sambil marah-marah, Bu. Ayah ngacak-ngacak lemari, aku baru pulang mengaji. Ayah bentak-bentak pas aku tanya. Mata Ayah serem, Bu,” jawab Putri masih dengan suara bergetar tapi tangisannya mulai mereda.

Riyanti menarik napas berat. Semakin hari kelakuan Hendra–sang suami, semakin menjadi-jadi saja. Dan sekarang, sang buah hati yang menanggung resikonya.

“Tapi, kamu nggak kenapa-napa, 'kan? Ayah nggak mukul kamu, 'kan?”

Putri menggeleng pelan. “Nggak, Bu. Cuma … Putri takut ngeliat Ayah kayak gitu.”

“Maafin Ayah ya, Nak. Ayah nggak bermaksud nyakitin Putri, kok.” Riyanti membelai kepala Putri, berusaha menenangkan sang putri yang masih terguncang. “Kamu sudah makan, Nak?”

Putri menggeleng pelan. Dia menunduk sambil memegang perutnya. Riyanti tersenyum meski sebenarnya hatinya tersayat, dia tahu kalau Putri belum makan karena tidak ada siapa-siapa. Hendra datang dan pergi sesuka hatinya, bahkan dia sama sekali tidak memperhatikan anaknya, sudah makan atau belum.

Riyanti mengajak Putri duduk di ruang tamu sederhana rumah warisan peninggalan keluarga Riyanti. Sebelum langkahnya menuju dapur, dia berbelok ke arah belakang dan membuka lemari pakaiannya yang sudah berantakan. Lagi-lagi Riyanti menarik napas berat dan dia merasa dadanya dipenuhi beban hingga terasa sesak. Pasalnya, uang yang disimpan dalam amplop itu adalah hasil lemburan minggu lalu. Hendra mengambil semua uang itu, padahal uang itu akan dia kumpulkan untuk biaya pendidikan Putri.

‘Tega kamu, Mas!’

Riyanti menghapus air matanya, lalu kembali menuju dapur untuk membuatkan makan malam untuk sang anak. Saat sedang memasak, bayang-bayang masa lalunya bersama Hendra belakangan ini kembali muncul. Dia tidak menyangka sikap Hendra berubah mengerikan seperti itu.

Saat awal pertama mereka menikah sikap Hendra seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Perhatian yang Hendra berikan kepadanya begitu hangat dan penuh cinta. Hendra selalu menyempatkan waktu menjemput Riyanti pulang kerja. Semua berjalan normal seperti biasa.

Akan tetapi, semua tidak seindah apa yang Riyanti bayangkan. Semua berubah sejak Hendra mengenal hobi barunya, yaitu judi. Semua dipertaruhkan di meja judi. Mulai sejak itu sikap Hendra berubah padanya. Ditambah saat Riyanti mengandung Putri, sikap Hendra semakin menjadi jadi.

***

“Nasi goreng spesial sudah matang untuk anak Ibu yang paling spesial,” seru Riyanti tersenyum lebar sambil membawa sepiring nasi goreng untuk Putri. 

Aroma nasi goreng yang menggugah selera membuat sepasang mata gadis kecil itu terbuka setelah terlelap sejenak saat menunggu sang ibu memasak.

“Wanginya enak banget, Bu.”

“Iya, Sayang. Ini nasi goreng spesial khusus untuk anak Ibu yang paling pintar dan yang paling kuat.”

Putri mengangguk cepat. Lalu, dengan lahap Putri menyantap nasi goreng buatan Riyanti. Riyanti memandang gadis kecilnya dengan tatapan penuh kasih sayang, walau dalam hati dia merasa sedih dengan perlakuan Hendra kepada Putri.

“Makasih, Ibu. Nasi gorengnya enak banget!” seru Putri sambil terus menyantap.

“Pelan-pelan. Makan yang banyak, Sayang. Kalau gitu, Ibu beresin rumah dulu,” ucap Riyanti.

Selagi Putri menyantap makan malamnya, Riyanti mulai membersihkan rumahnya yang berantakan akibat kekacauan yang Hendra perbuat. Meski tubuh Riyanti sudah tak berdaya karena lelah seharian bekerja di pabrik.

Tanpa sang anak tahu, bahwa Riyanti menangis sambil membereskan rumah. Meratapi nasibnya yang tidak seindah kisah di negeri dongeng. Karena selama ini hanya dia yang bekerja mencari nafkah, sedangkan Hendra hanya menghabiskan uang di meja judi. Seperti yang dia lakukan malam ini.

Riyanti tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang suami. Bukan kali pertama Riyanti menasehati Hendra untuk berhenti berjudi. Entah setan apa yang merasuki pikiran Hendra. Tanah warisan milik peninggalan Kakeknya Hendra jual begitu saja. Bukan habis untuk membuka usaha, tapi habis untuk berjudi. Dan ketika kalah, Riyanti dan Putri menjadi sasaran kekesalan dan amarahnya.

***

“Ayo! Siapa yang mau pasang lagi!”

“Pasang lagi!”

“Yah kalah lagi!”

Suasana sebuah tempat seperti saung berdinding bambu dan kayu berdiri di tengah kebun makin malam makin ramai saja. Meski berada jauh dari perkampungan warga desa, saung reyot tersebut menjadi tempat berkumpulnya insan manusia yang terlena akan godaan setan. Saksi kehancuran serta penderitaan bagi keluarga dan orang itu sendiri, dan Hendra salah satunya. Menghabiskan uang hanya untuk mendapatkan sesuatu yang tidak menjanjikan apa-apa.

Meski hanya disinari cahaya remang-remang, saung tersebut tetap menjadi primadona. Berbagai macam arena perjudian ada di sana, mulai dari toge sampai sabung ayam.

“Tuh dia datang lagi!” Seorang pria berkumis tebal menyikut teman di sebelahnya.

“Berani sekali dia. Dapat uang darimana lagi dia?” tanya temannya itu.

“Palingan habis nyolong duit istrinya,” jawab pria berkumis tebal sambil tersenyum sinis.

Hendra datang dengan raut wajah masam. Di tangan kanannya menenteng selembar amplop cokelat, hasil dari mencari harta karun di rumahnya. Hendra mendatangi pria berkumis itu sambil melempar amplop cokelat tersebut ke atas meja togel dengan kasar.

“Nih!”

“Apa ini?”

“Uang taruhan. Aku bertaruh dengan semuanya!” pekik Hendra.

Pria berkumis tebal itu mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum sinis. Diambilnya amplop cokelat itu dan melihat isinya. Dilirknya wajah Hendra kemudian mengeluarkan semua uang itu.

“Kamu yakin?” tanya pria berkumis itu tidak yakin.

“Tentu saja. Kenapa? Kalian tidak percaya? Saya mau menang malam ini!” ketus Hendra berlagak menyombongkan diri.

Melihat Hendra yang begitu yakin akan menang malam ini, membuat pria berkumis itu memiringkan senyumnya. Padahal dalam hati, pria berkumis itu menertawakan Hendra.

“Bukannya nggak percaya. Tapi, dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu? Apa kau mengambil uang jualan Ibumu?” ledek salah satu dari mereka.

“Setan alas! Beraninya kau berkata begitu!” Hendra mulai terpancing emosi, efek dari minuman keras yang tadi diminumnya.

“Hey! Sabar! Gampang sekali kau emosi, Hendra.”

“Jangan mulai memancing emosiku!” bentak Hendra.

“Sudah! Sudah! Jadi masang nggak nih?” Relai pria berkumis itu.

Napas Hendra naik turun karena terbawa emosi. Pria berkumis itu mulai mengocok dua buah dadu yang berada di dalam sebuah kaleng. Hawa ketegangan mulai nampak. Asap putih dari rokok pun mulai memenuhi saung. Tak lupa beberapa botol minuman dan kacang kulit berserakan di atas meja.

Setelah kaleng tersebut dibuka, angka yang keluar tidak sesuai dengan harapannya. Hendra murka. Ia menggosokkan wajahnya kasar. Wajahnya mulai memerah karena marah bercampur malu karena banyak orang menertawainya. Semua uang di amplop itu habis seketika, di atas meja judi.

“Setan Alas!” Hendra murka lantas menggebrak meja sialan itu. 

Habis sudah uang yang susah payah dia cari dalam waktu sekejap. Hendra berjalan keluar dari saung itu dengan perasaan marah, menendang apa saja yang berada di hadapannya. Membuat banyak orang menoleh kesal ke arahnya. Hendra berteriak kesal sambil mengacak-acak rambut ikal keritingnya. Frustasi karena tidak menang satu taruhan pun malam ini. 

“Curang! Mereka pasti curang. Mereka sengaja membuatku curang agar mendapatkan uang itu. Mereka tahu kalau aku mendapatkan banyak duit. Dasar manusia susah! Kurang ajar mereka.”

“Kamu kenapa marah-marah begitu? Kalah lagi?” Seorang pria berperawakan tidak begitu tua menghampiri Hendra yang duduk di bawah pohon mangga.

“Kalau udah tahu nggak usah nanya!” jawab Hendra ketus.

“Santai, dong! Trus gimana? Mau nyoba lagi?”

Hendra tidak menjawab. Napasnya masih naik turun karena emosi uangnya sudah habis. Kedatangan Joko sama sekali tidak digubrisnya. Justru membuat suasana hatinya semakin semrawut.

“Hen, Hen. Apa kamu nggak bosan begini terus? Nggak mau nyoba sesuatu gitu?” Pria bernama Joko membuka suara lagi. Kali ini terdengar seperti orang yang memberi saran.

“Seusatu apa?”

“Buka usaha gitu. Apa kek, dagang kek.”

Hendra terdiam sejenak. Selama ini dia tidak ada pikiran untuk membuka usaha. Untuk apa? Ada Riyanti yang menjadi tulang punggung, membiayai semua kebutuhannya.

“Ah, aku malas bahas begituan, yang ada makin ruwet.”

“Oke deh, dari pada kamu kayak orang gila begini. Mending ikut aku, kebetulan ada yang nyariin kamu.”

“Siapa?”

“Ada, deh. Pokoknya dia bakal bikin kamu happy!” ajak Joko. Bukannya pulang ke rumah, Hendra justru mengikuti ajakan Joko ke suatu tempat yang membuatnya lupa ingatan.

***

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
6 Bab
Semua Karena Judi
“Ya Allah. Kenapa rumah berantakan begini?” Riyanti baru saja pulang dari bekerja selepas Adzan Isya dan terkejut mendapati kondisi rumahnya yang sangat berantakan. Bola matanya terbelalak lebar melihat rumahnya seperti habis digondol maling. “Ibu ….”“Putri!”Terdengar samar-samar suara tangisan kecil. Pikiran Riyanti mengawang kemana-mana dan tanpa pikir panjang dia langsung bergegas mencari sumber suara itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sang anak tengah meringkuk menangis di sudut kamar sambil memeluk lututnya. Riyanti langsung memeluk sang anak yang sedang ketakutan.“Putri! Kamu nggak apa-apa, ‘kan, Nak?” tanya Riyanti panik. Air matanya mulai membanjiri pelupuk matanya dan perlahan jatuh membasahi pipi.“Ayah, Bu. A-Ayah ….” “Kenapa sama Ayah, Sayang?”Suara Putri bergetar, kedua manik indah milik sang anak membengkak. Pandangannya kosong menatap pintu yang terbuka. Riyanti memeluk erat putri satu-satunya itu, mendekapnya penuh dengan kasih sayang. Tapi, dalam hati R
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Sertifikat Rumah
“Permisi!!!”Terdengar suara pintu diketuk dengan keras. Riyanti terbangun dan hampir terjungkal dari kursi. “Permisi!!! Mbak! Mbak Yanti!”Kedua bola matanya mendadak terang karena mendengar suara ketukan keras di pintu itu. Riyanti beranjak dengan malas untuk membuka pintu.“Iya tunggu! Siapa?”“Mbak Yanti?”Betapa terkejutnya Riyanti saat membuka pintu. Seorang wanita berpakaian minim berdiri dihadapannya. Wanita itu tampak kesulitan membopoh seorang pria mabuk yang tidak asing baginya. “Ya Allah Mas Hendra!”Riyanti langsung membawa tubuh Hendra ke dalam rumah dengan kepayahan, dibantu bersama wanita berpakaian minim itu.“Mas Mabuk lagi?”“Heh! Berisik kamu!” bentak Hendra tidak sadar akibat mabuk.“Mas Hen mabuk parah di karaoke,” ucap wanita berpakaian minim itu.Riyanti melempar pandang ke arah wanita itu. Sebagai seorang wanita dan seorang istri, rasa tidak suka dan curiga mulai muncul ketika melihat wanita itu. Terang saja, seorang wanita berpenampilan minim membawa suami
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Gosip di Pasar
Setelah menerima telepon dari teman kerjanya di pabrik, perasaan Riyanti mulai tidak enak. Namun, buru-buru dia tepis karena pagi ini dia harus ke pasar untuk berbelanja kebutuhan hari ini. Jarak antara rumah dengan pasar tidak begitu jauh, cukup berjalan kaki saja.Akan tetapi, saat di perjalanan menuju pasar, banyak orang yang memandang aneh saat tak sengaja berpapasan dengan dirinya. Riyanti merasa heran dengan sikap orang-orang itu. Riyanti merasa tidak ada yang salah dengan dirinya, pakaian yang digunakannya juga tidak aneh-aneh tapi mereka tetap memandangnya seperti itu.“Eh, Mbak Yanti!” sapa seorang wanita berbadan gemuk.“Eh, Bude Lastri, Bude Tini. Wah, dari pasar, Bude?” sapa Riyanti juga berbasa-basi ke dua orang ibu-ibu paruh baya yang terlihat kewalahan menenteng kantong belanjaan.“Iya dong dari pasar. Hari ini anak Bude yang dari Jakarta pulang kampung. Bude mau masak makanan kesukaannya dia,” jawab Bude Lastri girang, senyumnya tidak lepas dari raut wajah yang keriput
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Ibu Mertua Tukang Pamer
Setelah bertemu dan mengobrol sejenak dengan Nina, Riyanti berjalan menuju kios sayur-sayuran. Hari ini sayur mayur yang dijajakan pedagang sangat segar. Riyanti tergiur untuk membeli seikat bayam yang nantinya akan ia masak sayur bening kesukaan Putri. Saat Riyanti hendak menghampiri pedagang sayur langganannya, tanpa sengaja dia mendengar selentingan orang-orang yang sedang berkerumun membicarakan seseorang. Karena penasaran, Riyanti melangkah mendekati kerumunan orang itu.“Eh, masa? Hendra begitu?”“Enak dong lagi banyak duit dia.”Semakin mendekat makin jelas terdengar bahwa orang-orang itu sedang membicarakan suaminya.“Dapat duit darimana dia?”“Yang jelas dia pasti bakalan berjudi lagi, trus seneng-seneng lagi sama Lia. Si janda muda pelakornya itu.”Jantung Riyanti bagai dihantam batu sebesar gunung mendengar orang-orang itu membicarakan suaminya. Riyanti seakan tidak percaya dengan apa yang mereka katakan. Baginya tidak mungkin Hendra melakukan itu, dia sudah berjanji pada d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
PHK Massal
Tak ada firasat apapun pagi ini. Riyanti mulai beraktifitas seperti biasa, menyiapkan sarapan pagi untuk Putri dan Hendra, membereskan rumah, dan lain-lain sebelum berangkat kerja. Hendra pulang hampir tengah malam, pulang-pulang Hendra membawa sekarung besar seperti yang dia lihat di pasar pagi itu. Tidak ada yang aneh pagi ini, meski kemarin ada kabar burung yang kurang sedap tapi semua terlihat biasa dan normal.Akan tetapi, begitu mendekati pabrik tempat Riyanti bekerja. Sesuatu terjadi yang membuat wanita itu tentu bertanya-tanya. Pasalnya, banyak karyawan pabrik yang berkumpul di depan. Rata-rata mereka adalah para buruh wanita. Berorasi sambil membawa spanduk berisi tuntutan protes mereka.Salah satu dari mereka yang melihat kedatangan Riyanti dari jauh segera menghentikan laju motor Riyanti.“Ada apa ini, Mbak? Kok rame sekali?” tanya Riyanti penasaran sambil membuka helmnya“Nasib kita di ujung tanduk, Mbak. Kita di PHK sepihak,” jawab orang itu.“Apa? PHK? Bukannya itu hoax?
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Gara-gara Sepiring Nasi Goreng
“Assalamu’alaikum.”“Dari mana kamu? Jam segini baru pulang!” Sosok Hendra berdiri tepat di depan pintu saat Riyanti baru saja sampai di rumah.“A-aku tadi ….” Tenggorokan Riyanti tercekak, mendadak dia tidak bisa bicara dengan lancar. Hendra menatapnya dengan sorot mata yang tajam seakan hendak mencengkeramnya.“Apa? Aku tadi apa? Kamu kira aku nggak tahu kamu kemana dan ngapain aja? Kamu di PHK kan?”Riyanti terkejut dan langsung menoleh ke arah Hendra. “Darimana dia tahu kalau aku di phk? Ah, sudah pasti dari orang-orang.”Riyanti tidak menjawab dan memilih untuk masuk ke dalam kamar untuk berganti baju
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-01
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status